Anda di halaman 1dari 2

*Apa yang terjadi pada tahun 1945 sampai 1949?

Revolusi kemerdekaan 1945-1949 adalah salah satu periode terpenting dalam


perjalanan sejarah Bangsa Indonesia. Periode ini dimulai dari kekalahan bala tentara
Jepang terhadap sekutu, Proklamasi kemerdekaan hingga perlawanan terhadap
pendudukan NICA yang membonceng sekutu, baik perlawanan melalui jalur atau
fisik.

Latar belakang
Masa Bersiap merupakan sebuah teror, kekacauan, dan kekerasan yang dilatarbelakangi
amarah dan keinginan balas dendam pribumi terhadap kolonialisme Belanda. Periode ini
terjadi seusai Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Namun, pada saat itu, Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Belanda
merasa masih berhak atas Indonesia, sehingga mereka berupaya kembali merebut
kekuasaan. Pada Oktober 1945, pemerintah Belanda berupaya kembali menguasai
Indonesia dengan menempatkan Letnan Gubernur Jenderal Huib van Mook di Batavia
(Jakarta). Keinginan Belanda untuk kembali menduduki Indonesia pun menyulut amarah
dan kebencian rakyat pribumi. Kelompok pribumi dengan mengatasnamakan diri sebagai
Pemoeda atau Pelopor, kemudian merampok dan menyerang orang-orang Belanda dan
keturunannya serta mereka yang dianggap pro kolonialisme. Aksi ini awalnya terjadi di
Depok yang dikenal sebagai pusat permukiman orang-orang Belanda dan keturunan
Indo-Eropa. Namun, kerusuhan dan kekacauan selama Periode Bersiap kemudian
meluas ke daerah-daerah lain di Jawa serta sebagian kecil wilayah Sumatera.

Mengapa disebut Bersiap?


Kata Bersiap digunakan Belanda untuk menyebut periode revolusi itu, karena kerap
terdengar seruan "Siap! Siap!" oleh kelompok pro-Republik Indonesia pada masa itu.
Para Pemoeda akan menyerukan kata "Siap! Siap!" sembari mengangkat senjata ketika
ada orang-orang yang dinilai menjadi musuh bagi revolusi kemerdekaan Indonesia,
memasuki wilayah pro-republik. Sejarawan sekaligus tokoh pers Indonesia, Rosihan
Anwar, menuliskan kesaksian seputar Periode Bersiap dalam bukunya yang berjudul
"Napak Tilas ke Belanda. 60 Tahun Perjalanan Wartawan KMB 1949". "Masa itu dikenal
sebagai masa perjuangan: Bersiap. Belanda menamakannya Bersiap-periode. Bila
malam telah tiba, rakyat di gang dan lorong kecil waktu mendengar aba-aba teriakan
'siap' lalu mengambil tempat di balik barikade rintangan dengan bersenjata bambu
runcing, golok, satu, dua senjata api, seperti pistol, menantikan kedatangan serdadu-
serdaru Nica-Belanda yang lewat. Bentrokan senjata terjadi. Korban berjatuhan di kedua
belah pihak." Pada dasarnya, istilah Bersiap lebih banyak digunakan dalam tulisan-
tulisan sejarah dan hasil penelitian akademis Belanda, tetapi justru kurang dikenal di
Indonesia. Indonesia lebih sering menyebut periode itu sebagai Revolusi Nasional
Indonesia atau Agresi Militer, yakni masa-masa mempertahankan kemerdekaan dari
ancaman Belanda pada periode 1945-1950. Sejarawan Indonesia, Bonnie Triyana,
sempat menyoal penggunaan istilah Bersiap yang dinilai memiliki kesan rasisme. Bonnie
Triyana pun sempat meminta Belanda menghapuskan istilah Bersiap. Opini tersebut
dituangkan Bonnie Triyana dalam artikel berjudul "Schrap term 'Bersiap' voor
periodisering want die is racistisch" atau "Hapus istilah 'Bersiap' dalam periodisasi
tersebut karena rasis" yang ditayangkan di situs NRC. Tulisan tersebut juga tayang
dalam edisi cetak pada 12 Januari 2022, tetapi dengan judul berbeda yakni
"Simplicerende term 'Bersiap' deugt niet als periode-naam" atau "Penyederhanaan istilah
'Bersiap' karena tidak masuk akal untuk periode tersebut". Akan tetapi, Belanda tetap
menggunakan istilah Bersiap untuk menyebut periode kekerasan yang terjadi pada masa
revolusi nasional Indonesia.

Kronologi Masa Bersiap


Periode Bersiap dimulai sejak 7 Oktober 1945 dengan upaya para pemuda Indonesia
untuk menghalangi pedagang yang hendak menjual kebutuhan pokok kepada orang-
orang Belanda. Rumah Asisten Wedana Depok pun dirampok pada hari itu. Selanjutnya,
wilayah Depok dirampas oleh Pemoeda pada 9 Oktober 1945 dan lima rumah warga
dirampok. Keesokan harinya, gedung pangan di Depok diserbu oleh para gelandangan.
Pada 11 Oktober 1945, pertempuran dalam Masa Bersiap dilanjutkan dengan serangan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terhadap Belanda. Serangan ini dikenal dengan istilah
Gedoran. Kerusuhan berlanjut pada 13 Oktober 1945, ketika segerombolan orang
menyerbu Belanda dan menewaskan 10 korban jiwa. Orang-orang Eropa dan Indo lalu
dikumpulkan di belakang Stadion Depok dan dijadikan tawanan. Kekerasan juga
menimpa etnis Ambon dan Manado karena mereka dianggap bekerja sama dengan
pemerintah serta militer Belanda selama masa kolonialisme. Penjarahan dan
pembunuhan yang terjadi selama Periode Bersiap juga disebut disertai dengan
penyiksaan keji dan pemerkosaan. Aksi para pemuda Indonesia menyulut amarah orang-
orang pro-Belanda yang kemudian melancarkan balas dendam. Sejumlah orang Ambon
yang pro-Belanda dan kerap mangkal di Senen, yakni Wimpie, Albert, Mingus Gerardus,
dan Polang, berbalik menyerang para pemuda pro-Republik Indonesia. Baca juga: Haji
Misbach, Tokoh Islam-Komunis yang Bergerak Melawan Belanda Jika bertemu
gerombolan itu, orang-orang Republik akan dipaksa menelan lencana Merah-Putih yang
mereka kenakan. Perdana Menteri Sutan Sjahrir pun sempat menjadi sasaran balas
dendam orang-orang pro-Belanda. Sjahrir tercatat dua kali menjadi target upaya
pembunuhan oleh orang-orang Indo, Ambon, dan Manado pada Desember 1945. Korban
jiwa dalam Periode Bersiap disebut mencapai puluhan ribu orang. Namun, tidak ada
angka pasti terkait jumlah korban jiwa karena buruknya administrasi pada masa itu.

Berakhirnya Masa Bersiap dan Kontroversi Genosida


Kekerasan-kekerasan yang terjadi selama Masa Bersiap sebenarnya telah mulai
meredup pada 1946, seiring dengan dimulainya Agresi Militer I Belanda pada Juli 1947.
Akan tetapi, pihak Belanda menyebut Periode Bersiap terjadi dalam terminologi lebih
luas. Masa Bersiap disebut terjadi sejak menyerahnya Jepang ke tangan Sekutu pada
1945 hingga diakuinya kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949. Oleh
karena itu, dalam sejumlah tulisan sejarah, Masa Bersiap disebut berlangsung sejak
1945-1946 atau 1945-1947. Namun, ada pula tulisan sejarah yang menyebut Periode
Bersiap terjadi selama 1945-1949 atau 1945-1950. Periode Bersiap kerap disebut
sebagai sebuah peristiwa genosida atau pembantaian terhadap orang-orang Belanda.
Namun, dalam buku Serdadu Belanda di Indonesia, 1945-1950, Kesaksian Perang pada
Sisi Sejarah yang Salah yang ditulis sejarawan Belanda, Gert Oostindie, Ireen
Hoogenboom, dan Jonathan Verwey, dijelaskan bahwa istilah genosida tidaklah tepat
digunakan untuk menggambarkan Periode Bersiap. Baca juga: Benarkah Belanda
Menjajah Indonesia Selama 350 Tahun? Sebab, pada masa itu, disebut bahwa tidak ada
upaya untuk memusnahkan seluruh penduduk Eropa atau China di Indonesia.
Kekerasan pada Masa Bersiap juga tidak bisa disebut sengaja diatur atau dikendalikan
oleh para pemimpin Republik Indonesia. Meski begitu, kekerasan yang terjadi selama
Periode Bersiap, diakui memang memperuncing hubungan Indonesia-Belanda pada
masa-masa setelahnya.

Anda mungkin juga menyukai