D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 3
A.MUTMAINNAH
FHALMULQIYATI ZHIQRO
NUR ADZIMAH
NURMIATY SYARIFUDDIN
PUTRI NAMIRA APRILIA
SARINA
ALFIANSYAH
FAJAR BAHARI
X.7
Dasarata Maharaja, seorang raja yang gagah, pahlawan di negeri Isafa, tidak
mempunyai putera. Atas nasihat seorang brahmana, baginda mengadakan acara
pemujaan Homam. Tidak lama kemudian kedua permaisuri baginda pun hamillah.
(Dalam Shellabear karena memakan biji geliga yang diberikan oleh seorang
brahmana). Mandudari puteri yang lahir dari buluh betung beranakkan Rama dan
Laksamana. Baliadari, beranakkan Beradan, Citradan dan seorang anak perempuan
Kikewi Dewi namanya (anak perempuan ini tak disebut dalam Shellabear).
Sri Rama adalah seorang anak raja yang terlalu elok parasnya dan gagah
berani, tetapi nakal. Karena kenakalannya itu, sekalian menteri lebih senang kalau
anak Baliadri, Beradan atau Citradan yang dirajakan dalam negeri. Dasarata sendiri
juga pernah dua kali berjanji akan merajakan anak-anak Baliadri dalam negeri karena
jasajasa gundiknya ini.
Sekali peristiwa Maharisi Kali, raja negeri Darwati Purwa, bertapa di laut dan
mendapatkan peti besi yang dihanyutkan oleh Rawana. Sita Dewi diselamatkannya
dan dipelihara dengan baik. Tak lama kemudian, mashyurlah kepada segala alam
bahwa Maharisi Kali mempunyai seorang puteri yang sangat elok parasnya. Setelah
umur Sita Dewi genap dua belas tahun, Maharisi Kali mengadakan sayembara untuk
memilih menantu: barang siapa yang dapat mengangkat panah yang ada di halaman
rumahnya dan dapat pula memanah pohon lontar dengan sekali terus empat puluh
pohon, dia akan diterima menjadi suami Sita Dewi.
Sayembara dimulai. Tetapi tidak seorang pun anak raja yang dapat dengan
sekali panah, menerusi empat puluh pohon lontar. Rawana sendiri hanya dapat
menerusi tiga puluh delapan pohon saja. Akhirnya, dengan tenang Rama masuk ke
dalam gelanggang sayembara. Dengan sekali panah saja, keempat puluh pohon lontar
teruslah semuanya. Bukan main terkejutnya anak-anak raja yang berkumpul di situ.
Dengan demikian, Rama pun beroleh Sita Dewi sebagai isteri.
Maka berjalanlah Sri Rama dan Laksamana di dalam hutan belantara. Dalam
perjalanan, mereka bertemu dengan beberapa orang Maharisi yang baik kepada
mereka. Anggasa Dewa, Kikukan, dan Wirata Sakti menjamu mereka dan mengajak
Sri Rama bertapa samasama dengan mereka. Rama menolak dan meneruskan
perjalanan hingga sampailah di bukit Indra Pawanam. Di sini ada seorang raksasa
Purba. Ia mencoba melarikan Sita. Raksasa itu dibunuh oleh Rama. Maka Rama pun
membuat tempat pertapaan di bukit ini.
Tidak lama kemudian, terdengar pula suara Rama meminta tolong. Sita
mendesak Laksamana pergi menolong Rama. Ketika Laksamana menolak, Sita
menuduh Laksamana. Dikatakannya bahwa Laksamana ingin memilikinya
seandainya Rama mati. Oleh karena tuduhan itu maka terpaksalah Laksamana pergi.
Sebelum ia pergi, ia menggores tanah dengan telunjuknya. Maksudnya, barang siapa
yang melangkahi goresan ini akan kena tangkap.
Kemudian, muncullah Rawana sebagai seorang Brahmana yang miskin dan
meminta sedekah dari Sita. Sita yang tidak tahu apa-apa telah keluar dari goresan itu
untuk memberi sedekah kepada Brahmana palsu itu. Dengan seketika itu juga, Sita
dilarikan Rawana. Burung Jentayu berusaha menolong Sita, tetapi tidak berhasil,
malah dirinya sendiri terbunuh.
Ketika Rama dan Laksamana kembali, mereka bukan main kaget. Didapati
Sita sudah hilang. Rama rebah dan jatuh di tempat duduk Sita sampai beberapa hari
tidak sadarkan diri. Sesudah Rama sadar kembali, mereka lalu pergi mencari Sita.
Hanuman menyamar diri sebagai seorang Maharisi dan menemui Sita Dewi di
istana Rawana. Hanuman menceritakan asal-usulnya dan Sita mengakuinya sebagai
anaknya. Kemudian, Hanuman memakan habis buah mempelam yang ada di dalam
istana. Karena hal ini, dia ditangkap dan mau dibakar. Tetapi, Hanuman melompat ke
sana-sini, menyebabkan kebakaran yang besar. Hanuman juga mau membawa Sita
Dewi ke tempat Rama. Sita Dewi menolak. Pertama, karena ia tidak mau dijamah
oleh laki-laki lain melainkan Rama. Kedua, karena ia maukan kehormatan
menyelamatkannya diberikan kepada Rama.
Masuklah Rama ke dalam kota Langkapuri. Rama tidak mau menerima Sita
kembali, takut kalau-kalau Sita sudah diperkosa oleh Rawana. Sita membuktikan
kesuciannya dengan duduk di dalam api yang menyala. Akhirnya, berkumpullah
Rama dan Sita kembali.
Di tempat Maharisi Kala, Sita melahirkan seorang anak, Tilawi (Sh. Lawa)
namanya. Sekali peristiwa, Maharisi Kala membawa Tilawi berjalan-jalan. Tilawi
tersesat jalan dan kembali sendiri ke tempat ibunya. Maharisi Kala takut kalau-kalau
Tilawi sudah hilang, lalu memuja lalang. Dengan seketika terjadilah seorang anak
lakilaki yang mirip dengan Tilawi. Anak tersebut diberi nama Kusa. Sesudah besar,
Tilawi dan Kusa menjadi anak muda yang gagah berani. Banyak raksasa yang
dibunuh mereka.
Sesudah beberapa lama, Rama pun sadar akan kesalahannya dan meminta Sita
kembali. Setelah Sita Dewi pulang, segala mergastua pun berbunyi kembali dan
Kikewi Dewi datang meminta ampun kepada Sita. Tilawi dikawinkan dengan Puteri
Indra Kusuma Dewi, anak Indra Jat, dan dirajakan di dalam negeri Durja Pura. Kusa
dikawinkan dengan Gangga Surani Dewi, anak Gangga Mahasura, dan dirajakan di
dalam negeri Langkapuri.
Unsur Ekstrinsik
1. Nilai Moral
A. Hikayat ini mengajarkan kita tentang kesetiaan dan kepatuhan terhadap
suami seperti yang dilakukan oleh Dewi Sita yang tetap mengaja
kesuciannya.
B. Hikayat ini mengajarkan kita untuk selalu sabar dan optimis membuktikan
bahwa kita tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh Dewi
Sita yang rela bersabar ketika diusir oleh Rama karena dianggap telah
dinodai oleh Rawana dan mematahkan keraguaan Rama dengan
membuktikan bahwa dia menjaga kesuciannya dengan duduk di dalam api
yang menyala.
C. Hikayat ini mengajarkan kita untuk mendengarkan penjalasan sang istri
terlebih dahulu sebelum mengambil kesimpulan tanpa melakukan diskusi.
Seperti Sri Rama yang tidak mau menerima Dewi Sita karena menurutnya
Dewi Sita telah dinodai oleh Rawana tanpa meminta penjelasan dari sang
istri.
D. Hikayat ini mengajarkan kita untuk gigih dan sabar walaupun mengambil
banyak waktu agar keinganan kita tercapai. Seperti yang dilakukan oleh
Rawana yang melakukan pertapaan dengan cara yang paling hebat yaitu
kaki digantung dan kepala dibawah selama 12 tahun lamanya agar dapat
menguasai 4 kerajaan.
E. Hikayat ini mengajarkan kita bahwa penyesalan selalu berada di belakang.
Seperti Sri rama yang tidak memercayai sang Istri yang telah patuh dan
setia terhadapnya. Namun, ketika Sri Rama mengetahui bahwa ternyata
sang istri adalah sosok yang patuh dan setia dia merasa menyesal telah
menyianyiakan sang istri.
2. Nilai Budaya
A. Pada zaman kerajaan seorang raja memilki lebih dari satu istri. Seperti
yang dilakukan oleh Rawana dia memiliki 4 orang istri yaitu Dewi Nila
Utama, Puteri Pertiwi Dewi, Gangga Maha Dewi dan Mandudaki.
B. Untuk menikahkan putri raja diadakan sayembara untuk mencari calon
suami seperti yang dilakukan Maharisi Kali yang melakukan sayembara
yaitu barang siapa yang dapat mengangkat panah yang ada di halaman
rumahnya dan dapat pula memanah pohon lontar dengan sekali terus
empat puluh pohon, dia akan diterima menjadi suami Dewi Sita
C. Pada zaman dahulu orang – orang selalu melakukan pertapaan untuk
meminta atau memohon sesuatu. Seperti yang dilakukan Rawana,
Dasarata, dan Maharasi Kali yang melakukan pertapaan agar
permintaannya dapat terwujud.
3. Nilai Sosial
A. Hikayat ini mengajarkan kita untuk saling tolong menolong sesama
makhluk hidup tidak mengenal batas derajat baik itu manusia maupun
hewan. Seperti yang dilakukan Burung Jeyantu yang rela mati demi
membantu Rama mengambil kembali Dewi Sita dari Rawana.
B. Hikayat ini mengajarkan kita bahwa tali persaudaraan tidak akan putus.
Seperti yang dilakukan Laksamana yang setia menemani Sri Rama yang
diasingkan di Hutan dan mencari Dewi Sita yang diculik oleh Rawana.
4. Nilai Agama
A. Pada zaman dahulu orang – orang melakukan pertapaan kepada Tuhan.
Seperti yang dilakukan Rawana yang beratapa kepada Tuhan agar dapat
dikasihi dengan dikabulkannya keinginannya yaitu menguasai 4 kerajaan.