Anda di halaman 1dari 36

a 2

5
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PEI.AYANAN KESEHATAN
lalan H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling 4-9 lakarta 12950
Telepon : (021) 5201590 (Hunting), Faksimile : (021) 5261814, 5203872
Website:www.yankes.kemkes.go.id
g
GERMAS

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN


NOMOR : HK.02.02/D/8461/2023
TENTANG
PEDOMAN PET{YELENGGARAAN INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN DI
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT
PERTAMA LAIN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PRIORITAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN,

Menimbang a bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai


unit pelaksana teknis dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota dan penyelenggara Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan
(UKP) tingkat pertama bertanggung jawab mewujudkan
wilayah kerja puskesmas yang sehat, termasuk
melaksanakan program prioritas;
b bahwa untuk mewujudkan seluruh program prioritas yang
menjadi tanggung jawabnya, Puskesmas melakukan
kolaborasi dengan jejaring Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama lain di wilayah kerjanya melalui integrasi pelayanan
kesehatan;
C bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Keputusan
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan tentang Pedoman
Penyelenggaraan Integrasi Pelayanan Kesehatan di Pusat
Kesehatan Masyarakat dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama lain dalam Pelaksanaan Program Prioritas;

Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O09 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
-2-

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012
tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 122);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2016 tentang
Pedoman Manajemen Puskesmas (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1423);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 1335);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-
2024 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
914) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-
2024 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor
461);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156);
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/Menkes/1186/2022 tentang Panduan Praktik
Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/1936/2022
-3-

tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan


Nomor HK.01.07/Menkes/1186/2022 Tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN
TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN INTEGRASI
PELAYANAN KESEHATAN DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
DENGAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA LAIN
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PRIORITAS.

KESATU : Menetapkan Pedoman Penyelenggaraan Integrasi Pelayanan


Kesehatan Di Pusat Kesehatan Masyarakat dengan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Lain dalam Pelaksanaan Program
Prioritas, yang selanjutnya disebut dengan Pedoman Integrasi
Puskesmas dengan FKTP lain sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Keputusan Direktur Jenderal ini.
KEDUA : Pedoman Integrasi Puskesmas dengan FKTP lain sebagaimana
dimaksud dalam Diktum KESATU menjadi acuan bagi
pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah
daerah kabupaten/kota, puskesmas, dan FKTP lainnya dalam
penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan.
KETIGA : Integrasi Pelayanan Kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat
dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Lain dalam
Pelaksanaan Program Prioritas dilaksanakan melalui 5 (lima)
tahapan:
1. pembentukan jejaring fungsional;
2. identifikasi permasalahan prioritas;
3. rencana tindak lanjut terhadap hasil identifikasi
permasalahan prioritas;
4. implementasi rencana rindak lanjut; dan
5. monitoring dan evaluasi.
KEEMPAT : Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan
-4-

terhadap penyelenggaraan integrasi pelayanal kesehatan di


FKTP sesuai dengan kewenangan masing-masing.
KELIMA Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan di
FKTP sesuai dengan kewenangan masing-masing.
KEENAM Pembiayaan yang timbul akibat pelaksanaan Pedoman Integrasi
Puskesmas dengan FKTP lain dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
KETUJUH Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal : 29 Juli 2023

R JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN.

't4ft 'i

I l.lD
-5-

LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PELAYANAN KESEHATAN
NOMOR
TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN
INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN DI
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
DENGAN FASILITAS KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA LAIN DALAM
PELAKSANAAN PROGRAM PRIORITAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Deklarasi Astana (2018) diintisarikan bahwa visi Primary
Health Care (PHC) abad 21 yaitu meningkatkan peran sektor swasta dalam
pembangunan ekonomi, pencapaian target kesehatan, dan peningkatan
respon. Deklarasi Astana menyebutkan beberapa hal yang harus dilakukan
untuk mencapai visi tersebut yaitu:
1. pemberdayaan individu, keluarga, dan masyarakat;
2. penguatan tenaga kesehatan;
3. strategi pembiayaan;
4. peran sektor swasta;
5. pemanfaatan teknologi informasi;
6. mengintegrasikan pelayanan kesehatan;
7. mengintegrasikan UKM dan UKP;
8. meningkatkan peran rumah sakit pada PHC; dan
9. meningkatkan kesediaan PHC di desa/kelurahan.
Arah kebijakan pembangunan kesehatan nasional yang tertuang dalam
Permenkes 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2020-2024, yaitu “Meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, dengan
-6-

penekanan pada penguatan sistem pelayanan kesehatan dasar dengan


mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif didukung oleh inovasi
dan pemanfaatan teknologi”. Penguatan sistem pelayanan kesehatan dasar
dapat diwujudkan antara lain melalui pelayanan kesehatan primer yang
komprehensif dan berkualitas serta penguatan pemberdayaan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan penguatan tata kelola
manajemen pelayanan dan kolaborasi publik swasta yang salah satu
indikator keberhasilannya dinilai melalui persentase klinik pratama dan
praktik mandiri dokter yang melakukan pelayanan program prioritas.
Terjadinya pandemi COVID-19 yang menyebabkan disrupsi layanan
kesehatan dan belum tercapainya target-target prioritas nasional, target
RPJMN, termasuk belum tercapainya target pemenuhan SPM bidang
kesehatan kabupaten/kota tahun 2021, dimana dari 12 standar pada SPM
tidak ada satupun yang mencapai 100% dan yang tertinggi hanya mencapai
61,8% yaitu terkait pelayanan kesehatan ibu hamil (Pusdatin, 2021), adalah
beberapa hal yang antara lain menyebabkan Kementerian Kesehatan
berkomitmen melakukan transformasi sistem kesehatan, yang terdiri dari
enam pilar transformasi kesehatan yang harus dibangun bersamaan. Salah
satu pilar tersebut adalah transformasi layanan primer, merupakan pilar
untuk penguatan layanan primer yang dilakukan melalui edukasi penduduk,
pencegahan primer, pencegahan sekunder, serta peningkatan kapasitas dan
kapabilitas layanan primer.
Peningkatan kapasitas dan kapabilitas layanan primer antara lain
dilakukan melalui implementasi integrasi pelayanan kesehatan antar FKTP.
Integrasi pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang merespon
kebutuhan individu dan masyarakat melalui pemberian program pelayanan
kesehatan yang berkualitas secara komprehensif mulai dari promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, diagnosis, pengobatan, dan
penatalaksanaan penyakit, rehabilitasi, dan perawatan paliatif yang
diberikan oleh tim multidisiplin yang bekerja secara bersama-sama dalam
suatu wilayah (WHO).
Tujuan dilakukan integrasi adalah untuk meningkatkan akses,
mengurangi rawat inap dan rawat inap kembali (re-admisi), meningkatkan
kepatuhan berobat, meningkatkan kepuasan pasien, meningkatkan literasi
kesehatan dan promosi kesehatan bagi masyarakat, meningkatkan kepuasan
kerja bagi petugas kesehatan, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi biaya.
-7-

Sedangkan manfaat dilakukan integrasi adalah terwujudnya pelayanan


kesehatan dengan konsep person centered care, yaitu pelayanan kesehatan
yang dilaksanakan dengan menghargai martabat, berbagi informasi,
membangun partisipasi, dan kolaborasi antar pasien/keluarga/ masyarakat
dengan penyedia layanan kesehatan.
Integrasi pelayanan kesehatan yang dilakukan selama ini belum optimal,
yang terlihat dari masih jauhnya pencapaian target program dan pemenuhan
SPM bidang kesehatan kabupaten/kota dari target yang telah ditentukan. Hal
tersebut antara lain disebabkan karena belum dipahaminya pelaksanaan
integrasi pelayanan kesehatan di tingkat operasional. Diperlukan pedoman
dalam rangka penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan di puskesmas
dengan fasyankes lain atau integrasi pelayanan kesehatan antar FKTP untuk
mendukung pencapaian target-target prioritas nasional, prioritas daerah,
maupun pemenuhan SPM bidang kesehatan kabupaten/kota.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tersedianya acuan bagi dinas kesehatan kabupaten/kota dalam
menyelenggarakan integrasi pelayanan kesehatan di puskesmas dengan
FKTP lain dalam pelaksanaan program prioritas nasional dan prioritas
daerah termasuk pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang
kesehatan kabupaten/kota, agar dapat berjalan efektif, efisien, bermutu,
dan berkesinambungan dengan memperhatikan keselamatan pasien.
2. Tujuan Khusus:
a. Tersedianya gambaran konsep integrasi pelayanan kesehatan di
FKTP
b. Tersedianya mekanisme penyelenggaraan integrasi pelayanan
kesehatan di FKTP.
c. Tersedianya acuan dalam membuat dokumen komitmen dapat
berupa surat keputusan, dan/atau nota kesepahaman, dan/atau
perjanjian kerja sama dalam penyelenggaraan integrasi pelayanan
kesehatan di FKTP.
d. Tersedianya acuan dalam membuat care pathway terkait program
prioritas nasional dan daerah.
-8-

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup integrasi pelayanan kesehatan dalam pedoman ini meliputi:
1. Konsep Integrasi Pelayanan Kesehatan di FKTP

2. Mekanisme Penyelenggaraan Integrasi Pelayanan Kesehatan di FKTP

3. Pembinaan dan Pengawasan.

D. Sasaran
1. Pemerintah pusat
2. Pemerintah daerah provinsi
3. Pemerintah daerah kabupaten/kota
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
-9-

BAB II
KONSEP INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN DI FKTP

A. Konsep Integrasi Pelayanan Kesehatan di FKTP


Konsep integrasi pelayanan kesehatan telah diinisiasi oleh WHO pada
tahun 2016 dengan menyusun sebuah framework sebagai panduan untuk
mengembangkan layanan kesehatan terintegrasi yakni Global Framework for
Integrated People-Centered Health Services. Dalam framework ini, integrasi
pelayanan kesehatan dapat dicapai melalui integrasi sektor kesehatan,
integrasi pelayanan kesehatan, dan integrasi dengan sektor lainnya di luar
kesehatan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas,
adil, dan berfokus pada pasien dan keluarga.
Berdasarkan konsep tersebut dibuatlah sebuah model IQ-Care yang
sesuai dengan situasi pelayanan kesehatan primer di Indonesia. Model IQ-
Care adalah pelayanan kesehatan yang merespon kebutuhan individu dan
masyarakat melalui penyediaan layanan yang komprehensif mencakup
promosi kesehatan, pencegahan penyakit, penegakan diagnosis, pengobatan,
dan penatalaksanaan penyakit, rehabilitasi, dan perawatan paliatif yang
diberikan secara kolaboratif dan inovatif oleh penyedia layanan di FKTP
wilayah kerja puskesmas yang dihimpun melalui dokumen komitmen
penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan di puskesmas dengan FKTP
lain di bawah koordinasi dinas kesehatan kabupaten/kota. Model ini
diharapkan mampu menjadi pedoman bagi pihak terkait di bidang kesehatan
mulai dari pusat sampai dengan daerah untuk menyiapkan komponen-
komponen yang diperlukan meliputi ketersediaan faktor pendukung/enablers,
pelaksanaan proses integrasi, dan pencapaian output sesuai dengan
target/tujuan pembangunan kesehatan. Dalam model ini, ketersediaan faktor
prasyarat atau pendukung sangat diperlukan yaitu:
1. kesamaan visi, misi, dan komitmen dari pemangku kepentingan;
2. integrasi data dan informasi untuk pengambilan keputusan; dan
3. integrasi sistem kesehatan yang berperan penting dalam menjamin
penyelenggaraan integrasi berjalan dengan baik.
-10-

Gambar 1. Integrasi Pelayanan Kesehatan Menggunakan Model IQ-Care


Proses integrasi dimulai dari pembentukan jejaring yang bersifat
fungsional, yang merupakan pengembangan jejaring FKTP yang bekerja sama
dalam rangka optimalisasi fungsi pelayanan kesehatan dari masing-masing
FKTP dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan prioritas di suatu
wilayah. Pembentukan jejaring tersebut, difasilitasi oleh pemerintah daerah
melalui dinas kesehatan kabupaten/kota, atau dapat didelegasikan kepada
puskesmas pada suatu wilayah kerja, sebagai unit pelaksana teknis yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota, dalam hal ini Puskesmas adalah sebagai pembina
FKTP di wilayah kerjanya. Setelah pembentukan jejaring, dilanjutkan dengan
melakukan kolaborasi tenaga kesehatan dan non-kesehatan, dimana semua
berkolaborasi membentuk tim multidisiplin pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan diberikan dengan pendekatan care pathway yang memuat rencana
detail secara klinis maupun non-klinis yang komprehensif mulai dari promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif, sampai dengan paliatif.
Sebagai hasil atau output yang diharapkan dari integrasi pelayanan
kesehatan dalam model IQ-Care tersebut adalah pelayanan kesehatan primer
yang berfokus pada pasien dan keluarga dimana akses pelayanan kesehatan
terbuka bagi semua, termasuk penyandang disabilitas dan kelompok rentan,
tanpa memandang gender. Melalui model IQ-Care, pasien dan keluarga
diharapkan lebih aktif dalam proses pemberian layanan antara lain dalam hal
pengambilan keputusan, perawatan secara mandiri, pemberian kritik dan
-11-

saran dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan, dan dapat memilih


alternatif pelayanan yang disarankan, sesuai dengan kebutuhan.
Konsep integrasi yang telah dituangkan dalam model IQ-Care tersebut
sejalan dan dapat diimplementasikan sesuai tugas dan fungsi puskesmas yang
telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2019
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Berdasarkan peraturan tersebut,
puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Pencapaian
tujuan pembangunan dilakukan oleh puskesmas dengan mengintegrasikan
program-program yang dilaksanakan, sebagai implementasi prinsip
keterpaduan dan kesinambungan dalam penyelenggaraan puskesmas. Dalam
penyelenggaraan fungsinya, puskesmas berwenang untuk melakukan
koordinasi lintas program, lintas sektor yang didukung dengan sistem
manajemen puskesmas. Selain itu, puskesmas juga perlu melakukan
kolaborasi dengan FKTP di wilayah kerjanya sebagai jejaring dan berwenang
dalam melakukan pembinaan terhadap jejaringnya tersebut.
B. Klasifikasi kemampuan daerah dalam Penyelenggaraan Integrasi Pelayanan
Kesehatan di FKTP
Klasifikasi kemampuan daerah dalam penyelenggaraan integrasi
pelayanan puskesmas dengan FKTP lain dalam pelaksanaan program prioritas
terdiri dari:
1. Tingkat Satu: telah dibentuk jejaring kerja sama antara berbagai jenis FKTP
(puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter) dengan
sasaran strategis, dan standar pelayanan yang sama dalam pelaksanaan
program prioritas. Pada tingkatan ini dinas kesehatan kabupaten/kota
telah memfasilitasi implementasi integrasi pelayanan hingga tahapan
pembentukan jejaring fungsional. Pada tahap ini dapat dibuktikan dengan
tersedianya dokumen berupa surat keputusan terkait jejaring kerja sama
yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
2. Tingkat Dua: telah diterapkannya kolaborasi interprofessional dimana
semua jenis profesi tenaga kesehatan bersama memberikan pelayanan
kesehatan secara komprehensif dengan pembagian tugas dan wewenang
yang jelas diantara mereka dalam mendukung pelaksanaan program
prioritas. Pada tingkatan ini dinas telah memfasilitasi implementasi
integrasi pelayanan setidaknya hingga tahapan identifikasi permasalahan
prioritas dan penyusunan rencana tindak lanjut. Pada tahap ini dapat
dibuktikan dengan tersedianya dokumen berupa memorandum of
-12-

understanding (MoU) dan/atau perjanjian kerja sama dan dokumen terkait


pembagian tugas dan wewenang setiap jenis profesi tenaga kesehatan,
identifikasi permasalahan prioritas dan rencana tindak lanjut.
3. Tingkat Tiga: telah diterapkan integrasi pelayanan kesehatan dengan
konsep care pathway dimana pelayanan kesehatan yang dilaksanakan
berdasarkan rencana detail mulai dari pelayanan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, hingga paliatif baik pelayanan klinis dan non klinis.
Masing-masing FKTP dalam jejaring bekerja sama melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya sesuai dengan pembagian dalam care pathway untuk
mendukung pelaksanaan program prioritas. Pada tingkatan ini dinas
kesehatan kabupaten/kota telah memfasilitasi tahapan implementasi
integrasi ke dalam pelayanan kesehatan hingga monitoring dan evaluasi.
Pada tahap ini dapat dibuktikan dengan tersedianya care pathway program
prioritas sebagai gambaran integrasi pelayanan kesehatan termasuk
ketersediaan dokumen terkait monitoring dan evaluasi care pathway.
-13-

BAB III
MEKANISME PENYELENGGARAAN
INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN DI FKTP

Mekanisme penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan di FKTP


dilaksanakan melalui 5 tahapan:
1. Pembentukan Jejaring Fungsional
Jejaring fungsional adalah jejaring kerja sama antar FKTP dalam
pelaksanaan program prioritas. Yang termasuk dalam jejaring tersebut
yaitu puskesmas sebagai pembina FKTP di wilayah kerjanya, klinik
pratama, dan/atau tempat praktik mandiri dokter. Program prioritas yang
dimaksud adalah berdasarkan prioritas nasional dan prioritas daerah.
Jejaring kerja sama tersebut memiliki sasaran strategis, dan prosedur yang
dikelola secara efektif dan efisien termasuk terkait aspek finansial, dan
jaminan layanan kesehatan yang bermutu/berkualitas. Selain dengan
FKTP, puskesmas dapat membentuk jejaring kerja sama dengan fasyankes
lain di wilayah kerjanya untuk pencapaian target prioritas tertentu.
Pembentukan jejaring fungsional dilakukan berdasarkan pada kemampuan
FKTP meliputi kompetensi dan kapasitas, jumlah peserta jaminan
kesehatan yang terdaftar atau penduduk yang dilayani di FKTP tersebut,
prevalensi penyakit di suatu daerah, capaian program prioritas, serta
komitmen dari pimpinan dan tenaga kesehatan yang ada di FKTP. Jejaring
fungsional ini dibina oleh dinas kesehatan dan puskesmas sebagai pembina
FKTP di wilayah kerjanya.
Pembentukan jejaring fungsional merupakan tanggung jawab dinas
kesehatan kabupaten/kota dan membutuhkan dukungan dari berbagai
pihak antara lain organisasi perangkat daerah lain pada pemerintah daerah,
BPJS Kesehatan, organisasi profesi, organisasi fasyankes, masyarakat,
pasien/keluarga. Dinas kesehatan kabupaten/kota dapat membentuk
jejaring fungsional untuk masing-masing puskesmas yang ada di
wilayahnya dengan mekanisme koordinasi yang jelas antar FKTP terutama
untuk rujukan horizontal maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjut (FKRTL) untuk rujukan vertikal.
Dalam pembentukan jejaring fungsional dinas kesehatan
kabupaten/kota perlu merencanakan bentuk dan tingkatan integrasi
pelayanan serta kerja sama yang akan dilakukan. Perencanaan tersebut
-14-

dibuat dengan memperhatikan target indikator yang perlu dicapai, standar


pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan, rentang waktu dan sumber
daya yang tersedia. Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pemetaan
terkait kompetensi dan kapasitas FKTP yang akan diprioritaskan dalam
pembentukan jejaring kerja sama, antara lain terkait ketersediaan sarana,
prasarana, sumber daya manusia, logistik lainnya yang diperlukan dalam
pemberian layanan kesehatan, kerja sama dengan BPJS Kesehatan ataupun
berdasar pertimbangan lainnya. Diperlukan kesepakatan dan komitmen
dari seluruh pihak yang terlibat, sebagai faktor penting dalam mendukung
implementasi integrasi pelayanan kesehatan. Selanjutnya pembentukan
jejaring tersebut dituangkan dalam suatu komitmen bersama dalam bentuk
nota kesepahaman/memorandum of understanding (MoU), dan/ atau
perjanjian kerja sama antara dinas kesehatan dengan FKTP terkait, atau
penetapan jejaring melalui surat keputusan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota.

Dinas
Jejaring Fungsional Kesehatan

Puskesmas Puskesmas
A B

Klinik Klinik
TPMD A TPMD C
Pratama A Pratama C

Klinik Klinik
TPMD B TPMD D
Pratama B Pratama D

Gambar 3. Contoh jejaring fungsional yang dibina oleh Dinas Kesehatan dan
Puskesmas sebagai pembina FKTP di wilayah kerjanya.

Pada tahap awal pembentukan jejaring fungsional, setelah melakukan


pemetaan terkait kompetensi dan kapasitas FKTP, dinas kesehatan
kabupaten/kota perlu melakukan pembagian jejaring FKTP sesuai wilayah
kerja Puskesmas, yang ditetapkan melalui surat keputusan kepala dinas
-15-

kesehatan kabupaten/kota, dilengkapi dengan pembuatan nota


kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU), dan/atau
perjanjian kerja sama. Kemudian puskesmas melakukan koordinasi dengan
jejaring FKTP yang telah ditetapkan.
Format surat keputusan, memorandum of understanding (MoU) dan
perjanjian kerja sama dapat dilihat pada lampiran dari keputusan Direktur
Jenderal ini, namun dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.
Peran penyelenggara integrasi pelayanan kesehatan di FKTP dalam
pembentukan jejaring fungsional di FKTP:
a. Dinas kesehatan kabupaten/kota
1) melakukan identifikasi FKTP yang ada di wilayahnya untuk
selanjutnya dibuat dalam bentuk peta jejaring fungsional FKTP per
wilayah kerja puskesmas;
2) membentuk jejaring fungsional kerja sama dengan FKTP yang
ditetapkan melalui keputusan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota;
3) bersama dengan puskesmas mengundang FKTP yang berada di
wilayahnya untuk mensosialisasikan konsep integrasi pelayanan
kesehatan termasuk manfaat yang didapatkan ketika sudah
melakukan integrasi layanan; dan
4) membangun komitmen bersama melalui berbagai strategi
diantaranya penandatanganan nota kesepahaman/memorandum of
understanding (MoU) dan/ atau perjanjian kerja sama. Hal ini
dilakukan untuk memastikan masing-masing FKTP mempunyai
komitmen yang kuat dalam mewujudkan pelayanan kesehatan
terintegrasi.
b. Puskesmas
1) melakukan sosialisasi kepada FKTP lain di wilayah kerjanya terkait
konsep integrasi pelayanan kesehatan, termasuk manfaat yang
didapatkan ketika sudah melakukan integrasi pelayanan kesehatan;
2) sebagai fasilitator pembentukan jejaring fungsional di wilayah
kerjanya; dan
3) turut menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau
Perjanjian Kerja Sama integrasi pelayanan kesehatan yang
difasilitasi oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
-16-

c. FKTP lain sebagai jejaring Puskesmas


1) terlibat sebagai jejaring fungsional kegiatan integrasi pelayanan
kesehatan di wilayah kerja puskesmas; dan
2) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau
Perjanjian Kerja Sama integrasi pelayanan kesehatan yang
difasilitasi oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.

2. Identifikasi Permasalahan Prioritas

Setelah pembentukan jejaring fungsional, dinas kesehatan,


puskesmas, bersama dengan jejaring FKTP lain yang sudah dibentuk
melakukan identifikasi masalah kesehatan prioritas yang terdapat di
wilayah kerja puskesmas. Identifikasi permasalahan prioritas dilakukan
karena adanya keterbatasan sumber daya antara lain terkait sumber daya
manusia, sarana, prasarana, alat kesehatan dan logistik lainnya,
pendanaan, waktu, dan lain-lain. Sumber daya dapat dipusatkan untuk
menyelesaikan permasalahan prioritas yang disepakati, dan dapat
memberikan dampak signifikan terhadap pencapaian target prioritas dan
secara langsung memberikan manfaat untuk kesehatan masyarakat secara
umum.

Identifikasi masalah kesehatan dilakukan berdasarkan ketersediaan


data kesehatan masyarakat, program prioritas yang ada di kabupaten/kota,
antara lain terkait pelayanan esensial, penanggulangan penyakit, promosi
kesehatan/KIE dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit
menular dan tidak menular antara lain terkait faktor risiko hipertensi dan
diabetes yaitu obesitas, merokok dan gizi tidak seimbang, penanggulangan
wabah/atau kejadian luar biasa (KLB), Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga (PIS-PK), visi misi pimpinan daerah, dan SPM bidang
kesehatan kabupaten/kota. Ketersediaan data diperoleh melalui
pengumpulan data yang disampaikan secara berkala oleh puskesmas dan
jejaringnya, kemudian dilakukan sinkronisasi/validasi data di puskesmas
maupun jejaringnya, untuk selanjutnya menentukan layanan prioritas yang
masih lemah dan perlu mendapatkan perhatian dan intervensi, memetakan
kapasitas dari masing-masing FKTP dalam penanganan program kesehatan
prioritas, dan lain-lain.
-17-

Tabel 1. Contoh Hasil Identifikasi Permasalahan


Jenis Jenis
Deskripsi Permasalahan
Pelayanan Permasalahan
Tuberkulosis Keberhasilan a. Belum semua pasien TBC yang ditemukan
(TBC) penanganan dilakukan pengobatan sampai sembuh
atau lengkap dan belum semua pasien
sembuh atau pengobatan secara lengkap
dilaporkan melalui sistem informasi sesuai
ketentuan.
b. TPMD dan klinik pratama belum terlibat
aktif dalam pengobatan TBC: terkait
kegiatan skrining dan rujukan sesuai
kebutuhan.
c. TPMD dan klinik pratama masih belum
optimal dalam penatalaksanaan TBC
Kesesuaian Klinik pratama dan TPMD belum memberikan
terhadap penatalaksanaan sesuai program TBC.
standar
pelayanan
Rujukan a. Rujukan di Puskesmas cukup tinggi
dikarenakan Puskesmas juga menjadi
rujukan antar klinik pratama/TPMD
sebelum ke FKRTL.
b. Klinik pratama belum mempunyai
kapasitas (antara lain terkait sumber daya)
yang memadai untuk melakukan
penatalaksanaan TBC.
c. Jumlah rujukan yang dilakukan di TPMD
relatif lebih sedikit disebabkan oleh
penemuan jumlah kasus TBC yang belum
optimal.
Diabetes Kesesuaian a. Pelaporan hasil skrining DM di klinik
Melitus (DM) terhadap pratama relatif rendah.
standar b. Layanan edukasi di klinik pratama dan
pelayanan TPMD relatif rendah.
Rujukan Angka rujukan DM di klinik pratama tinggi
yang disebabkan keterbatasan alat diagnostik

Hipertensi Kesesuaian a. Tidak semua klinik pratama dan TPMD


terhadap memberikan layanan pemeriksaan awal
standar komplikasi hipertensi.
pelayanan b. Layanan edukasi hipertensi di klinik
pratama dan TPMD rendah.
Rujukan Angka rujukan Hipertensi di klinik pratama
tinggi
-18-

Adapun peran masing-masing jejaring fungsional dalam melakukan


identifikasi permasalahan kesehatan prioritas adalah sebagai berikut:
a. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
1) memfasilitasi puskesmas dan jejaringnya; dan
2) menentukan masalah prioritas di wilayah kerja puskesmas
berdasarkan data yang disampaikan oleh puskesmas.
b. Puskesmas
1) mengumpulkan data kesehatan di wilayah kerjanya antara lain
melalui survey mawas diri (SMD)/musyawarah masyarakat desa
(MMD);
2) mengolah dan menganalisis data di wilayah kerjanya; dan
3) menyampaikan permasalahan prioritas di wilayah kerjanya
berdasarkan hasil analisis data kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota.
c. FKTP lain sebagai jejaring Puskesmas
1) melakukan pencatatan terkait integrasi pelayanan kesehatan dalam
rangka menyediakan data pelayanan yang dilakukan dalam
mendukung pencapaian target program; dan
2) menyampaikan data tersebut secara berkala ke puskesmas melalui
sistem informasi terkait pencatatan dan pelaporan sesuai ketentuan.

3. Rencana Tindak Lanjut Terhadap Hasil Identifikasi Permasalahan Prioritas


Setelah melakukan identifikasi masalah prioritas, puskesmas dan
jejaring yang dibentuk menyusun care pathway untuk masalah prioritas
tersebut mulai dari promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, sampai dengan
paliatif. Penyusunan care pathway dilakukan dengan mempertimbangkan
ketersediaan dan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan.
Care pathway dimulai dari sebelum masyarakat ke fasilitas pelayanan
kesehatan, saat masyarakat di fasilitas pelayanan kesehatan sampai
masyarakat kembali ke rumah. Care Pathway dapat dikembangkan sesuai
dengan pedoman nasional praktik kedokteran (PNPK) dan panduan praktik
klinis (PPK) di FKTP atau merujuk pada referensi lain.
Berikut beberapa contoh care pathway terkait penyakit prioritas
antara lain Tuberkulosis, hipertensi, DM.
-19-

Gambar 4. Contoh Tata Kelola Klinis (Care Pathway) Tuberkulosis

Gambar 5. Contoh Tata Kelola Klinis (Care Pathway) Hipertensi

Gambar 6. Contoh Tata Kelola Klinis (Care Pathway) Diabetes Melitus


-20-

Berdasarkan care pathway yang sudah disepakati, masing-masing FKTP


yang tergabung dalam jejaring fungsional kemudian melakukan penyesuaian
dukungan sistem termasuk tata kelola, alokasi sumber daya, dan sistem informasi
termasuk pelaporan, penggunaan data dan rekam medis, dan pengambilan
keputusan.

Tabel 2. Contoh Format Identifikasi Dukungan Sistem yang Dibutuhkan

Jenis Dukungan Bentuk Dukungan Pihak yang dapat Rencana Tindak


yang diperlukan memberi dukungan Lanjut
Tata Kelola Regulasi Daerah Dinas Kesehatan, Melakukan advokasi
Pemerintah Daerah dan koordinasi
dalam rangka
penyusunan
regulasi yang
dibutuhkan
Alokasi Sumber Sarana, prasarana, Puskemas, Dinas Merencanakan dan
Daya sumber daya manusia, Kesehatan melakukan
bahan medis habis pemenuhan
pakai, anggaran sumber daya yang
dibutuhkan
Sistem Informasi Fasilitasi ketersediaan Dinas Kesehatan Melakukan
sistem informasi yang Kabupaten/Kota fasilitasi dalam
dapat diakses oleh rangka
FKTP jejaring penyediaan
siistem informasi
yang dibutuhkan
Pelaporan Fasilitasi ketersediaan Dinas Kesehatan Melakukan
format pelaporan Kabupaten/Kota, fasilitasi
terkait program Puskesmas ketersediaan
prioritas nasional yang format pelaporan
diintegrasikan
Rekam Medis Fasilitasi ketersediaan Dinas Kesehatan Melakukan
rekam medis terkait Kabupaten/Kota, fasilitasi dalam
program prioritas Puskesmas rangka penyediaan
nasional yang rekam medis yang
terintegrasi dibutuhkan
Lain-Lain

Adapun peran masing-masing jejaring fungsional dalam


penyusunan rencana tindak lanjut integrasi pelayanan kesehatan adalah
sebagai berikut:
a. Dinas kesehatan kabupaten/kota
1) Memfasilitasi penyusunan/revisi care pathway;
2) Memberikan sosialisasi, refreshing atau pelatihan tentang care
-21-

pathway; dan
3) Memberikan umpan balik laporan hasil evaluasi care pathway yang
disampaikan oleh puskesmas.
b. Puskesmas
1) Menyusun care pathway;
2) Merevisi care pathway bila diperlukan;
3) Mensosialisasikan care pathway;
4) Mengimplementasikan care pathway;
5) Mengevaluasi implementasi care pathway; dan
6) Melaporkan hasil evaluasi implementasi care pathway kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota.
c. FKTP lain sebagai jejaring Puskesmas
1) Menyusun care pathway bersama dengan puskesmas;
2) Merevisi care pathway bersama dengan puskesmas;
3) Mengimplementasikan care pathway bersama dengan puskesmas;
dan
4) Mengevaluasi implementasi care pathway bersama dengan puskesmas.
4. Implementasi Rencana Tindak Lanjut
Implementasi Rencana Tindak Lanjut dimulai dengan integrasi
profesional dimana masing-masing FKTP dapat membentuk tim
multidisiplin sesuai dengan care pathway yang sudah dibuat. Tim
multidisiplin ini bekerja secara bersama-sama baik internal maupun antar
FKTP yang tergabung dalam jejaring fungsional dengan pembagian tugas
dan tanggung jawab yang jelas.

Tabel 3. Contoh Identifikasi Tim Multidisiplin


Layanan Tim FKTP Metode
Multidisiplin/ (Puskesmas, Klinik
Tim Interprofesi Pratama, TPMD)
Skrining Dokter, Perawat, Puskesmas, Klinik Anamnesis
Hipertensi Bidan Pratama, TPMD termasuk faktor
risiko,
Pemeriksaan
tekanan darah
minimal 1x setiap
tahun
-22-

Skrining Dokter, Perawat, Puskesmas, Klinik Anamnesis


Diabetes Bidan Pratama, TPMD termasuk faktor
Melitus risiko,
pemeriksaan
antropometri,
pemeriksaan rapid
gula darah
Skrining Dokter, Perawat, Puskesmas, Klinik Pratama,Anamnesis,
Tuberkulosis Bidan TPMD pemeriksaan fisik,
pemeriksaan dan
pengumpulan
sampel dahak

Care pathway perlu disosialisasikan kepada seluruh tim yang terlibat


dalam pelayanan untuk mengurangi perbedaan dalam pemberian layanan
dan memperkuat koordinasi dan kolaborasi antar pemberi layanan.
Pelayanan kesehatan yang bersifat perseorangan dapat dilaksanakan
oleh masing-masing FKTP sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
sementara pelayanan yang bersifat kesehatan masyarakat dapat
didistribusikan sesuai dengan kapasitas dan kompetensi dari masing-
masing FKTP. Selain itu diperlukan penguatan mekanisme rujukan, baik
horizontal (antar FKTP termasuk antar Puskesmas) maupun vertikal (antar
FKTP dengan FKRTL), agar semua kasus dapat diselesaikan di fasyankes
sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya.
Adapun peran masing-masing jejaring fungsional dalam implementasi
integrasi ke dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Dinas kesehatan kabupaten/kota
1) memfasilitasi kegiatan penyusunan tim multidisiplin;
2) memfasilitasi sosialisasi care pathway;
3) meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan sesuai dengan care
pathway; dan
4) penyediaan alat kesehatan, obat, bahan medis habis pakai dan
logistik kesehatan lainnya.
b. Puskesmas
1) menyusun tim multidisiplin;
2) mensosialisasikan care pathway;
3) mengimplementasikan care pathway dalam pelayanan multi
-23-

disiplin;
4) peningkatan kompetensi kader sesuai dengan care pathway; dan
5) distribusi logistik obat dan bahan medis habis pakai, dan logistik
kesehatan lainnya ke FKTP jejaring.
c. FKTP lain sebagai jejaring Puskesmas
1) menyusun tim multidisplin; dan
2) mengimplementasikan care pathway dalam pelayanan multi disiplin.
5. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi, adalah kombinasi pengumpulan dan analisis
data (monitoring) dan penilaian sejauh mana pelayanan kesehatan
terintegrasi telah, atau belum, memenuhi tujuannya. Beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan dalam melakukan monitoring dan evaluasi:
a. Monitoring:
1) Dilakukan secara kolektif setiap bulan oleh tim yang dibentuk dinas
kesehatan. Tim dapat merupakan bagian dari tim pembina cluster
binaan (TPCB) ataupun tim lain di dinas kesehatan yang melakukan
pembinaan terhadap FKTP di wilayahnya.
2) Dilakukan pada setiap tahapan tata laksana pelayanan kesehatan
yang tertulis dalam care pathway mulai dari pelayanan promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif dengan tujuan untuk
mengidentifikasi tantangan dalam implementasi integrasi pelayanan
kesehatan.
3) Hasil dari monitoring digunakan untuk menyusun rencana tindak
lanjut dan disampaikan kepada semua jejaring untuk mendapatkan
tanggapan dan masukan dalam upaya perbaikan.
b. Evaluasi:
1) Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat atau dampak
implementasi integrasi pelayanan kesehatan terhadap pelayanan
yang diterima oleh pasien, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam memberikan layanan, dan dampak bagi penyedia layanan
kesehatan, termasuk dalam mendukung pencapaian target-target
kinerja, target prioritas daerah dan nasional.
2) Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan evaluasi implementasi
integrasi pelayanan kesehatan setiap enam (6) atau dua belas (12)
bulan mencakup aspek pengguna/pasien, tenaga kesehatan, dan
penyedia layanan.
-24-

3) Hasil evaluasi dapat digunakan oleh dinas kesehatan


kabupaten/kota untuk meninjau kembali seluruh proses integrasi,
dan dapat menjadi dasar atau pertimbangan untuk keberlanjutan
kerja sama terkait jejaring.

Monitoring dan evaluasi pelayanan kesehatan terintegrasi dilakukan


menggunakan indikator sebagai alat ukur yang digunakan untuk
memantau, mengevaluasi, dalam upaya meningkatkan mutu. Indikator
integrasi pelayanan kesehatan di FKTP disusun berdasarkan pada 7
komponen konsep integrasi pelayanan kesehatan yaitu:
a. Integrasi sistem kesehatan;
b. Integrasi data dan informasi;
c. Penguatan komitmen;
d. Jejaring fungsional;
e. Kolaborasi interprofesional dan non-professional;
f. Integrasi pelayanan kesehatan dengan konsep care pathway; dan
g. Pelayanan kesehatan dengan konsep person-centered care.
Pada tabel (4) dibawah ini menggambarkan indikator yang digunakan
untuk monitoring dan evaluasi implementasi integrasi pelayanan kesehatan
di FKTP. Sedangkan pada Tabel (5), (6), dan (7) adalah beberapa contoh
indikator yang dapat digunakan untuk sasaran monev program integrasi
pelayanan kesehatan di FKTP.

Tabel 4.
Contoh Indikator Monitoring dan evaluasi Implementasi Integrasi
Pelayanan Kesehatan di FKTP
Komponen Integrasi Indikator Implementasi Integrasi
Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan di FKTP
Integrasi Sistem a. Dinas kesehatan kabupaten/kota menyusun
Kesehatan regulasi pendukung tentang integrasi
pelayanan kesehatan di tingkat
kabupaten/kota
b. Tersedianya anggaran integrasi pelayanan
kesehatan
c. Dinas kesehatan kabupaten/kota
mengevaluasi regulasi integrasi pelayanan
kesehatan di tingkat kabupaten/kota
Integrasi Data dan Dinas kesehatan kabupaten/kota memfasilitasi
Informasi pemanfaatan sistem informasi dan manajemen
-25-

Komponen Integrasi Indikator Implementasi Integrasi


Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan di FKTP
data yang terkoneksi antar FKTP di wilayah kerja
puskesmas
Penguatan Komitmen a. Dinas kesehatan kabupaten/kota menyusun
MoU implementasi integrasi pelayanan
kesehatan di FKTP, yang ditandatangani
bersama oleh dinas kesehatan, puskesmas dan
jejaring FKTP di wilayah kerja puskesmas
b. Ada perjanjian kerja sama antar fasyankes yang
berisi tentang layanan kesehatan yang
diintegrasikan
Jejaring fungsional a. Terdapat SK jejaring fungsional yang
ditetapkan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota
b. Puskesmas memiliki jejaring fungsional
Kolaborasi a. Dinas Kesehatan berkoordinasi dengan
interprofesional dan penyedia layanan kesehatan, mengidentifikasi
non- professional kolaborasi interprofesional dan non-profesional
dalam care pathway
b. Ketersediaan care pathway
Integrasi pelayanan a. Penyedia layanan kesehatan menyusun care
kesehatan dengan pathway
konsep care pathway b. Penyedia layanan kesehatan mengevaluasi
penggunaan care pathway
Pelayanan kesehatan a. Fasilitas pelayanan kesehatan menyediakan
dengan konsep person- wadah untuk menampung saran
centered care b. Fasilitas pelayanan kesehatan memperbaiki
layanan berdasarkan saran yang disampaikan
oleh pengguna layanan.
c. menggambarkan angka/tingkat kepuasan
pasien

Tabel 5.
Contoh Indikator Pelayanan Tuberkulosis (TB)

Komponen Integrasi Indikator Program Integrasi Pelayanan


Pelayanan Kesehatan Kesehatan di FKTP
Integrasi Sistem Persentase orang terduga TB mendapatkan
Kesehatan pelayanan sesuai standar
Integrasi Data dan Ada integrasi data dan informasi antar
Informasi fasyankes yang terlibat dalam integrasi
pelayanan kesehatan
Penguatan Komitmen Cakupan semua kasus TB (case notification
rate/CNR) yang diobati
Jejaring fungsional jumlah penegakan diagnosis dengan TCM
-26-

Komponen Integrasi Indikator Program Integrasi Pelayanan


Pelayanan Kesehatan Kesehatan di FKTP
Kolaborasi Angka rujukan non spesialistik TB
interprofesional dan
non- professional
Integrasi pelayanan Persentase pasien yang mendapatkan pelayanan
kesehatan dengan sesuai care pathway
konsep care pathway
Pelayanan Kesehatan Persentase kepuasan pasien TB
dengan konsep person-
centered care

Tabel 6.
Contoh Indikator Pelayanan Diabetes Melitus (DM)

Komponen Integrasi Indikator Program Integrasi Pelayanan


Pelayanan Kesehatan Kesehatan di FKTP
Integrasi Sistem Persentase penderita DM yang mendapatkan
Kesehatan pelayanan kesehatan sesuai standar
Integrasi Data dan Ada integrasi data dan informasi terkait DM antar
Informasi fasyankes yang terlibat dalam integrasi pelayanan
kesehatan
Penguatan Komitmen Persentase pemeriksaan laboratorium untuk
penderita DM minimal 1 bulan sekali
Jejaring fungsional Persentase pasien gula darah terkontrol
Kolaborasi Angka rujukan non spesialistik DM
interprofesional dan
non- professional
Integrasi pelayanan Persentase pasien yang mendapatkan pelayanan
kesehatan dengan sesuai care pathway
konsep care
pathway
Pelayanan Persentase kepuasan pasien DM
Kesehatan dengan
konsep person-
centered care
-27-

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah


kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan di FKTP sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pembinaan dan pengawasan tersebut dapat
melibatkan stakeholder terkait. Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui
supervisi, bimbingan teknis, dan/atau monitoring dan evaluasi.
Pembinaan dan pengawasan oleh dinas kesehatan dilakukan kepada semua
FKTP yang tergabung dalam jejaring fungsional terkait implementasi integrasi
pelayanan kesehatan, termasuk memberikan dukungan yang diperlukan dalam
rangka keberhasilan implementasi integrasi pelayanan kesehatan. Dukungan yang
diberikan dapat berupa sarana, prasarana, sumber daya manusia, fasilitasi
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, fasilitasi ketersediaan logistik alat
kesehatan, bahan medis/non medis habis pakai, fasilitasi pemanfaatan sistem
informasi, ketersediaan anggaran dan lain-lain. Dukungan anggaran untuk
kegiatan antara lain dalam bentuk pertemuan dalam rangka penguatan
pembinaan, penguatan implementasi, untuk melakukan koordinasi dan evaluasi
penyelenggaraan implementasi integrasi pelayanan kesehatan.
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan bertujuan untuk memastikan
implementasi integrasi pelayanan kesehatan berjalan dengan baik dan mencapai
output yang diharapkan dan mendukung pencapaian target-target program. Dalam
melakukan pembinaan dinas kesehatan juga diharapkan dapat mendorong adanya
peningkatan jumlah FKTP yang tergabung dalam jejaring fungsional, menentukan
tingkatan dan mendorong implementasi integrasi ke tingkatan yang lebih tinggi.
Hal tersebut bertujuan untuk memperkuat dan memperluas cakupan integrasi
pelayanan serta kerja sama dalam mencapai tujuan dan dalam upaya
menyelesaikan permasalahan kesehatan yang ditemukan di suatu wilayah kerja.
Selain untuk mewujudkan target-target program di bidang kesehatan dalam
upaya mewujudkan masyarakat sehat, pembinaan dan pengawasan yang
dilakukan juga dalam upaya pencapaian target indikator persentase klinik pratama
dan praktik mandiri dokter yang melakukan pelayanan program prioritas dan
persentase puskesmas yang melakukan kolaborasi dengan FKTP Lain dalam
pelaksanaan program prioritas.
-28-

Pembinaan dan pengawasan dalam bentuk supervisi maupun bimbingan


teknis dilakukan secara berkala, dapat bersamaan dengan pembinaan program
kesehatan lainnya, sedangkan kegiatan dalam bentuk monitoring dan evaluasi
dilakukan paling sedikit 1(satu) kali dalam setahun. Hasil monitoring dan evaluasi
disampaikan secara berjenjang kepada dinas kesehatan provinsi dan Kementerian
Kesehatan selambatnya 2 minggu setelah kegiatan.
Dalam menilai keberhasilan implementasi integrasi pelayanan kesehatan
secara komprehensif dinilai dengan menggunakan instrument yang terdiri dari 8
parameter, terdiri dari 7 parameter terkait komponen yang dibutuhkan dalam
integrasi pelayanan kesehatan dan 1 parameter terkait jumlah program prioritas
yang telah diintegrasikan (instrumen terlampir).
Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh stakeholder pelaksanaan integrasi
pelayanan kesehatan di FKTP, secara khusus terkait peran masing-masing adalah
sebagai berikut:
A. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
1. Pendampingan, pembinaan, dan pengawasan kepada semua FKTP yang
tergabung dalam jejaring termasuk memberikan dukungan untuk
implementasi integrasi pelayanan kesehatan;
2. Memfasilitasi proses penyusunan regulasi tata kelola klinis (care pathway)
terkait pelaksanaan integrasi pelayanan kesehatan;
3. Memberikan dukungan teknis dan administrasi untuk keberlangsungan
pelayanan kesehatan terintegrasi; dan
4. Melakukan monitoring dan evaluasi integrasi pelayanan kesehatan.
B. Dinas Kesehatan Provinsi
1. Melakukan identifikasi dan pemetaan kabupaten/kota di wilayahnya yang
akan menerapkan integrasi pelayanan kesehatan;
2. Mendukung dan melaksanakan sosialiasi terkait integrasi pelayanan
kesehatan kepada kabupaten/kota yang akan menerapkan integrasi
pelayanan kesehatan;
3. Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan integrasi
pelayanan kesehatan di FKTP pada kabupaten/kota di wilayahnya;
4. Menelaah hasil evaluasi pelaksanaan integrasi pelayanan kesehatan di
tingkat kabupaten/kota dan memberikan saran perbaikan berdasarkan best
practice yang ada;
5. Memberikan dukungan sesuai kebutuhan kepada dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota dalam penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan;
-29-

dan
6. Melaporkan penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan ke
Kementerian Kesehatan secara berkala.
C. Kementerian Kesehatan
1. Menyusun dan menetapkan kebijakan berupa pedoman integrasi pelayanan
kesehatan;
2. Melakukan sosialisasi dan advokasi kebijakan integrasi pelayanan
kesehatan;
3. Memfasilitasi dinas kesehatan daerah provinsi, dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota dan FKTP terkait penyelenggaraan integrasi pelayanan
kesehatan;
4. Melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan integrasi pelayanan
kesehatan; dan
D. Stakeholder Lainnya
1. Mendukung penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan;
2. Memonitor penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan;
3. Mendukung pelaksanaan sosialisasi terkait penyelenggaraan integrasi
pelayanan kesehatan secara luas di kabupaten/kota;
4. Memberikan masukan terhadap regulasi terkait integrasi pelayanan
kesehatan; dan
5. Berkontribusi dalam penyusunan PNPK dan PPK bagi Dokter di FKTP.
-30-

BAB V
PENUTUP

Pedoman ini dibuat untuk menjadi acuan bagr dinas kesehatan


kabupaten/kota serta stakelwlder terkait untuk merencanakan dan melakukan
integrasi pelayanan kesehatan antar FKTP di wilayah masing-masing. Integrasi
pelayanan kesehatan di FKTP sangat diperlukan untuk mewujudkan person
centered care dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif
dan berkualitas. Terdapat 7 komponen integrasi pelayanan kesehatan dan
mekanisme penyelenggaraannya dilakukan melalui 5 tahapan. Keberhasilan
penyelenggaraan integrasi pelayanan sangat ditentukan oleh pembinaan yang
dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten / kota.. Komponen integrasi pelayanan
kesehatan dalam pedoman ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
kesiapan FKTP di kabupaten/kota. Pedoman ini bersifat dinamis, sehingga daerah
dapat melakukan penyesuaian berdasarkan kondisi setempat dan perkembangan
kebijakan dan ilmu pengetahuan, dengan tetap memperhatikan hal-hat prinsip
dalam penyelenggaraan integrasi pelayanan kesehatan di puskesmas.

R JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN.


(
-31-

FORMULIR 1
CONTOH DOKUMEN KOMITMEN DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN
INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS DENGAN FKTP LAIN
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PRIORITAS
a. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
-32-

b. Memorandum of Understanding (MoU)


-33-

c. Format Perjanjian Kerja Sama (PKS)


-34-

FORMULIR 2:
INSTRUMEN MONITORING DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN INTEGRASI
PELAYANAN KESEHATAN DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN LAIN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM
PRIORITAS

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota:


Alamat:
Tanggal pengisian instrument:
Nama (Tim) yang melakukan monitoring dan evaluasi:
Nomor telepon seluler Tim:

Nomor
Parameter Kriteria Skoring Nilai

1 Integrasi a. Dinas kesehatan Bila kriteria a, b, 10


Sistem kabupaten/kota menyusun c terpenuhi
Kesehatan regulasi pendukung tentang
integrasi pelayanan
kesehatan di tingkat
kabupaten/ kota.
b. Tersedia anggaran integrasi Bila kriteria a 5
pelayanan kesehatan. dan b terpenuhi
c. Dinas kesehatan Bila kriteria a, b, 0
kabupaten/kota dan c tidak ada
mengevaluasi regulasi yang terpenuhi
integrasi pelayanan
kesehatan di tingkat
kabupaten/kota.
2 Integrasi Data Dinas kesehatan Dilakukan 10
dan Informasi kabupaten/kota memfasilitasi fasilitasi
pemanfaatan sistem informasi
dan manajemen data yang
terkoneksi antar FKTP di
wilayah kerja puskesmas.
Sedang proses 5
fasilitasi
Tidak/belum 0
dilakukan
fasilitasi
3 Penguatan a. Dinas kesehatan Bila kriteria a 10
Komitmen kabupaten/kota menyusun dan b tersedia
MoU implementasi integrasi
pelayanan kesehatan di
FKTP, yang ditandatangani
bersama oleh dinas
kesehatan, puskesmas dan
jejaring FKTP di wilayah
kerja puskesmas
b. Ada perjanjian kerja sama Bila kriteria a 5
antar fasyankes yang berisi dan b sedang
tentang layanan kesehatan proses
yang diintegrasikan penyusunan
-35-

Nomor
Parameter Kriteria Skoring Nilai

Bila kriteria a 0
dan b tidak
terpenuhi

4 Jejaring a. Terdapat SK jejaring Bila kriteria a 10


Fungsional fungsional yang ditetapkan dan b terpenuhi
oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota.
b. Puskesmas memiliki jejaring Bila kriteria a 5
fungsional dan b sedang
berproses
Bila kriteria a 0
dan b belum
terpenuhi dan
belum berproses
5 Kolaborasi a. Terdapat bukti dokumen Bila kriteria a 10
interprofesional (catatan/notula koordinasi) dan b terpenuhi
dan non dinas kesehatan
profesional kabupaten/kota
berkoordinasi dengan
penyedia layanan kesehatan,
untuk mengidentifikasi
kolaborasi interprofesional
dan non-profesional dalam
care pathway
b. Puskesmas memiliki jejaring Bila kriteria a 5
fungsional atau b terpenuhi
Bila kriteria a 0
dan b
belum/tidak
terpenuhi
6 Integrasi a. Tersedia dokumen yang Bila kriteria a 10
pelayanan mendukung terkait dan b terpenuhi
kesehatan penyusunan care pathway
dengan konsep oleh penyedia layanan
care pathway kesehatan
b. Tersedia bukti dokumen Bila kriteria a 5
terkait evaluasi penggunaan atau b terpenuhi
care pathway oleh penyedia
layanan kesehatan
Bila kriteria a 0
dan b
belum/tidak
terpenuhi
7 Pelayanan a. Fasyankes menyediakan Bila kriteria a, b 10
kesehatan wadah untuk menampung dan c terpenuhi
dengan konsep saran
person-
centered care
b. Tersedia bukti dokumen Bila minimal 2 5
Fasyankes memperbaiki dari 3 kriteria
layanan berdasarkan saran terpenuhi
yang disampaikan oleh
pengguna layanan
-36-

Nomor
Parameter Kriteria Skoring Nilai

c. Tersedia hasil survey yang Bila kriteria a, b 0


menggarnbarkal dan c belum
angka/ tingkat kepuasan tersedia/
pasien setida,knya 2 tahun terpenuhi
terakhir
8 Jumlah a. TB, DM dan Hipertensi Bila kriteria a 10
program terpenuhi
prioritas yang
diintegrasikal
b. Minimal salah satu dari TB, Bila kriteria b 5
DM, Hipertensi terpenuhi
Bila kriteria a 0
atau b tidak
terpenuhi
Skor Maksimal 80

Penghitungan Nilai:

Interpretasi
r. b a nilai > 80o/c Baik (diharapkan dapa.t mendukung pencapaian target prioritas)
2. bila nilai 50 - 80%i Cukup
3. bila nilai < 507o: Kurang

Kesimpulan Nilai Akht, dibagi menjadi 3 kategori: (Lingkari salah satu penilaian)
a. Baik
b. Cukup
c. Kurang

Keberhasilan implementasi integrasi pelayanan akan terlihat berdasarkan hasil


kesimpulan nilai akhir dengan kategori Baik.

Terhadap hasil monitoring dan evaluasi perlu dibuat rencana tindak lanjut dalarn
rangka perbaikan dengan 1'or-s1 lsdarnpir

RENCANA TINDAK LANJUT

No Uraian Rencana Tindak Lanjut Target Waktu Pela-ksana arl


1

2
3
4
dan seteru a

.L
JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN.
v

lllFE,(rirD,
P€urln-nrr i

IND o

Anda mungkin juga menyukai