BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
(I.A.1 Mengidentifikasi Permasalahan = 0,1)
Indonesia dengan berjuta wisata sering dijuluki sebagai julukan tanah surga. Bisa
dibilang Indonesia merupakan Negara dengan 1001 pesonanya dari mulai alam, budaya,
kuliner hingga kesenian dan adat istiadat yang beragam. Keelokan yang dimiliki
Indonesia membuat sebuah laman panduan perjalanan online asal Inggris, Rough
Guides LTD, mencatatkan nama Indonesia sebagai salah satu negara yang paling cantik
di dunia Bersama 10 negara lainnya, diantaranya Kanada dan Skotlandia. Banyaknya
tradisi festival dan perayaan khas di hampir setiap wilayah di Indonesia sangat
mengundang wisatawan terutama yang berasal dari luar negeri untuk berkunjung
datang walau hanya untuk mengabadikannya dalam bentuk foto dan video. Kayanya
potensi budaya dan tradisi di Indonesia semakin “seksi” untuk dikembangkan menjadi
potensi wisata di berbagai daerah.
Berdasarkan Undang Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan
Pemerintah Daerah. Pariwisata merupakan salah satu sektor pendorong pertumbuhan
ekonomi serta peluang perluasan lapangan kerja di berbagai sektor.
(I.A.3 Inventarisasi dan Identifikasi Data Sekunder = 0,12)
Sejak tahun 2013, seiring dengan pertumbuhan wisatawan mancanegara maupun
nusantara [BPS, 2018], penerimaan devisa dari sektor pariwisata terus meningkat
setiap tahunnya dengan pertumbuhan pada tahun 2018 mencapai 7,39% [Bank
Indonesia, 2018]. Angka ini menjadi dasar proyeksi optimis Menteri Pariwisata untuk
menargetkan penerimaan devisa dari sektor pariwisata bertumbuh sebesar 24,8% pada
tahun 2019 atau mencapai 16,7 juta Dolar Amerika. Sebagai sektor unggulan dan
prioritas nasional, sektor pariwisata ditargetkan menyumbang penerimaan devisa
sebesar 28 juta Dolar Amerika dan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto
sebesar 5,5% pada tahun 2024 [Indikator Target TPB (SDGs)] sesuai dengan indikator
target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Kontribusi
sektor pariwisata terhadap PDB terus melonjak dari Tahun 2016 -2018 kontribusi
pariwisata terhadap PDB yaitu 4,13%, 5%, dan 5,25% dan menyerap tenaga kerja
hingga sebanyak 12,7 juta orang. Saat ini tercatat sektor pariwisata menduduki
peringkat kedua penyumbang devisa terbesar setelah industri sawit. Bahkan hingga
akhir tahun 2018, sektor pariwisata masih berpeluang menyalip kelapa sawit sebagai
penyumbang devisa terbesar. Oleh karena itu pemerintah mempunyai program untuk
lebih mengembangkan potensi pariwisata yang ada di Indonesia. Selain pemerintah
yang berperan dalam mengembangkan potensi wisata di Indonesia, masyarakatpun ikut
berperan melalui budaya serta adat istiadatnya, sehingga tidak hanya menawarkan
keindahan alam semata tetapi menjadi komponen lengkap yang membuat wisatawan
semakin berdecak kagum akan keelokan pariwisata di bumi Indonesia ini.
Potensi alam dan budaya di Indonesia belum sepenuhnya dimanfaatkan secara
optimal terutama di daerah-daerah tertinggal dan terpencil. Saat ini, terdapat 122
daerah tertinggal di Indonesia. Tak kalah dengan daerah lainnya, daerah tertinggal di
Indonesia juga menawarkan sejuta pesona alam yang dapat menjadi potensi pariwisata
dan perlu mendapatkan sentuhan tangan pemerintah dan kebersamaan masyarakatnya
sehingga nantinya dapat menjadi pariwisata yang diakui dunia. Salah satu konsep
pariwisata yang bisa dikembangkan di daerah tertinggal adalah desa wisata. Desa
wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas
pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu
dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Desa wisata dapat dikembangkan dengan
menggunakan dana desa.Berdasarkan data Potensi Desa BPS Tahun 2018 tercatat
terdapat 3.576 objek wisata di daerah tertinggal atau sekitar 19,35% dari total objek
wisata perdesaan di Indonesia.
Berdasarkan hal diatas, perlu diketahui penyebaran desa wisata yang ada di 122
Daerah Tertinggal, dengan harapan dapat meningkatkan dan mengembangkan potensi
desa wisata yang ada di Daerah Tertinggal, karena dengan adanya desa wisata
memberikan pengaruh baik terhadap perekonomian masyarakat desa. Selain itu,
laporan ini mendukung dalam tugas dan fungsi Pusat Penyusunan Keterpaduan
Rencana Pembangunan Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dalam melakukan
penyusunan kebijakan teknis rencana percepatan pembangunan daerah tertinggal.
B. Rumusan Masalah
(I.A.2 Merumuskan Permasalahan = 0,1)
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu “Dimana saja
penyebaran potensi desa wisata yang ada di 122 Daerah Tertinggal?”
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
lain
Berdasarkan data Podes 2018, wisata situs cagar budaya merupakan wisata yang
dominan karena tersebar di 7 (tujuh) wilayah Indonesia yaitu Sumatera, Jawa, Nusa
Tenggara, Maluku, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Hal ini disebabkan pada zaman
dulu, Indonesia dikuasai oleh kerajaan-kerajaan sehingga meninggalkan kebudayaan
dan benda-benda purbakala. Sedangkan untuk wisata bahari tersebar di wilayah Maluku,
Nusa Tenggara, Papua, Sulawesi, dan Sumatera karena kondisi geografis wilayahnya.
Oleh karena itu konsep desa wisata yang direkomendasikan adalah desa wisata budaya,
dan eko wisata.
Berdasarkan Rancangan Teknokratik RPJMN Bappenas Tahun 2020-2024, jenis
pariwisata akan ditingkatkan diversifikasinya sehingga mencakup wisata bahari, wisata
budaya, dan wisata buatan sehingga melibatkan wisatawan serta masyrakat. Selain itu
untuk atraksi dan amenitas wisata akan melibatkan industri dan partisipasi masyarakat
sehingga destinasi pariwisata lebih dapat dikembangkan.
Jika mengacu pada UU No.9 Tahun 2010 tentang Kepariwisataan maka terdapat
4 (empat) komponen strategi yang perlu diterapkan untuk mengembangkan suatu
kawasan pariwisata, yaitu:
a. Pengembangan Destinasi Pariwisata
Perlunya pengembangan desa wisata berbasis atraksi (diving, snorkeling, olahraga
air, memancing, arung jeram, air terjun, museum, festival budaya, dll), aksesibilitas
(pengembangan sistem transportasi menuju desa wisata seperti bandara, pelabuhan,
terminal, beserta moda-moda transportasinya seperti bus, pesawat, kemudian
pengembangan jalur menuju desa wisata seperti jalan dan signage atau papan-
papan informasi, serta melakukan geo-tagging desa wisata di layanan aplikasi
penunjuk arah), serta amenitas (rumah makan, homestay, hotel, toko cinderamata,
dll) yang dibutuhkan untuk menunjang desa wisata budaya dan ekowisata.
b. Pengembangan Pemasaran Pariwisata
Dalam memasarkan suatu jasa pariwisata terdapat tiga hal yang dapat dilakukan
yaitu membuat branding pariwisata (branding global wisata daerah tertinggal,
branding setiap desa wisata, dan branding produk-produk dari desa wisata), promosi
dan iklan (video di media sosial, kalender event, jasa artis atau influencer), serta
strategi penjualan jasa desa wisata (kerjasama dengan vendor, direct sale dengan e-
ticketing, pameran/festival desa wisata).
c. Pengembangan Industri Pariwisata
Dalam mengelola industri suatu desa pariwisata ada dua aspek yang pelu
diperhatikan yaitu kapasitas SDM desa wisata (pelatihan dasar hospitality, sertifikasi
kompetensi), peningkatan wawasan pariwisata masyarakat desa (kegiatan sadar
wisata)
d. Pengembangan Kelembagaan Pariwisata
Dalam mengelola kelembagaan suatu desa pariwisata yang pelu diperhatikan yaitu
pembentukan lembaga pengelola desa (Peran Pemerintah Kabupaten dan BUMDes
untuk mendukung desa wisata, lembaga pengelola desa wisata, sertifikasi layanan
dan produk usaha desa wisata).
e. Sumber Data
Sumber data utama yang digunakan pada buku ini ialah data podes yang bisa
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data Podes menyajikan hasil pendataan
potensi desa yang meliputi keterangan umum desa, kependudukan dan
ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup, bencana alam, pendidikan dan
kesehatan, sosial dan budaya, hiburan dan olah raga, angkutan, komunikasi dan
informasi, ekonomi, keamanan, otonomi desa dan program pemberdayaan
masyarakat. Data ini dapat diperoleh setiap 3 kali dalam 10 tahun dan menjadi
sangat penting untuk pembangunan desa. Data Podes sangat berguna bagi
perencanaan dan evaluasi pembangunan regional/kewilayahan dan pembangunan
daerah. Untuk mengurangi bias yang ada pada data podes, maka diperlukan
berbagai sumber data baik dari RPJMD, buku, jurnlan dan sumber-sumber lainnya.