Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Hadiah
Secara bahasa hadiah berasal dari kata Hadi (‫( ھادى‬terambil dari akar kata yang terdiri dari
huruf-huruf ha’, dal, dan ya. Maknanya berkisar pada dua hal. Pertama, tampil ke depan memberi
petunjuk. Dari sini lahir kata Hadi yang bermakna penunjuk jalan, karena dia tampil di depan.
Kedua, menyampaikan dengan lemah lembut. Dari sini lahir kata hidayah (‫ (ھدایة‬yang merupakan
penyampaian sesuatu dengan lemah lembut guna menunjukkan simpati.
Hadiah sering juga disebut hibah. Ada juga yang mengatakan bahwa hadiah termasuk dari
macam-macam hibah. Menurut Ensiklopedi Hukum Islam, hadiah dikategorikan dalam bentuk
hibah.1 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hadiah merupakan pemberian
(kenang- kenangan, penghargaan, penghormatan).2 Menurut istilah fikih, hadiah didefinisikan
sebagai berikut:3

1. Zakariyya Al-Anshari : Hadiah adalah penyerahan hak milik harta benda tanpa
ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima untuk memuliakannya.
2. Muhammad Qal‘aji : Hadiah adalah pemberian sesuatu tanpa imbalan untuk
menyambung tali silaturrahim, mendekatkan hubungan, dan memuliakan.
Dari pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hadiah adalah pemindahan
kepemilikan suatu harta kepada penerima dengan tujuan menghormati dan memuliakannya. Imam
Nawawi berkata: ‚Hibah, hadiah dan shadaqah suka rela adalah kata-kata yang saling berdekatan
yang semuanya menunjukkan makna yaitu menjadikan orang lain memiliki sesuatu tanpa adanya
ganti harga (kompensasi). Jika hanya bertujuan mendekatkan diri kepada Allah dengan
memberikan sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, maka namanya adalah shadaqah. Jika
memberikan sesuatu kepada seseorang karena untuk memberikan penghormatan kepadanya dan
menumbukan kecintaan maka namanya adalah hadiah. Dan jika tidak demikian maka namanya
hibah.
B. Hadits tentang Hadiah

َ ُ‫سله َم َكانَ یَ ْقبَ ُل ْال َه ِدیهةَ َویُثِيب‬


‫علَ ْي َها‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ‫ع ْن َها أ َ هن النهبِ ه‬
َ ‫ي‬ ‫ي ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫شةَ َر‬
َ ‫ض‬ َ ‫ع ْن‬
َ ِ‫عائ‬ َ
Artinya :“dari 'Aisyah radhiallahu'anha bahwasanya Nabi ‫ﷺ‬menerima hadiah dan
membalasnya.”
Hadit ini terdapat dalam kitab induk hadits sebagai berikut :4

‫سله َم یَ ْقبَ ُل‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ْ َ‫ع ْن َها قَال‬
ُ ‫ت َكانَ َر‬
ِ ‫سو ُل ه‬ ‫ي ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫شةَ َر‬ َ ‫ع ْن‬
َ ِ‫عائ‬ َ ‫ع ْن أَبِي ِه‬
َ ‫ع ْن ِھش ٍَام‬
َ ‫س‬ َ ُ‫سى ْب ُن یُون‬ َ ‫سدهدٌ َحدهثَنَا عِي‬ َ ‫َحدهثَنَا ُم‬
َ‫شة‬ َ ‫ع ْن‬
َ ِ‫عائ‬ َ ‫ع ْن أَبِي ِه‬
َ ‫ع ْن ِھش ٍَام‬ َ ‫اض ٌر‬ َ ُ‫ْال َه ِدیهةَ َویُثِيب‬
ِ ‫علَ ْي َها لَ ْم یَذْ ُك ْر َوكِي ٌع َو ُم َح‬

1
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996), Hal. 540.
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Hal.380.
3
“102311034_Bab2.pdf,” Hal.20, diakses 2 Mei 2023,
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3781/3/102311034_Bab2.pdf.
4
Ensiklopedia Hadits-Kitab 9 Imam (Hadits.in), diakses 2 Mei 2023.
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami 'Isa bin
Yunus dari Hisyam dari bapaknya dari 'Aisyah radhiallahu'anha berkata, "Adalah Rasulullah ‫ﷺ‬
menerima pemberiah hadiah dan membalasnya." (HR. Bukhari No. 2396)
‫ع ْن ِھش َِام ب ِْن‬
َ ‫ي‬ ‫س ب ِْن أَ ِبي ِإ ْس َحقَ ال ه‬
ُّ ‫س ِبي ِع‬ َ ُ‫سى َوھ َُو ا ْب ُن یُون‬ َ ‫ي قَ َاَل َحدهثَنَا عِي‬
ُّ ‫الر َؤا ِس‬
ُّ ٍ‫ط ِرف‬ َ ‫الرحِ ِيم ْب ُن ُم‬
‫ع ْبدُ ه‬َ ‫ي ْب ُن بَ ْح ٍر َو‬ َ ‫َحدهثَنَا‬
ُّ ‫ع ِل‬
َ ُ‫سله َم َكانَ یَ ْقبَ ُل ْال َه ِدیهةَ َویُثِيب‬
‫علَ ْي َها‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ‫ع ْن َها أ َ هن النه ِب ه‬ ‫ي ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫شةَ َر‬ َ ‫ع ْن‬
َ ِ‫عائ‬ َ ‫ع ْن أ َ ِبي ِه‬ َ َ ‫ع ُْر َوة‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ali bin Bahr dan Abdurrahim bin Mutharrif Ar Ruasai
mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus bin Abu Ishaq As Sabi'i dari
Hisyam bin 'Urwah dari Ayahnya dari Aisyah radhiallahu'anha, bahwa Nabi ‫ ﷺ‬menerima hadiah,
dan beliau membalas orang yang memberi hadiah dengan lebih baik." (HR. Abu Dawud No. 3069)
‫ي صلى‬ ‫ أ َ هن النهبِ ه‬،َ‫شة‬ َ ‫ع ْن‬
َ ِ‫عائ‬ َ ،ِ‫ع ْن أَبِيه‬ َ ،َ ‫ع ْن ِھش َِام ب ِْن ع ُْر َوة‬ َ ،‫س‬ َ ُ‫سى بْنُ یُون‬ َ ‫َل َحدهثَنَا عِي‬
َ ‫ َقا‬،‫ي ْب ُن َخ ْش َر ٍم‬ َ ‫ َو‬،‫َحدهثَنَا یَ ْحيَى بْنُ أ َ ْكث َ َم‬
ُّ ‫ع ِل‬
ٌ ‫سى َھذَا َحد‬
‫ِیث‬ َ ‫ قَا َل أَبُو عِي‬. ‫ع َم َر َو َجابِ ٍر‬ُ ‫ع ْن أَبِي ھ َُری َْرة َ َوأَن ٍَس َواب ِْن‬َ ‫ب‬ِ ‫ َوفِي ْالبَا‬. ‫علَ ْي َها‬َ ُ‫هللا عليه وسلم َكانَ یَ ْقبَ ُل ْال َه ِدیهةَ َویُثِيب‬
‫ع ْن ِھش ٍَام‬َ ‫س‬ َ ُ‫سى ب ِْن یُون‬ َ ‫ث عِي‬ ِ ‫صحِ ي ٌح مِ ْن َھذَا ْال َوجْ ِه َلَ نَ ْع ِرفُهُ َم ْرفُوعًا إَِله مِ ْن َحدِی‬ َ ٌ‫س ٌن غ َِریب‬ َ ‫َح‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Aktsam dan Ali bin Khasyram keduanya
berkata, telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari
Aisyah bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬menerima hadiah dan membalasnya. Hadits semakna juga
diriwayatkan dari Abu Hurairah, Anas, Ibnu Umar dan Jabir. Abu Isa berkata, Ini adalah hadits
hasan gharib shahih ditinjau dari jalur ini. Kami tidak mengetahuinya sebagai hadits Marfu' kecuali
dari haditsnya Isa bin Yunus dari Hisyam. (HR. Tirmidzi No. 1876)
Berdasarkan hadits diatas, Rasulullah menerima hadiah dan memberikan balasan atas
hadiah, beliau melakukannya demi memberikan rasa ridha dalam hati, serta meneguhkan kecintaan
dan kasih sayang. Jika hadiah datang kepada seseorang tanpa mengharapkan sebelumnya dan tanpa
menanti-nanti yang lebih besar darinya, tetapi ia datang kepadanya tanpa ada keinginan dan
harapan untuk mendapatkannya maka hendaknya diterima. Setiap menerima hadiah, Rasulullah
pasti membalas hadiah itu, agar tak ada seorangpun yang memiliki semacam hutang budi yang
harus dibayar oleh beliau dan tidak ada seorang pun yang merasa lebih memberi nikmat kepada
beliau.5 Sehingga hukum menerima hadiah adalah boleh selama hadiah tersebut halal dan
dianjurkan memberikan hadiah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dalam hadits
tersebut.
C. Rukun dan Syarat Hadiah

Menurut Abi Yahya Zakariyya Al-Anshari Asy-Syafi’I Syarat dan rukun hadiah dan sedekah
sama dengan hibah, hanya saja dalam hadiah dan sedekah tidak disyaratkan adanya ijab Kabul.
Menurut ulama Syafi’iyyah hadiah sebagai sebuah akad, memiliki tiga rukun beserta syarat yang
harus dipenuhi yaitu:6 Pertama, adanya al-‘âqidân, yaitu pihak pemberi hadiah (al- muhdî) dan

5
“FIKRI HAMDANI_opt.pdf,” Hal.45, diakses 2 Mei 2023, http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/3846/1/FIKRI%20HAMDANI_opt.pdf.
6
“102311034_Bab2.pdf,” Hal.26.
pihak yang diberi hadiah (al-muhdâ ilayh). Al-Muhdî haruslah orang yang layak melakukan
tasharruf, pemilik harta yang dihadiahkan dan tidak dipaksa. Al-Muhdâ ilayh disyaratkan harus
benar-benar ada saat akad. Ia tidak harus orang yang layak melakukan tasharruf saat akad hadiah
itu. Jika al-muhdâ ilayh masih kecil atau gila maka penerimaan hadiah diwakili oleh wali atau
mushi-nya. Kedua, adanya ijab dan qabul. Hanya saja, dalam hal ini tidak harus dalam bentuk
redaksi (shighat) lafzhiyah. Hal itu karena pada masa Nabi ‫ﷺ‬., hadiah dikirimkan kepada Beliau
dan Beliau menerimanya, juga Beliau mengirimkan hadiah tanpa redaksi lafzhiyah. Fakta seperti
itu menjadi fakta umum pada masa itu dan setelahnya. Ketiga, harta yang dihadiahkan (al-muhdâ).
Al-Muhdâ (barang yang dihadiahkan) disyaratkan harus jelas (ma‘lûm), harus milik al- muhdî
(pemberi hadiah), halal diperjualbelikan dan berada di tangan al- muhdî atau bisa ia serah
terimakan saat akad. Menurut Imam Syafi’i dan banyak ulama Syafi’iyah, barang itu haruslah
barang bergerak, yaitu harus bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Hal itu karena
seperti itulah yang berlangsung pada masa Nabi saw, disamping tidak ada riwayat yang
menjelaskan adanya hadiah berupa rumah, tanah, dsb itu pada masa Nabi ‫ﷺ‬. dan para Sahabat.
Di samping ketiga rukun itu ada syarat yang harus terpenuhi sehingga hadiah itu sempurna,
yaitu harus adaal-qabdh (serah terima), yakni secara real harus ada penyerahan al-muhdâ kepada
al-muhdâ ilayh. Jika tidak ada ijab qabul secara lafzhiyah maka adanya al-qabdh ini sudah
dianggap cukup menunjukkan adanya pemindahan pemilihan itu. Penyerahan harta itu dianggap
merupakan ijab dan penerimaan hadiah oleh al-muhdâ ilayh merupakan qabulnya. Untuk barang
yang standarnya dengan dihitung, ditakar atau ditimbang (al-ma’dûd wa al-makîl wa al- mawzûn)
maka zat barang itu sendiri yang harus diserahterimakan. Adapun harta selain al-ma’dûd wa al-
makîl wa al-mawzûn seperti pakaian, hewan, kendaraan, barang elektronik, dan sebagainya maka
yang penting ada penyerahan pemilikan atas barang itu kepada al-muhdâ ilayh dan qabdh-nya
cukup dengan menggesernya atau jika hewan dengan melangkahkannya, atau semisalnya.
DAFTAR PUSTAKA
“102311034_Bab2.pdf.” Diakses 2 Mei 2023.
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3781/3/102311034_Bab2.pdf.
Abdul Aziz Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
“FIKRI HAMDANI_opt.pdf.” Diakses 2 Mei 2023. http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/3846/1/FIKRI%20HAMDANI_opt.pdf.
Ensiklopedia Hadits-Kitab 9 Imam (Hadits.in)

Anda mungkin juga menyukai