Anda di halaman 1dari 6

SIPNOSIS DARI KITAB RAMAYANA

PADA BALA KANDA

P ada jaman dahulu kala di India Utara di sepanjang tepi sungai Serayu terdapat sebuah
kerajaan yang bernama kerajaan Kosala. Ibu kotanya bernama Ayodhya Pura. Kota
Ayodhya terletak di tepi Sungai Amtani, yang merupakan salah satu cabang dari sungai
Serayu. Rajanya bernama Dhasaratha dari dinasti Ikswaku.
Raja Dhasaratha mempunyai beberapa pendeta penasehat dalam bidang keagamaan.
Pemimpin dari pendeta ini adalah Reshi Wasista. Sang Raja mempunyai tiga orang istri, yaitu
Dewi Kosalya, Dewi Sumitra, dan Dewi Keikayi. Pernikahan beliau sudah cukup lama, tetapi
beliau belum mempunyai putra. Oleh karena itu beliau sangat resah, karena tidak mempunyai
keturunan yang akan menggantikannya sebagai raja. Beliau lalu memohon nasehat kepada
penashat beliau. Oleh penasehat beliau, yaitu Reshi Wasista beliau disarankan untuk
melakukan yadnya “Putra kama” dengan cara melakukan homa. Juga disarankan agar
upacara tersebut dipimpin oleh seorang Reshi yang cukup mumpuni,yaitu Reshi Resyasringa.
Atas saran penasehat tersebut, Dhasaratha lalu menyuruh mentrinya mempersiapkan segala
sesuatunya untuk pelaksanaan homa tersebut. Beliau juga mengutus seorang punggawa untuk
menghadap Reshi Resyasringa memohon kepada beliau untuk memimpin upacara homa.
Pada saat bulan purnamadi musim Wasanta upacara homa pun dimulai.
Pada waktu raja Dhasaratha melaksanakan upacara putrakama para Dewa di
Kahyangan di bawah pimpinan Dewa Indra menghadap ke hadapan Bhatara Hyang Jagatnata.
Mereka lalu menyampaikan bahwa berkat anugrah Bhatara Hyang Jagatnata kepada Rahwana
ia menjadi sangat sakti dan tidak bisa dikalahkan oleh para Dewa, Gandarwa, Yaksa dan
penghuni sorga lainnya. Karena kesaktiannya tersebut ia lalu menjadi sewenang-wenang.
Tidak saja terhadap manusia di mayapada, melainkan juga kepada para Dewa di Sorgaloka.
Bahkan sampai berani menculik Dewi Tari. Para Dewa lalu memohon ke hadapan Bhatara
Hyang, bagaimana caranya melenyapkan kesewenang-wenangan Rahwana tersebut.
Bhatara Hyang,menyuruh para dewa menemui Dewa Wisnu untuk meminta Dewa
Wisnu ber-awatara untuk melenyapkan adharma yang dilakukan oleh Rahwana. Setelah
mendengar penjelasan Bhatara Hyang Jagatnata, para Dewa di bawah pimpinan Dewa Indra
lalu mohon pamit, dan langsung menuju ke Waikunta menghadap Dewa Wisnu. Sesuai saran
Bhatara Hyang Jagatnata, beliau-beliau tersebut lalu memohon agar Dewa Wisnu berkenan
ber-awatara untuk melenyapkan kesewenang-wenangan Rahwana. Dewa Wisnu
menjawab,bahwa beliau sudah berencana untuk ber-awatara. Atas jawaban tersebut, para
Dewa merasa puas, lalu mohon pamit.
Upacara putrakama yang dilakukan oleh raja Dhasaratha sudah hampir mencapai
puncaknya. Dari nyala api homa tersebut, muncullah makhluk dengan membawa mangkok
dan bersabda kepada raja Dhasaratha. Dhasaratha lalu berlutut menerima mangkok tersebut
dengan penuh hormat. Setelah mangkok itu diterima, makhluk tersebut menghilang. Maka
yadnyapun berakhir. Dan payasapun dibagi-bagikan kepada ketiga permaisurinya.
Sepuluh bulan setelah upacara putrakama, Dewi Kosalya melahirkan seorang putra
yang diberi nama Rama. Rama ini adalah awatara Dewa Wisnu. Sebulan kemudian Dewi
Sumitra melahirkan putra kembar diberi nama Laksamana dan Satrugna. Dan bulan
berikutnya Dewi Keikayi melahirkan putra yang diberi nama Bharata.
Sejak masa kanak-kanak Laksamana sangat dekat dengan Rama, dan Satrugna sangat
dekat dengan Bharata. Mereka berempat dididik oleh Rshi Wasista, baik dalam hal kewiraan,
maupun dalam soal pemerintahan, ketatasusilaan, dan keagamaan. Sampai umur 16 tahun,
mereka sudah mahir dalam ilmu tersebut. Dan yang paling mahir diantara mereka adalah
Rama.
Pada suatu hari datanglah seorang Rshi yang bernama Rshi Wiswamitra ke istana
Ayodhya. Kedatangan beliau disambut langsung oleh Raja Dasarata. Setelah memberikan
penghormatan kepada sang Rshi, raja Dasarata lalu menanyakan maksud kedatangan sang
Rshi. Sang Rshi lalu mengatakan bahwa kedatangannya perlu untuk memohon bantuan. Sang
raja langsung menjawab bahwa beliau akan sanggup memberikan bantuan dan menanyakan
apa jenis bantuan yang bisa diberikan. Sang Rshi lalu bercerita dan meminta agar Rama mau
mangawal Rshi Wiswamitra untuk mengusir para raksasa yang mengganggu pertapaan para
Rshi.
Mendengar permintaan tersebut, timbul kekhawatiran pada diri Dasarata untuk
melepaskan Rama melawan para raksasa. Sebab Rama masih terlalu muda dan belum
berpengalaman.Setelah melalui perdebatan dan pergolakan dalam batin,Dasaratha
mengabulkan permohonan sang Rshi Wiswamitra yang sampai mengeluarkan kutukan. Dan
mengenai keselamatan Rama, ya terserah kehendak Dewata. Maka dipanggilah Rama
diberitahu akan tugas tersebut, dan supaya bersiap untuk berangkat keesokan harinya.
Dalam pada itu, Laksamana yang selalu dekat dengan Rama menyatakan diri untuk
ikut menyertai Rama. Maka keesokan harinya berangkatlah Rama dan Laksamana mengiringi
Rshi Wiswamitra menuju pertapaan Sidasrama. Jalan yang ditempuh cukup jauh, melalui
sungai-sungai dan danau, melintasi lembah, jurang dan bukit. Kebetulan pada waktu itu
adalah sedang musim semi, sehingga daun-daun sedang menghijau, dan bunga-bunga sedang
bermekaran. Maka pemandangan alam yang dilalui sangat indahnya sehingga perjalanan jadi
menyenangkan. Sebelum matahari terbenam mereka sampai di tepi sungai Serayu. Mereka
memutuskan untuk bermalam di tempat itu. Setelah mandi, mereka sembahyang bersama.
Setelah itu, Rshi Wiswamitra memberikan berbagai jenis astra kepada Rama serta
mengajarkan mantra-mantra cara penggunaannya. Dengan astra-astra tersebut, diyakini akan
dapat mengalahkan semua musuh.
Keesokan harinya setelah melaksanakan sandya pagi, mereka lalu melanjutkan
perjalanan. Sore harinya mereka sudah memasuki pasraman Sidasrama. Pada hari berikutnya
yadnya para Rshi di bawah pimpinan Rshi Wiswamitra dimulai. Rama dan Laksamana sudah
siap dengan busur dan anak panahnya untuk mengamankan yadnya tersebut. Ketika yadnya
sedang berlangsung, datanglah segrombolan raksasa dibawah pimpinan patih Marica. Rama
mengarahkan panahnya pada mereka dan mengancam menyuruh mereka mundur. Ancaman
tersebut tidak dihiraukan oleh mereka, sehingga dilepaskanlah panah manawastra kepada
Marica sebagai peringatan. Panah tersebut tidak mematikan, tetepi menyebabkan Marica
jatuh tersungkur dan terlempar sejauh satu yojana. Melihat hal tersebut, sebagian anak
buahnya menjadi takut, lalu melarikan diri. Tetapi sebagian lagi justru marah, lalu maju
menyerang. Mereka yang maju ini akhirnya dihabisi oleh panah-panah Rama dan Laksamana.
Patih Marica yang tersungkur dan terlempar sejauh satu yojana merasa bahwa dia tidak akan
menang melawan Rama. Ia lalu mengundurkan diri ke tempat sepi, dan mulai hidup sebagai
pertapa.
Setelah rombongan yang dipimpin oleh patih Marica terkalahkan, lalu datanglah
rombongan kedua dibawah pimpinan sang Tataka. Dalam sekejap si Tataka dan seluruh anak
buahnya telah tersungkur oleh panah Rama dan Laksamana. Maka amanlah keadaan asrama,
sehingga yadnya dapat dilangsungkan sebagaimana mestinya.
Keesokan harinya Rshi Wiswamitra menceritakan bahwa raja Janaka di negeri Mitila
mempunyai seorang putri bernama Dewi Sita. Diberi nama Sita karena ia lahir dari
siti(tanah). Yaitu pada waktu raja Janaka menggali lubang untuk homa, muncullah seorang
bayi wanita dari dalam galian tersebut. Disamping bayi tersebut juga terletak busur dengan
anak panahnya. Sekarang bayi tersebut sudah gadis, dan raja Janaka akan membuat
sayembara untuk memilih calon suami bagi putrinya. Siapa yang dapat membentangkan
busur yang mengiringi kelahirannya dan mengarahkan pada sasarannya yang tepat dialah
yang menjadi suami Dewi Sita.
Selanjutnya Rshi Wiswamitra menyarankan Rama untuk mengikuti sayembara
tersebut. Rama menyatakan kesediaannya, dan merekapun bersiap-siap untuk pergi ke Mitila.
Maka keesokan harinya pagi-pagi sekali, mereka (Rshi Wiswamitra, Rama, dan Laksamana)
memulai perjalanan menuju Mitila. Ketika matahari telah sampai di ufuk barat, mereka
sampai di tepi sungai Gangga. Mereka lalu menginap disana. Malam harinya Rshi
Wiswamitra menceritakan tentang riwayat sungai Gangga.
Ketika sampai di tempat sayembara diadakan, mereka dipersilahkan duduk di deretan
tamu-tamu peserta sayembara. Satu demi satu peserta sayembara mencoba untuk
membentangkan busur yang dijadikan alat sayembara. Namun tidak seorangpun berhasil.
Giliran terakhir tiba pada Rama. Rama berhasil membentangkan busur tersebut sampai patah.
Lalu terdengarlah gemuruh sambutan para hadirin tanda kegembiraan. Setelah suasana
tenang, Raja Janaka lalu mengumumkan bahwa Rama lah yang berhak memperistri Dewi
Sita.
Rshi Wiswamitra, Rama, dan Laksamana lalu diajak ke istana. Raja Janaka lalu
mengirim utusan ke Ayodhya, mengundang raja Dasarata untuk menghadiri pernikahan
putranya.
Raja Dasarata setelah membaca undangan tersebut menjadi sangat gembira, dan
segera bersiap untuk memenuhi undangan tersebut. Memerlukan tiga hari perjalanan untuk
sampai di Wideha. Setelah sampai di Wideha, upacara pernikahan antara Rama dan Sita pun
dimulai.Setelah upacara pernikahan berlangsung, keesokan harinya Dasarata dan rombongan
kembali ke Ayodhya. Tiba-tiba di tengah jalan mereka dihadang oleh seorang brahmana
bernama Rama Prasu, putra Rshi Jamadageni. Rshi Jamadageni dulu mempunyai seekor
lembu kamadenu yang sanggup memberikan apapun yang diminta padanya. Raja Harihaya
yang bernama Arjuna Sastrabahu menginginkan lembu tersebut, lalu meminta pada sang
Rshi. Karena tidak diijinkan, maka ia memaksa mengambilnya. Ketika itu Rama Prasu
kebetulan tidak berada di rumah. Ketika ia kembali dan mengetahui lembu ayahnya dirampas,
ia menjadi marah, lalu menantang Arjuna Sastrabahu. Arjuna Sastrabahu akhirnya terbunuh
oleh Rama Prasu.
Ada 21 orang ksatria yang tidak terima atas kematian Arjuna Sastrabahu. Mereka
sepakat untuk membalas dendam, dan mecari Rama Prasu. Karena tidak menemui Rama
Prasu mereka lalu membunuh Jamadageni.
Mengetahui hal itu, Rama Prasu mejadi sanagt marah, lalu membalas membunuh ke-
21 ksatria tersebut. Darah para ksatria tersebut lalu ditampung dalam lima telaga, lalu
dipersembahkan kepada ayahnya dan para leluhurnya, sebagai bukti anak yang berbakti, yang
telah berhasil membalaskan hati orang tuanya. Namun persembahan tersebut ditolakoleh para
leluhurnya, karena tidak patut mempersembahkan darah kepada para leluhur. Dengan
melakukan meditasi yang mantap, kelima telaga darah tersebut lalu diubah dijadikan lima
telaga air suci, yang dinamakan Pancaka Tirtha. Tirtha Pancaka itulah yang dipersembahkan
kepada leluhurnya. Setelah melakukan upacara persembahan Rama Prasu lalu bertapa di
gunung Mahendra.
Pada waktu beliau sedang bertapa, beliau mendengar tentang kemasyuran kesaktian
Rama. Oleh karena pada dasarnya beliau tersebut mempunyai rasa dendam kepada para
ksatria, maka timbul keinginannya untuk mencoba kesaktian sang Rama. Oleh karena itulah
beliau mencegat perjalanan sang Rama dan menantangnya untuk bertarung. Mendengar
tantangan tersebut, raja Dasarata segera menghadap, memberi hormat dan mengatakan kalau
Rama masih kanak-kanak dan sama sekali tidak sakti.
Rama Prasu tidak mengindahkan kata-kata Dasarata. Ia terus mendesak Rama
Rama merasa tertantang, lalu menerima busur itu. Tanpa kesulitan membentangkan busur itu.
Setelah busur itu terbentang,Rama Prasu menjadi ketakutan, lalu mengakui keunggulan
Rama. Dan kembali ke pertapaanku di gunung Mahendra. Dan ia pun langsung pergi.

Setelah Rama Prasu pergi, Dasarata beserta rombongan melanjutkan perjalanan.


Akhirnya mereka sampai di Ayodhya.
1. BALA KANDA
Balakanda atau kitab pertama Ramayana menceritakan sang Dasarata yang menjadi Raja di
Ayodhya. Sang raja ini mempunyai tiga istri yaitu: Dewi Kosalya, Dewi Kekayi dan Dewi
Sumitra. Dewi Kosalya berputrakan Sang Rama, Dewi Kekayi berputrakan sang Barata, lalu
Dewi Sumitra berputrakan sang Laksamana dan sang Satrugna. Maka pada suatu hari,
bagawan Wiswamitra meminta tolong kepada prabu Dasarata untuk menjaga pertapaannya.
Sang Rama dan Laksamana pergi membantu mengusir para raksasa yang mengganggu
pertapaan ini.
Lalu atas petunjuk para Brahmana maka sang Rama pergi mengikuti sayembara di Wideha
dan mendapatkan Dewi Sita sebagai istrinya. Ketika pulang ke Ayodhya mereka dihadang
oleh Ramaparasu, tetapi mereka bisa mengalahkannya.

Anda mungkin juga menyukai