Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH PEMINATAN

BAB III
PERAN AKTIF INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN DAN
DAMPAKNYA TERHADAP POLITIK EKONOMI GLOBAL

Kerjasama Negara-negara Kawasan Utara-Selatan


Guru pembimbing: Nortje Pailah
Di susun oleh:
KELAS: XII IPS 1
KELOMPOK 5
 Frits Kasaluhe
 Gracia horman
 Geovanny Lombone

SMA NEGERI II BITUNG


TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas berkat rahmat Allah yang maha
kuasa, karena tanpa berkat & rahmatnya, kita tidak dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan selesai tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Enci Notjce Pailah selaku guru
sejarah peminatan yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman kami yang telah
membantu dalam mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam
makalah ini kami menjelaskan tentang kerjasama Negara-Negara Kawasan Utara-
Selatan.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui. Maka dari itu kami memohon saran & kritik dari teman-teman maupun
guru pembimbing. Demi tercapainya makalah yang sempurna.

Bitung, 30 agustus 2023


BAB III
PENDAHULUAN

Latar Belakang

1. Proses Lahirnya Kerja Sama Negara-negara Utara Selatan


Proses kelahiran kerja sama Utara-Selatan diawali dari pertemuan negara-
negara penghasil minyak pada tanggal 7 April 1975 di Paris, Prancis.
Pertemuan tingkat menteri ini kemudian dipopulerkan secara resmi
dengan istilah Konferensi Kerja Sama Ekonomi Internasional yang
pertama kali diadakan pada 16-18 Desember 1975 di Paris. Forum ini
termasuk pertemuan-pertemuan nonformal, nonpemerintah, dan non-PBB.
Amerika Serikat dan Prancis sebagai pemrakarsa forum dialog Utara-
Selatan memandang perlu diadakan Kerja sama antar negara-negara
pengguna minyak dan negara-negara penghasil minyak. Hal ini guna
menanggulangi terjadinya krisis energi (minyak), krisis ekonomi, dan
embargo minyak. Itikad disambut baik oleh negara-negara penghasil
minyak, sehingga menghasilkan konferensi kerja sama ekonomi
internasional pada bulan Desember 1975 di Paris. Negara-negara industri
memandang bahwa kelangsungan ekonomi dan kehidupan industri sangat
bergantung pada sektor energi.
Pada awalnya, kerja sama Utara-Selatan hanya beranggotakan negara-
negara yang hadir pada konferensi Kerja Sama Ekonomi Internasional di
Paris, yaitu 27 negara. Di dalam perkembangannya, forum ini meluas dan
berkembang menjadi forum kerja sama antara negara-negara industri
dengan negara-negara yang sedang berkembang. Pada Konferensi Kerja
Sama Ekonomi Internasional pertengahan Desember 1975 di Paris telah
dihadiri oleh negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi
Eropa (MEE), Jepang, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Spanyol,
Swedia, dan Swiss sebagai pihak utara. Sedangkan dari pihak selatan
dihadiri Aljazair, Argentina, Brasil, Kamerun, Mesir, India, Indonesia
(wakil dari ASEAN), Iran, Irak, Jamaica, Mexico, Nigeria, Pakistan, Peru,
Arab Saudi, Venezuela, Yugoslavia, Zaire, dan Zambia.

Melihat keberhasilan pada sidang pertama pada bulan Desember 1975 di


Paris, maka kemudian direncanakan sidang kedua di Paris bulan Desember
1976. Namun, karena adanya beberapa halangan seperti pemilu di Amerika
Serikat, Jerman Barat, dan Jepang, maka sidang kedua ini ditunda pada
Juni 1977. Diantara kedua sidang tersebut, telah dilaksanakan persidangan
tingkat pejabat tinggi dan sidang kelompok anggota (April-November
1976). Persidangan ini bermaksud untuk membantu pemecahan persoalan
yang akan diputuskan pada sidang tingkat menteri pada Mei/Juni 1977.
Dari dua kali Konferensi Kerja Sama Ekonomi Internasional dan ditambah
hasil persidangan pertama, maka forum dialog Utara-Selatan telah
mengalami perkembangan. Kerja sama ini tidak hanya dalam hal
perdagangan minyak pasaran internasional, tetapi juga meluas ke bidang
energi, bahan mentah, pembangunan, dan keuangan, dan sektor lainnya
yang mendukung perekonomian global.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

C. Tujuan

Secara umum tujuan forum Utara-Selatan adalah sebagai berikut:

a. Mengharmoniskan hubungan antara negara-negara industri dengan negara-


negara yang sedang berkembang. Tata perekonomian internasional telah
menuntut suatu orde baru yang memerlukan adanya dialog dan kerja sama
antara pihak Utara dengan pihak Selatan.
b. Mengikutsertakan partisipasi negara-negara berkembang dalam tatanan
dan hubungan ekonomi internasional. Untuk merealisasikan tujuan ini,
negara berkembang aktif dalam pengambilan keputusan di forum PBB dan
di forum-forum di luar PBB.
c. Untuk membagi keuntungan secara adil dari hasil perdagangan
internasional.

Melihat dari tujuannya, maka kerja sama Utara-Selatan dapat diartikan sebagai
forum komunikasi timbal balik yang saling menguntungkan. Dari forum
komunikasi ini telah melahirkan adanya sikap untuk saling mendidik, saling
meyakinkan, dan saling mengubah tata susunan dunia. Dalam kerja sama ini
telah terjalin hubungan antarpemerintah dan hubungan antar pihak swasta.

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan


Kerjasama internasional sebagai solusi untuk pembangunan Negara
dan juga solusi untuk memenuhi kepentingan nasional Negara dalam
hal ekonomi, politik dan juga sosial budaya. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi referensi akademis bagi para akademis yang
tertinggal yang ingin meneliti tema penelitian yang sama.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Hubungan Antara Utara dan Selatan


Istilah Utara dan Selatan sebenarnya lebih bermakna ekonomis dari pada
geografis. Utara diidentifikasikan sebagai kelompok negara-negara maju,
sedangkan Selatan cenderung dialamatkan kepada negara-negara berkembang
atau negara dunia ketiga. Negara-negara Utara mencakup negara-negara maju
yang terletak di Eropa Barat, Amerika, dan Kanada. Negara-negara Selatan
mencakup negara-negara yang terletak di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika
Latin.
Secara ekonomis, negara-negara maju memiliki ekonomi yang kuat,
sedangkan negara-negara berkembang relatif memiliki ekonomi yang lemah.
Dari segi kekayaan alam, negara-negara maju tidak memiliki sumber alam
yang cukup. Meskipun demikian, kekurangan tersebut dapat diatasi dengan
penguasaan teknologi.

Perbedaan kondisi sosial, ekonomi, budaya antara pihak Utara-Selatan


menggiring mereka kepada keadaan saling ketergantungan (interdepedensi).
Di satu sisi, negara-negara Utara memiliki keunggulan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, namun kurang didukung oleh sumber kekayaan
alam yang melimpah. Sebaliknya, negara-negara Selatan memiliki sumber
alam yang relatif melimpah, namun tanpa didukung oleh penguasaan
teknologi. Dengan kondisi ini, kedua pihak menganggap penting adanya kerja
sama Utara-Selatan. Pokok persoalan dalam Kerjasama Utara-Selatan adalah
upaya perubahan dalam tata hubungan dunia baru yang lebih adil. Hubungan
tersebut harus berubah dari bentuk pemerasan oleh Utara ke bentuk
pembagian keuntungan bersama. Dengan kata lain, hubungan tersebut harus
berubah dari bentuk subordinasi ke bentuk kemitraan.
Namun pada kenyataannya, bentuk hubungan Utara-Selatan masih cenderung
berpola dominasi-subordinasi. Kerjasama itu hanya menciptakan kemakmuran
bagi negara-negara Utara. Negara-negara Selatan masih mengalami berbagai
kekurangan. Misalnya, penurunan nilai tukar bagi barang-barang yang
dihasilkannya, perusakan lingkungan, dan ketergantungan yang semakin tinggi
terhadap negara-negara Utara.
Negara-negara Utara cenderung memaksakan model pembangunan mereka
terhadap negara-negara Selatan. Pemaksaan itu mereka lakukan melalui
perundingan-perundingan dalam lembaga keuangan internasional. Bank dunia
dan IMF (Internasional Monetary Fund), yang semula direncanakan sebagai
lembaga keuangan untuk menolong semua negara di dunia dalam
pembangunan, ternyata dipakai sebagai alat oleh negara-negara Utara untuk
memaksakan model pembangunan yang menguntungkan negara-negara yang
lebih kuat. Bank dunia dan IMF mengeluarkan Program Penyesuaian
Struktural atau SAP ( Structural Adjustment Program) yang intinya memaksa
negara-negara yang mendapatkan bantuan utang untuk lebih membuka pasar
dalam negeri mereka, menekankan kegiatan ekonomi yang menghasilkan
barang-barang yang bisa di ekspor, dan mengurangi subsidi pemerintah
terhadap sektor publik. Di Afrika dan Amerika Latin, Program ini
menciptakan kemiskinan di kalangan rakyat jelata. Sehubungan dengan
berbagai keadaan yang dialami oleh negara-negara Selatan itu, diadakan
pembenahan di kalangan negara-negara Selatan sendiri. Negara-negara
Selatan meningkatkan kekuatan politik dan ekonomi mereka. Selatan
membangun berbagai jalinan dan membangun kolektifnya melalui kegiatan
positif di dalam dirinya dan tidak membuat posisi berhadap-hadapan dengan
negara-negara Utara.

Dipihak lain, Utara harus membiarkan negara-negara Selatan bebas


melaksanakan berbagai strategi pembangunan alternatif mereka, tanpa
melakukan diskriminasi atau sabotase terhadap negara-negara tersebut.
Negara-negara di Utara harus melaksanakan kebijakan ekonomi dan kebijakan
luar negeri yang didasarkan atas kepentingan jangka panjang yang sehat yang
akan menjaga kelestarian umat manusia dan bumi. Dalam jangka panjang,
pendekatan semacam itu akan sejalan dengan kepentingan penduduk Utara itu
sendiri.
Negara-negara Selatan dengan kecenderungan untuk memperoleh posisi
tawar-menawar yang seimbang dengan negara-negara Utara, terkonsentrasi
dalam organisasi seperti Kelompok 77 dan Gerakan Non-Blok (GNB). Dalam
wadah-wadah itulah, negara-negara Selatan menyalurkan aspirasi mereka.
Dalam KTT GNB XI di Jakarta tahun 1992, salah satu keputusan penting yang
diambil adalah perlunya suatu Nort-South Dialogue (dialog Utara-Selatan).
Dialog ini difokuskan Pada masalah-masalah perdagangan barang komoditas
internasional. Negara-negara Selatan menginginkan komposisi harga yang adil
dari penjualan komoditas tersebut dalam kerangka New Partnership For
Development (kemitraan bagi perkembangan). Dalam dialog Utara-Selatan
juga dibicarakan masalah bantuan keuangan bagi negara-negara berkembang
dan pengurangan beban utang luar negeri. Bidang pertanian dan industri juga
menjadi pokok masalah yang diupayakan untuk dibicarakan.
Posisi GNB dalam kerangka Kerjasama Utara-Selatan menjadi semakin
memiliki arti sejak berakhirnya perang dingin. Sebagai suatu gerakan politik.
GNB menjadi semakin penting eksistensinya dalam memperjuangkan apa
yang disebut dengan. “tata ekonomi dunia yang lebih adil”. Fokus gerakannya
adalah mengajak negara-negara maju untuk memberikan perhatian yang lebih
luas dan bersikap lebih adil terhadap proses pembangunan ekonomi di negara-
negara berkembang.
B. Negara-Negara Kelompok Selatan
Negara-negara Kelompok Selatan adalah sebutan Negara-negara berkembang
(dunia ketiga) yang kebetulan mayoritas terletak di belahan dunia bagian
selatan dengan mata pencaharian utama di bidang pertanian dan dalam tingkat
kemakmurannya yang masih rendah. Kelompok Selatan terdiri atas Negara-
negara yang baru merdeka dan berkembang yang berjumlah puluhan,
diantaranya Indonesia. Negara-negara berkembang ini dahulu merupakan
bekas Negara-negara koloni yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berkebudayaan tradisional
b. Ekonomi agraris dan pendapatan per kapita rendah
c. Tingkat kelahiran tinggi
d. Kemiskinan dan pengangguran tinggi
Dalam menghadapi Kelompok Utara yang menguasai perekonomian
dunia, Kelompok Selatan membentuk persekutuan yang lebih dkenal
sebagai kelompok 77 dengan anggotanya mula-mula 77 negara (1964)
danpada tahun 1990 sudah lebih dari seratus Negara. Kelompok 77
dengan gigih berjuang mendesak Kelompok Utara agar tata
perekonomian lama yang hanya menguntungkan Kelompok Utara
dirombak sehingga terjadi pemerataan dan keadilan dalam
kemakmuran. Perjuangan Kelompok Selatan melawan kemiskinan
mendapat dukungan dari organisasi seperti OPEC. Sementara itu
Kelompok Utara, yang sebelumnya saling bersaing sendiri, akhirnya
bersatu dalam KTT di London, Venezuela dan Tokyo untuk
menyamakan langkah dalam menghadapi Kelompok Selatan.

C. Negara-Negara Kelompok Utara


Negara-Negara Kelompok Utara adalah sebutan bagi Negara-negara
maju/Negara industri yang mayoritas terletak di belahan bumi bagian utara.
Terdiri atas Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Inggris, Jerman, Italia, dan
Jepang yang merupakan satu-satunya negara Asia. Ketujuh negara tersebut
dikenal sebagai “Group of Seven “ atau G-7. Dalam usaha mempertahankan
kedudukannya sebagai Negara industri setelah masa penjajahannya berlalu,
mereka bersekutu. Untuk waktu-waktu tertentu diadakan pertemuan puncak
guna membicarakan masalah-masalah yang dihadapi. Dengan teknologi yang
makin canggih, produksi industri makin meningkat. Mereka juga waspada
terhadap Negara-negara berkembang yang bergabung dalam Kelompok
Selatan.
Dalam hubungan antara Negara-negara industri dengan negara-negara
kelompok Selatan, sangat tidak berimbang karena keuntungan hanya
dinikmati Negara-negara maju. Buktinya sebagai berikut:
a. Negara-negara berkembang terbebani utang yang besar dengan bunga
yang tinggi dan banyak yang mengalami kredit macet.
b. Produk-Produk ekspor Negara-negara berkembang sulit menembus pasar
di negara-negara maju.
D. Kelompok Selatan-Selatan
Kelompok Selatan semakin yakin bahwa Kerjasama Kawasan Selatan-Selatan
dirasakan semakin perlu digalang, tidak dapat terus menerus menunggu belas
kasihan Kelompok Utara. Tokoh kelompok Selatan ialah julius nyerere,
mantan presiden tanzania. Berkat pengertian yang semakin baik, lima besar
Negara-negara Selatan mengadakan pertemuan tingkat tinggi di Kuala
Lumpur (1990). Delegasi Indonesia dipimpin oleh Presiden Soeharto.
Sejumlah keputusan diambil dalam usaha mempererat Kerjasama, seperti
penurunan tarif perdagangan dan meningkatkan perdagangan.

E. Dialog Utara-Selatan
Salah satu perjuangan utama negara-negara dunia ketiga adalah mengubah
hubungan ekonomi internasional. Mereka berusaha mendapatkan modal,
teknologi, dan kecakapan manajemen dari Negara-negara maju, tetapi Negara-
negara maju ingin mempertahankan status Quo. Melalui Konferensi kerjasama
ekonomi internasional di Paris, tanggal 16-18 Desember 1975, mulai dirintis
“Dialog Utara-Selatan” untuk mencari titik-titik kesepakatan dalam menuntut
perimbangan distribusi kekayaan yang lebih adil dan partisipasi yang lebih
besar bagi negara-negara berkembang dalam hubungan ekonomi dan
pengambilan keputusan internasional seperti forum PBB maupun forum non-
PBB.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbedaan harga antara pedagang sayur di pasar Tradisional di
Benhill kiranya tidak terlalu signifikan. Sebab, perbedaan harganya
mencapai 6,5 persen sehingga pola perdagangan tidak saling
menjatuhkan satu dengan yang lainnya. Dari 10 pedagang yang
diwawancarai, rata-rata harga yang ditawarkan tidak jauh berbeda.

Untuk harga cabai keriting kisarannya antara Rp30.000-Rp35.000


perkilogram, harga cabai rawit merah besar kisarannya antara
Rp25.000-Rp28.000 perkilogram, harga bawang merah kisarannya
antara Rp35.000-Rp38.000 perkilogram, dan bawang putih
kisarannya antara Rp48.000-Rp50.000 perkilogram. Berdasarkan
data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa persaingan pedagang
termasuk sehat. Dengan demikian, kegiatan ekonomi di pasar
Tradisional di Benhill tidak terjadi monopoli oleh satu pedagang
tertentu.

B. Saran
Melihat sehatnya kegiatan ekonomi di pasar Tradisional Benhill itu
maka saran yang dapat diberikan kepada pedagang pasar tersebut
ialah tetap menjaga atmosfer kegiatan ekonomi tersebut. Adapun,
hal itu perlu dilakukan agar tidak terjadi kemungkinan rusaknya
keseimbangan kegiatan ekonomi di pasar Tradisional Benhill.

Anda mungkin juga menyukai