Anda di halaman 1dari 213

PERAN KONSELOR ADIKSI DALAM PELAYANAN

REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN


NAPZA DI YAYASAN PENUAI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar


Sarjana Terapan Pekerjaan Sosial (S.Tr.Sos)

Oleh:

MUHAMMAD FARHAN ASRI


19.04.216

PROGRAM STUDI PEKERJAAN SOSIAL PROGRAM SARJANA TERAPAN

POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG

2023
LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI

PERAN KONSELOR ADIKSI DALAM PELAYANAN REHABILITASI


SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
DI YAYASAN PENUAI INDONESIA

Oleh:
MUHAMMAD FARHAN ASRI
19.04.216

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing

Pada tanggal 28 Juli 2023

Dosen Pembimbing: Dosen Pembimbing:

Drs. Edi Suhanda, M.Si Dra. Nenden Rainy Sundary, MP

ii
LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

PERAN KONSELOR ADIKSI DALAM PELAYANAN REHABILITASI


SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
DI YAYASAN PENUAI INDONESIA

Oleh: MUHAMMAD FARHAN ASRI


19.04.216

Skripsi ini telah diuji dan dinyatakan lulus pada tanggal 1 Agustus 2023

Pembimbing,

Drs. Edi Suhanda, M.Si Dra. Nenden Rainy Sundary, MP

Mengetahui,

Direktur Poltekesos Bandung Ketua Program Studi Pekerjaan Sosial


Program Sarjana Terapan

Dr. Marjuki, M. Sc Dr. Aep Rusmana, M.Si


NIP. 19601010 198603 1 010 NIP. 19681101 199403 1 003

iii
LEMBAR PERSEMBAHAN

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka apabila engkau telah


selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan
hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

(Q.S Al Insyirah : 6-8)

“Skripsi ini penulis persembahkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya telah memberikan kesempatan untuk menikmati indahnya dunia. Kepada
Ayah, Ibu, Kakak , Adik serta Om dan Tante yang selalu memberikan kasih
sayang, dukungan doa, semangat yang tiada terhingga, selalu mendukung,
memotivasi, dan memberikan nasehat.”

iv
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT

Skripsi berjudul “Peran Konselor Adiksi dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Korban Penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia” saya menyatakan

bahwa skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri. Karya ini belum

dipublikasikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi atau lembaga lain

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip secara langsung maupun

tidak langsung dari penulis lain dalam karya yang dipublikasikan maupun tidak

dipublikasikan, telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di

bagian akhir skripsi.

Bandung, 28 Juli 2023

Muhammad Farhan Asri


19.04.216

v
RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama lengkap Muhammad Farhan

Asri, lahir pada tanggal 1 Februari 2001 di

Kota Solok, Sumatera Barat dan merupakan

anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan

Hasbullah Asri dan Yasvariani Arif. Peneliti

menempuh pendidikan pertama di Taman

Kanak-kanak (TK) Islam Solok pada tahun

2007 dan tamat pada tahun 2008. Peneliti melanjutkan pendidikan formal di

Sekolah Dasar Negeri (SDN) 09 PPA Solok pada tahun 2007 dan tamat pada

tahun 2013, Peneliti melanjutkan jenjang pendidikan ke Sekolah Menengah

Pertama (SMP) Negeri 1 Solok pada tahun 2013 sampai pada tahun 2016, Peneliti

melanjutkan jenjang pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1

Solok pada tahun 2016 sampai pada tahun 2019. Peneliti melanjutkan pendidikan

di perguruan tinggi Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung sebagai mahasiswa

Program Studi Sarjana Terapan Pekerjaan Sosial. Peneliti mengikuti organisasi

kampus Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) periode 2019 serta menjadi wakil

ketua Ikatan Keluarga Mahasiswa Minangkabau (IKMM) periode 2019-2020.

Demikianlah riwayat hidup peneliti secara singkat, semoga dengan ini pembaca

dapat lebih mengenal peneliti.

vi
ABSTRAK

MUHAMMAD FARHAN ASRI, 1904216. Peran Konselor Adiksi dalam


Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di
Yayasan Penuai Indonesia, Dibimbing oleh Edi Suhanda dan Nenden
Rainy Sundary.

Konselor adiksi adalah orang yang memiliki kompetensi pada bidang kesehatan
dan sosial dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial korban
penyalahgunaan NAPZA. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui
peran konselor adiksi dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial korban
penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia. Sedangkan tujuan
khusunya yaitu untuk mengetahui gambaran kondisi secara komprehensif,
mendalam dan faktual tentang: 1) Peran konselor adiksi. 2) Strategi konselor
adiksi. 3) Peran konselor adiksi dianggap penting. 4) Waktu konselor adiksi harus
terlibat. 5) Efektivitas peran konselor adiksi. 6) Tempat konselor adiksi
melaksanakan perannya. Metode yang digunakan yaitu deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data: wawancara mendalam,
observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Peran
konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial yaitu memberikan
pendampingan, melakukan konseling, menyediakan informasi dan membantu
klien menemukan solusi untuk masalahnya. (2) Peran konselor adiksi dalam
membantu dalam proses rehabilitasi sosial yaitu memberikan edukasi, penggunaan
teknik CBT dan REBT serta membangkitkan harapan. (3) Peran konselor adiksi
dianggap penting adalah konselor adiksi harus mampu memahami kondisi dan
kebutuhan korban, serta menerapkan pendekatan yang tepat dan efektif. (4) Dalam
pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA, konselor
adiksi harus siap untuk mengalokasikan waktu yang cukup dan fleksibel. (5)
Peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial dianggap kurang efektif
oleh klien. (6) Tempat konselor adiksi melaksanakan perannya terjadi di ruang
konseling, terapi khusus, observasi, edukasi, serta interaksi di luar yayasan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti merancang "Program Peningkatan
Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor adiksi melalui Educational Group".
Diharapkan dengan dilaksanakannya program ini maka proses tahapan intervensi
dapat lebih maksimal karena konselor adiksi dapat bekerja dengan baik.

Kata Kunci : Peran, Konselor Adiksi, Pelayanan Rehabilitasi Sosial

vii
ABSTRAK

MUHAMMAD FARHAN ASRI, 1904216. The Role of Addiction Counselors


in Social Rehabilitation Services for Victims of Drug Abuse at
Yayasan Penuai Indonesia, Guided by Edi Suhanda and Nenden
Rainy Sundary.

Addiction counselors are people who have competence in the health and social
fields in carrying out social rehabilitation activities for victims of drug abuse. The
general purpose of this study is to determine the role of addiction counselors in
the implementation of social rehabilitation of victims of drug abuse at the
Indonesian Reaper Foundation. While the main purpose is to find out a
comprehensive, in-depth and factual picture of conditions of: 1) The role of
addiction counselors. 2) The counselor's strategy. 3) The role of the counselor is
considered important. 4) The counselor's time should be involved. 5) The
effectiveness of the counselor's role. 6) The place where the counselor performs
his role. The method used is descriptive with a qualitative approach. Data
collection techniques are: in-depth interviews, observations, and documentation
studies. The results of the study are (1) The role of addiction counselors in social
rehabilitation services is to provide assistance, conduct counseling, provide
information and help clients find solutions to their problems. (2) The role of
addiction counselors in assisting in the social rehabilitation process is to provide
education, use of CBT and REBT techniques and generate hope. (3) The role of
the counselor is considered important is that the counselor must be able to
understand the conditions and needs of the victim, and apply an appropriate and
effective approach. (4) Social rehabilitation services for victims of drug abuse,
counselors must be willing to provide adequate and flexible time. (5) The role of
counselors in social rehabilitation services is considered less effective by clients.
(6) The place where the counselor performs his role occurs in counseling, special
therapy, observation, education, and interaction outside the foundation. Based on
the results of the study, researchers designed the "Social Worker and Counselor
Competency Improvement Program through the Educational Group". It is hoped
that with the implementation of this program, the intervention stage process can
be maximized because the counselor can work well.

Keywords: Role, Counselor of Addiction, Social Rehabilitation Services

viii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat,

rahmat dan keridhoan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Peran Konselor Adiksi dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban

Penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia” dengan baik dan tepat

waktu. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Terapan Pekerjaan Sosial (S.Tr.Sos).

Penulis menyadari bahwa penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari

bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis,

menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. Marjuki, M. Sc selaku Direktur Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung

2. Dr. Aep Rusmana, M.Si selaku Ketua Program Studi Pekerjaan Sosial

Program Sarjana Terapan Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung

3. Drs. Edi Suhanda, M.Si dan Dra. Nenden Rainy Sundary, MP selaku dosen

pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan sabar dalam memberikan

bimbingan, masukan serta dukungan kepada Peneliti sehingga Penelitian

Skripsi dapat terselesaikan dengan baik.

4. Ellya Susilowati, M.Si, Ph.D selaku dosen wali yang telah memberikan

arahan serta dukungan selama masa perkuliahan

5. Seluruh dosen dan staf Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung yang telah

ix
memberikan dukungan selama masa perkuliahan

6. Bapak Alm. Irwan Stefanus selaku Ketua Yayasan Penuai Indonesia melalui

staf yang telah memberikan izin kepada Peneliti untuk melakukan penelitian

di Yayasan Penuai Indonesia

7. Konselor adiksi dan Pekerja Sosial di Yayasan Penuai Indonesia yang telah

bersedia menjadi informan dan memberikan informasi untuk penelitian ini

8. Dhea Febriyani yang terus memberikan dukungan dengan tulus,

mendengarkan keluh kesah dan memberikan kebahagiaan kepada penulis

untuk berjuang menyelesaikan skripsi ini hingga tuntas

9. Kepada sahabat terkasih dan seperantauan dari Minang yaitu Haris, Nadya

dan Bibah yang senantiasa memberikan dukungan untuk menyelesaikan

skripsi ini hingga tuntas

10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan

bantuan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

Bandung, 28 Juli 2023

Penulis

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.....................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
LEMBAR PERSEMBAHAN.................................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT.........................iv
ABSTRAK .............................................................................................................v
i
KATA PENGANTAR..........................................................................................viii
DAFTAR ISI............................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii
DAFTAR TABEL................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................5
1.5 Sistematika Penulisan................................................................................6
BAB II KAJIAN KONSEPTUAL...........................................................................8
2.1 Penelitian Terdahulu..................................................................................8
2.2 Kajian Konseptual...................................................................................11
2.3 Kerangka Pemikiran................................................................................45
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................47
3.1 Desain Penelitian.....................................................................................47
3.2 Penjelasan Istilah.....................................................................................47
3.3 Penjelasan Latar Penelitian.....................................................................48
3.4 Sumber Data dan Cara Menentukan Sumber Data..................................49
3.5 Teknik Pengumpulan Data......................................................................50
3.6 Pemeriksaan Keabsahan Data.................................................................52
3.7 Teknik Analisis Data...............................................................................54
3.8 Jadwal dan Langkah-langkah Penelitian.................................................55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................58

xi
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian...................................................................58
4.2 Hasil Penelitian........................................................................................61
4.3 Pembahasan.............................................................................................94
4.4 Analisis Masalah...................................................................................104
4.5 Analisis Kebutuhan...............................................................................105
4.6 Analisis Sumber....................................................................................108
BAB V USULAN PROGRAM............................................................................111
5.1 Dasar Pemikiran....................................................................................111
5.2 Nama Program.......................................................................................114
5.3 Tujuan Program.....................................................................................114
5.4 Sasaran Program....................................................................................115
5.5 Sistem Partisipan dan Pengorganisasian Program.................................115
5.6 Metode dan Teknik yang Digunakan....................................................119
5.7 Langkah-langkah Kegiatan....................................................................122
5.8 Rencana Anggaran Biaya......................................................................130
5.9 Analisis Kelayakan Program.................................................................131
5.10 Indikator Keberhasilan..........................................................................133
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN...................................................................135
6.1 Simpulan................................................................................................135
6.2 Saran......................................................................................................140
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................142
DOKUMENTASI................................................................................................144
LAMPIRAN.........................................................................................................144

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Yayasan Penuai Indonesia................................ 56


Gambar 1. Dokumentasi...................................................................................... 144
Gambar 2. Dokumentasi...................................................................................... 144
Gambar 3. Dokumentasi...................................................................................... 144
Gambar 4. Dokumentasi...................................................................................... 144
Gambar 5. Dokumentasi...................................................................................... 144
Gambar 6. Dokumentasi...................................................................................... 144

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu............................................................................. 10


Tabel 3.1 Matriks Jadwal Penelitian..................................................................... 53
Tabel 4.1 Karakteristik Informan.......................................................................... 59
Tabel 5.1 Materi Program Kegiatan.................................................................... 122
Tabel 5.2 Jadwal Pelaksanaan Program.............................................................. 126
Tabel 5.3 Rencana Anggaran Biaya.................................................................... 129

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi................................................................................. 144


Lampiran 2. Surat Izin Penelitian...................................................................... 145
Lampiran 3. Instrumen Wawancara................................................................... 146
Lampiran 4. Pedoman Observasi....................................................................... 154
Lampiran 5. Pedoman Studi Dokumentasi........................................................ 155
Lampiran 6. Transkrip Hasil Penelitian............................................................. 156

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Narkoba merupakan persoalan yang sangat besar yang dihadapi umat

manusia sekarang ini, terutama sekali wabah ini menyerang generasi muda yang

sedang mengalami frustasi, kecewa, mencari kesenangan dan ketenangan hati

melalui pemakaian narkoba. Tanpa mereka sadari bahwa waktu demi waktu atas

apa yang mereka gunakan dari narkoba tersebut dapat berdampak menjadi

kecanduan dan ketergantungan serta dapat merusak organ-organ tubuh maupun

kejiwaan (Maswardi. 2015).

Dalam sistem pemerintahan terdapat Undang-Undang tentang NAPZA.

NAPZA diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, undang-undang ini

mengatur tentang produksi, distribusi, penyaluran, perdagangan, kepemilikan,

penerimaan, penyerahan, ekspor, impor, penyimpanan, membawa, pengobatan,

pelaporan, pembukaan, kemasan, pelabelan, pengiklanan, pemusnahan dan lain-

lain.

Menurut Drug Report Badan Narkotika Nasional per Maret tahun 2022

menunjukkan bahwa terdapat 29.938 kasus penyalahgunaan NAPZA di Indonesia.

Terdapat 1.614 korban penyalahgunaan NAPZA dimasukkan ke Panti Rehabilitasi

yang terdiri dari Panti Rehabilitasi Pemerintah dan Panti Rehabilitasi Swasta.

Data menunjukkan terjadi terjadi peningkatan kasus NAPZA sebesar 0.03% dari

tahun sebelumnya, faktor penyebabnya bukan hanya meningkatnya

penyalahgunaan NAPZA tetapi juga munculnya NAPZA jenis baru (New

1
2

Psychoactive Substances) yang tidak terdaftar dalam UU No 35 Tahun 2009 dan

Permenkes No 13 tahun 2014. Namun, 73 darinya telah dimasukkan dalam

kategori NAPZA di Permenkes No. 22 Tahun 2020.

Salah satu usaha untuk menanggulangi korban penyalahgunaan NAPZA

ini yaitu dengan didirikannya pusat-pusat rehabilitasi untuk para korban. Pusat

rehabilitas bertujuan untuk membantu menumbuhkan kembali rasa kesadaran dan

tanggung jawab bagi para korban NAPZA terhadap masa depannya, keluarga dan

masyarakat sekitar. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam proses rehabilitas

dilakukan dengan dua tahap program penanganan yaitu rehabilitasi medis dan

sosial. Rehabilitasi medis dilakukan untuk memberikan perawatan kesehatan fisik

klien. Sedangkan rehabilitasi sosial tujuannya untuk mengembalikan kondisi

psikis dan sosial klien agar dapat kembali sebagai manusia produktif (Sari, 2020).

Program pemulihan korban penyalahgunaan NAPZA dilakukan oleh

Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan pelaku

penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dapat berperan sebagai manajer kasus,

konselor adiksi, pendamping sosial dan advokasi sosial sesuai dengan kompetensi

yang dimilikinya, yang berperan membantu penyelenggaraan rehabilitasi sosial.

Pelaksanaan program rehabilitasi melibatkan tenaga profesional, salah satunya

adalah konselor adiksi. Jadi konselor adiksi adalah orang yang memberikan

konseling/masukan untuk menghadapi kendala penggunaan zat-zat beracun yang

merusak tubuh serta menimbulkan ketergantungan (Sari, 2020).

Peranan konselor adiksi dalam proses rehabilitasi sangatlah penting,

Menurut Alun Widyantari (2015), peran konselor adiksi adalah (1) sebagai
3

motivator yaitu memotivasi residen dengan menumbuhkan kepercayaan diri

residence; (2) sebagai fasilitator yaitu membantu presiden menyediakan sarana

yang dibutuhkan residence; (3) sebagai edukator yaitu memberikan wawasan

pengetahuan kepada residen dalam kehidupannya; (4) sebagai mediator, konselor

adiksi menjadi penengahnya baik antar residen, keluarga residen maupun pihak

lain. Konselor adiksi dapat membantu individu memahami faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pemulihan mereka, seperti lingkungan sosial, dukungan

keluarga, pekerjaan, dan lain-lain.

Pusat Rehabilitasi Sosial Yayasan Penuai Indonesia Cipanas Kabupaten

Cianjur telah berupaya membantu pemerintah dalam merehabilitasi korban

penyalahgunaan NAPZA sesuai dengan prosedur dan program yang telah

ditetapkan, dengan harapan masyarakat yang menyalahgunakan NAPZA tersebut

mendapat perubahan selama direhabilitasi dan dapat bersosialisasi dengan

keluarga serta lingkungannya dengan baik (Yayasan Penuai Indonesia, 2022).

Alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini yaitu peneliti pernah melaksanakan

kegiatan praktikum institusi di Yayasan Penuai Indonesia. Peneliti juga telah

mengetahui tentang kegiatan, pelayanan serta staf yang ada di Yayasan Penuai

Indonesia. Maka dari itu, hal tersebut dapat memudahkan peneliti dalam

melakukan penelitian di Yayasan Penuai Indonesia.

Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik

untuk mengkaji lebih lanjut tentang “Peran Konselor Adiksi dalam Pelayanan

Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai

Indonesia”.
4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, adapun yang

menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peran Konselor

Adiksi dalam Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan

NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia”, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian dalam sub - sub pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia?

2. Bagaimana konselor adiksi membantu dalam proses rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia?

3. Mengapa peran konselor adiksi dianggap penting dalam pelayanan

rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai

Indonesia?

4. Kapan konselor adiksi harus terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia?

5. Bagaimana efektivitas peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia dinilai

oleh klien dan tenaga profesional terkait?

6. Di mana konselor adiksi melaksanakan perannya dalam pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran

konselor adiksi dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan


5

NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia. Sedangkan, tujuan khusus yang ingin

dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kondisi secara

komprehensif, mendalam dan faktual tentang:

1. Peran konselor adiksi dalam penanganan pecandu NAPZA di Yayasan Penuai

Indonesia

2. Peran konselor adiksi membantu dalam proses rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia

3. Peran konselor adiksi dianggap penting dalam pelayanan rehabilitasi sosial

korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia

4. Waktu konselor adiksi harus terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia

5. Efektivitas peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia dinilai oleh klien dan

tenaga profesional terkait

6. Tempat konselor adiksi melaksanakan perannya dalam pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini terdiri atas manfaat teoritis

dan manfaat praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan konselor adiksi tentang peran konselor adiksi

dalam upaya menangani korban penyalahgunaan NAPZA. Penelitian tentang


6

peran konselor adiksi membantu dalam pengembangan teori-teori dan model-

model konseling adiksi yang lebih baik dan efektif. Melalui penelitian,

pengetahuan tentang dinamika adiksi, strategi intervensi, dan metode terapi yang

paling tepat dapat diperoleh dan diuji.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran tentang peran

konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan

NAPZA kepada Yayasan Penuai Indonesia serta diharapkan mampu memberikan

kontribusi terhadap profesi konselor adiksi atau organisasi lain dalam

meningkatkan pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan proposal skripsi ini adalah:

BAB I Pendahuluan, memuat tentang latar belakang, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Kajian Konseptual, memuat tentang penelitian terdahulu, kajian teori-

teori yang relevan dengan fokus permasalahan penelitian.

BAB III Metode Penelitian, memuat tentang desain penelitian, definisi

operasional, populasi dan sampel, alat ukur dan pengujian validitas reliabilitas,

teknik analisis data, teknik pengumpulan data, jadwal penelitian dan langkah-

langkah penelitian.
7

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam penelitian yang menguji

hipotesis, laporan mengenai hasil-hasil yang diperoleh sebaiknya dibagi menjadi

dua bagian besar. Bagian pertama berisi uraian tentang karakteristik masing-

masing variabel. Bagian kedua memuat uraian tentang hasil pengujian hipotesis.

BAB V Usulan Program, memuat tentang dasar pemikiran, nama program,

tujuan sasaran, pelaksanaan program, metode dan teknik, kegiatan yang

dilakukan, langkah-langkah pelaksanaan, rencana anggaran biaya, analisis

kelayakan dan indikator keberhasilan.

BAB VI Simpulan dan Saran, memuat tentang kesimpulan hasil penelitian dan

saran penelitian.

Daftar Pustaka
BAB II

KAJIAN KONSEPTUAL

2.1 Penelitian Terdahulu

1. Ilmi Tazkiya, 2021, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Peran

Konselor adiksi dalam Pemulihan Pecandu NAPZA di Badan Narkotika

Nasional Provinsi Riau.

Penelitian yang dilakukan dengan metode kualitatif dan pendekatan

deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui bagaimana peran

konselor adiksi dalam pemulihan pecandu NAPZA di Badan Narkotika Nasional

Provinsi Riau. Cara untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan studi dokumentasi.

Data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi dikategorikan dan

selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

Dalam melakukan pemulihan bagi pecandu NAPZA, peran konselor adiksi

sebagai pendampingan bagi pecandu, adapun hal yang dilakukan pada saat

pendampingan antara lain : a). Melakukan assesment, b). Melakukan konseling,

c). Melakukan monitoring.

Dalam penelitian yang dilakukan peneliti, cara untuk mencapai tujuan

penelitian yaitu dengan melakukan wawancara mendalam mengenai peran

konselor adiksi kepada konselor adiksi itu sendiri serta kepada pekerja sosial.

2. Nurul Akhwat R, H.M Sattu Alang, ST. Rahmatiah, 2020, Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar, Peran Konselor dalam Menangani Pecandu

8
9

NAPZA Di Yayasan Kelompok Peduli Penyalahgunaan Narkotika Dan Obat-

Obatan Terlarang (YKP2N) Makassar. Jurnal Washiyah

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan

menggunakan kajian analisis deskriptif yaitu menggambarkan karakteristik (ciri-

ciri) individu, situasi, atau kelompok tertentu. Pendekatan penelitian kualitatif

adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metode

yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Jurnal ini

mendeskripsikan bagaimana upaya yang dilakukan oleh konselor adiksi adalah

sebagai bentuk pemulihan klien pecandu NAPZA yang berada di Yayasan

Kelompok Peduli Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obatan Terlarang

(YKP2N) Makassar.

Hubungan dengan penelitian penulis adalah dalam hal bagaimana peran

konselor adiksi dalam penanganan korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan

Penuai Indonesia.

3. M Aulia Yafi. 2022. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

Peran Konselor dalam Proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan NAPZA

(Penelitian Di Yayasan Grapiks Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung).

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kompetensi konselor adiksi

dalam proses rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Grapiks

Bandung serta untuk mengetahui tugas dan fungsi konselor adiksi dalam proses

rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Grapiks Bandung.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.


10

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) sebagai motivator, konselor

adiksi menggunakan pendekatan motivational interviewing bertujuan agar klien

dapat mengekspresikan empati, mengembangkan diskrepansi, menerima

resistensi, dan mendukung efikasi diri; sebagai fasilitator, konselor adiksi

memberikan layanan bimbingan, memberikan layanan psikoterapi, dan

memberikan edukasi; sebagai edukator, konselor adiksi menggunakan pendekatan

pembelajaran langsung. (2) Tugas dan fungsi konselor adiksi adalah melakukan

assesment, melakukan konseling, melakukan monitoring.

Pada penelitian oleh penulis, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk

mengetahui secara faktual dan mendalam mengenai peran konselor adiksi dalam

pelayanan rehabilitasi sosial di Yayasan Penuai Indonesia.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Tahun Metodologi Perbedaan

1. Ilmi Peran Konselor adiksi 2021 Kualitatif Teknik


Tazkiya Dalam Pemulihan pengumpulan
Pecandu NAPZA di data yaitu
Badan Narkotika dengan
Nasional Provinsi wawancara
Riau mendalam

2. Nurul Peran Konselor adiksi 2020 Kualitatif Upaya konselor


Akhwat R, Dalam Menangani adiksi,
H.M Sattu Pecandu NAPZA Di sedangkan
Alang Yayasan Kelompok peneliti
Peduli mengenai peran
Penyalahgunaan konselor adiksi
Narkotika Dan Obat-
Obatan Terlarang
(YKP2N) Makassar
11

3. M. Aulia Peran Konselor adiksi 2022 Kualitatif Lebih cenderung


Yafi Dalam Proses kepada peran
Rehabilitasi Korban konselor adiksi
Penyalahgunaan daripada tugas
NAPZA (Penelitian Di dan fungsi
Yayasan Grapiks konselor adiksi
Kecamatan Cileunyi
Kabupaten Bandung).

Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa persamaan dan perbedaan

dengan penelitian terdahulu. Persamaan dalam metode penelitian yang digunakan

yaitu kualitatif dan variabel yang digunakan yaitu peran konselor adiksi.

Perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu terkait teori variabel peran konselor

adiksi dan objek penelitian yaitu peneliti melakukan penelitian di Yayasan Penuai

Indonesia Cipanas Kabupaten Cianjur.

2.2 Kajian Konseptual

2.2.1 Kajian tentang Peran

2.2.1.1 Pengertian Peran

Menurut Soekanto (2002) peran merupakan proses dinamis kedudukan

(status). Jika seorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Peran didasarkan pada persepsi

peran dan harapan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan individu dalam

situasi tertentu untuk memenuhi harapan mereka sendiri atau harapan orang lain

mengenai peran tersebut.


12

Secara sosiologis, peranan adalah tindakan atau perilaku yang

dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu posisi dan

melaksanakan hak- hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Jika

seseorang menjalankan peran tersebut dengan baik, dengan sendirinya akan

berharap bahwa apa yang dijalankan sesuai dengan keinginan diri lingkungannya.

Peranan dibangun atas tiga dasar yang saling terkait yaitu:

1. Peranan meliputi norma–norma yang dihubungkan dengan posisi atau

kedudukan seseorang dalam masyarakat.

2. Peranan mendefinisikan individu dalam sebuah organisasi, komunitas atau

suatu lingkungan sosial.

3. Peran juga dapat diartikan sebagai perilaku individu dalam suatu struktur

sosial.

Berdasarkan definisi tersebut, peran dapat dimaknai sebagai seperangkat

hak dan tanggung jawab yang didefinisikan oleh suatu lingkungan sosial kepada

individu untuk dapat berperilaku seperti yang diharapkan (Soekanto, 2002).

2.2.1.2 Tujuan dan Manfaat Peran

Setiap peran bertujuan agar antar individu yang melaksanakan peranan dengan

orang-orang sekitarnya yang berhubungan dengan peranan tersebut terdapat

hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati oleh

kedua belah pihak.

Peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku karena manfaat peran

itu sendiri adalah sebagai berikut:


13

a. Memberi arah pada proses sosialisasi

b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan

c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat

d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, melestarikan

kehidupan masyarakat

2.2.1.3 Jenis-jenis Peranan

Jenis – jenis peran menurut Soekanto (2002) sebagai berikut:

1. Peranan Normatif yaitu peran individu atau lembaga yang didasarkan pada
seperangkat norma yang berlaku di masyarakat.

2. Peranan Ideal merupakan peranan individu atau lembaga yang didasarkan


pada nilai - nilai ideal dalam suatu sistem sosial.
3. Peranan Faktual adalah peran yang dilakukan individu atau lembaga
berdasarkan kenyataan konkret di kehidupan sosial nyata.

Dalam penelitian yang dilakukan oeh peneliti, peneliti mengambil konsep

peran yang didasarkan oleh Soekanto (2002) karena teori ini yang paling relevan

dengan penelitian yang peneliti lakukan mengenai peran konselor adiksi.

2.2.2 Kajian tentang Konselor adiksi

2.2.2.1 Pengertian Konselor

Menurut Winkel (2005) Konselor adalah seorang tenaga profesional yang

memperoleh pendidikan khusus diperguruan tinggi dan mencurahkan seluruh

waktunya pada pelayanan bimbingan dan konseling.


14

2.2.2.2 Pengertian Konselor adiksi

Konselor adiksi adalah orang yang bertugas melaksanakan kegiatan

rehabilitasi kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu

zat dan memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan sosial yang mengkhususkan

diri dalam membantu orang dengan ketergantungan NAPZA, psikotropika, dan

zat adiktif lainnya (Hartono, 2019).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konselor adiksi adalah

tenaga profesional yang memiliki pengetahuan di bidang konseling, psikologi, dan

ilmu kesehatan khususnya di bidang adiksi NAPZA yang bertugas melakukan

rehabilitasi, membantu, membimbing, serta memberikan motivasi kepada klien

pecandu NAPZA agar dapat pulih dari lingkaran adiksinya sehingga dapat

diterima kembali oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya.

2.2.2.3 Peran Konselor adiksi

Peran menurut Soekanto (20002) merupakan aspek dinamis kedudukan

(status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan, memberikan bantuan kepada

pecandu NAPZA agar dapat kembali pulih dan dapat beraktifitas seperti semula.

Adapun peran konselor adiksi:

a. Melakukan Asesmen

Asesmen merupakan suatu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan

dan konseling assesment yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus

dilakukan konselor adiksi sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut


15

dilaksanakan atau berlangsung. Menurut Sutoyo (2019) asesmen adalah suatu cara

untuk memahami, menilai, atau menaksir karakteristik, potensi, atau masalah

masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok orang. Asesmen

yang dilakukan oleh konselor adiksi bagi klien pecandu NAPZA untuk

mengetahui kesiapan klien dalam mengikuti program rehabilitasi serta mengetahui

hambatan-hambatan yang memungkinkan berpengaruh dalam proses rehabilitasi

klien. Asesmen yang dilakukan harus menilai permasalahan klien secara terus

menerus, hati-hati, dan komprehensif. Asesmen tidak hanya dilakukan pada

individu pengguna NAPZA namun asessmen juga harus melibatkan keluarga

karena keluarga sangat berpengaruh kuat terhadap pemulihan maupun

kekambuhan.

b. Melakukan Konseling

Konseling adalah suatu layanan profesional yang dilakukan oleh konselor

adiksi terlatih terhadap klien (konseli). Layanan Konseling dilakukan secara tatap

muka dan direncanakan untuk membantu orang lain dalam memahami dirinya,

membuat keputusan, dan memecahkan masalah. Dalam proses konseling

digunakan metode psikoterapi untuk memperkuat kepribadian individu,

khususnya melalui rekonstruksi konsep diri individu atas dirinya sendiri, serta

pencapaian kebermaknaan hidup secara lebih optimal. Sikap yang tidak

menghakimi sangat membantu pada tahap awal khususnya dalam rangka

membangun hubungan yang ditandai dengan kepercayaan timbal balik antara

pemakai dan konselor adiksi. Kepercayaan menjadi sangat berharga karena


16

sebagian besar penyalahguna NAPZA memiliki kesulitan untuk menjalin interaksi

dengan lingkungannya.

c. Melakukan Intervensi

Intervensi adalah sebuah konfrontasi secara sistematik yang dilakukan

terhadap pecandu dan segala akibat pemakaiannya, baik terhadap diri sendiri

maupun orang lain.

2.2.2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Konselor adiksi

a. Evaluasi dan Penilaian

Menurut Richard (2009), konselor adiksi bertanggung jawab untuk

melakukan evaluasi menyeluruh terhadap individu yang mengalami masalah

penyalahgunaan NAPZA. Ini meliputi pengumpulan informasi tentang sejarah

penggunaan zat, kesehatan fisik dan mental, lingkungan sosial, dan faktor-faktor

lain yang berkaitan.

b. Perencanaan dan Penyusunan Program

Konselor adiksi merencanakan dan menyusun program rehabilitasi yang

disesuaikan dengan kebutuhan individu. Hal ini melibatkan pengembangan tujuan

jangka pendek dan jangka panjang, serta penentuan metode dan pendekatan terapi

yang sesuai.

c. Terapi Individu
17

Menurut James (2018) konselor adiksi memberikan terapi individu kepada

klien mereka. Mereka membantu individu mengidentifikasi faktor pemicu

penggunaan zat, mengembangkan strategi pengendalian diri, mengubah pola pikir

dan perilaku terkait adiksi.

d. Terapi Kelompok

Menurut Jacobs (2009), konselor adiksi memfasilitasi sesi terapi kelompok

untuk individu yang mengalami masalah adiksi. Mereka memimpin diskusi dan

kegiatan kelompok untuk mendukung pemulihan dan keterampilan sosial.

e. Pemantauan dan Evaluasi Kemajuan

Konselor adiksi secara teratur memantau dan mengevaluasi kemajuan klien

mereka selama proses rehabilitasi. Mereka menilai pencapaian tujuan, perubahan

pola pikir, perilaku serta membantu mengatasi hambatan yang mungkin muncul.

f. Pendidikan dan Penyuluhan

Konselor adiksi memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada individu dan

keluarga mereka tentang adiksi, efek penggunaan NAPZA, pencegahan dan

sumber daya yang tersedia untuk mendukung pemulihan.

2.2.2.5 Peran Konselor Adiksi dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Dalam Rachmawati, T (2018), bahwa konselor adiksi harus dapat

membantu korban untuk mengatasi masalah emosional, sosial, dan psikologis

yang terkait dengan kecanduan NAPZA. Konselor adiksi juga harus dapat

memberikan dukungan dan motivasi kepada korban untuk mengubah perilaku

buruk dan mengembangkan keterampilan positif yang diperlukan untuk hidup


18

mandiri. Konselor adiksi memainkan peran sentral dalam membantu korban

mengatasi berbagai masalah yang berkaitan dengan kecanduan tersebut.

Terutama, mereka harus memiliki kemampuan untuk merangkul dan menavigasi

korban melalui tantangan emosional yang kompleks, masalah sosial yang

mungkin muncul, serta aspek psikologis yang terkait dengan proses pemulihan.

Penelitian oleh Rachmawati, T (2018) ini yang menjadi dasar bagi peneliti

dalam melakukan penelitian mengenai peran konselor adiksi dalam pelayanan

rehabilitasi sosial. Peneliti melihat kesamaan variabel penelitian terdahulu dengan

peneliti lakukan bahwa yaitu peran konselor adiksi, sehingga memudahkan

peneliti dalam merumuskan hasil penelitian ke dalam pembahasan hasil

penelitian.

2.2.2.6 Peran Konselor Adiksi Membantu dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Menurut Sari, P (2018), bahwa konselor adiksi berperan penting dalam

membantu proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA. Konselor

adiksi mampu memberikan dukungan, motivasi, dan bimbingan yang dibutuhkan

oleh klien untuk mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA. Konselor adiksi

bukan hanya seorang profesional yang memberikan nasihat, tetapi juga

merupakan mitra dalam perjalanan pemulihan klien. Dengan dukungan, motivasi,

dan bimbingan yang komprehensif, mereka berkontribusi secara signifikan dalam

membantu individu yang mengalami penyalahgunaan NAPZA untuk membangun

kembali kehidupan sosial yang lebih positif dan produktif.

Hasil penelitian oleh Sari, P (2018), ini yang mendasari peneliti dalam

melakukan penelitian mengenai peran konselor adiksi membantu dalam pelayanan


19

rehabilitasi sosial. Pemilihan teori ini sebagai landasan penelitian memberikan

landasan teoretis yang kuat untuk menggambarkan peran dan kontribusi penting

konselor adiksi dalam membantu proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan

NAPZA. Teori Pemulihan memberikan kerangka kerja yang relevan dan

komprehensif dalam memahami bagaimana konselor adiksi dapat membantu

individu meraih pemulihan dan kehidupan yang lebih baik.

2.2.2.7 Peran Konselor Adiksi Dianggap Penting dalam Pelayanan Rehabilitasi


Sosial
Menurut Sari (2020) bahwa peran konselor adiksi sangat penting dalam

meningkatkan kualitas layanan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan NAPZA.

Konselor adiksi harus mampu memahami kondisi dan kebutuhan korban, serta

menerapkan pendekatan yang tepat dan efektif dalam membantu korban

mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA.

Pemilihan teori ini sebagai landasan penelitian memberikan landasan

teoretis yang kuat untuk menggambarkan peran dan kontribusi penting konselor

adiksi dalam membantu proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan

NAPZA. Teori Pemulihan memberikan kerangka kerja yang relevan dan

komprehensif dalam memahami bagaimana konselor adiksi dapat membantu

individu meraih pemulihan dan kehidupan yang lebih baik.

2.2.2.8 Waktu Konselor Adiksi Harus Terlibat dalam Pelayanan Rehabilitasi

Sosial

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sari (2020), konselor adiksi harus

terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan

NAPZA sejak awal proses rehabilitasi. Hal ini penting karena konselor adiksi
20

dapat membantu korban penyalahgunaan NAPZA dalam mengidentifikasi

masalah dan menemukan solusi untuk memperbaiki situasi mereka. Selain itu,

konselor adiksi juga dapat membantu korban dalam membangun kembali

kepercayaan diri dan kemandirian mereka.

Pemilihan teori ini adalah sebagai dasar penelitian memberikan kerangka

kerja yang kuat untuk menjelaskan mengapa keterlibatan konselor adiksi sejak

awal dalam proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA memiliki

dampak positif yang signifikan. Selain itu, pemilihan teori ini memudahkan

peneliti dalam membahas hasil penelitian mengenai waktu konselor adiksi harus

terlibat dalam pelayanan rehabilitasi sosial.

2.2.2.9 Efekivitas Peran Konselor Adiksi dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Menurut Prasetyo, A. (2018) bahwa peran konselor adiksi dalam

pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA sangat efektif. Klien

dan tenaga profesional terkait merasa terbantu dan mendapatkan manfaat besar

dari adanya konselor adiksi dalam proses rehabilitasi. Konselor adiksi membantu

klien dengan memberikan dukungan emosional, motivasi, dan pemahaman yang

mendalam mengenai penyebab dan akibat penyalahgunaan NAPZA. Selain itu,

konselor adiksi juga membantu klien dalam mengembangkan keterampilan dan

strategi untuk mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA.

Teori ini memberikan landasan yang kuat untuk menjelaskan mengapa

peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan

NAPZA dianggap sangat efektif. Teori ini memberikan kerangka kerja untuk

memahami bagaimana konselor adiksi mampu mencapai hasil positif melalui


21

dukungan emosional, motivasi, dan pemberian keterampilan kepada klien dalam

upaya mengatasi masalah penyalahgunaan.

2.2.2.10 Tempat Konselor Adiksi Melaksanakan Peranannya

Dalam Ilmi (2021) bahwa proses pelayanan rehabilitasi sosial itu terjadi di

lingkungan yayasan itu sendiri, dimana mencakup ruang konseling, ruang terapi

khusus, ruang observasi, ruang edukasi, serta interaksi diluar yayasan seperti

kunjungan rumah (home visit). Dengan demikian, konselor adiksi akan dapat

memberikan pelayanan rehabilitasi yang lebih baik dan efektif bagi korban

penyalahgunaan NAPZA, serta membantu mereka kembali ke kehidupan yang

sehat dan produktif.

Penelitian ini dapat membantu peneliti dalam membahas mengenai

bagaimana lingkungan yayasan rehabilitasi sosial menjadi faktor penting dalam

proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA. Teori ini memberikan

kerangka kerja yang relevan untuk menganalisis interaksi antara individu dan

lingkungan dalam pelayanan rehabilitasi sosial.

Dalam teori yang dipakai mengenai peran konselor adiksi, teori yang telah

disebutkan diatas merupakan dasar bagi peneliti dalam membahas hasil penelitian.

Hal ini, karena teori yang digunakan relevan dengan hasil penelitian yang

dilakukan sehingga memudahkan peneliti membahas hasil penelitian.

2.2.3 Kajian tentang Pekerja Sosial Setting NAPZA


22

Profesi pekerjaan sosial dalam melaksanakan intervensi selalu berhubungan

dengan berbagai sasaran, ada 26 pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial sebagai

sasaran penanganan, antara lain intervensi terhadap penyalahgunaan NAPZA.

Dengan demikian, bentuk intervensi pekerjaan sosial dalam menangani

permasalahan sosial termasuk penyalahgunaan NAPZA bisa bersifat langsung dan

tidak langsung. Intervensi terhadap penyalahguna NAPZA, dimana pekerja sosial

merupakan kegiatan profesional untuk membantu individu dan kelompok remaja

penyalahguna NAPZA dalam proses pemulihan dari ketergantungan, agar remaja

dapat berfungsi sosialnya.Kegiatannya dapat langsung dilaksanakan oleh pekerja

sosial dan bisa juga melalui lembaga- lembaga pelayanan sosial bagi

penyalahgunaan NAPZA. Di bawah ini uraian mengenai pekerjaan sosial, antara

lain:

2.2.3.1 Pengertian Pekerja Sosial Setting NAPZA

Charles Zastrow dalam Dwi Heru Sukoco (1995:7-8) mendefinisikan

pekerjaan sosial sebagai berikut:

“Pekerjaan sosial merupakan kegiatan profesional untuk membantu


individu-individu, kelompok-kelompok, dan masyarakat guna
meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam berfungsi
sosial serta menciptakan kondisi sosial masyarakat yang
memungkinkan mereka dalam mencapai tujuan”.

Definisi tersebut menyatakan bahwa pekerjaan sosial merupakan suatu

profesi, dimana kegiatan utamanya memberikan pertolongan yang ditujukan

kepada individu, kelompok maupun masyarakat, guna meningkatkan atau

memperbaiki kemampuan berfungsi sosial dan menciptakan kondisi sosial

masyarakat agar mampu mencapai tujuannya.


23

Pengertian pekerjaan sosial tersebut apabila dikaitkan dengan persepsi

remaja terhadap penyalahgunaan NAPZA maka ada relevansinya. Para remaja

merupakan individu-individu atau kelompok juga merupakan bagian dari

masyarakat, dimana profesi pekerjaan sosial kegiatannya membantu mereka agar

dapat berfungsi sosialnya dan tercipta kondisi sosial masyarakat untuk mencapai

tujuan-tujuannya.

2.2.3.2 Peran Pekerja Sosial Setting NAPZA

Peran pekerja sosial sangat dibutuhkan, karena persoalan penyalahgunaan

NAPZA bukan hanya menyangkut aspek biofisik, tetapi menyangkut aspek

penting lainnya seperti sosial-ekonomi, psiko-sosial dan sosial-budaya. Realitas

tersebut menuntut peran aktif pekerja sosial melalui intervensi terhadap

permasalahan sosial dan emosional residen dan keluarganya, baik secara individu,

keluarga, komunitas, maupun masyarakat dalam arti luas.

Konsekuensi dari peran ini, pekerja sosial harus terlibat dalam setiap

proses pelayanan mulai dari proses penerimaan (Intake Process), tahap awal

(Primary Stage), tahap lanjutan (Re-Entry Stage), hingga proses setelah residen

kembali kepada masyarakat. Dengan peranan seperti ini, pekerja sosial harus

menempatkan diri pada posisi kesetaraan professional dengan residen. Berkaitan

dengan penampilan peranan tersebut, ada beberapa peranan yang harus

ditampilkan oleh pekerja sosial menurut Dwi Heru Sukoco (1995:22-27), antara

lain:

1. Mediasi (mediator), yaitu pekerja sosial menengahi dan memfasilitasi antara


24

kepentingan residen dengan sistem sumber yang ada, dengan harapan dapat

membantu dan memberikan dukungan kepada presiden untuk mencapai

tingkat penyembuhan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan oleh

kedua belah pihak.

2. Konselor adiksi (counselor), yaitu pekerja sosial memberikan pelayanan

konseling kepada residen. Peran ini merupakan keterampilan dan tugas yang

paling utama dari seorang pekerja sosial dalam menerapkan metode pekerja

sosial dengan individu untuk membantu residen dalam memahami dan

menyadari permasalahan yang dihadapinya, memahami potensi dan kekuatan

yang dimiliki, membimbing untuk menemukan, menunjukan dan atau

memberikan cara-cara dan alternatif pemecahan masalah yang diperlukan, serta

pemberi pertolongan dan bantuan kepada residen dalam memecahkan masalah yang

dihadapinya.

3. Manajer Kasus (case manager), yaitu suatu proses untuk mengantarkan

residen dalam memobilisasi sumber-sumber, baik internal maupun eksternal

dalam mencapai hasil yang dikehendaki, seperti perubahan tingkah laku dan

lingkungannya. Manajemen kasus merupakan metode yang dianggap

memadai untuk mengatasi keterbatasan pelayanan, karena dalam

menggunakan metode tersebut, lembaga pelayanan sosial dapat

mengkoordinasikan pelayanan yang disediakan berbagai lembaga sesuai

dengan kebutuhan residen dan keluarga. Peran pekerja sosial dalam

manajemen kasus ini adalah proses pertolongan residen dengan menempatkan

presiden sebagai individu yang unik dan melibatkan sebanyak mungkin

residen dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.


25

4. Fasilitator (fasilitator), yaitu peran pekerja sosial dalam proses pendampingan

bagi residen dimaksudkan untuk mempermudah pencapaian tujuan

rehabilitasi sosial dengan cara menyediakan atau memberikan kesempatan

dan fasilitas yang diperlukan residen untuk mengatasi masalah yang

dihadapinya, yaitu:

a. Pekerja sosial harus mendampingi residen;

b. Memberikan dukungan emosional yang diperlukan residen;

c. Selalu berupaya membantu residen dalam mengatasi hambatan yang muncul

5. Penghubung (Liaison officer), yaitu pekerja sosial harus dapat berperan untuk

menghubungkan residen dengan keluarga, orang tua dan lembaga. Selain itu,

dalam peranan ini pekerja sosial harus dapat memberikan informasi yang

diperlukan oleh pihak keluarga mengenai kondisi dan perkembangan fungsi

sosial residen dan kondisi lembaga/panti. Sehingga pihak keluarga/orang tua

dapat memberikan petimbangan yang tepatdalam menenukan tindak

penyembuhan demi kepentingan residen.

6. Penghubung (broker), yaitu peran pekerja sosial dalam menghubungkan

residen yang membutuhkan pelayanan dengan sumber-sumber yang

menyediakan pelayanan yang dibutuhkan, termasuk prosedur pelayanan,

persyaratan pelayanan, menciptakan sumber yang belum tersedia, menghemat

sumber untuk kepentingan jangka panjang.

7. Perubah (change agent), yaitu peran pekerja sosial sebagai agen perubahan

bagi residen dan lingkungannya, memfasilitasi terjadinya perubahan dalam

keluarga dan masyarakat.


26

8. Penyembuh (therapist), yaitu pekerja sosial membantu residen dalam

mengkomunikasikan dan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui

teknik modifikasi tingkah laku, untuk membangun situasi yang terkontrol

tentang perilaku yang diinginkan melalui penggunaan hadiah (reward) dan

hukuman (punishment).

9. Pemungkin (enabler), yaitu pekerja sosial membantu residen dalam

menemukan sistem sumber yang diperlukan di lingkungannya, dengan cara

mengkomunikasikan minat, simpati, dan pemahaman terhadap lingkungan.

10. Teladan (role model), yaitu pekerja sosial berusaha menampilkan dirinya

sebagai seorang figur yang dapat diteladani oleh residen, atau

memperlihatkan orang- orang yang berhasil dalam kehidupannya, sehingga

dapat diteladani oleh residen.

Teori ini yang menjadi dasar bagi penelitian agar memudahkan dalam

membahas hasil penelitian karena teori ini sejalan dan relevan dengan penelitian

yang peneliti lakukan. Selain itu, teori ini sudah banyak dipakai oleh penelitian

terdahulu yang menjadi acuan dalam pembahasan hasil penelitian.

2.2.4 Kajian tentang Rehabilitasi Sosial

2.2.4.1 Pengertian Rehabilitasi Sosial

Dalam sebuah kamus psikologi terdapat beberapa arti untuk konteks

rehabilitasi sosial. Secara umum kamus psikologi mengartikan bahwa itu adalah

pemberian perhatian kepada orang-orang agar dapat kembali dan bersosialisasi

kepada masyarakat. Hal ini juga dapat disebutkan sikap kita kepada mereka yang
27

berupa sebuah penghargaan tertinggi kepada orang-orang yang mengalami

gangguan fungsi kejiwaan. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan

pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial, agar penyalahgunaan

NAPZA dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat

dengan baik dan bertanggung jawab.

2.2.4.2 Model Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Therapeutic Community (TC) adalah sebuah kelompok yang terdiri dari

individu dengan masalah yang sama, memiliki seperangkat peraturan, filosofi,

norma dan nilai, serta kultural yang disetujui, dipahami dan dianut bersama.

Terapi ini bertujuan agar klien dapat mengolah subkultur yang dianut pengguna

kearah kultur masyarakat luas (mainstream society), menuju kehidupan yang sehat

dan produktif, meskipun pengguna sendiri mempunyai beberapa nilai untuk

mempertahankan pemulihannya. Metode ini merujuk kepada keyakinan bahwa

gangguan penggunaan NAPZA merupakan gangguan secara menyeluruh. Di

dalamnya norma-norma perilaku ditetapkan secara ketat yang diyakinkan dan

diperketat dengan pembinaan reward dan punishment. Pendekatan yang dilakukan

meliputi terapi individual dan kelompok, sesi group, lingkungan terapeutik

dengan peran yang disertai hirarki dengan keistimewaan dan tanggung jawab.

Model ini biasanya merupakan model rawat inap dengan periode dua belas hingga

delapan belas bulan yang diikuti dengan program aftercare jangka pendek.

Gambaran dari Therapeutic Community (TC) adalah sebagai berikut :

1) Program dengan struktur yang tinggi/ketat.


28

2) Umumnya klien berada dalam program 6-12 bulan.

3) Program pengobatan.

4) Program pendidikan.

5) Latihan ketrampilan sosial dan penerapannya.

6) Diarahkan kepada klien yang mempunyai riwayat perilaku kriminal.

7) Mengembangkan sistem dukungan yang sesuai dengan kebutuhan klien.

8) Menstabilkan fungsi kehidupan klien.

9) Rehabilitasi vokasional.

2.2.4.3 Tahapan Pelayanan Rehabilitasi Sosial

Suatu pelayanan program pemulihan dengan memadukan konsep dari

berbagai pendekatan dan bidang ilmu yang mendukung sehingga dapat

memfasilitasi korban NAPZA dalam mengatasi masalahnya dari aspek bio, psiko,

sosial, dan spiritual. BNN telah menyusun tahapan dan pedoman pelayanan

pemulihan dan rehabilitasi NAPZA, yang meliputi sebagai berikut:

a) Pendekatan awal. Pendekatan awal adalah kegiatan yang mengawali

keseluruhan proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dengan

penyampaian informasi program kepada masyarakat, instansi terkait, dan

organisasi lain guna memperoleh dukungan dan data awal calon klien residen

dengan persyaratan yang telah ditentukan.

b) Penerimaan. Pada tahap ini dilakukan kegiatan administrasi untuk menentukan

apakah diterima atau tidak dengan mempertimbangkan :


29

1) Pengurusan administrasi surat-menyurat yang diperlukan untuk persyaratan


masuk panti.
2) Pengisian formulir dan wawancara dan penentuan persyaratan menjadi residen.

3) Pencatatan resident didalam buku registrasi.

c) Assessment. Tahap ini merupakan kegiatan penelaahan dan pengungkapan

untuk mengetahui permasalahan residen, menetapkan rencana dan pelaksanaan

intervensi.

d) Bimbingan fisik. Kegiatan ini ditujukan untuk memulihkan kondisi fisik

residen, yang meliputi pelayanan kesehatan, peningkatan gizi, baris-berbaris,

dan olahraga.

e) Bimbingan mental dan sosial. Bimbingan mental dan sosial meliputi bidang

keagamaan/spiritual, budi pekerti individual atau kelompok, serta motivasi

residen (psikologis).

f) Bimbingan orang tua dan keluarga. Bimbingan yang dimaksud agar orang tua

atau keluarga dapat menerima keadaan residen, memberi dukungan, dan

menerima residen kembali dirumah pada saat rehabilitas sudah selesai.

g) Bimbingan keterampilan. Yaitu berupa latihan vokalisasi dan keterampilan

usaha (survival skill), sesuai dengan kebutuhan residen.

h) Resosialisasi atau reintegrasi. Kegiatan ini merupakan komponen pelayanan

dan rehabilitasi yang diarahkan untuk menyiapkan kondisi residen yang akan

kembali kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini meliputi.


30

1) Pendekatan kepada residen untuk kesiapan kembali ke lingkungan keluarga


dan masyarakat tempat tinggalnya.

2) Menghubungi dan memotivasi keluarga residen dan lingkungan masyarakat


untuk menerima kembali residen.

3) Menghubungi lembaga pendidikan bagi klien yang akan melanjutkan


sekolah.

i) Penyaluran dan bimbingan lanjut (aftercare). Dalam penyaluran dilakukan

pemulangan residen kepada orang tua atau wali, dilakukan ke sekolah maupun

instansi maupun perusahaan dalam rangka penempatan kerja. Bimbingan lanjut

dilakukan secara berkala untuk mencegah kambuh (relapse) dengan kegiatan

konseling, kelompok, dan sebagainya.

j) Terminasi. Kegiatan ini merupakan pengakhiran atau pemutusan program

rehabilitasi bagi residen yang telah mencapai target program.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa

Program Pemulihan Korban NAPZA sudah disusun standar minimal dan pedoman

pelayanan oleh BNN yang kegiatannya harus melewati tahapan-tahapan yang

ditetapkan.

2.2.5 Kajian tentang NAPZA

2.2.5.1 Pengertian NAPZA

NAPZA adalah bahan kimia baik sintetik maupun organik yang merusak

kerja saraf. Pengertian NAPZA oleh kementrian kesehatan diartikan sebagai

NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif). NAPZA dapat menyebabkan


31

ketagihan, terganggu pada bagian saraf atau mampu tidak sadarkan diri.

Pengertian NAPZA secara umum adalah obat-obatan yang mampu membius.

Dengan kata lain, NAPZA adalah obat-obatan yang mampu mengganggu sistem

kerja saraf tubuh untuk tidak merasakan sakit atau rangsangan.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, NAPZA adalah obat yang


menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa kantuk
atau merangsang, apabila dikonsumsi akan merusak fisik dan akal, bahkan
terkadang membuat orang menjadi gila atau mabuk. Sesuai dengan undang
undang No. 35 tahun 2009; NAPZA adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan golongan.

NAPZA adalah zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran

atau pembiusan karena zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi saraf sentral.

NAPZA adalah zat kimia yang dibutuhkan untuk merawat kesehatan, ketika zat

tersebut masuk dalam tubuh maka terjadi satu atau lebih perubahan fungsi di

dalam tubuh. Lalu, dilanjutkan lagi dengan ketergantungan secara fisik dan psikis

pada tubuh sehingga bila zat tersebut dihentikan penggunaannya akan terjadi

gangguan secara fisik dan psikis. NAPZA memiliki daya adiksi (ketagihan) yang

sangat berat, selain itu juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya

habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat NAPZA inilah yang

menyebabkan pemakai NAPZA tidak dapat lepas dari cengkramannya.

NAPZA dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) yang nantinya dapat

berakibat depresi (ketergantungan) yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1) Keinginan yang tak tertahankan (an overpowering desire) terhadap NAPZA


32

2) Kecenderungan untuk menambah takaran (dosis)

3) Ketergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian NAPZA dihentikan maka


akan menimbulkan gejala kejiwaan

4) Ketergantungan fisik, yaitu apabila pemakaian NAPZA dihentikan akan


menimbulkan gejala fisik (gejala putus obat).

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang dilakukan

tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya,

dalam jumlah berlebih yang secara kurang teratur, dan berlangsung cukup lama

sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan

sosialnya. Banyak alasan mengapa NAPZA disalahgunakan, diantaranya agar

dapat diterima oleh lingkungan, mengurangi stress, mengurangi kecemasan, agar

bebas dari rasa murung, mengurangi keletihan kejenuhan atau kebosanan, untuk

mengatasi masalah pribadi dan lain-lain.

2.2.5.2 Jenis-jenis NAPZA

1. Narkotika Golongan I

Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif

sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak dapat digunakan untuk

kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Contohnya

adalah 1) Tanaman Papaver somniferum L, dan semua bagian-bagiannya

termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya. 2) Opium mentah, yaitu getah yang

membeku sendiri. 3) Opium masak terdiri dari : candu, jicing, jicingko. 4)

Tanaman koka : daun koka, kokain mentah, kokain. 5) tanaman ganja.

2. Narkotika Golongan II
33

Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat,

tetapi bermanfaat untuk pengobatan, narkotika golongan II adalah narkotika yang

mempunyai daya menimbulkan ketergantungan menengah, digunakan sebagai

pilihan terakhir untuk tujuan pengobatan dan ilmu pengetahuan, contohnya:

alfametadol, benzetidin, morfin, oksikodona, asetilmetadol.

3. Narkotika Golongan III

Adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk

penelitian dan pengobatan. Namun, apabila disalahgunakan akan membuat

ketergantungan dan berdampak buruk bagi kesehatan. Contohnya : Kodein dan

turunannya, campuran atau sediaan difenoksin.

4. Psikotropika

Menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika, yang

dimaksud dengan psikotropika adalah zat atau obat alamiah maupun sintetis, yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat, yang

menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika

dikelompokkan menjadi 4 yaitu :

1) Depressant, merupakan obat penenang yaitu jenis obat yang apabila

digunakan mempunyai efek mengurangi kegiatan susunan saraf pusat, sehingga

lazim dipakai untuk mempermudah tidur.


34

2) Stimulan, yaitu obat yang bekerja mengaktifkan susunan kerja sistem saraf

seperti ecstasy, zat aktif yang terkandung dalam ecstasy adalah amphetamine,

merupakan suatu zat yang tergolong stimulan (perangsang).

3) Halusinogen, penggunaan obat ini akan mengalami perasaan tidak nyata,

yang dapat meningkatkan halusinasi dengan persepsi yang salah dan

menimbulkan ketergantungan fisik maupun psikis, serta efek toleransi yang cukup

tinggi. Obat yang termasuk halusinogen antara lain : LSD ( Lysergic Acid

Diethylamide), PCP ( Phencyclidine), DMT (Demi Thyltry Tamine).

4) Cannabis sativa, yang biasa disebut dengan ganja sebuah tanam perdu

yang mengandung getah berwarna hijau tua atau kecoklatan yang apabila

digunakan kesadaran akan menjadi lemah.

5. Zat Adiktif

Adalah bahan yang dapat menyebabkan ketagihan, kecanduan, dan

ketergantungan. Dalam turunan jenisnya zat adiktif terbagi menjadi :

1) Sedativa dan Hipnotika, ada beberapa golongan yang termasuk dalam


kelompok ini yaitu : barbiturat, kloralhidrat, pardelhidra.

2) Fensiklisida, merupakan suatu senyawa yang larut dalam air maupun alkohol,
zat ini dikenal dengan setelan yang digunakan untuk keperluan anestesi
hewan, zat ini sering dicampur dengan ganja.

3) Inhalansia dan Solven, zat yang digolongkan dalam jenis ini adalah gas dan
zat pelarut yang mudah menguap berupa senyawa organik, yang
dimasukkan dalam plastik lalu dihirup.
35

4) Nikotin, yang terdapat dalam tanaman tembakau.

5) Kafein, merupakan zat yang ada di dalam kopi arabica, robusta,


idopiliberica.

Berasal dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga jenis

NAPZA yang sering disalahgunakan pemakaiannya, yaitu NAPZA dari bahan

tanaman, psikotropika, dan obat terlarang yang menimbulkan ketagihan dan

ketergantungan.

2.2.5.3 Dampak Penyalahgunaan NAPZA

Dampak penyalahgunaan NAPZA pada seseorang sangat tergantung pada

jenis NAPZA yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi

pemakai. Secara umum, dampak kecanduan NAPZA dapat terlihat pada fisik,

psikis maupun sosial seseorang.

1) Dampak fisik

a. Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti kejang-kejang, halusinasi,


gangguan kesadaran , kerusakan syaraf tepi. Gangguan pada jantung dan
pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti infeksi akut otot jantung, gangguan
peredaran darah.
b. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti penanahan (abses), alergi, dan
eksim.
c. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti penekanan fungsi
pernapasan,kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
d. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh
meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.
e. Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan pada endokrin,
seperti penurunan pada fungsi hormone reproduksi (estrogen, progesterone,
36

testosterone) serta gangguan pada fungsi seksual.


f. Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain
perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi dan amenorhoe.
g. Bagi pengguna NAPZA melalui jarum suntik yang digunakan secara
bergantian akan sangat rentan dan beresiko tertular penyakit seperti hepatitis
B, C dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya.

2) Dampak psikis

a. Malas belajar, ceroboh , sering tegang dan gelisah.

b. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.

c. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri.

3) Dampak sosial

a. Gangguan mental, anti sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan.

b. Merepotkan dan menjadi beban keluarga.

c. Pendidikan terganggu, masa depan suram.

Dampak psikis, fisik dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan

mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak

mengkonsumsi obat pada waktunya) dan mendorong psikologis berupa keinginan

sangat kuat untuk mengkonsumsi (Suggests). Gejala fisik dan psikologis ini juga

berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua/

teman, mencuri, pemarah, manipulatif, dan lain-lain.

2.2.5.4 Metode Pencegahan dan Pemberantasan NAPZA

Metode pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan NAPZA yang

paling efektif dan mendasar adalah metode promotif dan preventif. Upaya yang
37

paling praktis dan nyata adalah represif dan upaya yang manusiawi adalah kuratif

serta rehabilitatif.

1) Promotif

Program promotif ini disebut sebagai program pembinaan. Pada program ini

pembinaanya adalah para anggota masyarakat yang belum memakai atau bahkan

belum mengenal NAPZA sama sekali. Prinsip yang yang dijalani oleh program ini

adalah dengan meningkatkan peranan dan kegiatan masyarakat agar menjadi lebih

sejahtera secara nyata sehingga mereka sama sekali tidak akan pernah berpikir

untuk memperoleh kebahagiaan dengan cara menggunakan NAPZA. Bentuk

program yaitu pelatihan dan dialog interaktif pada kelompok belajar, kelompok

olah raga, seni budaya, atau kelompok usaha.

2) Preventif

Program preventif ini disebut juga sebagai program pencegahan dimana

program ini dilakukan kepada masyarakat sehat yang sama sekali pernah

mengenal NAPZA dan agar mereka mengetahui tentang seluk beluk NAPZA yang

sangat membahayakan sehingga mereka menjadi tidak tertarik untuk

menggunakannya. Program ini selain dilakukan oleh pemerintah, juga sangat

efektif apabila dibantu oleh sebuah instansi dan institusi lain termasuk lembaga-

lembaga profesional terkait, lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan,

organisasi masyarakat dan lainnya.

Adapun Bentuk dan agenda kegiatan dalam program preventif ini yaitu:

a. Kampanye anti penyalahgunaan NAPZA, yaitu pemberian informasi tentang

bahayanya penyalahgunaan NAPZA. Kampanye ini bisa juga dilakukan


38

dengan melalui spanduk poster yang berisikan mengenai perintah menjauhi

NAPZA.

b. Penyuluhan mengenai informasi seluk beluk dan bahayanya NAPZA.

Penyuluhan ini bertujuan untuk lebih mendalami berbagai masalah mengenai

NAPZA sehingga masyarakat jadi lebih tertarik tidak menggunakan NAPZA.

Materi penyuluhan ini biasanya disampaikan oleh dokter, ahli hukum, dan

lainnya yang paham akan penyuluhan itu.

c. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan upaya distribusi jenis

NAPZA di masyarakat. Dalam hal upaya ini bisa dilakukan oleh para aparat

terkait seperti polisi, departemen kesehatan, BNN, dan kejaksaan yang tujuan

agar NAPZA tidak sembarang beredar didalam masyarakat.

3) Kuratif

Program ini juga dikenal dengan program pengobatan, dimana program ini

ditujukan kepada para pemakai NAPZA. Tujuannya adalah membantu mengobati

ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian

NAPZA sekaligus menghentikan pemakaian NAPZA. Tidak sembarang pihak

dapat mengobati pemakai NAPZA ini, hanya dokter yang telah mempelajari

NAPZA secara khusus yang bisa mengobati dan menyembuhkan pemakai

NAPZA. Pengobatan ini sangat rumit dan dibutuhkan kesabaran. Keberhasilan

dalam pengobatan ini adalah adanya kerjasama yang baik antara dokter, pasien,

dan keluarganya. Bentuk kegiatan yang bisa dilakukan dalam program pengobatan

ini adalah :

a. Penghentian NAPZA secara langsung.


39

b. Pengobatan gangguan kesehatan akibat dari penghentian dan pemakaian

NAPZA.

c. Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian NAPZA.

Pengobatan terhadap penyakit lain yang dapat masuk bersama NAPZA

seperti HIV/AIDS, Hepatitis B/C, sifilis dan lainnya. Pengobatan ini sangat

lengkap dan memerlukan biaya yang sangat mahal. Selain itu pengaruh

kesembuhan dari pengobatan ini tidaklah besar karena keberhasilan penghentian

penyalahgunaan NAPZA ini tergantung ada jenis NAPZA yang dipakai, kurun

waktu yang dipakai sewaktu menggunakan NAPZA, dosis yang dipakai,

kesadaran penderita, sikap keluarga penderita dan hubungan penderita dengan

pengedar.

4) Rehabilitatif

Program ini disebut juga sebagai upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga

yang ditujukan kepada penderita NAPZA yang telah lama menjalani pengobatan.

Tujuannya agar ia tidak memakai dan bisa bebas dari penyakit yang ikut

menggerogotinya karena bekas pemakaian NAPZA. Kerusakan fisik, kerusakan

mental dan penyakit bawaan macam HIV/AIDS biasanya ikut menghampiri para

pemakai NAPZA. Itulah sebabnya mengapa pengobatan NAPZA tanpa program

rehabilitasi tidaklah bermanfaat.

Setelah sembuh masih banyak masalah yang harus dihadapi oleh bekas

pemakai tersebut, yang terburuk adalah para penderita akan merasa putus asa

setelah dirinya tahu terjangkit penyakit macam HIV/AIDS dan lebih memilih

untuk mengakhiri dirinya sendiri. Cara yang paling banyak dilakukan dalam
40

upaya bunuh diri ini adalah dengan cara menyuntikkan dosis obat dalam jumlah

berlebihan yang mengakibatkan pemakai mengalami over dosis (OD).

Cara lain yang biasa digunakan untuk bunuh diri adalah dengan melompat

dari ketinggian, membenturkan kepala ke tembok atau sengaja melempar dirinya

untuk ditabrakkan pada kendaraaan yang sedang lewat. Banyak upaya pemulihan

namun keberhasilannya sendiri sangat bergantung pada sikap profesionalisme

lembaga yang menangani program rehabilitasi ini, kesadaran dan kesungguhan

penderita untuk sembuh serta dukungan kerja sama antara penderita, keluarga dan

lembaga.

Masalah yang paling sering timbul dan sulit sekali untuk dihilangkan adalah

mencegah datangnya kembali kambuh setelah penderita menjalani pengobatan.

Pengaruh kambuh ini disebabkan oleh keinginan kuat akibat salah satu sifat

NAPZA yang bernama habitual. Cara yang paling efektif untuk menangani hal ini

adalah dengan melakukan rehabilitasi secara mental dan fisik.

5) Represif

Program ini merupakan program yang ditujukan untuk menindak para

produsen, bandar, pengedar dan pemakai NAPZA secara hukum. Program ini

merupakan instansi pemerintah yang berkewajiban mengawasi dan

mengendalikan produksi maupun distribusi NAPZA. Selain itu juga berupa

penindakan terhadap pemakai yang melanggar undang-undang tentang NAPZA.

Instansi yang terkait dengan program ini antara lain Polisi, Departemen

Kesehatan, Badan NAPZA Nasional, Balai Pengawasan Obat dan Makanan

(BPOM), Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan.


41

Begitu luasnya jangkauan peredaran gelap NAPZA ini tentu diharapkan

peran serta masyarakat, termasuk LSM dan lembaga kemasyarakatan lain untuk

berpartisipasi membantu para aparat terkait tersebut Masyarakat juga harus

berpartisipasi, paling tidak melaporkan segala hal yang berhubungan dengan

kegiatan yang terkait dengan penyalahgunaan NAPZA di lingkungannya. Untuk

memudahkan partisipasi masyarakat tersebut, polisi harus ikut aktif

menggalakkan pesan dan ajakan untuk melapor ke polisi bila melihat kegiatan

penyalahgunaan NAPZA. Cantumkan pula nomor dan alamat yang bisa dihubungi

sehingga masyarakat tidak kebingungan bila hendak melapor.

2.2.6 Kajian tentang Social Group Work

Metode intervensi pekerjaan sosial telah dikembangkan berdasarkan tiga

ranah yaitu mikro, mezzo, dan makro. Metode intervensi pekerjaan sosial dengan

kelompok termasuk pada ranah mezzo. Kelompok ditetapkan sebagai bagian dari

metode intervensi pekerjaan sosial karena secara historis tidak dapat dilepaskan

dengan praktek pekerjaan sosial yang memang memanfaatkan kelompok sebagai

metode terapi, membangum interaksi dan relasi, dan mengembangkan potensi

individu-individu agar mampu mengatasi permasalahannya melalui dan di dalam

kelompok.

Zastrow (2006) mengklasifikasikan 10 kelompok untuk kepentingan terapi

berdasarkan tujuannya, salah satunya adalah Educational Group. Kelompok

pendidikan adalah kelompok yang memiliki tujuan memberikan pengetahuan dan

keterampilan yang kompleks. Pemimpin kelompok biasanya seseorang


42

profesional yang sudah terlatih dan ahli dalam bidang pendidikan. Pada kegiatan

kelompok pendidikan ini akan dibutuhkan kelas, diskusi serta interaksi kelompok.

Tipe-tipe kelompok dalam pekerjaan sosial dengan kelompok menurut

Gravin dalam (Herry Koswara, 2011) antara lain :

1. Social conversation (kelompok percakapan sosial), bertujuan untuk menguji

dan menentukan seberapa dalam suatu hubungan dapat dikembangkan

diantara orang-orang yang belum saling mengenal dengan baik.

2. Recreation group (kelompok rekreasi), tujuan kelompok ini adalah

kegiatankegiatan yang memberikan kesenengan. Kegiatan yang bersifat

spontan, tidak harus ada pemimpin, dan peralatan tidak banyak.

3. Recreation skill group (kelompok rekreasi ketrampilan), bertujuan untuk

meningkatkan beberapa keterampilan dan dalam waktu yang bersamaan

memberikan kesenangan. Kelompok memerlukan penasehat, pelatih,

instruktur, dan lebih berorientasi pada aturan permainan.

4. Education group (kelompok pendidikan), bertujuan untuk memperoleh

pengetahuan dan mempelajari keterampilan yang lebih kompleks.

Pemimpinnya biasanya seorang yang professional yang benar-benar terlatih

dan ahli dalam bidang tertentu.

5. Problem solving and decision making group (kelompok masalah dan

pengambilan keputusan), pihak pemberi dan penerima pelayanan sosial dapat

secara bersama-sama terlibat dalam kegiatan.

6. Self help group (kelompok bantu diri), merupakan suatu kelompok kecil yang

disusun saling membantu dan untuk mencapai suatu tujuan serta bersifat
43

sukarela. Kelompok ini menekankan pada interaksi sosial secara tatap muka

dan mempunyai tanggung jawab tinggi antar anggota.

7. Socialization group (kelompok sosialisasi), tujuannya untuk

mengembangkanatau mengubah sikap dan perilaku anggota kelompok agar

dapat diterimasecara sosial. mengembangkan keterampilan sosial,

meningkatkankepercayaan diri dan merencanakan masa depan.

8. Therapeutic group (kelompok penyembuhan), terdiri dari orang-orang yang

memiliki masalah emosional yang agak berat. Pemimpinnya memerlukan

keterampilan dalam persepsi, pengetahuan tentang manusia, dinamika

kelompok.

9. Sensitivity group (kelompok melatih kepekaan), melakukan percakapan

yangmendalam dengan sepenuh hati tentang mengapa mereka berperilaku

seperti itu. Tujuannya memperbaiki masalah kesadaran antar pribadi.

Teknik dalam social group work meliputi:

1. Konfrontasi, teknik ini dapat membantu anggota kelompok untuk

mengungkapkan kecemasan-kecemasan dan kemarahan-kemarahan yang

dirasakan anggota kelompok, untuk disampaikan kepada pekerja sosial.

Pekerja sosial harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk

memberikan respon (tanggapan) terhadap perasaan-perasaan tersebut.

2. Interpretasi, dengan teknik ini diberikan kesadaran pada anggota kelompok

akan adanya hubungan antara dua rangkaian peristiwa yang saling berkaitan.

Perilaku salah seorang anggota kelompok merupakan reaksi dari perilaku

anggota kelompok yang lain (satu rangkaian peristiwa).


44

3. Atribusi, merupakan suatu teknik untuk menumbuhkan kesadaran yang

dimiliki oleh anggota kelompok yang berasal dari dalam dirinya sendiri

maupun dari lingkungannya, mengenai hakikat dan penyebab munculnya

suatu peristiwa atau kejadian.

4. Reinforcement (memberikan penguatan), pekerja sosial membantu anggota

kelompok untuk bertingkah laku tertentu yang diharapkan, dengan cara

memberi reward (hadiah) jika dia mampu melakukannya. Reward dapat

berbentuk verbal (pujian), fisik (sentuhan hangat), dan material (uang,

barang).

5. Pemberian model, melalui model atau contoh, pekerja sosial membantu

anggota kelompok untuk mempelajari tingkah laku baik secara implisit

ataupun eksplisit (observasi terhadap tingkah laku pekerja sosial atau anggota

kelompok lain pada saat bermain peran).

Teori ini dipakai dalam penelitian untuk membahas mengenai teknik yang

digunakan untuk pelaksaan program yang tercantum di Bab IV Usulan Program.

Teori ini juga memudahkan peneliti dalam merencanakan program yang dibuat

yang sesuai dengan analisis masalah yang ditemukan peneliti.

2.2.7 Kajian tentang Sistem Sumber

Adapun Pincus dan Minahan (1973:4) mengklasifikasikan sistem sumber

kesejahteraan sosial menjadi sistem sumber informal atau alamiah, sistem sumber

formal maupun sistem sumber kemasyarakatan. Adapun penjelasan lebih lanjut

adalah sebagai berikut:

1. Sistem Sumber Informal atau Alamiah


45

Sistem sumber informal atau alamiah merupakan sumber yang dapat

memberikan bantuan yang berupa dukungan emosional dan afeksi, nasihat dan

informasi serta pelayanan-pelayanan kongkret lainnya misalnya peminjaman

uang. Sumber ini diharapkan dapat membantu memperoleh akses kepada sistem

sumber lainnya dalam bentuk pemberian informasi dan mempermudah birokrasi.

Sumber ini dapat berupa keluarga, teman, tetangga, mitra kerja, dan orang

lainnya yang dapat memberikan bantuan.

2. Sistem Sumber Formal

Sistem sumber formal adalah keanggotannaya di dalam suatu organisasi

atau asosiasi formal yang dapat memberikan bantuan atau pelayanan secara

langsung kepada anggotanya. Sumber-sumber ini biasanya berbentuk lembaga-

lembaga formal, seperti organisasi, serikat buruh, koperasi, bank, asosiasi-asosiasi

profesional (Himpunan Pekerja Sosial Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia).

3. Sistem sumber kemasyarakatan

Sistem sumber kemasyarakatan merupakan sumber (lembaga-lembaga

pemerintah ataupun swasta) yang dapat memberikan bantuan pada masyarakat

umum. Sumber yang dapat dikelompokkan pada sistem sumber kemasyarakatan

seperti sekolah, rumah sakit, perpustakaan umum, lembaga pelayanan

kesejahteraan sosial (Panti Asuhan, Panti Jompo), lembaga swadaya masyarakat

adalah beberapa contoh sistem sumber yang dapat dijangkau dan digunakan oleh

masyarakat luas.

2.3 Kerangka Pemikiran


46

Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu,

baik fisik, mental, maupun sosial, agar penyalahgunaan NAPZA dapat kembali

melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat dengan baik dan

bertanggung jawab. Dalam pelayanan rehabilitasi sosial, dibutuhkan tenaga

profesional seperti konselor adiksi.

Konselor adiksi adalah orang yang bertugas melaksanakan kegiatan

rehabilitasi kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu

zat dan memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan sosial yang mengkhususkan

diri dalam membantu orang dengan ketergantungan NAPZA, psikotropika, dan

zat adiktif lainnya. Dalam pelayanan rehabilitasi sosial, peran konselor adiksi

sangatlah dibutuhkan karena konselor adiksi memegang peran penting dalam

keberhasilan klien menjalankan rehabilitasi sosial.

Dalam hal ini, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara faktual

dan mendalam mengenai peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia. Adapun penelitian tentang

peran konselor adiksi sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya yaitu

Ilmi Tazkiya (2021), Nurul Akhwat R (2020) dan M Aulia Yafi (2022).

Pelayanan Rehabilitasi Sosial di


Yayasan Penuai Indonesia

Korban Penyalahgunaan NAPZA

Peran Konselor Adiksi

Peran Konselor Adiksi membantu


Peran Konselor Adiksi dalam dalam Pelayanan Rehabilitasi Peran Konselor Adiksi
Pelayanan Rehabilitasi Sosial Sosial Dianggap Penting
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan jenis

penelitian studi kasus. Metode Penelitian ini digunakan untuk memperoleh

gambaran atau kondisi secara komprehensif dan mendalam mengenai Peran

Konselor adiksi dalam Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan

NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia.

3.2 Penjelasan Istilah

Judul yang digunakan dalam skripsi ini adalah “Peran Konselor Adiksi

dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di Yayasan

Penuai Indonesia”, penegasan dari istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:

3.2.1 Peran

Peran menurut Soekanto (2002) merupakan aspek dinamis kedudukan

(status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan memberikan bantuan kepada

pecandu NAPZA agar dapat kembali pulih dan dapat beraktifitas seperti semula.

3.2.2 Konselor Adiksi

Konselor adiksi adalah orang yang bertugas melaksanakan kegiatan

rehabilitasi kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu

zat dan memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan sosial yang mengkhususkan

diri dalam membantu orang dengan ketergantungan NAPZA, psikotropika dan zat

adiktif lainnya.

47
48

3.2.3 Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu,

baik fisik, mental, maupun sosial, agar penyalahgunaan NAPZA dapat kembali

melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat dengan baik dan

bertanggung jawab. (Balai Besar Rehabilitasi BNN, Rehabilitasi Sosial).

3.2.4 Pecandu NAPZA

Pengertian NAPZA sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 13 undang-

undang No. 35 tahun 2009 tentang NAPZA, maka dapat dikaitkan bahwa pecandu

NAPZA adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman,

baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan.

3.3 Penjelasan Latar Penelitian

Dalam hal ini lokasi penelitian yang peneliti lakukan yaitu di Yayasan

Penuai Indonesia Cipanas Kabupaten Cianjur. Adapun alasan peneliti memilih

tempat ini yaitu:

1. Yayasan Penuai Indonesia merupakan pusat rehabilitasi sosial untuk korban

penyalahgunaan NAPZA.

2. Yayasan Penuai Indonesia terdapat residen pecandu NAPZA dan yang pernah

mengalami relapse.

3. Yayasan Penuai Indonesia memiliki konselor adiksi yang profesional.

4. Peneliti pernah melakukan Praktikum Institusi di Yayasan Penuai Indonesia.


49

3.4 Sumber Data dan Cara Menentukan Sumber Data

3.4.1 Sumber Data

Berikut merupakan penjelasan dari sumber data primer dan sumber data

sekunder yang digunakan dalam penelitian:

1. Sumber data primer yaitu sumber data utama yang diperoleh langsung dari

informan yaitu konselor adiksi.

2. Sumber data sekunder yaitu sumber data pendukung yang diperoleh dari

dokumen - dokumen tertulis milik Yayasan Penuai Indonesia dan buku-buku

literatur yang terkait dengan penelitian.

3.4.2 Cara Menentukan Sumber Data

Penentuan sumber data dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive. Teknik penentuan informan dengan beberapa pertimbangan dan

kriteria tertentu. Adapun kriteria informan meliputi:

1. Informan merupakan konselor adiksi yang dianggap mampu menjelaskan dan

menggambarkan peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial

penyalahguna NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia.

2. Pekerja Sosial serta staf yang ada di Yayasan Penuai Indonesia, dengan ini

diharapkan informan mampu menggambarkan kondisi di Yayasan Penuai

Indonesia.

3. Bersedia menjadi informan untuk diwawancarai dalam penelitian

4. Memiliki waktu luang untuk memberikan informasi kepada peneliti.


50

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa teknik

seperti wawancara mendalam, observasi partisipatif dan studi dokumentasi.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa teknik seperti

wawancara mendalam, observasi partisipatif dan studi dokumentasi. Berikut

penjelasan dari setiap teknik pengumpulan data yang digunakan:

1. Wawancara Mendalam

Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada beberapa orang informan

antara lain beberapa orang konselor adiksi dan pekerja sosial. Wawancara

mendalam dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai

karakteristik informan serta memperoleh data mengenai peran konselor adiksi

dalam pelayanan rehabilitasi sosial. Pada wawancara mendalam ini peneliti akan

menggunakan wawancara semi-terstruktur, Sugiyono (2017:233) mengatakan

bahwa tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara

lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-

idenya. Kemudian akan digunakan peneliti bertujuan agar pertanyaan yang

diberikan oleh peneliti dapat berkembang sehingga informasi yang didapatkan

bisa sebanyak-banyaknya sesuai dengan yang dibutuhkan.

Mekanisme wawancara yang dilakukan diantaranya yakni membangun

relasi dan kepercayaan terhadap informan, menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian, menanyakan kesediaan informan untuk diwawancarai, direkam dan

didokumentasikan, mengajukan pertanyaan sesuai dengan pedoman yang disusun

menyampaikan terima kasih atas kesediaan informan untuk diwawancarai, serta


51

meminta izin kepada informan untuk kembali menghubungi informan apabila data

yang diperoleh belum mencukupi. Pertanyaan penelitian yang digunakan dalam

penelitian lebih didominasi dengan menggunakan pertanyaan yang berkaitan

dengan pendapat dari setiap informan yang diwawancarai.

2. Observasi

Nasution dalam Sugiyono (2017.226) mengemukakan bahwa observasi

adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja

berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui

observasi. Lebih lanjut Sugiyono (2017:226) mengklasifikasikan observasi

menjadi tiga yaitu observasi partisipasi, observasi secara terang-terangan dan

tersamar dan observasi yang tak berstruktur.

Berdasarkan teori di atas, pada penelitian ini peneliti akan menggunakan

observasi secara terang-terangan dan tersamar, yang mana secara teori menurut

Sugiyono (2017:228) observasi yang akan dilakukan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data yakni mengakui secara terang-terangan pada informan bahwa

akan melakukan penelitian, namun pada saat tertentu peneliti tidak akan terus

terang atau tersamar dalam melakukan observasi, hal ini menghindari apabila data

yang dicari merupakan data yang dirahasiakan jadi kalau dilakukan terus terang

maka tidak akan diizinkan untuk melakukan observasi.

3. Studi Dokumentasi

Studi Dokumentasi merupakan pelengkap dari dalam penelitian kualitatif.

Kajian dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data

atau informasi dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, ikhtisar rapat,


52

pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya. Metode

pencarian data ini sangat bermanfaat karena dapat dilakukan dengan tanpa

mengganggu objek atau suasana penelitian (Sugiyono, 2017:83).

Peneliti yang mempelajari dokumen dapat mengenal budaya dan nilai-nilai

yang dianut oleh objek yang diteliti. Pengumpulan data perlu didukung pula

dengan pendokumentasian, dengan foto, video, dan perekam suara. Dokumentasi

ini akan berguna untuk mengecek data yang telah terkumpul dan bertujuan untuk

memperoleh data mengenai lokasi penelitian serta memperoleh data mengenai

peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial di Yayasan Penuai

Indonesia.

3.6 Pemeriksaan Keabsahan Data

1. Uji Kredibilitas Data (credibility)

Uji kredibilitas merupakan pengujian kepercayaan terhadap data hasil

penelitian. Cara pengujian yang dilaksanakan adalah:

a. Ketekunan Pengamatan

Peneliti melakukan ketekunan pengamatan untuk menemukan fakta

empiris secara mendalam dan relevan dengan fokus penelitian mengenai peran

konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial di Yayasan Penuai Indonesia.

Ketekunan pengamatan ini dimaksudkan untuk memahami secara mendalam

upaya yang dilakukan konselor adiksi dalam memberikan pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia.


53

b. Triangulasi

Peneliti melakukan triangulasi untuk memeriksa keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh mengenai peran ninik mamak

dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Peneliti menggunakan

triangulasi sumber, waktu dan metode. Triangulasi Sumber yaitu mengecek

kembali keabsahan data yang dapat diperoleh dari tokoh formal dan informal.

Teknik ini merupakan suatu cara memperoleh data yang diperoleh dari

masyarakat, tokoh formal dan informal dengan cara wawancara/observasi,

dokumentasi serta community involvement. Triangulasi waktu yaitu dalam rangka

pengujian kredibilitas data yang dilakukan dengan cara melakukan pengecekan

dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang

berbeda.

Peneliti melakukan triangulasi sumber dan waktu dengan cara

membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakan orang secara pribadi serta membandingkan perspektif informan dengan

perspektif lainnya. Upaya peneliti dalam membandingkan apa yang dikatakan

orang di depan umum dengan apa yang dikatakan orang secara pribadi yakni

dengan melakukan pengidentifikasian partisipatif melalui community involvement.

Pengecekan penemuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data

yang dilakukan pada umumnya melalui teknik wawancara dengan observasi dan

teknik wawancara dengan studi dokumentasi.


54

c. Kecukupan Referensi

Penelitian ini didukung oleh kecukupan referensi sebagai pendukung

untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti meliputi rekaman

wawancara dan dokumentasi yang bertujuan untuk mengetahui peran konselor

adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial.

2. Uji Kepastian Data (Confirmability)

Peneliti melakukan uji kepastian data dengan menggunakan konsep

Objektivitas menurut Moleong (2011:174) yang menjelaskan bahwa bahwa

sesuatu itu objektif atau tidak, bergantung pada persetujuan beberapa orang

terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang hasil penelitian.

3. Uji Ketergantungan Data (Dependability)

Peneliti melakukan uji ketergantungan data dengan melakukan audit

terhadap keseluruhan proses penelitian melalui kegiatan bimbingan dengan dosen

pembimbing.

4. Uji Keteralihan (Transferability)

Peneliti melakukan uji keteralihan dengan cara menjelaskan hasil

penelitian dengan cara uraian rinci (thick description) dan melaporkan hasil

penelitian sehingga uraian itu dapat dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang

menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data ini pun dilakukan selama proses penelitian berlangsung

sebagaimana yang dijelaskan oleh Miles & Huberman (1984) meliputi:


55

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan bagian dari analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan dan membuang yang tidak perlu, dan

mengorganisasi data sedemikian rupa hingga kesimpulan – kesimpulan akhirnya

dapat ditarik dan/atau diverifikasi.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah penyajian data. Miles

dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2005:95) menyatakan bahwa yang sering

digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks

yang bersifat naratif. Penyajian data diperoleh dalam bentuk matriks yang mampu

menggambarkan berbagai temuan data yang sudah diperoleh dan darimana data

tersebut diperoleh.

3. Penarikan Kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles & Huberman

adalah penarikan kesimpulan. Proses ini dilakukan terhadap data – data yang telah

dikumpulkan melalui berbagai macam teknik, dan dari berbagai sumber yang

dicatat dalam catatan lapangan.

3.8 Jadwal dan Langkah-langkah Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Yayasan Penuai Indonesia Cipanas

Kabupaten Cianjur. Adapun Jadwal dan Langkah penelitian sebagai berikut:


56

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan Tahun 2023 Bulan Ke-
Tahap Persiapan 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Penjajakan
2. Studi Literatur
3. Pengajuan dan Perbaikan Judul
4. Penyusunan Proposal Penelitian
5. Seminar Proposal Penelitian
6. Perbaikan Proposal Penelitian
7. Penyusunan Instrumen Penelitian
Tahap Pelaksanaan
8. Pengumpulan Data
9. Pengolahan dan Analisis Data
Tahap Penyusunan Skripsi
10. Penulisan Skripsi
11. Sidang Skripsi

Langkah penulisan disusun untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan Menyusun

skripsi. Adapun Langkah-langkah dalam kegiatan skripsi adalah:

1. Studi literatur dan pengayaan dilakukan untuk mengetahui informasi awal

yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

2. Pengajuan judul yaitu Peran Konselor adiksi Dalam Pelaksanaan Rehabilitasi

Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA Di Yayasan Penuai Indonesia

Cipanas Kabupaten Cianjur.

3. Penyusunan proposal dilakukan oleh peneliti dengan arahan dari dosen

pembimbing, penyusunan proposal dilakukan sebelum melaksanakan seminar

proposal.

4. Seminar proposal dilakukan untuk mendapatkan saran atau kritik dari dosen

penguji maupun dosen pembimbing terhadap isi proposal penelitian.

5. Penyusunan instrumen penelitian dijadikan pedoman dalam pengumpulan


57

data yang dilakukan oleh peneliti mengenai Peran Konselor adiksi dalam

Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di Yayasan

Penuai Indonesia Cipanas Kabupaten Cianjur.

6. Pengumpulan data pengolahan data menghimpun dan mengolah data dari

responden dengan menyebarkan angket, melakukan observasi dan studi

dokumentasi.

7. Penulisan skripsi dilakukan dengan arahan dari dosen pembimbing.

8. Sidang skripsi dilakukan untuk mempertanggungjawabkan hasil

penelitian secara lisan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu terletak di Yayasan Penuai Indonesia Desa

Cipendawa Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

4.1.2 Sejarah Lokasi Penelitian

Yayasan Penuai Indonesia (YPI) dibentuk pada tahun 1999, berawal dari

pengalaman sendiri yang kehilangan putra satu-satunya karena overdosis

pemakaian NAPZA. Pertengahan tahun 90-an pendiri sempat mengalami kesulitan

mencari pusat rehabilitasi rasial untuk merawat dan menolong putranya agar dapat

terbebas dari kecanduannya. Saat itu pusat rehabilitasi telah penuh dan harus

menunggu hingga terdapat klien yang keluar dari pusat rehabilitasi kemudian

anaknya dapat masuk ke tempat rehabilitasi tersebut (Waiting List).

Pengalaman kehilangan putra satu-satunya karena overdosis dan tidak

memperoleh tempat rehabilitasi tersebutlah, akhirnya pendiri memiliki tekad untuk

membuka sendin pusat rehabilitasi agar tidak ada orang tua lainnya yang akan

mengalami kejadian serupa. Tanggal 11 Oktober 1999 Yayasan Penuai Indonesia

didirikan dengan tujuan yang besar yaitu Yayasan Penuai Indonesia bisa menjadi

pusat rehabilitasi yang besar dan baik, agar mampu menolong setiap orang yang

mengalami ketergantungan nopea agar mampu melepaskan diri dari kecanduannya

sehingga mampu kembali berfungsi sosial dengan baik.

58
59

Tahun 2001 merupakan tahun dimana Yayasan Penuai Indonesia (YPI)

dibentuk menjadi pusat sarana rehabilitasi yang menangani 2 divisi yaitu divisi

Napea dan Puikotik/kejiwaan yang menggunakan pembinaan berbasis Therapeutic

Community (TC) dan Religius dengan pendekatannya. Yayasan Penuai Indonesia

didirikan atas dasar keterpanggilan kesadaran dan tanggung jawab.

4.1.3 Visi dan Misi

Visi : Sebagai pusat layanan sosial yang profesional dan akuntabel.


Misi : Membantu masyarakat melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial yang
terintegrasi.
4.1.4 Struktur Organisasi

Gambar 4.1 : Struktur Organisasi Yayasan Penuai Indonesia

Sumber: Profil Yayasan Penuai Indonesia 2022


60

4.1.5 Prosedur Pelayanan

Tahapan pelayanan therapeutic community di Yayasan Penuai Indonesia

Divisi NAPZA yakni residen akan melewati intake process (proses penerimaan).

Proses penerimaan ini biasanya dilakukan oleh promotion manager kepada

keluarga calon residen. Promotion manager akan menjelaskan mengenai proses

pelayanan, metode yang digunakan dalam proses rehabilitasi, serta mengajak

keluarga calon residen yang datang langsung ke Yayasan Penuai Indonesia

berkeliling fasilitas. Pada tahap ini dilakukan pula screening pada keluarga residen

tanpa melibatkan residen. Hal ini bertujuan untuk menggali permasalahan residen

dari pihak keluarga dan melihat kebutuhan residen, serta menilai kesiapan calon

residen dan keluarganya untuk mengikuti program yang akan berlangsung selama

kurang lebih satu tahun. Setelah pihak keluarga menyetujui untuk melakukan

rehabilitasi maka akan dilakukan penandatangan kontrak oleh perwakilan dari

pihak keluarga (penjamin). Penandatangan kontrak dilakukan oleh bagian

administrasi dan biasanya pihak keluarga didampingi oleh promotion manager.

Langkah selanjutnya setelah pihak keluarga menandatangani kontrak untuk

melakukan rehabilitasi maka akan dilakukan penjemputan kepada calon residen,

istilah lain dari penjemputan ini adalah intervensi.

Setelah dilakukan penjemputan dan residen dibawa ke panti, maka presiden

akan dimasukkan ke ruang observasi. Pada saat di ruang observasi ini dilakukan

urine test kepada residen guna melihat jenis pemakaian obat-obatan yang

digunakan. Selain itu, urine test bertujuan untuk memastikan bahwa residen masih

berada dibawah pengaruh obat atau tidak. Jika dinyatakan negatif kandungan
61

NAPZA, maka calon residen dianggap telah berada di posisi stabil dan siap

mengikuti program pemulihan di dalam yayasan. Residen berada di ruang

observasi kurang lebih selama satu minggu, bahkan bisa lebih tergantung kondisi

residen. Tujuan dimasukannya residen di ruang observasi ini yaitu untuk

menenangkan atau menstabilkan psikologis residen serta meningkatkan rasa

acceptance (penerimaan) pada diri residen, karena pada saat dibawa ke panti pasti

residen akan melakukan blocking (penolakan), selain itu residen juga dalam

kondisi withdrawal atau sakaw. Saat itu juga dilakukan proses detoksifikasi pada

residen. Ruang observasi inilah residen sudah ditentukan siapa konselor adiksinya

dan apabila presiden sudah acceptance dengan keadaannya tersebut maka

langsung dilakukan asesmen oleh konselor adiksi.

4.2 Hasil Penelitian

Hasil Penelitian merupakan temuan dan informasi yang diperoleh melalui

wawancara dan observasi dan studi dokumentasi yang dilakukan selama beberapa

kali terhadap konselor adiksi, pekerja sosial serta klien di Yayasan Penuai

Indonesia.

4.2.1 Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini merupakan Konselor adiksi dan pekerja

sosial adiksi yang dirasa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang

pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai

Indonesia. Informan terdiri dari 5 orang yang terdiri dari 3 orang konselor adiksi

dan 2 orang pekerja sosial adiksi. Informan tersebut memiliki karakteristik

sebagai berikut:
62

Tabel 4.1 Karakteristik Informan

No Nama / Jenis Usia Pendidikan Jabatan


Inisial Kelamin Terakhir
1. R Laki– laki 44 th D-1 Konselor adiksi

2. M Laki– laki 36 th SMK Konselor adiksi

3. AS Laki – laki 45 th S-1 Internal Trainer

4. O Laki-laki 38 th S-1 Pekerja Sosial

5. A Laki-laki 32 th S-1 Pekerja Sosial

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat kita ketahui identitas dan latar belakang

masing masing informan. Peneliti hanya melampirkan inisial dari informan untuk

menjaga kerahasiaan identitas informan dan informasi yang diperoleh. Berikut

uraian mengenai masing - masing informan :

1) Informan R

Informan R merupakan laki laki dengan usia 44 tahun. Beliau merupakan

lulusan D-1 Perhotelan dan sekarang bekerja di Yayasan Penuai Indonesia

sebagai salah satu konselor adiksi di Yayasan Penuai Indonesia. Informan

merupakan konselor adiksi dengan latar belakang mantan pengguna NAPZA

serta mantan klien di Yayasan Penuai Indonesia. R sudah terlibat menjadi

konselor adiksi di Yayasan Penuai Indonesia selama 8 tahun.

2) Informan M

Informan M merupakan laki laki dengan usia 36 tahun. Beliau merupakan

lulusan SMK dan sekarang bekerja di Yayasan Penuai Indonesia sebagai


63

salah satu konselor adiksi di Yayasan Penuai Indonesia. Informan merupakan

konselor adiksi dengan latar belakang mantan pengguna NAPZA serta

mantan klien di Yayasan Penuai Indonesia. M sudah terlibat menjadi konselor

adiksi di Yayasan Penuai Indonesia selama 8 tahun.

3) Informan AS

Informan AS merupakan laki laki dengan usia 45 tahun. Beliau merupakan

lulusan S-1 dan sekarang bekerja di Yayasan Penuai Indonesia sebagai salah

satu konselor adiksi serta internal trainer di Yayasan Penuai Indonesia.

Informan merupakan konselor adiksi dengan latar belakang pendidikan

tentang konselor adiksi terutama konselor adiksi dengan berbagai macam

pelatihan dan pendidikan yang pernah beliau ikuti. AS sudah terlibat menjadi

konselor adiksi di Yayasan Penuai Indonesia selama 10 tahun.

4) Informan O

Informan O merupakan seorang laki-laki berusia 38 Tahun. Beliau

merupakan lulusan S1 Pekerjaan Sosial di salah satu Politeknik Negeri di

Bandung dan sekarang bekerja sebagai pekerja sosial di Yayasan Penuai

Indonesia serta menjabat juga sebagai Koordinator Divisi Psikotik. Beliau

terlibat sebagai pekerja sosial di Yayasan Penuai Indonesia selama 7 tahun.

5) Informan A

Informan A merupakan seorang laki-laki berusia 32 Tahun. Beliau

merupakan lulusan S1 Kesejahteraan Sosial di salah satu Universitas di

Bandung dan sekarang bekerja sebagai pekerja sosial di Yayasan Penuai

Indonesia serta menjabat juga sebagai Koordinator Divisi NAPZA selama 7


64

tahun.

4.2.2 Peran Konselor Adiksi dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban


Penyalahgunaan NAPZA

Peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif) di Yayasan

Penuai Indonesia sangat penting dalam membantu individu yang terkena dampak

negatif penyalahgunaan NAPZA untuk pulih secara fisik, mental, dan sosial.

Yayasan Penuai Indonesia adalah lembaga yang berfokus pada rehabilitasi sosial

korban penyalahgunaan NAPZA, dan konselor adiksi berperan sebagai salah satu

pilar utama dalam upaya rehabilitasi tersebut.

Salah satu peran utama konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial

adalah melakukan evaluasi dan penilaian terhadap kondisi fisik, psikologis, dan

sosial korban penyalahgunaan NAPZA. Dengan melakukan penilaian yang

komprehensif, konselor adiksi dapat memahami dengan lebih baik tantangan yang

dihadapi oleh klien serta kebutuhan rehabilitasi yang spesifik. Hal ini

memungkinkan konselor adiksi untuk merancang dan mengimplementasikan

program rehabilitasi yang sesuai dengan kebutuhan individu tersebut.

Selain itu, konselor adiksi berperan sebagai pendamping dan fasilitator

dalam proses rehabilitasi sosial. Mereka membantu klien dalam mengembangkan

strategi dan keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi ketergantungan dan

menghindari kekambuhan. Konselor adiksi juga memberikan dukungan

emosional, melalui sesi konseling individu atau kelompok, untuk membantu klien
65

mengatasi stres, kecemasan, dan masalah emosional lainnya yang terkait dengan

proses rehabilitasi.

Selanjutnya, konselor adiksi juga bekerja sama dengan tim rehabilitasi

lainnya di Yayasan Penuai Indonesia, seperti psikolog, pekerja sosial, dan tenaga

medis untuk menyediakan pendekatan rehabilitasi yang terintegrasi. Mereka

berkolaborasi dalam merencanakan dan melaksanakan program rehabilitasi yang

mencakup pengobatan, terapi perilaku, pelatihan keterampilan, serta dukungan

keluarga dan masyarakat. Konselor adiksi juga berperan dalam memberikan

informasi dan edukasi kepada keluarga klien tentang pentingnya peran mereka

dalam mendukung proses rehabilitasi.

Selain itu, konselor adiksi memiliki tanggung jawab untuk membangun

hubungan yang saling percaya dengan klien dan keluarganya. Mereka menjaga

kerahasiaan informasi pribadi klien dan menghormati privasi mereka. Hubungan

yang baik antara konselor adiksi dan klien adalah landasan yang kuat dalam

memfasilitasi perubahan positif dan pemulihan yang berkelanjutan.

Dalam kesimpulannya, peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia mencakup

evaluasi, pendampingan, fasilitasi, kolaborasi dengan tim rehabilitasi, dan

pembangunan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarganya. Konselor

adiksi membantu individu yang terkena dampak negatif penyalahgunaan NAPZA

untuk pulih secara fisik, mental, dan sosial, serta memberikan dukungan dalam

proses pemulihan dan reintegrasi ke masyarakat.


66

4.2.2.1 Peran konselor adiksi menurut pendapat konselor adiksi

Peran konselor adiksi dijelaskan oleh informan R yang dimana informan

sebagai konselor adiksi di Yayasan Penuai Indonesia, bahwa :

“Peran konselor adiksi menurut saya ya, pendampingan, mendampingi klien dan
tanggung jawab dari keluarga terhadap kita”

Dalam keseluruhan, pendapat dari informan R tersebut menggarisbawahi

pentingnya pendampingan konselor adiksi dan tanggung jawab keluarga dalam

pelayanan konseling. Konselor adiksi berperan sebagai pendamping yang

memberikan dukungan kepada klien, sementara keluarga memiliki tanggung

jawab untuk terlibat aktif dan memberikan dukungan kepada konselor adiksi.

Kolaborasi antara konselor adiksi, klien, dan keluarga merupakan elemen kunci

dalam mencapai hasil yang baik dalam proses rehabilitasi dan pemulihan klien.

Adapun pendapat lain peran konselor adiksi menurut informan M adalah :

“melakukan konseling, menggali informasi sebanyak banyaknya”

Menurut informan M, dua tindakan yang dilakukan oleh seorang konselor

adiksi, yaitu melakukan konseling dan menggali informasi sebanyak mungkin.

Melalui proses konseling, konselor adiksi memberikan bimbingan dan dukungan

kepada klien dalam mengatasi masalah atau kesulitan yang dihadapi. Sementara

itu, dengan menggali informasi sebanyak mungkin, konselor adiksi dapat

memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang latar belakang,

pengalaman, dan kebutuhan klien, sehingga dapat memberikan pelayanan yang

lebih efektif dan terarah.


67

Sedangkan informan AS juga menjelaskan hal yang berbeda mengenai

peran konselor adiksi, bahwa:

“oke, kalau menurut saya peran konselor adiksi ya sebagai pembantu klien atau
residen dalam mencari solusi permasalah terkait NAPZA, seharusnya peran itu
hanya itu dan itu melalui konseling”

Menurut pandangan informan AS, peran konselor adiksi adalah sebagai

pembantu klien atau residen dalam mencari solusi terkait masalah terkait NAPZA.

Pandangan tersebut menekankan bahwa peran konselor adiksi seharusnya terbatas

pada memberikan bantuan melalui konseling untuk membantu klien menemukan

solusi atas permasalahan yang terkait dengan penyalahgunaan NAPZA.

4.2.2.2 Peran konselor adiksi membantu korban penyalahgunaan NAPZA dalam


mengatasi masalah-masalah yang muncul selama proses rehabilitasi sosial

Informan R menjelaskan peran konselor adiksi membantu klien mengatasi


permasalahan yang muncul selama proses rehabilitasi sosial, yaitu :

“Biasanya kan kalau misalkan klien baru dateng tuh pasti ada masalah dan
berbagai macam. Selama yang saya dampingi itu mereka blocking terus kita kasih
pemahaman terus kita gali informasi dari dia sehingga mendapatkan satu
kesimpulan dan kita berikan solusi agar dia bisa disini, memberi masukan atas
permasalahan yang muncul”

Informan R menggambarkan bahwa ketika klien baru datang, biasanya

mereka menghadapi berbagai masalah. Sebagai seorang konselor adiksi, tugasnya

adalah untuk memberikan pemahaman kepada klien dan menggali informasi dari

mereka untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Dengan

pemahaman tersebut, konselor adiksi dapat mencapai kesimpulan dan

memberikan solusi yang relevan agar klien dapat mengatasi masalah dan
68

mendapatkan bantuan di tempat tersebut. Hal ini juga ditunujukkan saat peneliti

melakukan observasi terhadap informan yang sedang melakukan konseling

dengan klien. Data yang ditemukan saat observasi yaitu Informan R dan klien

berada di ruang konseling saling mengobrol empat mata, terlihat bahwa Informan

R dengan serius mendengarkan cerita dari klien. Posisi badan informan duduk

tegap didepan klien dengan tangan dilipat di depan dada sedangkan klien duduk

bersandar pada kursi sofa dengan ekspresi wajah kesal yang ditampakkannya.

Peneliti tidak dapat mendengar obrolan tersebut karena itu merupakaan

percakapan rahasia antara klien dengan informan sebagai konselor. Pada saat itu,

peneliti hanya memperhatikan dari luar ruangan konseling melalui jendela

mengenai mengenai bagaiman konselor membantu klien memecahkan

permasalahan yang dialamj klien.

Lain hal yang disampaikan oleh informan M, bahwa:

“melakukan case conference, berunding juga dengan staf lainnya utk tindakan yg
akan dilakukan oleh klien, dan menjadi penengah antara klien dan keluarga”

Informan M menjelaskan bahwa pertama, konselor adiksi melakukan case

conference atau rapat kasus untuk berdiskusi dan berunding dengan staf lainnya

mengenai langkah-langkah yang akan diambil untuk membantu klien. Konselor

adiksi juga berperan sebagai mediator antara klien dan keluarga. Dalam peran ini,

konselor adiksi membantu memfasilitasi komunikasi dan memediasi perbedaan

antara klien dan keluarga. Tujuannya adalah untuk menciptakan pemahaman,

membangun kerjasama, dan mendukung hubungan yang sehat antara klien dan

keluarganya.
69

Secara keseluruhan, tindakan tersebut menunjukkan bahwa konselor adiksi

tidak hanya bekerja secara individual dengan klien, tetapi juga berkolaborasi

dengan staf lain dalam mengambil keputusan terkait perawatan klien. Selain itu,

peran sebagai penengah antara klien dan keluarga mencerminkan upaya konselor

adiksi dalam membangun hubungan yang harmonis dan mendukung dalam

lingkungan sosial klien.

Disisi lain, Informan AS juga berpendapat bahwasanya :

“hmm perannya membantu klien melakukan pendampingan untuk mencari solusi


untuk mengatasi masalah masalah yang muncul”

Informan AS menjelaskan bahwa menjelaskan bahwa peran konselor

adiksi adalah membantu klien dalam melakukan pendampingan untuk mencari

solusi guna mengatasi masalah-masalah yang muncul. Konselor adiksi berfungsi

sebagai pendamping yang mendukung klien dalam menghadapi permasalahan dan

bersama-sama mencari solusi yang efektif. Dengan menggunakan teknik

konseling dan mendengarkan dengan empati, konselor adiksi membantu klien

dalam mengeksplorasi, memahami, dan menemukan cara mengatasi masalah yang

dihadapinya. Melalui pendampingan ini, klien dapat memperoleh pemahaman dan

keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi masalah dengan lebih baik.

4.2.2.3 Peran konselor adiksi dalam meningkatkan kualitas pelayanan rehabilitasi


sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia
sebagai seorang konselor adiksi

Pada aspek ini, konselor menjelaskan dengan pandangan mereka sendiri.

Informan R mengatakan bahwa :


70

“kita harus masuk tepat waktu, sesama siapapun terutama antar staf kita harus
saling bisa menghargai, mempunyai sopan santun, berikan greeting, dibalik itu
meningkatkan juga kualitas di dalam lembaga sebagai konselor adiksi, disaat kita
bisa menangani suatu masalah dalam tanggung jawab kita bisa sharing dengan staf
yang lain, tujuannya supaya apa yg kita lakukan untuk klien agar tidak salah
langkah, memecahkan suatu permasalahan”

Informan R menyoroti beberapa hal penting dalam menjalankan peran

sebagai konselor adiksi. Pertama, pentingnya kehadiran tepat waktu sebagai

bentuk profesionalisme. Konselor adiksi diharapkan hadir tepat waktu dalam

melaksanakan tugasnya, mencerminkan kedisiplinan dan menghormati waktu

orang lain, termasuk rekan kerja. Secara keseluruhan, pandangan tersebut

menekankan pentingnya kehadiran tepat waktu, menghargai sesama, sopan

santun, saling berbagi dengan staf lain, dan bertujuan untuk meningkatkan

kualitas pelayanan konselor adiksi dalam memecahkan permasalahan klien

dengan tepat.

Selain itu, informan M juga berpandangan bahwa :

“meningkatkan kedisiplinan, berkoordinasi dengan yg lain, dan juga kepada


koordinator, memberikan keputusan juga sii”

Ini dimaksudkan bahwa konselor adiksi perlu meningkatkan kedisiplinan,

melakukan koordinasi dengan rekan kerja dan koordinator, serta mampu

mengambil keputusan yang relevan. Hal-hal tersebut penting untuk menjaga

profesionalisme, menjalankan tugas secara efektif, dan memberikan pelayanan

terbaik bagi klien yang membutuhkan.

Adapun informan AS juga memiliki pandangan tersendiri, yaitu :

“sebagai ujung tombak dalam memberikan layanan, yang bersentuhan langsung


kepada klien, memberi jasa layanan kepada klien”
71

Informan AS menjelaskan bahwa menjelaskan peran konselor adiksi

sebagai ujung tombak dalam memberikan layanan kepada klien. Sebagai ujung

tombak, konselor adiksi berinteraksi langsung dengan klien dan memberikan jasa

layanan yang diperlukan. Konselor adiksi bertanggung jawab untuk membantu

klien dengan masalah yang dihadapinya, memberikan dukungan, serta

mengembangkan strategi dan rencana pemulihan yang sesuai. Dengan melibatkan

diri secara langsung, konselor adiksi dapat memahami kebutuhan dan tujuan klien

dengan lebih baik, serta memberikan bantuan yang spesifik dan efektif.

4.2.3 Peran Konselor Adiksi Membantu dalam Proses Rehabilitasi Sosial


Korban Penyalahgunaan NAPZA

Peran konselor adiksi dalam proses rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia sangat signifikan.

Konselor adiksi bertanggung jawab untuk memberikan dukungan, panduan, dan

pengarahan kepada individu yang sedang dalam proses pemulihan dari

penyalahgunaan NAPZA. Mereka membantu klien mengidentifikasi dan

memahami penyebab, dorongan, dan konsekuensi penyalahgunaan NAPZA, serta

membantu mereka mengembangkan strategi untuk mengatasi tantangan yang

muncul selama proses rehabilitasi.

Konselor adiksi juga berperan dalam membantu klien mengubah pola pikir

dan perilaku yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA. Melalui konseling

individu atau kelompok, mereka membantu klien memahami akar masalah yang

mendasari penyalahgunaan NAPZA dan membantu mereka mengembangkan

keterampilan coping yang sehat. Konselor adiksi juga menyediakan informasi,


72

edukasi, dan dukungan kepada klien mengenai bahaya penyalahgunaan NAPZA,

dampaknya pada kesehatan fisik dan mental, serta langkah-langkah untuk

mencegah kekambuhan.

Mereka dapat membantu klien mengakses layanan medis, program

pemulihan, dukungan keluarga, dan komunitas yang relevan. Konselor adiksi juga

dapat bekerja sama dengan tenaga medis dan tim rehabilitasi lainnya untuk

menyusun rencana rehabilitasi yang holistik dan sesuai dengan kebutuhan

individu.

Dalam proses rehabilitasi sosial, konselor adiksi juga melibatkan keluarga

klien sebagai bagian penting dalam dukungan dan pemulihan. Mereka

memberikan pemahaman kepada keluarga tentang dinamika penyalahgunaan

NAPZA, mengajarkan strategi untuk mendukung klien selama proses rehabilitasi,

serta memberikan dukungan emosional kepada keluarga dalam menghadapi

tantangan yang muncul.

Dalam mengemban peran mereka, konselor adiksi perlu memiliki

pengetahuan yang mendalam tentang penyalahgunaan NAPZA, metode

rehabilitasi, dan prinsip-prinsip konseling. Mereka juga harus mengikuti etika

profesional yang ketat, termasuk menjaga kerahasiaan informasi pribadi klien dan

menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan kepada mereka.

4.2.3.1 Proses rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA dilakukan


di Yayasan Penuai Indonesia

Masing-masing informan menjelaskan proses rehabilitasi klien di Yayasan

Penuai Indonesia dengan bahasa yang berbeda. Informan R menyebutkan bahwa:


73

“keluarga bisa survey dulu melalui staf disini seperti administrasi, marketing,
karena itukan setelah dia survey keluarga bisa memutuskan bisa ditempatkan
ditempat ini,proses penjemputannya bisa diantar keluarga bisa juga dijemput oleh
staf dari yayasan, setelah datang langsung masuk ruang observasi selama 7 hari
dengan melihat perkembangan kondisi klien, setelah itu bisa bergabung dengan
family menjalankan program, dan menjalankan pemulihan dengan aturan dan
disiplin yang ada disini”

Proses ini memberikan kesempatan bagi keluarga untuk mengumpulkan

informasi, mempersiapkan penempatan klien, serta memastikan klien bergabung

dengan keluarga dan menjalankan program pemulihan dengan aturan yang

ditetapkan.

Dan informan M juga menyebutkan hal yang berbeda, bahwa :


“hmm mulai dari penerimaan dulu, observasi melihat perkembangan klien,
konsultasi dengan psikiater, baru kita lakukan skrining awal untuk
mengidentifikasi pemakaian nya apa aja dan mencari informasi dengan keluarga,
baru kita masukin dalam program, itu selama 6-8 bulan itu fase primary, dan 8-12
bulan itu fase re entry”

Beberapa tahapan dalam proses pelayanan rehabilitasi klien. Pertama,

dimulai dengan tahap penerimaan di mana klien diterima di lembaga rehabilitasi.

Selanjutnya, dilakukan observasi untuk memantau perkembangan klien,

konsultasi dengan psikiater, dan melakukan screening awal untuk

mengidentifikasi jenis penggunaan dan mendapatkan informasi dari keluarga.

tahapan-tahapan tersebut meliputi penerimaan, observasi, konsultasi dengan

psikiater, screening awal, masuk dalam program rehabilitasi, fase primary, dan

fase re-entry. Setiap tahapan memiliki peran penting dalam membantu klien dalam

pemulihan dari penyalahgunaan NAPZA.

Informan AS juga menyebutkan perihal ini, yaitu :


74

“oke, mulai dari penerimaan, screening, intake, pengenalan program terhadap


keluarga, asesmen, lalu ada rencana rawatan dulu baru setelah itu pelaksanaan
program dan yang terakhir baru ke terminasi dan fase paling panjang ya di
intervensi itu”

Tahapan yang dijelaskan oleh informan AS dimaksudkan bahwa tahapan-

tahapan tersebut membentuk rangkaian proses pelayanan rehabilitasi yang

komprehensif untuk membantu klien dalam mengatasi masalah penyalahgunaan

dan mencapai pemulihan yang berkelanjutan

4.2.3.2 Hal-hal yang dilakukan konselor adiksi untuk membantu korban


penyalahgunaan NAPZA dalam proses rehabilitasi sosial

Pada aspek ini, masing-masing informan memberikan tanggapan yang

berbeda yaitu dimulai dari informan R menyebutkan bahwa :

“melakukan asesmen, membantu menggali masalah, memfasilitasi apa yg kalian


butuhkan, memberikan konseling tentunya dan juga membantu membuat rencana
kedepannya setelah keluar dari sini”

Konselor adiksi melibatkan diri dalam asesmen, menggali masalah,

memfasilitasi kebutuhan klien, memberikan konseling, dan membantu klien dalam

merencanakan masa depan setelah rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah

membantu klien dalam mencapai pemulihan yang berkelanjutan dan

mengembangkan strategi untuk menjalani kehidupan yang lebih baik setelah

melewati pengalaman penyalahgunaan.

Adapun informan M mengatakan bahwa :

“melakukan asesmen, membantu menggali masalah, memfasilitasi apa yg kalian


butuhkan, memberikan konseling tentunya dan juga membantu membuat rencana
kedepannya setelah keluar dari sini”
75

Peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi. Konselor adiksi

melakukan asesmen untuk mengevaluasi kondisi klien dan membantu menggali

masalah yang dihadapinya. Selain itu, konselor adiksi memfasilitasi pemenuhan

kebutuhan klien dan memberikan konseling yang diperlukan. Selanjutnya,

konselor adiksi juga membantu klien dalam merencanakan masa depan setelah

keluar dari lembaga rehabilitasi. Dengan demikian, peran konselor adiksi meliputi

asesmen, penggalian masalah, fasilitasi kebutuhan, konseling, dan pembuatan

rencana untuk membantu klien dalam proses pemulihan.

Sedangkan, informan AS mengatakan bahwa :

“melakukan konseling, pendampingan medical, membantu menggali masalah,


memfasilitasi klien terhadap kebutuhan klien, memastikan fasilitas dan suasana yg
nyaman dan aman untuk pemulihan, tidak adanya pelanggaran cardinal rules
seperti kekerasan, NAPZA”

Tugas konselor adiksi meliputi konseling, pendampingan medis,

penggalian masalah, fasilitasi kebutuhan, memastikan fasilitas yang nyaman dan

aman, serta menjaga agar tidak ada pelanggaran terhadap prinsip-prinsip penting

seperti kekerasan dan NAPZA

4.2.3.3 Strategi konselor adiksi membantu korban penyalahgunaan NAPZA dalam


memahami penyebab dan akar masalah klien

Strategi konselor adiksi dalam memahami penyebab dan akar masalah


klien itu berdasarkan kemampuan dari konselor adiksi itu sendiri. Informan R
menerangkan bahwa :

“kalau saya, lihat dulu pas datang sampai dia bergabung, liat perkembangannya
selama 1-2 bulan seperti perilaku dan tingkah lakunya, biarkan saja dulu agar
terlihat permasalahannya apa, lalu juga ada pembelajaran atas insiden yang
dilakukan, mulai dari minim dulu seperti tulis menulis sampai yang berat seperti
76

aktivitas fisik, lalu konseling, dengan sendirinya juga dia bakal cerita sendiri, liat
juga kepribadiannya tertutup apa terbuka, dengan pendekatan program pendekatan
ke mereka dan juga konseling”

Dengan pendekatan program dan konseling, konselor adiksi berusaha

memahami dan membantu klien dalam mengatasi masalahnya. Pendekatan ini

melibatkan pengamatan perkembangan, pembelajaran, konseling, serta

pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.

Sedangkan menurut informan M, menjelaskan bahwa :

“mencari akar permasalah terlebih dahulu, kita membuka pikiran klien bagaimana
solusinya agar permasalahan ini bisa terselesaikan”

Adapun penjelasan dari informan AS, bahwa :

“oke, yang pertama adalah membina kepercayaan atau trust building, kita
metodenya tetap tidak melewati batas-batas etika, tidak melanggar peraturan yg
ada, ini dilakukan agar klien percaya dan nyaman cerita ke kita teorinya seperti
itu, tapi kalau praktek nya tentu dengan cara-cara kita sendiri menambahkannya
seperti genuine, warm dan lain sebagainya”

4.2.3.4 Metode atau teknik yang biasa digunakan konselor adiksi untuk membantu
korban penyalahgunaan NAPZA dalam mengatasi kecanduan klien

Menjawab pertanyaan penelitian ini, informan R mengatakan bahwa :

“ya metode ny salah satu juga yaitu ikuti program, copying skill, menghindari
kebosanan terhadap kebiasaan selama disini, lalu kita kasih seminar karna ga bisa
lepas kita harus pake, selebihnya ya pintar-pintar kita, diajakin ngobrol, ngerokok,
pasti ada aja mereka cerita curhat gitu”

Berbeda pula dengan apa yang dikatakan informan M, yaitu :

“kita konsultasi dengan perawat lalu ke psikiater lalu dia memberikan obat, kita
memastikan obat itu diminum oleh klien sesuai jam yg diberikan psikiater”
77

Pernyataan dari kedua informasi tersebut juga berbeda dengan apa yang

dikatakan oleh informan AS, yaitu :

“untuk kecanduan ya tekniknya ada edukasi terkait NAPZA dan adiksi lalu ada
membantu klien mencari tujuan hidup, membangkitakan harapan lalu ada teknik
CBT relapse prevention saya ajarkan lalu ada teknik REBT, lalu pada akhirnya
memberikan edukasi bahwa hidup ini adalah pilihan dia dan pastikan dia memilih
yang benar, memberikan motivasi hidup dimana semua itu dengan tujuan menjaga
pemulihannya”

4.2.3.5 Teknik yang digunakan konselor adiksi membantu korban penyalahgunaan


NAPZA dalam merencanakan dan mencapai tujuan klien setelah selesai
melakukan rehabilitasi sosial

Teknik yang digunakan konselor adiksi dalam membantu klien

merencanakan dan mencapai tujuan setelah keluar dari rumah rehabilitasi,

informan R menerangkan bahwa :

“jadi contoh emosi, teori nya agak sulit, jadi enak praktek langsung, berikan
pembelajaran dulu baru setelah dia sadar baru kita cari solusi, faktor yg sulit
dinasehati, merasa diri nya benar, itu yg harus dia bisa kendalikan sendiri, pertama
itu dengan berdoa meminta kepada tuhan untuk pulih jadi lebih baik, terus
rencanamu kedepan mau apa, bereskan dulu isu diri nya yg emosi tadi contohnya,
berikan juga treat yang benar agar dia bisa percaya sama kita yg konselor adiksi
ini”

Pernyataan dari informan R tersebut juga didukung oleh pernyataan dari

informan M, yaitu :

“melakukan treatment plant dan sesudahnya kita lakukan home visit atau kontak
dengan keluarganya”

Sedangkan informasi berbeda juga disampaikan oleh informan AS :

“pemulihan itu seumur hidup makanya dibekali tadi diajarkan teknik untuk
dibawa keluar karena dia akan terus berjuang lagi. Dan teknik tadi juga
digunakan dalam merencanakan tujuan klien setelah menjalani program disini”
78

Semua pernyataan yang dikatakan oleh informan itu merupakan


serangkaian teknik yang digunakan dalam membantu klien mencari tujuan hidup
setelah keluar dari rumah pemulihan.
4.2.4 Peran Konselor Adiksi Dianggap Penting dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA

Peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia dianggap sangat penting.

Konselor adiksi memiliki peran yang signifikan dalam membantu individu yang

terkena dampak penyalahgunaan NAPZA untuk pulih secara fisik, mental, dan

sosial. Mereka membantu klien dalam mengidentifikasi dan memahami penyebab

serta konsekuensi dari penyalahgunaan NAPZA, serta memberikan dukungan

emosional dan panduan dalam mengatasi tantangan yang muncul selama proses

rehabilitasi.

4.2.4.1 Peran konselor adiksi yang dianggap sangat penting dalam membantu
korban penyalahgunaan NAPZA dalam proses rehabilitasi sosial

Pada sub pertanyaaan penelitian ini, setiap informan memberikan pendapat

yang berbeda-beda. Salah satunya informan R menjelaskan bahwa:

“karna kan jelas datang kesini dia ada pendamping kan pengganti orang tua, kita
jadi tempat cerita, disaat dia mengalami penurunan semangat dalam rehabilitasi,
dia pendek dia gabisa cerita nah disitulah saya masuk sebagai konselor adiksi,
minimal masalah dia saya bantu selesaikan. Kalo ga ada konselor adiksi juga
rehabilitasi ga akan berjalan juga. Jadi intinya sangat penting ya”

Adapun pernyataan yang berbeda juga dijelaskan oleh informan M, yaitu :

“ya karena konselor adiksi disini sangat membantu klien dalam menemukan
permasalahannya serta membantu mencari solusi juga atas permasalahan yg
dialami klien dan juga jembatan antara klien dengan keluarganya. Konselor adiksi
ini lebih cenderung orang yg mengerti apa itu adiksi kita memahami apa yg
79

dirasakan klien jadi kita bisa menjiwai klien itu dan berikan motivasi kepada
klien”

Informan AS juga memberikan pernyataan yang berbeda terkait itu.

“ya karena paling sering komunikasi dengan klien, saat klien susah, kendala, dan
bercerita kepada konselor adiksi kalo dulu kan ke ibunya, dan selama disini ya ke
kita ajaa”

4.2.4.2 Cara konselor adiksi dapat membantu korban penyalahgunaan NAPZA


dalam merubah perilaku buruk mereka menjadi perilaku yang lebih positif
dan sehat

Informan R menjelaskan mengenai caranya dalam membantu klien

merubah perilaku buruk menjadi perilaku yang lebih baik, bahwa:

“nah itu tadi, kita lihat perkembangan masalah dia ya kita berikan terapi yang
menurut dia ga terlalu berat, jangan berikan pembelajaran yang tidak sesuai
dengan isu dia karna ga akan membantu dia sama aja memberatkan dia, berikan
sesuai kemampuan dia pasti nanti dia akan berkembang dengan sendirinya.”

Sedangkan informan M mengatakan hal yang berbeda mengenai itu, yaitu:

“melalui konfrontasi terus pemberian outcome agar mendapatkan input yg lebih


positif ya, melakukan konseling kenapa sih kamu melakukan hal ini berulang-
ulang, kalau memang itu perilaku yang buruk kenapa nggak berubah ke lebih
baik”

Berdasarkan pernyataan dari informan M, informan AS menambahkan


bahwa:

“yang dilakukan konselor adiksi yang melakukan screening, pemberian outcome,


memberikan treatmen plant karna bukan cuman sekali aja itu selalu diberikan, lalu
ada konfrontasi”

Informan M dan AS memberikan pendapat yang sama mengenai hal

tersebut, berbeda dengan yang diungkapkan oleh informan R.


80

4.2.4.3 Kontribusi terbesar yang diberikan oleh konselor adiksi dalam membantu
korban penyalahgunaan NAPZA dalam mencapai tujuan mereka selama
proses rehabilitasi sosial

Kontribusi terbesar yang diberikan oleh informan R terhadap kliennya

yaitu informan R mengatakan bahwa:

“yaa kontribusi sii selalu bisa mendampingi klien setiap kapanpun mereka butuh
nah itu juga tanggung jawab saya buat klien itu sendiri, dan saya juga bisa
membantu menyelesaikan isu yg ada pada mereka dan mereka bisa berkembang
dengan sendirinya berdasarkan pembelajaran yang saya berikan yang akhirnya
saya bangga kalo klien saya bisa berubah isu negatifnya menjadi isu positifnya
jadi gitu”

Menurut informan M, kontribusi terbesar yang diberikannya kepada klien

yaitu:

“ya klien dapat menjalani hidup normal dan dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, memberikan motivasi, dukungan, support, penanganan masalah, lebih
cenderung ke situ sih”

Informan AS juga memberikan pernyataan mengenai kontribusi terbesar

kepada klien, bahwa:

“kontribusi terbesar hmm membantu pemulihan hubungan dengan keluarga,


membantu klien mencari tujuan hidupnya”

4.2.4.4 Pendapat konselor adiksi tentang yang harus dilakukan untuk


meningkatkan peran dan kualitas konselor adiksi dalam membantu korban
penyalahgunaan NAPZA dalam proses rehabilitasi sosial di Yayasan
Penuai Indonesia

Informan R berpendapat mengenai peran konselor adiksi untuk

meningkatkan kualitasnya dalam memberikan pelayanan kepada klien, bahwa :


81

“kita harus masuk tepat waktu, sesama siapapun terutama antar staf kita harus
saling bisa menghargai, mempunyai sopan santun, berikan greeting, dibalik itu
meningkatkan juga kualitas di dalam lembaga sebagai konselor adiksi, disaat kita
bisa menangani suatu masalah dalam tanggung jawab kita bisa sharing dengan staf
yang lain, tujuannya supaya apa yg kita lakukan untuk klien agar tidak salah
langkah, memecahkan suatu permasalahan”

Sedangkan informan M berpendapat bahwa :

“mengikuti pelatihan juga update materi baru untuk membantu pelayanan sebagai
konselor adiksi. Materi juga didapatkan dari BNN dan juga internal trainer yaitu
bro Andre sendiri, dan juga melakukan case conference untuk pemecahan
masalah”

Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh informan AS, yaitu:

“okee, menambah pengetahuan terus menerus, meningkatkan kompetensi melalui


sertifikasi, dan disini belum semua konselor adiksi bersertifikasi, harus ada
sertifikasi SNI dari BNN, kemensos, IKAI, ICAP dan banyak lagi, salah satu saja
harus mengikuti pelatihan agar mendapatkan sertifikasi SNI tadi”.

4.2.5 Waktu Konselor Adiksi Harus Terlibat dalam Proses Pelayanan


Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA

Waktu konselor adiksi harus terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia sangatlah

bervariasi tergantung pada kebutuhan dan kompleksitas kasus individu. Konselor

adiksi harus siap meluangkan waktu yang cukup untuk melakukan evaluasi awal

terhadap klien dan merencanakan program rehabilitasi yang sesuai.

Selain itu, konselor adiksi juga harus memperhatikan jadwal sesi konseling

individu atau kelompok yang berkaitan dengan pemulihan korban penyalahgunaan

NAPZA. Sesi konseling biasanya dilakukan secara teratur, baik mingguan atau

bulanan, tergantung pada kebutuhan dan kemajuan klien dalam proses rehabilitasi.
82

Konselor adiksi juga harus tersedia untuk memberikan dukungan dan bimbingan

saat klien menghadapi tantangan dan kekambuhan yang mungkin terjadi.

Selain waktu yang dihabiskan untuk sesi konseling, konselor adiksi juga

harus menyediakan waktu untuk berkoordinasi dengan tim rehabilitasi lainnya di

Yayasan Penuai Indonesia. Mereka perlu berdiskusi dan berkolaborasi dengan

dokter, psikolog, pekerja sosial, dan tenaga medis lainnya untuk merancang dan

melaksanakan program rehabilitasi yang terintegrasi dan holistik.

Selama proses rehabilitasi sosial, konselor adiksi juga harus menyediakan

waktu untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kemajuan klien.

Mereka harus memantau perkembangan klien dalam mencapai tujuan rehabilitasi,

mengukur tingkat keberhasilan, serta menyesuaikan program dan strategi yang

digunakan jika diperlukan.

Secara keseluruhan, konselor adiksi harus mengalokasikan waktu yang

memadai dan fleksibel untuk terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi sosial

korban penyalahgunaan NAPZA. Waktu yang dihabiskan oleh konselor adiksi

dalam pelayanan ini adalah kunci dalam membantu klien untuk pulih secara fisik,

mental, dan sosial, serta menghindari kekambuhan.

4.2.5.1 Waktu yang tepat untuk konselor adiksi terlibat dalam proses rehabilitasi
sosial

Informan R menerangkan mengenai waktu yang tepat untuk konselor

adiksi terlibat dalam proses rehabilitasi yaitu :


83

“.jadi waktu yang tepat ya di saat klien datang baru bisa kita turun tangan buat
klien kita rancang semua rencana pemulihan klien jadi yaa saat klien baru datang
kita bisa tangani langsung”

Informan M juga menjelaskan hal yang berbeda, bahwa :

“saat melakukan konseling, dari awal masuk sampai akhir itu juga proses dan
mereka melakukan program dan klien mengalami masalah kita ikut membantu
menyelesaikan masalah, lebih intens di waktu konseling”

Mengenai pertanyaan tersebut, informan AS menjelaskan dengan singkat

dan jelas, yaitu:

“tentu saja saat dilibatkan dalam program”

Setiap informan memberikan pernyataan yang berbeda-beda mengenai hal

tersebut.

4.2.5.2 Cara seorang konselor adiksi menentukan kapan waktu yang tepat untuk
terlibat dalam proses rehabilitasi sosial untuk korban penyalahgunaan
NAPZA

Cara informan R menentukan kapan waktu yang tepat untuk terlibat dalam

proses rehabilitasi dikatakan oleh informan itu sendiri, bahwa :

“biasanya setelah melihat kondisi klien setelah keluar dari ruangan observasi dan
berhubungan dengan family menjalankan program pemulihan, kita gali
permasalahannya baru bisa kita tentukan waktu yang tepat buat buat mengolah
klien”

Hal yang berbeda juga diberikan oleh informan M yaitu :

“. kalau klien melakukan blocking ya kita harus bisa membaca pemahaman dulu
tujuan direhab apa sih, untuk kebaikan dia atau keluarga, jadi intinya penentuan
waktu itu berdasarkan kesiapan klien”
84

Informan AS memberikan pendapat yang berbeda dari dua informan

lainnya, bahwa :

“waktu itu sudah ditentukan dan diatur oleh yayasan tentang kapan waktu
terlibatnya dengan klien, itu salah satu value, ibiden, patuh pada atasan dan harus
kita patuhi”

4.2.5.3 Cara konselor adiksi menentukan waktu terlibatnya dalam proses


rehabilitasi sosial untuk korban dengan tingkat keparahan ketergantungan
yang berbeda-beda

Mengenai pertanyaan ini, informan R merasa sedikit kebingungan, namun

beliau menjelaskan bahwa :

“butuh waktu sekitar 3 minggu untuk melihat kondisi klien kepada keluarga,
teman ataupun lingkungan mereka, kita tanya ada apa dikeluarga, di sekolah atau
lingkungan kerja, ohh seperti ini tingkat keparahannya, jadi kalau parah kita bisa
sarankan untuk menjalankan program selama 12 bulan, dan sedang itu bisa 6-9
bulan dan ringan ya 3-6 bulan”

Sedangkan informan M mengatakan bahwa :

“kalau klien melakukan blocking ya kita harus bisa membaca pemahaman dulu
tujuan direhab apa sih, untuk kebaikan dia atau keluarga, jadi intinya penentuan
waktu itu berdasarkan kesiapan klien”

Informan AS berpendapat bahwa :

“ya dari awal memang sudah harus terlibat apapun situasinya. Kalo konteksnya
rawat inap itu berhenti total kann, kalo seminggu dua minggu ya jadi clean, yang
tepat yaa saat dia tidak lagi menggunakan NAPZA atau tidak dalam pengaruh zat.
Kita equal ya samaa, apapun latar belakangnya kita tidak bedain sama ajaa
intervensinya cuman yg membedakan ya perilaku buruknya tadi, tentu saja itu
intervensinya berbeda, tapi kalo soal putus zat ya itu perlakuannya sama saja
kepada klien”

4.2.5.4 Lama proses konseling yang dilakukan konselor adiksi dalam pelayanan
rehabilitasi sosial
85

Jawaban atas pertanyaan ini bahwa rata-rata waktu yang dibutuh dalam

proses konseling yaitu 30-60 menit saja. Informan R dan informan M menjelaskan

hal yang sama bahwa :

“30-60 menit tergantung permasalahan klien, situasional sii, makanya dibutuhkan


juga persiapan dari konselor adiksi itu sendiri”

Informan AS menambahkan sedikit bahwa :

“okee, lama proses konseling yang paling ideal itu 45-60 menit. Tergantung
kebutuhan klien juga, contoh aja kalo kita ke psikolog itu menurut mereka
idealnya cuman 20 menit nah disini kita beda.”

Pada umumnya, proses rehabilitasi memakan waktu sekitar 30-60 menit

sekali konseling.

4.2.5.5 Peran konselor adiksi dapat membantu korban mencapai hasil rehabilitasi
sosial yang lebih cepat dengan terlibat pada waktu yang tepat dalam proses
rehabilitasi sosial

Informan R menerangkan bahwa :

“saat mengetahui permasalahan klien kita bisa langsung rencanain treatment plant
buat mereka agar waktu tidak terbuang sia-sia, jadi semakin cepat kita turun ke
klien ya semakin bagus juga buat perkembangan kondisi klien”

Hal yang berbeda diungkapkan oleh informan M, yaitu :

“yaa dalam melakukan pemantauan atas perilaku klien komunikasi dengan


keluarganya, selama dia belum bisa merubah perilaku kedisiplinannya, dan dia
belum mempunyai tujuan yang jelas kedepannya nanti itu belum bisa dibilang
pelaksanaannya cepat, kembali lagi ke orangnya dan kesiapan dari keluarga juga”

Sedangkan informan AS berpendapat bahwa :


86

“semuanya equal atau disamaratakan tidak ada bedanya, cepat atau tidaknya itu
tentunya tergantung dari klien juga apakah klien berniat ingin pulih dan berubah
menjadi lebih baik”

4.2.6 Efektivitas Peran Konselor Adiksi dalam Proses Pelayanan


Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA

Efektivitas peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial

korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia merupakan aspek

yang sangat penting untuk dipahami. Konselor adiksi memiliki peran krusial

dalam membantu individu yang terkena dampak penyalahgunaan NAPZA untuk

pulih secara fisik, mental, dan sosial. Dengan pendekatan yang terarah dan

komprehensif, konselor adiksi dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi

klien mereka.

Konselor adiksi membantu klien dalam mengidentifikasi penyebab dan

konsekuensi penyalahgunaan NAPZA serta mengembangkan strategi untuk

mengatasi tantangan yang muncul selama proses rehabilitasi. Dengan konseling

individu atau kelompok, mereka membantu klien untuk memahami akar masalah

yang mendasari penyalahgunaan NAPZA dan membantu mereka mengembangkan

keterampilan coping yang sehat. Pendekatan ini dapat membantu mengubah pola

pikir dan perilaku negatif yang terkait dengan penyalahgunaan NAPZA.

Selain itu, konselor adiksi juga berperan dalam menyediakan informasi,

edukasi, dan dukungan kepada klien mengenai bahaya penyalahgunaan NAPZA,

dampaknya pada kesehatan fisik dan mental, serta langkah-langkah untuk

mencegah kekambuhan. Dengan memberikan pemahaman yang komprehensif,


87

konselor adiksi membantu klien untuk membuat keputusan yang lebih baik terkait

gaya hidup yang sehat dan menghindari situasi yang dapat memicu

penyalahgunaan NAPZA.

Kolaborasi antara konselor adiksi, tim rehabilitasi, dan keluarga klien juga

berperan penting dalam meningkatkan efektivitas pelayanan rehabilitasi. Konselor

adiksi bekerja sama dengan tim rehabilitasi untuk merancang program pemulihan

yang terintegrasi dan sesuai dengan kebutuhan individu. Selain itu, melibatkan

keluarga klien membantu dalam menciptakan lingkungan dukungan yang positif

dan membantu klien dalam proses pemulihan mereka.

Dalam upaya meningkatkan efektivitas peran konselor adiksi, penting

untuk terus melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap kemajuan klien.

Dengan melakukan penilaian yang berkesinambungan, konselor adiksi dapat

menyesuaikan pendekatan dan strategi yang digunakan sesuai dengan perubahan

kebutuhan klien.

Secara keseluruhan, efektivitas peran konselor adiksi dalam pelayanan

rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia

memiliki dampak yang penting dalam membantu individu untuk pulih dan

mencegah kekambuhan. Melalui pendekatan yang terarah, konselor adiksi dapat

memberikan dukungan emosional, bimbingan, dan perencanaan yang membantu

klien dalam mengatasi tantangan yang terkait dengan penyalahgunaan NAPZA.

4.2.6.1 Efektivitas peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial untuk
korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia menurut
konselor adiksi
88

Informan R menjelaskan mengenai efektivitas peran konselor adiksi yaitu

“yang sudah saya jelaskan tadi di awal kalo buat saya ya 70 berhasil 30 tidak,
kenapa begitu, karena sebanyak apapun konselor adiksi memberikan bantuan klo
dia nya nggak ada niat buat berubah ya sama aja boong, ga ada gunanya mereka
kesini, gitu”

Hal berbeda disampaikan oleh informan M, bahwa :

“pastinya belum terlalu efektif karena masih banyak skill yang harus kita
kembangkan sebagai konselor adiksi dalam melakukan pelayanan, dan juga disini
kita kekurangan SDM yang mendukung dalam pelayanan ini itu menyebabkan
kita masih harus terus belajar mengenai penanganan klien itu”

Sedangkan informan AS mengatakan hal yang berbeda juga, yaitu :

“kurang efektif, karena kita multifungsi, gini ya, fokus kita terpecah karena
dituntut harus bisa segala layanan, dan tidak ada pelatihan untuk multifungsi
tersebut, capek kita sebenarnya, konselor adiksi itu kerjaannya cuman konseling
sajaa, hanya konseling, bukan yang lain, kembali lagi biaya untuk setiap orang
melakukan sesuai pekerjaan itu yaa sangat banyak, ya jadi harus gimana kan, ya
anggaran sih sebenarnya”

4.2.6.2 Peran penting dukungan konselor adiksi dalam proses rehabilitasi sosial
bagi klien yang mengalami ketergantungan NAPZA

Peran penting konselor adiksi dalam proses rehabilitasi klien dijelaskan

oleh informan R, bahwa :

“karna kan jelas datang kesini dia ada pendamping kan pengganti orang tua, kita
jadi tempat cerita, disaat dia mengalami penurunan semangat dalam rehabilitasi,
dia pendek dia gabisa cerita nah disitulah saya masuk sebagai konselor adiksi,
minimal masalah dia saya bantu selesaikan. Kalo ga ada konselor adiksi juga
rehabilitasi ga akan berjalan juga. Jadi intinya sangat penting ya”

Informan M dan informan AS menjelaskan juga hal yang sama, bahwa :

“saat melakukan konseling, dari awal masuk sampai akhir itu juga proses dan
mereka melakukan program dan klien mengalami masalah kita ikut membantu
menyelesaikan masalah, lebih intens di waktu konseling”
89

4.2.6.3 Keterkaitan tenaga profesional terkait, seperti dokter, perawat, dan


psikolog, dalam efektivitas peran konselor adiksi dalam pelayanan
rehabilitasi sosial untuk korban penyalahgunaan NAPZA

Informan R menjelaskan bahwa :

“karna kalo dokter psikiater kan klien juga ada konsumsi obat buat penenang gitu
ya harus diawasi terus sama psikiater, makanya sangat penting juga peran
psikiater dalam membantu menangani klien disini dan saya sbg konselor adiksi
juga bisa belajar dari psikiater itu sendiri”

Informan M menerangkan hal yang berbeda, yaitu :

“yaa konselor adiksi ini tidak memiliki kapasitas dalam keperawatan, kedokteran,
kalo diluar kapasitas ya kenapa tidak diberikan ke profesional, kita hanya
memfasilitasi klien dengan psikiater, dokter maupun perawat”

Sedangkan hal berbeda disampaikan oleh informan AS :

“sangat penting dalam efektifitas pelayanan saya sebagai konselor adiksi jadi saya
tidak malpraktek, misal disuruh suntik saya tidak tahu jadinya malah malpraktek
nanti”

4.2.6.4 Cara konselor adiksi mengevaluasi efektivitas peran mereka dalam


pelayanan rehabilitasi sosial untuk korban penyalahgunaan NAPZA di
Yayasan Penuai Indonesia

Setiap informan yang merupakan konselor adiksi memberikan cara yang

berbeda-beda dalam mengevaluasi peran mereka dalam memberikan pelayanan.

Informan R menjelaskan bahwa :

“ya seperti tadi, kita mendampingi dia dari nol sampai keluar dari sini dan begitu
banyak klien yg sudah saya tangani dan kebanyakan yaa 70 persen berhasil 30 ny
ya jalani sendiri, dari sini saja kita bisa tau kan”
90

Adapun pendapat dari informan M menjelaskan bahwa :

“melalui case conference setiap minggu yg dihadiri oleh all staf dan koordinator
divisi”

Hal berbeda diungkapkan juga oleh informan AS, mengatakan :

“oke, karena masih ada ketidak fokusan layanan, sekarang banyak program yang
dari kemensos yang akan memecah fokus kita untuk menjadi konselor adiksi,
semakin tidak efektif sekarang ini karena dituntut banyak hal tapi tidak ada
pelatihan kaya gitu jadinya kita kurang memahami apa yang akan kita lakukan
nantinya”

4.2.6.5 Cara konselor adiksi dan tenaga profesional terkait dapat bekerja sama
untuk meningkatkan efektivitas pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban
penyalahgunaan NAPZA

Mengenai pertanyaan ini, setiap informan memberikan hal yang hampir

sama semuanya. Informan R menerangkan bahwa :

“yaa selalu berkoordinasi juga sama orang2 itu karena kita juga ga bisa jalan
sendiri kann kita ga terlalu paham sama obat2an dan sebagainya jadi harus ada
pendampingan dari psikiater juga”

Demikian pula dengan informan M, menjelaskan juga bahwa :

“sebagai fasilitator saja dalam menghubungkan klien dengan profesional terkait”

Dan informan AS mengatakan hal yang berbeda bahwa :

“contohnya saat klien sakit, saya hubungi perawatnya untuk memeriksa dan
disarankan untuk beli obat atau disarankan ke dokter berdasarkan keluhan mereka,
contohnya seperti itu”

4.2.7 Tempat Konselor Adiksi Melaksanakan Perannya dalam Proses


Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA
91

Tempat konselor adiksi melaksanakan perannya dalam pelayanan

rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia

dapat mencakup beberapa lokasi yang relevan. Pertama, konselor adiksi dapat

melaksanakan sesi konseling individu atau kelompok di ruang konseling yang

disediakan oleh yayasan. Ruang konseling yang nyaman dan terpisah membantu

menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi klien untuk berbicara

terbuka tentang pengalaman mereka terkait penyalahgunaan NAPZA.

Selain itu, konselor adiksi juga dapat melaksanakan perannya di area atau

ruang terapi khusus. Misalnya, terapi seni atau terapi olahraga dapat dilakukan di

ruang yang dirancang khusus untuk aktivitas tersebut. Terapi ini memberikan cara

alternatif bagi klien untuk mengekspresikan diri, mengurangi stres, dan

membangun keterampilan yang diperlukan dalam proses rehabilitasi.

Selain ruang konseling dan ruang terapi khusus, konselor adiksi juga dapat

bekerja di area lain di Yayasan Penuai Indonesia. Mereka mungkin berkolaborasi

dengan tim rehabilitasi, seperti dokter, psikolog, dan pekerja sosial, dalam ruang

rapat atau ruang kerja bersama untuk merancang program rehabilitasi yang

terintegrasi. Kolaborasi ini penting dalam menciptakan pendekatan holistik dan

menyeluruh dalam memulihkan klien.

Selain ruang fisik, konselor adiksi juga dapat melaksanakan perannya di

luar lingkungan yayasan. Mereka dapat terlibat dalam kegiatan di komunitas atau

melakukan kunjungan rumah untuk memberikan dukungan yang lebih personal

kepada klien. Melalui interaksi di luar tempat yayasan, konselor adiksi dapat
92

membantu klien dalam menghadapi situasi nyata yang dapat memicu

penyalahgunaan NAPZA dan memberikan bimbingan yang relevan.

Secara keseluruhan, tempat konselor adiksi melaksanakan perannya dalam

pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai

Indonesia mencakup ruang konseling, ruang terapi khusus, ruang kerja bersama

dengan tim rehabilitasi, serta interaksi di komunitas atau kunjungan rumah.

Pemilihan tempat yang sesuai dan mendukung memainkan peran penting dalam

menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pemulihan klien dan memberikan

pelayanan yang efektif.

4.3.6.1 Tempat konselor adiksi bertemu dengan korban penyalahgunaan NAPZA


yang sedang dalam proses rehabilitasi

Pada pertanyaan ini, informan R menjelaskan bahwa :

“. yaa setiap hari ya di facility, kayak ruang konseling yaa dimana aja klien bisa
bercerita”

Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh informan M, yaitu :

“ruangan observasi dulu saat screening awal, kalo udah masuk program maka kita
melaksanakan kegiatan ya di facility, ada ruang konseling, serta rumah
pemulihan”

Informan AS tentunya juga mempunyai pernyataan yang sama, yaitu :

“di semua facility tempatnya, apa yang bisa diakses oleh klien ya maka disanalah
terjadi interaksi antara klien dengan konselor adiksi”

Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi serta dokumentasi oleh peneliti
yang tercantum pada bagian lampiran
93

4.2.7.2 Bentuk fasilitas dan ruang yang tersedia di Yayasan Penuai Indonesia yang
digunakan konselor adiksi dalam menjalankan perannya dalam pelayanan
rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA

Tentunya pada pertanyaan ini, semua informan memberikan pernyataan

yang sama, peneliti mengambil contoh dari informan AS, bahwa :

“ee ruang edukasi, ruang makan, ruang olahraga, kolam renang karena itu tetapi
juga jadi semakin klien itu sehat semakin dia merasa bahagia, ada juga gazebo
buat ngeroko, ruang ibadah, lapangan terbukaa adaa jugaa, itulah ruangan-
ruangannya”

4.2.7.3 Bentuk ruang khusus di Yayasan Penuai Indonesia yang digunakan


konselor adiksi untuk memberikan edukasi dan pelatihan kepada korban
penyalahgunaan NAPZA

Pada pertanyaan ini, semua informan juga menjelaskan hal yang sama,

contohnya informan AS menjelaskan bahwa :

“ada ruangan khusus jugaa, RSG namanya, ruang serbaguna tapi klo utk individu
ya ruang konseling sih biasanya”

4.2.7.4 Strategi konselor adiksi membantu korban penyalahgunaan NAPZA untuk


menemukan tempat atau lingkungan yang aman dan mendukung setelah
proses rehabilitasi sosial selesai

Strategi konselor adiksi dalam pemilihan tempat yang nyaman untuk klien

itu berbeda setiap informannya. Informan R menerangkan bahwa :

“kita harus liat kenyamanan klien, contoh klien mau merokok ya kita sarankan
untuk di gazebo, nyari senyaman mungkin buat klien cerita, klo tulis menulis ya
di SRG, kalo seminar itu ya di USG juga bisa”

Sedangkan informan M mengatakan bahwa :


94

“ya karena kenapa memilih konseling contohnya yaitu konseling itu sifatnya
privasi yang tidak boleh diketahui oleh orang lain dan juga keinginan serta
kenyamanan dari klien itu juga”

Pendapat menarik dari informan AS mengenai hal itu adalah :

“kalo saya memilih itu dulu karena ruangan itu kaca dan bisa dipantau dari luar,
tatanan nya sudah dikondisikan juga jadi akses keluar gampang, seandai konselor
adiksi atau klien nggak nyaman bisa langsung keluar, jadi pada tatanan khusus
juga, bisa ngasih kode juga kalo ada bahaya jadi ruangan itu sifatnya rahasia agar
klien merasa nyaman dan tidak didengar oleh orang lain”

4.2.7.5 Bentuk dukungan dari konselor adiksi dalam memfasilitasi korban


penyalahgunaan NAPZA untuk menghadiri pertemuan atau acara yang
berhubungan dengan pencegahan dan rehabilitasi sosial di luar Yayasan
Penuai Indonesia

Mengenai pertanyaan ini, peneliti menemukan bahwa belum ada program

seperti ini yang dikhususkan bagi klien untuk menghadiri pertemuan yang

berhubungan dengan rehabilitasi di luar yayasan. Ini dijelaskan oleh informan AS,

bahwa :

“yaa rujukan, informasi, tidak begitu prinsipnya disini, misal klien sudah selesai
program, terus ada pelatihan dari kemensos nah kita bisa rekomendasikan ke klien
untuk mengikuti pelatihan tersebut, hanya sekedar itu saja, untuk klien rawat inap
belum ada program seperti itu, jatuhnya itu aftercare, sebenarnya bisa saja
didukung tapi memang tidak ada undangan atau program seperti itu”

4.3 Pembahasan

4.3.1 Peran Konselor adiksi dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban


Penyalahgunaan NAPZA

Dalam Rachmawati (2018), bahwa konselor adiksi harus dapat membantu

korban untuk mengatasi masalah emosional, sosial, dan psikologis yang terkait
95

dengan kecanduan NAPZA. Konselor adiksi juga harus dapat memberikan

dukungan dan motivasi kepada korban untuk mengubah perilaku buruk dan

mengembangkan keterampilan positif yang diperlukan untuk hidup mandiri.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti, peran konselor adiksi

dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan

Indonesia sangatlah penting. Peneliti mencatat bahwa konselor adiksi memiliki

beragam peran, seperti memberikan pendampingan, melakukan konseling,

menyediakan informasi, dan membantu klien menemukan solusi untuk masalah

mereka. Meskipun ada beberapa perbedaan dalam penekanannya, pendapat dari

ketiga informan menegaskan bahwa konselor adiksi memiliki peran yang berharga

dalam mendukung proses pemulihan dan meningkatkan kualitas hidup klien yang

terkena masalah penyalahgunaan NAPZA. Ketiga informan menyoroti pentingnya

disiplin, koordinasi, dan kemampuan pengambilan keputusan dalam menjalankan

peran sebagai konselor adiksi. Selain itu, mereka juga menekankan bahwa

konselor adiksi merupakan ujung tombak dalam memberikan pelayanan langsung

kepada klien. Pemahaman ini menekankan pentingnya kerjasama tim, kualitas

pelayanan, dan tanggung jawab yang harus diemban oleh konselor adiksi dalam

membantu klien mencapai pemulihan yang optimal.

Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan penelitian terdahulu dan hasil

pengumpulan data mengenai peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia adalah

bahwa konselor adiksi memiliki beragam peran, seperti memberikan

pendampingan, melakukan konseling, menyediakan informasi, dan membantu


96

klien menemukan solusi untuk masalah mereka. Meskipun ada beberapa

perbedaan dalam penekanannya, pendapat dari ketiga informan menegaskan

bahwa konselor adiksi memiliki peran yang berharga dalam mendukung proses

pemulihan dan meningkatkan kualitas hidup klien yang terkena masalah

penyalahgunaan NAPZA. Ketiga informan menyoroti pentingnya disiplin,

koordinasi, dan kemampuan pengambilan keputusan dalam menjalankan peran

sebagai konselor adiksi.

4.3.2 Peran Konselor Adiksi Membantu dalam Proses Rehabilitasi Sosial


Korban Penyalahgunaan NAPZA

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konselor adiksi berperan penting

dalam membantu proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA.

Konselor adiksi mampu memberikan dukungan, motivasi, dan bimbingan yang

dibutuhkan oleh klien untuk mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA. Hal ini

didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya, termasuk penelitian oleh Sari,

Pertiwi, dan Sinambela (2019) serta Wahyuni dan Sari (2018).

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti, peran konselor adiksi

dalam membantu dalam proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA

di Yayasan Penuai Indonesia dicatatkan bahwa menggarisbawahi pentingnya

penggunaan metode, teknik, dan pendekatan yang holistik dalam pelayanan

rehabilitasi sosial. Edukasi tentang NAPZA dan adiksi, membantu klien

menemukan tujuan hidup, membangkitkan harapan, serta penggunaan teknik CBT

dan REBT, merupakan upaya yang dilakukan untuk membantu klien dalam
97

menjaga pemulihannya. Selain itu, kolaborasi dengan perawat dan psikiater juga

penting dalam memberikan aspek medis dan farmakologis dalam perawatan klien.

Dengan pendekatan yang komprehensif, diharapkan klien dapat memperoleh

pemulihan yang optimal dan mampu menjalani kehidupan yang sehat dan

bermakna setelah melewati masa rehabilitasi.

Dapat disimpulkan berdasarkan penelitian terdahulu dan hasil

pengumpulan data mengenai peran konselor adiksi dalam membantu dalam proses

rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia

bahwa bahwa dalam konteks rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA

di Yayasan Penuai Indonesia, terdapat serangkaian tahapan dan prosedur yang

dilibatkan. Edukasi tentang NAPZA dan adiksi, membantu klien menemukan

tujuan hidup, membangkitkan harapan, serta penggunaan teknik CBT dan REBT,

merupakan upaya yang dilakukan untuk membantu klien dalam menjaga

pemulihannya. Selain itu, kolaborasi dengan perawat dan psikiater juga penting

dalam memberikan aspek medis dan farmakologis dalam perawatan klien.

Konselor adiksi juga memainkan peran penting dalam mendukung rehabilitasi

sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA. Mereka dapat memberikan

dukungan, motivasi, dan arahan yang diperlukan untuk membantu klien mengatasi

masalah penyalahgunaan NAPZA.

4.3.3 Peran Konselor Adiksi Dianggap Penting dalam Pelayanan


Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA

Menurut Sari (2020) bahwa peran konselor adiksi sangat penting dalam

meningkatkan kualitas layanan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan NAPZA.


98

Para konselor adiksi harus mampu memahami kondisi dan kebutuhan korban,

serta menerapkan pendekatan yang tepat dan efektif dalam membantu korban

mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti, peran konselor adiksi

dianggap penting dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan

NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia adalah peran konselor adiksi dianggap

penting dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA

karena mereka memberikan pendampingan, konseling, edukasi, dan bantuan

dalam merencanakan pemulihan klien. Konselor adiksi membantu klien mengatasi

tantangan fisik, emosional, dan sosial yang muncul selama proses rehabilitasi,

memastikan pemulihan yang optimal dan mendorong perubahan positif dalam

kehidupan klien. Konselor adiksi menjadi pendamping, menyelesaikan masalah,

motivator, dan jembatan antara klien dan keluarganya. Mereka memiliki

pemahaman yang mendalam tentang adiksi dan mampu memberikan dukungan

serta pemahaman kepada klien. Kehadiran konselor adiksi memberikan ruang bagi

klien untuk berbagi cerita, mengatasi kesulitan, dan mendapatkan motivasi yang

diperlukan selama proses rehabilitasi.

Dapat disimpulkan berdasarkan penelitian terdahulu dan hasil

pengumpulan data mengenai peran konselor adiksi dianggap penting dalam

pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai

Indonesia adalah konselor adiksi harus mampu memahami kondisi dan kebutuhan

korban, serta menerapkan pendekatan yang tepat dan efektif dalam membantu

korban mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA, memberikan pendampingan,


99

konseling, edukasi, dan bantuan dalam merencanakan pemulihan klien. Konselor

adiksi membantu klien mengatasi tantangan fisik, emosional, dan sosial yang

muncul selama proses rehabilitasi, memastikan pemulihan yang optimal dan

mendorong perubahan positif dalam kehidupan klien serta menjadi jembatan

antara klien dan keluarganya.

4.3.4 Waktu Konselor Adiksi Harus Terlibat dalam Proses Pelayanan


Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sari (2020), konselor adiksi harus

terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan

NAPZA sejak awal proses rehabilitasi. Hal ini penting karena konselor adiksi

dapat membantu korban penyalahgunaan NAPZA dalam mengidentifikasi

masalah dan menemukan solusi untuk memperbaiki situasi mereka. Selain itu,

konselor adiksi juga dapat membantu korban dalam membangun kembali

kepercayaan diri dan kemandirian mereka.

Namun, konselor adiksi harus memastikan bahwa perannya dalam proses

rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA tidak menggantikan peran

profesional medis dan terapi. Konselor adiksi perlu bekerja sama dengan

profesional medis dan terapi untuk memberikan pelayanan yang terintegrasi dan

holistik bagi korban penyalahgunaan NAPZA.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti mengenai waktu

konselor adiksi harus terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia bahwa konselor adiksi


100

harus siap meluangkan waktu yang cukup dan fleksibel dalam proses rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia. Mereka

terlibat dalam evaluasi awal, sesi konseling, koordinasi dengan tim rehabilitasi,

pemantauan kemajuan klien, dan penyesuaian program jika diperlukan. Waktu

yang dihabiskan oleh konselor adiksi sangat penting dalam membantu klien pulih

secara fisik, mental, dan sosial, serta mencegah kekambuhan.

Dapat disimpulkan bahwa dalam pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia, konselor adiksi harus

bersedia menyediakan waktu yang memadai dan fleksibel. Mereka terlibat dalam

berbagai tahapan, termasuk evaluasi awal, sesi konseling, koordinasi dengan tim

rehabilitasi, pemantauan kemajuan klien, dan penyesuaian program jika

diperlukan. Waktu yang diinvestasikan oleh konselor adiksi memainkan peran

krusial dalam membantu klien mencapai pemulihan fisik, mental, dan sosial yang

optimal, serta mencegah terjadinya kekambuhan.

4.3.5 Efektivitas Peran Konselor Adiksi dalam Proses Pelayanan


Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA

Menurut Prasetyo, A. (2018) bahwa peran konselor adiksi dalam

pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA sangat efektif. Klien

dan tenaga profesional terkait merasa terbantu dan mendapatkan manfaat besar

dari adanya konselor adiksi dalam proses rehabilitasi. Konselor adiksi membantu

klien dengan memberikan dukungan emosional, motivasi, dan pemahaman yang

mendalam mengenai penyebab dan akibat penyalahgunaan NAPZA. Selain itu,


101

konselor adiksi juga membantu klien dalam mengembangkan keterampilan dan

strategi untuk mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban

penyalahgunaan NAPZA, penting bagi konselor adiksi untuk selalu mengikuti

perkembangan terbaru dalam bidang rehabilitasi dan kesehatan jiwa. Mereka juga

harus terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka melalui

pelatihan dan pendidikan lanjutan. Dengan demikian, konselor adiksi akan dapat

memberikan pelayanan rehabilitasi yang lebih baik dan efektif bagi korban

penyalahgunaan NAPZA, serta membantu mereka kembali ke kehidupan yang

sehat dan produktif.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti mengenai efektivitas

peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan

NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia dinilai oleh klien dan tenaga profesional

terkait memiliki dampak yang penting dalam membantu individu untuk pulih dan

mencegah kekambuhan. Melalui pendekatan yang terarah, konselor adiksi dapat

memberikan dukungan emosional, bimbingan, dan perencanaan yang membantu

klien dalam mengatasi tantangan yang terkait dengan penyalahgunaan NAPZA.

Pentingnya motivasi internal klien, pengembangan skill konselor adiksi, serta

ketersediaan sumber daya manusia dan anggaran yang memadai untuk

mendukung pelayanan yang efektif. Untuk meningkatkan efektivitas pelayanan,

diperlukan perhatian terhadap motivasi klien, pengembangan skill konselor adiksi,

serta alokasi sumber daya yang memadai dalam melaksanakan tugas konselor

adiksi secara optimal.


102

Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan penelitian terdahulu dan hasil

pengumpulan data bahwa peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi

sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia

dianggap kurang efektif oleh klien dan tenaga profesional terkait. Dampak yang

penting dari peran konselor adiksi ini membantu individu untuk pulih dan

mencegah terjadinya kekambuhan. Dengan menggunakan pendekatan yang

terarah, konselor adiksi dapat memberikan dukungan emosional, bimbingan, dan

perencanaan yang membantu klien mengatasi tantangan terkait penyalahgunaan

NAPZA.

Dalam meningkatkan efektivitas pelayanan, perhatian harus diberikan

pada motivasi klien, pengembangan skill konselor adiksi, dan juga alokasi sumber

daya manusia dan anggaran yang memadai untuk mendukung pelaksanaan tugas

konselor adiksi secara optimal. Semua faktor ini merupakan elemen kunci dalam

memastikan konselor adiksi dapat memberikan pelayanan yang efektif dan

membantu klien mencapai pemulihan yang berhasil dan berkelanjutan dari

masalah penyalahgunaan NAPZA.

4.3.6 Tempat Konselor Adiksi Melaksanakan Perannya dalam Proses


Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA

Tempat konselor adiksi melaksanakan perannya dalam pelayanan

rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA dapat mencakup beberapa

lokasi yang relevan. Pertama, konselor adiksi dapat melaksanakan sesi konseling

individu atau kelompok di ruang konseling yang disediakan oleh yayasan. Ruang

konseling yang nyaman dan terpisah membantu menciptakan lingkungan yang


103

aman dan mendukung bagi klien untuk berbicara terbuka tentang pengalaman

mereka terkait penyalahgunaan NAPZA.

Konselor adiksi dapat ditemukan di berbagai fasilitas rehabilitasi, seperti

pusat rehabilitasi, rumah sakit jiwa, dan klinik kesehatan jiwa. Fasilitas

rehabilitasi ini biasanya memiliki tim multidisiplin yang terdiri dari dokter,

perawat, psikolog, dan konselor adiksi, yang bekerja sama untuk memberikan

pelayanan rehabilitasi yang holistik dan terpadu. Di tempat-tempat ini, korban

penyalahgunaan NAPZA dapat menjalani berbagai program rehabilitasi, mulai

dari detoksifikasi, konseling individu dan kelompok, terapi perilaku kognitif,

hingga program pemulihan.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban

penyalahgunaan NAPZA, penting bagi konselor adiksi untuk selalu mengikuti

perkembangan terbaru dalam bidang rehabilitasi dan kesehatan jiwa. Mereka juga

harus terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka melalui

pelatihan dan pendidikan lanjutan. Dengan demikian, konselor adiksi akan dapat

memberikan pelayanan rehabilitasi yang lebih baik dan efektif bagi korban

penyalahgunaan NAPZA, serta membantu mereka kembali ke kehidupan yang

sehat dan produktif.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti, ditemukan bahwa

tempat konselor adiksi melaksanakan perannya dalam pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia mencakup

ruang konseling, ruang terapi khusus, ruang kerja bersama dengan tim rehabilitasi,
104

serta interaksi di komunitas atau kunjungan rumah. Pemilihan tempat yang sesuai

dan mendukung memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan yang

kondusif untuk pemulihan klien dan memberikan pelayanan yang efektif.

Dapat disimpulkan bahwa proses pelayanan rehabilitasi sosial itu terjadi di

lingkungan yayasan itu sendiri, dimana mencakup ruang konseling, ruang terapi

khusus, ruang observasi, ruang edukasi, serta interaksi diluar yayasan seperti

kunjungan rumah (home visit). Dengan demikian, konselor adiksi akan dapat

memberikan pelayanan rehabilitasi yang lebih baik dan efektif bagi korban

penyalahgunaan NAPZA, serta membantu mereka kembali ke kehidupan yang

sehat dan produktif.

4.4 Analisis Masalah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konselor adiksi memiliki peran dan

pengaruh dalam upaya pertolongan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA di

Yayasan Penuai Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek yang diteliti

menunjukkan bahwa konselor adiksi berperan penting dalam keberhasilan klien

menjalani program pemulihan di Yayasan Penuai Indonesia. Namun, tidak bisa

dipungkiri bahwa terdapat masalah dan hambatan.

Konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia menghadapi beberapa

kendala dan tantangan yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja mereka.

Berikut adalah beberapa kendala dan tantangan yang dihadapi oleh konselor

adiksi:

1. Kurangnya Sumber Daya Manusia


105

Kurangnya jumlah konselor adiksi yang tersedia di Yayasan Penuai

Indonesia dapat menjadi kendala dalam memberikan pelayanan rehabilitasi sosial

yang optimal. Jumlah klien yang membutuhkan bantuan seringkali melebihi

kapasitas konselor adiksi yang ada, sehingga dapat menghambat kualitas

pelayanan yang diberikan.

2. Keterbatasan Anggaran

Keterbatasan anggaran juga menjadi tantangan bagi konselor adiksi dalam

menyediakan pelayanan rehabilitasi sosial yang memadai. Konselor adiksi

mungkin menghadapi keterbatasan dalam mendapatkan sumber daya yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan klien, seperti pengadaan bahan-bahan

terapi atau dukungan medis tambahan.

3. Ketidakpatuhan Klien

Tantangan lain yang dihadapi oleh konselor adiksi adalah ketidakpatuhan

klien terhadap program rehabilitasi atau rencana pemulihan yang telah ditetapkan.

Konselor adiksi perlu menghadapi situasi di mana klien mungkin tidak

sepenuhnya mematuhi aturan atau terpengaruh kembali oleh penyalahgunaan

NAPZA.

4. Keterbatasan Pengetahuan dan Keterampilan

Konselor adiksi perlu terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

mereka dalam bidang penyalahgunaan NAPZA dan rehabilitasi sosial. Perubahan

tren, pengetahuan terbaru, dan pendekatan terbaik dalam rehabilitasi sosial perlu

diperbarui secara teratur agar konselor adiksi dapat memberikan pelayanan yang

efektif.
106

Kesimpulannya konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia menghadapi berbagai

kendala dan tantangan dalam melaksanakan peran mereka. Kurangnya sumber

daya manusia, keterbatasan anggaran dan keterbatasan pengetahuan dan

keterampilan menjadi beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas

pelayanan konselor adiksi.

4.5 Analisis Kebutuhan

Hasil Penelitian dan Analisis masalah mengenai peran konselor adiksi

dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan

Penuai Indonesia menunjukkan dampak yang cukup baik, tetapi, dibalik itu ada

beberapa kebutuhan untuk dapat menyelesaikan beberapa masalah. Masalah yang

ditemui berupa keterbatasan konselor adiksi baik secara pengetahuan materi,

waktu maupun tenaga agar dapat memberikan pelayanan yang baik di Yayasan

Penuai Indonesia. Oleh karena itu, hasil penelitian juga menunjukan adanya

harapan agar pelayanan rehabilitasi sosial di Yayasan Penuai Indonesia ini dapat

dilakukan oleh seluruh pihak secara bersama – sama dan menghasilkan pelayanan

rehabilitasi sosial yang baik dan efektif.

1. Ketersediaan Sumber Daya

Salah satu tantangan yang dihadapi adalah keterbatasan sumber daya,

termasuk anggaran, operasional, dan fasilitas. Oleh karena itu, ada kebutuhan

untuk meningkatkan sumber daya yang tersedia agar konselor adiksi dapat

memberikan pelayanan yang optimal. Ini meliputi penambahan jumlah konselor


107

adiksi yang terlatih, peningkatan anggaran untuk memenuhi kebutuhan pelayanan,

dan peningkatan fasilitas yang diperlukan.

2. Pelatihan dan Pengembangan Konselor adiksi

Dalam menghadapi kompleksitas masalah klien, diperlukan

Pengembangan pengetahuan dan keterampilan konselor adiksi. Yayasan perlu

menyelenggarakan pelatihan dan program pengembangan profesional secara

teratur untuk meningkatkan kompetensi konselor adiksi dalam bidang

penyalahgunaan NAPZA dan rehabilitasi sosial. Hal ini akan membantu mereka

menghadapi kasus yang rumit dan kebutuhan khusus klien.

3. Supervisi dan Dukungan

Konselor adiksi membutuhkan supervisi dan dukungan yang memadai

untuk menjaga kualitas pelayanan dan kesejahteraan mereka. Penting untuk

menyediakan supervisi yang berkualitas dan mendukung emosional konselor

adiksi. Hal ini melibatkan pengaturan sesi supervisi yang teratur, umpan balik

yang konstruktif, dan dukungan dari rekan kerja. Selain itu, konselor adiksi juga

perlu mendapatkan dukungan emosional dan bimbingan dalam mengelola beban

kerja dan kelelahan emosional.

4. Kolaborasi dan Jaringan

Dalam menghadapi kompleksitas masalah penyalahgunaan NAPZA,

kolaborasi dan jaringan dengan organisasi dan lembaga terkait sangat penting.

Konselor adiksi perlu memiliki akses ke sumber daya, pengetahuan, dan

pengalaman dari profesional lain dalam bidang ini. Ini dapat dilakukan melalui
108

kolaborasi, pertukaran informasi, dan kerjasama dengan organisasi dan lembaga

terkait.

5. Evaluasi dan Pemantauan:

Untuk meningkatkan pelayanan, evaluasi dan pemantauan terhadap kinerja

konselor adiksi perlu dilakukan secara rutin. Ini akan membantu mengidentifikasi

kekuatan dan kelemahan dalam pelayanan, serta memberikan umpan balik kepada

konselor adiksi untuk perbaikan dan pengembangan lebih lanjut.

Berdasarkan analisis kebutuhan di atas, dapat disimpulkan bahwa Yayasan

Penuai Indonesia perlu memprioritaskan peningkatan sumber daya, pelatihan

konselor adiksi, supervisi dan dukungan, kolaborasi, pendidikan masyarakat,

penggunaan teknologi, serta evaluasi dan pemantauan. Dengan memenuhi

kebutuhan ini, diharapkan peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi

sosial korban penyalahgunaan NAPZA dapat ditingkatkan, dan pelayanan yang

lebih efektif dan optimal dapat diberikan kepada klien.

4.6 Analisis Sumber

Analisis sistem sumber merupakan suatu proses analisis untuk menentukan

sistem sumber yang menjadi potensi dalam upaya untuk mengatasi permasalahan

yang berkaitan dengan modal sosial untuk mempertahankan keserasian sosial.

Allen Pincus dan Anne Minahan (1973) mengemukakan bahwa sistem sumber

kesejahteraan sosial terbagi menjadi tiga, yaitu sistem sumber informal, sistem

sumber formal dan sistem sumber kemasyarakatan. Berikut penjabaran sistem

sumber untuk menjawab masalah dan memenuhi kebutuhan dalam upaya


109

meningkatkan peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia, sebagai berikut :

1. Sistem Sumber Informal

a. Keluarga

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam rehabilitasi sosial.

Dukungan emosional, motivasi, dan pemahaman keluarga dapat memberikan

lingkungan yang mendukung pemulihan korban penyalahgunaan NAPZA.

Keluarga juga dapat memberikan bantuan praktis dalam proses rehabilitasi, seperti

dukungan finansial, perawatan, dan pendampingan.

b. Masyarakat

Masyarakat juga merupakan sistem sumber informal yang berpengaruh

dalam rehabilitasi sosial. Dukungan, pengakuan, dan penerimaan dari masyarakat

dapat membantu mengurangi stigma sosial yang dialami oleh korban

penyalahgunaan NAPZA. Masyarakat juga dapat memainkan peran penting dalam

memfasilitasi reintegrasi sosial korban setelah mereka menjalani rehabilitasi.

2. Sistem Sumber Formal

a. Tenaga Profesional

Tenaga profesional, seperti konselor adiksi, psikolog, psikiater, dan tenaga

medis lainnya, merupakan sistem sumber formal yang krusial dalam rehabilitasi

sosial. Mereka memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang

diperlukan untuk memberikan pelayanan rehabilitasi yang efektif. Tenaga

profesional juga dapat memberikan pendekatan terapi yang spesifik dan program

pengobatan yang tepat untuk korban penyalahgunaan NAPZA.


110

b. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan

Lembaga pendidikan dan pelatihan, seperti perguruan tinggi, sekolah

konseling, dan lembaga pelatihan terkait lainnya, merupakan sistem sumber

formal yang mendukung pengembangan kualitas tenaga profesional dalam

rehabilitasi sosial. Mereka menyediakan program pendidikan dan pelatihan yang

relevan, memperkuat kompetensi dan pengetahuan dalam bidang tersebut.

c. Lembaga Pemerintah

Lembaga pemerintah, seperti Kementerian Sosial, Badan Narkotika

Nasional, dan lembaga terkait lainnya, juga merupakan sistem sumber formal

yang penting. Mereka memiliki peran dalam pengembangan kebijakan,

pengaturan regulasi, dan alokasi sumber daya keuangan untuk mendukung

yayasan rehabilitasi sosial. Kerja sama dengan lembaga pemerintah dapat

membantu dalam mendapatkan akses ke sumber daya tambahan dan mendapatkan

dukungan kelembagaan.

3. Sistem Sumber Kemasyarakatan

a. Organisasi Masyarakat

Organisasi masyarakat, seperti LSM, komunitas keagamaan, dan

kelompok sukarelawan, juga merupakan sistem sumber yang penting dalam

rehabilitasi sosial. Mereka dapat memberikan dukungan, pengarahan, dan

pelayanan sosial kepada korban penyalahgunaan NAPZA. Organisasi masyarakat

juga dapat menjadi tempat bagi korban untuk mendapatkan dukungan sebaya dan

mengembangkan jejaring sosial yang positif.


111

b. Media

Media massa memiliki peran penting dalam membentuk persepsi dan

pemahaman masyarakat tentang penyalahgunaan NAPZA. Media dapat

menyediakan informasi yang akurat dan edukatif mengenai risiko dan dampak

penyalahgunaan NAPZA, serta memberikan liputan tentang kegiatan rehabilitasi

sosial yang dilakukan oleh yayasan. Kerjasama dengan media dapat membantu

menyebarkan informasi yang penting dan meningkatkan kesadaran masyarakat.

Dalam analisis sistem sumber dengan kerangka sistem sumber informal,

formal, dan kemasyarakatan, penting untuk memperhatikan interaksi dan

keterkaitan antara sistem-sistem tersebut. Kolaborasi antara keluarga, masyarakat,

tenaga profesional, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga pemerintah,

organisasi masyarakat, dan media merupakan faktor kunci dalam membangun

ekosistem rehabilitasi sosial yang holistik dan berkelanjutan.


112

BAB V

USULAN PROGRAM

5.1 Dasar Pemikiran

Rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA sangat

dibutuhkan untuk membantu seseorang dengan penyakit adiksi agar dapat kembali

melaksanakan fungsi sosialnya di masyarakat. Yayasan Penuai Indonesia

merupakan salah satu panti swasta yang memberikan pelayanan rehabilitasi sosial

bagi korban penyalahguna NAPZA. Sebagai salah satu tempat rehabilitasi bagi

korban penyalahguna NAPZA sekaligus Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

yang ditunjuk oleh Kementerian Sosial RI. Yayasan Penuai Indonesia memiliki

kewajiban untuk memberikan pelayanan yang maksimal berkaitan dengan proses

rehabilitasi kepada klien korban penyalahguna NAPZA agar klien dapat pulih dari

adiksi serta menjalankan fungsi sosialnya.

Kesepakatan, kontrak, kontak, asesmen, rencana intervensi, intervensi,

evaluasi dan terminasi merupakan rangkaian tahapan pelayanan rehabilitasi yang

dilakukan oleh Yayasan Penuai Indonesia. Tahapan-tahapan tersebut merupakan

hal mendasar yang harus dilakukan agar proses rehabilitasi yang dijalani oleh

klien dapat berjalan dengan maksimal. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian

dapat diketahui bahwa secara keseluruhan semua tahapan pelayanan telah

dilaksanakan meskipun belum maksimal. Namun, terungkap suatu masalah bahwa

sebagai salah satu panti rehabilitasi bagi korban penyalahguna NAPZA, peran

konselor adiksi di Yayasan Penuai Indonesia belum maksimal. Padahal sebagai


113

profesi utama dalam rehabilitasi sosial, peranan dan fungsi konselor adiksi sangat

penting dalam membantu penyalahguna NAPZA untuk mencapai kondisi pulih.

Pada sebuah lembaga rehabilitasi korban penyalahguna NAPZA

seharusnya pekerja sosial dan konselor adiksi dapat bekerja sama untuk

menangani klien. Terutama jika dikaitkan dengan sejumlah peran dan fungsi

mereka dalam melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial secara profesional,

begitu pula yang terjadi di Yayasan Penuai Indonesia. Kemudian, mereka pada

umumnya belum memiliki atau belum mengaplikasikan pengetahuan dan

keterampilan yang memadai dalam praktik konselor adiksi untuk memulihkan

penyalahguna NAPZA.

Berkaitan dengan hal tersebut sehingga pihak Yayasan Penuai Indonesia

belum berani memberikan kesempatan kepada pekerja sosial untuk menangani

klien secara langsung, karena pekerja sosial masih belum berkompeten dalam

penanganan korban penyalahguna NAPZA. Konselor adiksi yang dianggap sudah

berkompeten serta berpengalaman menangani klien penyalahguna NAPZA, hal ini

karena konselor adiksi memiliki pengalaman langsung sebagai mantan pengguna

NAPZA. Baik konselor adiksi maupun pihak lembaga beranggapan bahwa

pertolongan terhadap korban penyalahguna NAPZA akan lebih efektif apabila

dilakukan oleh orang yang pernah mengalami masalah yang sama. Padahal

sebagai salah satu Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) seharusnya pekerja

sosial juga turut dilibatkan dalam penanganan masalah klien rawat inap secara

langsung serta sebagai mitra kerja konselor adiksi dalam melakukan penanganan

langsung klien rawat inap.


114

Pekerja sosial merupakan salah satu profesi utama dalam rehabilitasi sosial

penyalahguna NAPZA, sedangkan konselor adiksi juga merupakan bagian penting

dalam sebuah rehabilitasi penyalahguna NAPZA. Secara ilmu pengetahuan untuk

pertolongan klien dengan penyalahgunaan NAPZA, seharusnya pekerja sosial

dilibatkan langsung untuk menangani klien rawat inap, karena pekerja sosial juga

telah mempelajari proses pertolongan untuk klien penyalahguna NAPZA, bahkan

lebih rinci. Konselor adiksi juga tidak kalah penting, tetapi menjadikan konselor

adiksi sebagai profesi utama yang berhak menangani klien karena konselor adiksi

lebih berpengalaman sebenarnya masih kurang tepat. Hal ini juga harus

mempertimbangkan sejauh mana konselor adiksi mendapatkan ilmu yang tidak

hanya berkaitan dengan adiksi tetapi juga tentang hubungan penyalahguna

NAPZA dengan lingkungan sosial, tingkah laku, nilai etika di dalam profesi dan

lain sebagainya. Dengan demikian seorang pekerja sosial yang bekerja di bidang

rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA harus memiliki pengetahuan

yang memadai di bidang itu begitu pula dengan konselor adiksi.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka kebutuhan Yayasan Penuai

Indonesia sebagai upaya untuk memecahkan masalah yang ada adalah dengan

memberikan konselor adiksi dan pekerja sosial pemahaman mengenai tugas pokok

dan fungsi masing-masing. Diharapkan dengan diberikan pemahaman

dilaksanakannya program ini maka proses tahapan intervensi yang diberikan

kepada klien dapat lebih maksimal karena pekerja sosial dan konselor adiksi dapat

bekerja sama dengan baik untuk menangani klien dengan penyalahgunaan

NAPZA.
115

5.2 Nama Program

Berdasarkan dasar pemikiran tersebut, maka penulis mengajukan gagasan

melalui rekomendasi program. Rekomendasi program ini diharapkan sebagai

solusi dalam mengatasi permasalahan rehabilitasi sosial korban penyalahguna

NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia. Program kegiatan tersebut yaitu "Program

Pengembangan Kompetensi Konselor Adiksi dan Pekerja Sosial melalui

Educational Group".

5.3 Tujuan Program

1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai melalui program ini adalah untuk

meningkatkan kompetensi pekerja sosial dan konselor adiksi melalui Educational

Group di Yayasan Penuai Indonesia.

2. Tujuan Khusus

a. Meningkatkan pemahaman pekerja sosial dan konselor adiksi akan

pentingnya peran pekerja sosial dan konselor adiksi dalam proses

rehabilitasi sosial di Yayasan Penuai Indonesia.

b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pekerja sosial dan konselor

adiksi dalam memberikan pelayanan kepada klien di Yayasan Penuai

Indonesia.

c. Meningkatkan pemahaman mengenai nilai-nilai kerjasama dan tanggung

jawab dari pekerja sosial dan konselor adiksi di Yayasan Penuai Indonesia

dalam memberikan pelayanan kepada klien.


116

5.4 Sasaran Program

Sasaran dari program ini adalah dua orang pekerja sosial dan tiga orang

konselor adiksi Yayasan Penuai Indonesia, sehingga jumlah sasaran adalah 5

orang.

5.5 Sistem Partisipan dan Pengorganisasian Program

1. Sistem Partisipan

Sistem partisipan adalah seluruh sistem atau pelaku yang terlibat aktif

dalam pelaksanaan program. Adapun sistem partisipan dalam program ini antara

lain:

a. Sistem pelaksana perubahan

Sistem pelaksana perubahan adalah seorang pemberi bantuan atau orang yang

dapat membantu memecahkan permasalahan. Sistem pelaksana perubahan

dalam program ini terdiri dari Direktorat, Rehabilitasi Sosial Korban

penyalahguna NAPZA Kementerian Sosial RI, Unit Kajian NAPZA

Poltekesos Bandung, Badan Narkotika Nasional Kabupaten Cianjur yang

menjadi narasumber dalam Program Pengembangan Kompetensi Pekerja

Sosial dan Konselor adiksi melalui Educational Group.

b. Sistem klien

Sistem klien merupakan sistem yang memperoleh bantuan atau pelayanan.

Sistem klien dalam program ini yaitu pekerja sosial dan konselor adiksi

Yayasan Penuai Indonesia yang berjumlah 5 orang.

c. Sistem pendukung
117

Sistem pendukung adalah orang-orang yang berada di organisasi atau

masyarakat yang memiliki perhatian akan keberhasilan dan perubahan. Pada

program ini yang menjadi sistem pendukung yaitu pihak Yayasan Penuai

Indonesia Cianjur Jawa Barat.

d. Sistem Kegiatan

Sistem kegiatan dalam pelaksanaan program ini adalah dengan pemberian

materi kepada pekerja sosial dan konselor adiksi melalui pembentukan

kelompok pendidikan (Educational Group), yang didalamnya disisipkan

diskusi serta ice breaking.

e. Pengorganisasian

Struktur organisasi dari program ini dilihat secara garis komando maka

disusun dalam struktur organisasi pelaksana program yang disajikan

pada Bagan 5.1 sebagai berikut:

Penanggung Jawab
Ketua Yayasan Penuai Indonesia

Ketua Pelaksana
Koordinator Divisi NAPZA

Bendahara Sekretaris
Bendahara Yayasan Seketraris Yayasan

Seksi
Seksi Acara Seksi Humas Seksi Konsumsi
Perlengkapan
Staf Divisi Staf Humas Staf Catering
Staf

Bagan 5.1: Struktur Organisasi Program Pengembangan Kompetensi Pekerja


Sosial dan Konselor adiksi melalui Educational Group
118

Struktur organisasi pelaksana Program Pengembangan Kompetensi

Pekerja Sosial dan Konselor adiksi melalui Educational Group adalah sebagai

berikut:

a. Penanggung Jawab Program

Penanggung jawab program ini adalah Ketua Yayasan Penuai Indonesia.

Tugas Ketua Yayasan sebagai penanggung jawab program adalah

bertanggung jawab atas pelaksanaan program, mulai dari tahap persiapan,

tahap pelaksanaan, serta melakukan pengawasan terhadap semua unsur

pelaksana program terhadap tugas-tugasnya.

b. Ketua Pelaksana

Ketua pelaksana dalam program ini adalah Program Direktur Yayasan

Penuai Indonesia. Ketua pelaksana bertugas untuk memimpin jalannya

program, melakukan koordinasi dengan panitia pelaksana program yaitu

penanggung jawab program, sekretaris, bendahara, seksi acara, seksi humas,

seksi perlengkapan dan seksi konsumsi. Ketua pelaksana juga bertugas

melakukan pengawasan terhadap panitia pelaksana program dan melaporkan

hasil kegiatan kepada penanggung jawab program.

c. Sekretaris

Sekretaris dalam program ini adalah sekretaris Yayasan Penuai Indonesia.

Tugas dan tanggung jawab sekretaris adalah melaksanakan tugas

administrasi program seperti membuat dan mengarsipkan surat resmi yang

ditujukan kepada seluruh narasumber, mencatat nama seluruh peserta yang


119

mengikuti program yaitu pekerja sosial dan konselor adiksi Divisi NAPZA

Yayasan Penuai Indonesia, membuat catatan hasil kegiatan dari tahap

persiapan hingga tahap pengakhiran, serta menyusun laporan

pertanggungjawaban pelaksanaan program yang akan disampaikan kepada

ketua pelaksana.

d. Bendahara

Bendahara dalam program ini adalah bendahara Yayasan Penuai Indonesia.

Tugas dari bendahara adalah mengolah seluruh keuangan program dan

melaporkan keadaan keuangan secara teratur kepada ketua pelaksana program

kegiatan, yang meliputi: menerima, menyimpan dan mengeluarkan dari tahap

persiapan, pelaksanaan dan pengakhiran program. Selain itu, bendahara juga

bertugas membuat buku-buku kas penerimaan dan pengeluaran secara teratur.

e. Seksi-seksi:

1) Seksi Acara

Seksi acara dalam program ini adalah tiga orang staf dari Divisi NAPZA

termasuk di dalamnya program manager Divisi NAPZA. Tugas dari seksi

acara adalah memandu pelaksanaan program dan melakukan koordinasi

dengan pemateri kegiatan.

2) Seksi Humas

Seksi hubungan masyarakat dalam program ini adalah tiga orang staf humas

Yayasan Penuai Indonesia. Seksi humas bertanggung jawab untuk

mempublikasikan dan mendokumentasikan pelaksanaan Program

Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor adiksi melalui


120

Educational Group kepada pekerja sosial dan konselor adiksi di Yayasan

Penuai Indonesia. Selain itu, seksi humas juga bertugas melakukan koordinasi

dengan pihak-pihak terkait yaitu narasumber dalam program.

3) Seksi Perlengkapan

Seksi perlengkapan merupakan tugas dari staf perlengkapan Yayasan Penuai

Indonesia. Seksi perlengkapan berjumlah tiga orang dari staf perlengkapan

yang bertugas menyiapkan segala perlengkapan dan peralatan yang

dibutuhkan pada saat kegiatan dilaksanakan.

4) Seksi Konsumsi

Seksi konsumsi dalam program ini adalah staf bagian catering Yayasan

Penuai Indonesia berjumlah dua orang. Tugasnya adalah menyediakan serta

mendistribusikan konsumsi sesuai dengan kebutuhan kegiatan.

5.6 Metode dan Teknik yang Digunakan

Pelaksanaan Program Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan

Konselor adiksi dengan Educational Group tidak terlepas dari metode dan teknik

pekerjaan sosial. Penjelasan lebih jelas tentang metode dan teknik yang digunakan

dalam program ini adalah sebagai berikut:

1. Metode

Program Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor adiksi

melalui Educational Group menggunakan metode Social Group Work. Menurut

Zastrow (2006) Educational Group adalah kelompok yang memiliki tujuan

memberikan pengetahuan dan keterampilan yang kompleks. Metode ini

merupakan metode pekerjaan sosial yang sifatnya partisipatif, yang memberikan


121

peluang kepada para peserta untuk menerima teori sekaligus praktek dengan

menggunakan bantuan kelompok.

2. Teknik

Menurut Zastrow (2006), teknik dalam metode Social Group Work yang

digunakan pada Program Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor

adiksi melalui Educational Group yaitu:

a. Mengubah Kognisi

Teknik ini digunakan untuk merubah cara berpikir seseorang melalui

kelompok. Permasalahan yang dihadapi kelompok seringkali berhubungan

dengan apa yang mereka pikirkan tentang suatu situasi yang dihadapinya. Pada

Program Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor adiksi

melalui Educational Group, teknik ini diberikan dalam bentuk penyampaian

materi peran pekerja sosial dan konselor adiksi dalam proses rehabilitasi

korban penyalahguna NAPZA. Penyampaian materi oleh narasumber tersebut

yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pekerja sosial dan

konselor adiksi sehingga mereka dapat mengetahui peran masing-masing, serta

menghilangkan pemikiran bahwa hanya konselor adiksi yang berhak

menangani klien rawat inap secara langsung.

b. Mengubah Afeksi

Maksud dari mengubah afeksi disini yaitu lebih kepada keberanian

pengungkapan perasaan setiap individu kepada kelompoknya mengenai suatu

permasalahan. Mengubah afeksi dilakukan dalam bentuk diskusi dalam


122

kelompok pendidikan yang telah dibentuk pada kegiatan tersebut. Pekerja

sosial dan konselor adiksi digabungkan ke dalam satu kelompok dimana

mereka akan diberikan sebuah satu pokok bahasan sebagai bahan diskusi,

sehingga setiap anggota kelompok akan menyampaikan pendapatnya untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Melalui diskusi tersebut diharapkan antara

pekerja sosial dan konselor adiksi dapat mengungkapkan perasaan masing-

masing sehingga dapat tercipta komunikasi dan terjalin kerja sama yang baik

dalam melakukan pelayanan rehabilitasi bagi korban penyalahguna NAPZA.

c. Memecahkan Masalah

Istilah pemecahan masalah ini berarti suatu proses kognitif dan rasional

untuk mengidentifikasi,memilih, menilai,dan mengimplementasikan suatu

solusi atas berbagai alternatif yang ada. Proses pemecahan masalah ini dapat

digunakan untuk menentukan suatu rangkaian kegiatan yang bermanfaat bagi

kelompok, memecahkan masalah yang dihadapi oleh beberapa anggota

kelompok, atau untuk memecahkan masalah yang dialami oleh salah satu

anggota kelompok saja. Teknik memecahkan masalah ini dilakukan melalui

diskusi kelompok yang melibatkan seluruh anggota kelompok. mengenai suatu

permasalahan.

d. Merestrukturisasi Peranan Anggota

Melalui penyampaian materi serta diskusi kelompok yang dilakukan dalam

kegiatan tersebut maka akan memperjelas peranan dari pekerja sosial dan

konselor adiksi di dalam proses rehabilitasi korban penyalahguna NAPZA.


123

Selain menggunakan teknik-teknik tersebut, dalam program ini peneliti

juga menerapkan dinamika kelompok yang bertujuan untuk membangkitkan

kepekaan diri anggota kelompok terhadap anggota kelompok yang lain, sehingga

dapat menimbulkan rasa saling rasa solidaritas anggota, menciptakan menghargai,

menimbulkan komunikasi yang baik sehingga dapat saling menghormati dan

saling menghargai. Bentuk dinamika kelompok dalam kegiatan ini yaitu berupa

permainan serta ice breaking. Permainan yang dilakukan yaitu berupa

menggambar bersama, tujuannya untuk membentuk kerja sama serta saling

percaya antar anggota dan angin berhembus sebagai pencair suasana setelah

peserta serius menerima materi dari narasumber.

5.7 Langkah-langkah Kegiatan

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap awal pelaksanaan Program

Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor adiksi melalui

Educational Group. Tahap ini meliputi:

a. Menyusun Kepanitiaan

Penyusunan kepanitiaan Program Pengembangan Kompetensi Pekerja

Sosial dan Konselor adiksi melalui Educational Group yang meliputi penanggung

jawab program satu orang, ketua pelaksana satu orang, sekretaris satu orang,

bendahara satu orang, seksi acara terdiri dari tiga orang, seksi humas tiga orang,

seksi perlengkapan tiga orang, dan seksi konsumsi dua orang.

b. Menentukan Materi dan Narasumber


124

Sebelum melakukan kegiatan, terlebih dahulu menyusun materi apa saja

yang perlu disampaikan dalam Program Pengembangan Kompetensi Pekerja

Sosial dan Konselor adiksi melalui Educational Group. Materi ditentukan oleh

tiga orang seksi acara dan akan dibawakan oleh narasumber yang berkompeten di

bidangnya. Materi tersebut akan disampaikan pada pelaksanaan dua hari kegiatan.

Adapun materi dan narasumber yang menyampaikan pada Program

Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor adiksi melalui

Educational Group disajikan dalam tabel 5.1 sebagai berikut:

Tabel 5.1 Materi Program Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan


Konselor adiksi Melalui Educational Group di Yayasan Penuai
Indonesia
No Materi Kegiatan Narasumber
1 Perkembangan masalah BNNK Cianjur
penyalahgunaan NAPZA di
Indonesia
2 Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial bagi Dirjen Rehsos Korban
Korban Penyalahgunaan NAPZA Penyalahgunaan NAPZA Kemensos
RI
3 Peran, fungsi serta tugas konselor Dosen dari Unit Kajian NAPZA
adiksi dan pekerja sosial di dalam Poltekesos Bandung
lembaga
4 Manajemen Kasus Dosen Poltekesos Bandung
5 Terapi Psikososial Dosen Poltekesos Bandung
6 Konseling Dosen Poltekesos Bandung
7 Pembentukan Kelompok Fasilitator (Pekerja Sosial)
(educational group)
8 Dinamika Kelompok Fasilitator (Pekerja Sosial)
125

c. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan seluruh panitia

pelaksana dengan mempertimbangkan waktu yang disetujui narasumber,

peserta dan kesiapan panitia.

d. Menghubungi pihak-pihak yang dijadikan narasumber oleh tiga orang seksi

humas. Pihak-pihak yang dihubungi diantaranya adalah BNNK Cianjur,

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos dan dosen Poltekesos

Bandung.

e. Sosialisasi Program Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor

adiksi melalui Educational Group yang akan dilaksanakan kepada pekerja

sosial dan konselor adiksi Yayasan Penuai Indonesia sebagai peserta kegiatan.

f. Koordinasi, dilakukan untuk memastikan bahwa program yang direncanakan

dapat dilaksanakan. Koordinasi dilakukan dengan pihak- pihak terkait yaitu

narasumber, peserta dan panitia pelaksana.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahapan pelaksanaan ini akan dilaksanakan berdasarkan kegiatan-

kegiatan yang sudah disusun sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Susunan

pelaksanaan Program Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor

adiksi melalui Educational Group sebagai berikut:

a. Pembukaan

Pembukaan kegiatan dilakukan oleh panitia, diawali dengan doa bersama,

memberitahukan susunan acara, sambutan oleh Ketua Yayasan dan perkenalan

pemateri dalam kegiatan tersebut yaitu dari BNNK Cianjur, Direktorat Jenderal
126

Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna NAPZA Kemensos, dan Dosen

Poltekesos Bandung (pekerja sosial).

b. Penyampaian materi

Terdapat beberapa materi yang disampaikan dalam kegiatan

Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor adiksi melalui

Educational Group. Materi yang akan disampaikan dalam pelaksanaan

kegiatan ini, sebagai berikut:

1) Pemaparan materi tentang Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia.

Materi tersebut disampaikan oleh narasumber dari BNNK Cianjur,

berisikan tentang perkembangan penyalahgunaan NAPZA di Indonesia dari

tahun ke tahun. masalah

2) Pemaparan materi tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial bagi Korban

Penyalahguna NAPZA.

Materi tersebut disampaikan oleh narasumber dari Direktorat Jenderal

Rehabilitasi Korban Penyalahguna NAPZA Kementerian Sosial RI. Materi

berisi tentang pelaksanaan rehabilitasi sosial khususnya bagi korban

penyalahguna NAPZA.

3) Pemaparan materi tentang Tugas Pokok dan Fungsi Pekerja Sosial dan

Konselor adiksi di dalam lembaga.

Materi disampaikan oleh dosen sekaligus pekerja sosial dari Unit Kajian

NAPZA Poltekesos Bandung. Materi berisikan penjelasan tentang tugas pokok


127

dan fungsi pekerja sosial serta konselor adiksi yang seharusnya di dalam

sebuah lembaga rehabilitasi korban penyalahguna NAPZA.

4) Pemaparan materi tentang Manajemen Kasus, Terapi Psikososial dan

Konseling.

Materi disampaikan secara terpisah oleh tiga narasumber yang berbeda

dari dosen Poltekesos Bandung.

c. Pembentukkan kelompok (Educational Group)

1) Tahap Pra Kelompok

Sebelum membentuk kelompok, pekerja sosial menentukan tujuan

kelompok tersebut dengan melakukan asesmen kepada anggota kelompok.

Dalam hal ini tujuan dibentuk Educational Group sebagai media berdiskusi

antara pekerja sosial dan konselor adiksi, untuk memperoleh pengetahuan dan

mempelajari keterampilan tentang proses intervensi bagi korban penyalahguna

NAPZA.

2) Tahap Memulai Kelompok

a) Proses pembentukan kelompok

Pada tahap ini seluruh anggota kelompok berinteraksi sebagai bentuk

adaptasi dan untuk membangun kepercayaan satu dengan yang lainnya.

b) Keputusan-keputusan tentang tujuan kelompok

Fasilitator atau pekerja sosial membantu mengarahkan kepada pekerja

sosial dan konselor adiksi untuk dapat mencapai tujuan awal dibentuknya
128

kelompok tersebut. Hal ini membutuhkan kerja sama antara fasilitator dan anggota

kelompok.

c) Masalah-masalah dalam fase awal kelompok

Masalah-masalah yang mungkin muncul pada tahap awal pembentukkan

kelompok adalah antar anggota kelompok masih canggung. Perlu dilakukan

permainan atau ice breaking untuk mencairkan suasana.

d) Asesmen di dalam kelompok

Asesmen di sini yaitu proses penggalian dan mengumpulkan informasi

mengenai kebutuhan-kebutuhan dari pekerja sosial dan konselor adiksi. Teknik

yang digunakan dapat melalui diskusi, dengan bertukar pikiran menyampaikan

perasaan serta kebutuhan mereka sebagai partner kerja dalam menangani klien

penyalahguna NAPZA.

3) Upaya Pencapaian Tujuan Kelompok

Pencapaian tujuan kelompok dilihat berdasarkan perkembangan

kelompok, kontinuitas kelompok dalam melakukan kegiatan untuk mencapai

tujuan awal.

4) Tahap mengakhiri kelompok

Kelompok diakhiri apabila tujuan awal telah tercapai, menjaga agar

perubahan yang terjadi bisa tetap dilakukan dengan mengaplikasikan keterampilan

serta pengetahuan yang diperoleh selama di dalam kelompok.

d. Dinamika Kelompok
129

Dinamika kelompok berupa permainan serta ice breaking yang diberikan

ketika kegiatan pembentukkan kelompok dilakukan. Permainan yang dilakukan

yaitu berupa menggambar bersama, tujuannya untuk membentuk kerja sama serta

saling percaya antar anggota dan angin berhembus sebagai pencair suasana setelah

peserta serius menerima materi dari narasumber.

Program dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan rencana kegiatan yang

telah ditetapkan. Tahap-tahap dalam pelaksanaan kegiatan disusun dalam Tabel

5.2 sebagai berikut:

Tabel 5.2 Jadwal Pelaksanaan Program Pengembangan Kompetensi Pekerja


Sosial dan Konselor adiksi melalui Educational Group di Yayasan
Penuai Indonesia
Hari Waktu Materi Pemateri
08.30-09.00 Pembukaan Seksi Acara

09.00-10.30 Perkembangan masalah BNNK Cianjur


penyalahgunaan NAPZA di
Indonesia
10.30-12.00 Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial bagi Dirjen Rehsos
Korban Penyalahgunaan NAPZA Kemensos RI

Hari I 12.00-13.00 Ishoma


13.00-13.30 Dinamika Kelompok Fasilitator (pekerja
sosial)
13.30-14.30 Peran, fungsi serta tugas pokok Dosen Poltekesos
konselor adiksi dan pekerja sosial Bandung
14.30-16.00 Manajemen Kasus Dosen Poltekesos
Bandung
16.00-16.30 Penutupan Seksi Acara
16.30-17.00 Evaluasi Kegiatan Hari 1 Panitia Pelaksana
130

08.30-09.00 Pembukaan Kegiatan Hari 2 Seksi Acara


09.00-10.30 Terapi Psikososial Dosen Poltekesos
Bandung
Hari II 10.30-11.00 Dinamika Kelompok Fasilitator (pekerja
sosial)
11.00-12.30 Konseling Dosen Poltekesos
Bandung
12.30-13.30 Ishoma
13.30-15.30 Pembentukan Kelompok Fasilitator (pekerja
(educational group) sosial)
15.30-16.00 Istirahat
16.00 Penutupan Seksi Acara

3. Tahap Pengakhiran

Tahap pengakhiran merupakan langkah penutup dari seluruh rangkaian

pelaksanaan program. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat tingkat

keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Tahap pengakhiran terdiri dari

tahap evaluasi dan tahap pelaporan. Kegiatan dalam pengakhiran meliputi:

a. Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan evaluasi mencakup seluruh tahapan mulai dari tahap persiapan

sampai dengan pelaksanaan program. kegiatan ini dilakukan melalui rapat

evaluasi yang dihadiri seluruh panitia pelaksana Program Pengembangan

Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor adiksi melalui Educational Group.

Evaluasi program yang dilakukan yaitu terdiri dari evaluasi proses dan evaluasi

hasil sebagai berikut:

1) Evaluasi proses
131

Evaluasi proses dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah

program kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan atau

belum dan apakah sesuai dengan jadwal yang ditentukan atau tidak, faktor

pendukung dan penghambat dalam program.

2) Evaluasi hasil

Evaluasi hasil dilakukan oleh pelaksana program terhadap hasil yang telah

dicapai apakah telah sesuai dengan tujuan atau belum. Ini bertujuan untuk

mengetahui keberhasilan program kegiatan yang terlaksana berdasarkan tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan evaluasi hasil dilakukan

dengan cara menganalisa hasil kegiatan yang telah dicapai dan kemudian di

kroscek dengan tujuan program yang telah ditentukan.

b. Pelaporan

Laporan pelaksanaan kegiatan dibuat oleh panitia pelaksana dalam hal ini

sekretaris, sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pihak yayasan yang

mengatur anggaran program. Pelaporan ini meliputi proses kegiatan, faktor

pendukung dalam pelaksanaan kegiatan, dan hambatan-hambatan yang dialami

selama proses kegiatan, sehingga nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan

dalam penyempurnaan program yang akan datang.

5.8 Rencana Anggaran Biaya

Rencana anggaran dibuat untuk mengetahui berapa besar rencana biaya

yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan. Rencana anggaran Program


132

Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor adiksi melalui

Educational Group dapat dilihat pada Tabel 5.3 sebagai berikut:

Tabel 5.3Anggaran Biaya Pelaksanaan Program Pengembangan Kompetensi


Pekerja Sosial Dan Konselor adiksi melalui Educational Group di
Yayasan Penuai Indonesia
No Jenis Biaya Volume Biaya Satuan Jumlah (Rp)
(Rp)
1 Tahap Persiapan
a. Pembentukan Panitia
1) Spanduk 1 buah 75.000 75.000
2) Alat tulis 2 paket 100.000 200.000
3) Konsumsi 10 orang 30.000 300.000
2 Tahap Pelaksanaan

a. Honor Pemateri
1) Dirjen Rehsos 1 Orang 1.400.000 1.400.000
2) BNNK Cianjur 1 Orang 1.000.000 1.000.000
3) Pekerja Sosial 2 Orang 1.000.000 2.000.000
4) Biaya Transport 4 Orang 300.000 1.200.000
Narasumber
b. Konsumsi (berat)
1) Narasumber 4 orang x 2 46.000 368.000
2) Peserta 5 orang x 2 25.000 250.000
3) Pelaksana 10 orang x 2 25.000 500.000
c. Alat tulis 1 paket 100.000 100.000
d. Dokumentasi 1 paket 200.000 200.000
3 Tahap Pengakhiran
Rapat evaluasi dan pelaporan
1) Alat tulis 3 paket 100.000 300.000
2) Konsumsi 10 orang 10.000 100.000
Jumlah 7.993.000

Berdasarkan pada Tabel 5.3 diketahui bahwa rincian anggaran yang harus

dikeluarkan dalam pelaksanaan Program Pengembangan Kompetensi Pekerja

Sosial dan Konselor adiksi melalui Educational Group selama dua hari yaitu

sebanyak Rp. 7.993.000,00 (Tujuh juta sembilan ratus sembilan puluh tiga ribu

rupiah). Anggaran biaya tersebut dirancang berdasarkan Peraturan mengenai


133

anggaran pelaksanaan program kegiatan yang ada di Yayasan Penuai Indonesia.

Anggaran tersebut digunakan untuk kegiatan dari tahap persiapan, pelaksanaan,

hingga tahap pengakhiran. Sumber anggaran biaya berasal dari keuangan Yayasan

Penuai Indonesia.

5.9 Analisis Kelayakan Program

Analisis kelayakan Program Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial

dan Konselor adiksi melalui Educational Group menggunakan analisis SWOT.

Analisis merupakan teknik analisis atau pengujian terhadap program dengan cara

menelaah Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity),

Ancaman (Threats). Analisis SWOT dalam program ini adalah sebagai berikut:

1. Kekuatan (Strength)

a. Adanya partisipasi pekerja sosial dan konselor adiksi di Panti Rehabilitasi

Kejiwaan dan NAPZA Yayasan Penuai Indonesia untuk mengikuti program.

b. Adanya keinginan dari pekerja sosial dan konselor adiksi di Panti Rehabilitasi

Kejiwaan dan NAPZA Yayasan Penuai Indonesia untuk bekerja bersama

sebagai mitra kerja dalam menangani klien.

c. Adanya keinginan dari pekerja sosial dan konselor adiksi di Panti Rehabilitasi

Kejiwaan dan NAPZA Yayasan Penuai Indonesia untuk meningkatkan

kapasitas dari masing-masing individu dengan menambah pengetahuan

seputar rehabilitasi korban penyalahguna NAPZA.


134

d. Tersedianya fasilitas sarana dan prasarana, berupa aula sebagai tempat

kegiatan, Layar LCD, Proyektor dan mikrofon yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan kegiatan.

2. Kelemahan (Weakness)

Keterbatasan waktu dari pekerja sosial dan konselor adiksi Yayasan

Penuai Indonesia karena harus menyesuaikan dengan jadwal kerja, terlebih

konselor adiksi atau pekerja sosial yang sedang bertugas sebagai Mayor On

Duty (MOD) tidak dapat meninggalkan klien selama bertugas.

3. Kesempatan (Opportunity)

a. Adanya dukungan dari pihak Yayasan Penuai Indonesia, Kementerian Sosial

RI serta BNN Kabupaten cianjur sebagai sistem sumber terhadap program

yang akan dilaksanakan.

b. Tersedianya pemateri yang berkompetensi di bidangnya yang dapat diakses

oleh pihak Yayasan Penuai Indonesia.

c. Kegiatan ini mendukung program rehabilitasi korban penyalahguna NAPZA

di Yayasan Penuai Indonesia.

4. Ancaman (Threats)

a. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh narasumber, karena narasumber

berasal dari berbagai instansi.

b. Tingkat sumber daya manusia (SDM) dari peserta yang berbeda-beda, baik

dari segi pengetahuan, pengalaman dan pekerjaannya (pekerja sosial dan

konselor adiksi) sehingga dikhawatirkan menjadikan kegiatan tersebut kurang

lancar atau kurang menarik.


135

Berdasarkan kekuatan dan peluang, Program Pengembangan Kompetensi

Pekerja Sosial dan Konselor adiksi melalui Educational Group layak untuk

dilaksanakan. Hal ini karena kekuatan dan peluang program yang dimiliki lebih

banyak daripada kelemahan dan ancaman program.

5.10 Indikator Keberhasilan

Sebagai indikator untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah

dicapai dari "Program Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor

adiksi melalui Educational Group", maka ditentukan indikator keberhasilan

sebagai berikut:

1. Meningkatnya pemahaman pekerja sosial dan konselor adiksi akan

pentingnya peran pekerja sosial dan konselor adiksi dalam proses rehabilitasi

sosial di dalam panti

2. Berkembangnya kompetensi pekerja sosial dan konselor adiksi dalam

memberikan pelayanan kepada klien di Yayasan Penuai Indonesia.

3. Terbentuk kerja sama pekerja sosial dan konselor adiksi Yayasan Penuai

Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada klien.

4. Meningkatnya tanggung jawab dan komitmen pekerja sosial dan konselor

adiksi Yayasan Penuai Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada klien.


BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN


6.1 Simpulan

Yayasan Penuai Indonesia (YPI) dibentuk pada tahun 1999, berawal dari

pengalaman sendiri yang kehilangan putra satu-satunya karena overdosis

pemakaian NAPZA. Pertengahan tahun 90-an pendiri sempat mengalami

kesulitan mencari pusat rehabilitasi rasial untuk merawat dan menolong putranya

agar dapat terbebas dari kecanduannya. Tahun 2001 merupakan tahun dimana

Yayasan Penuai Indonesia (YPI) dibentuk menjadi pusat sarana rehabilitasi yang

menangani 2 divisi yaitu divisi Napea dan Puikotik/kejiwaan yang menggunakan

pembinaan berbasis Therapeutic Community (TC) dan Religius dengan

pendekatannya. Yayasan Penuai Indonesia didirikan atas dasar keterpanggilan

kesadaran dan tanggung jawab.

Penelitian tentang rehabilitasi sosial korban penyalahguna NAPZA di

Yayasan Penuai Indonesia Cianjur Jawa Barat dilakukan dengan melakukan

wawancara kepada delapan orang informan yang terdiri dari konselor adiksi dan

pekerja sosial. Informan tersebut dipilih karena berhubungan langsung dengan

proses pelayanan rehabilitasi sosial yang ada di Yayasan Penuai Indonesia.

Oleh karena itu, Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana peran

konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan

NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Hal ini dimaksudkan agar

penelitian ini dapat

136
137

menggambarkan secara holistik fenomena yang terjadi dengan menggunakan

metode ilmiah. Data dan informasi diperoleh melalui wawancara, observasi dan

studi dokumentasi.

Setelah peneliti melakukan turun lapangan dan melakukan penulisan hasil

penelitian, peneliti menemukan kesimpulan dari berbagai aspek yang diteliti.

Aspek pertama yaitu peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial

korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia adalah bahwa

konselor adiksi memiliki beragam peran, seperti memberikan pendampingan,

melakukan konseling, menyediakan informasi, dan membantu klien menemukan

solusi untuk masalah mereka. Meskipun ada beberapa perbedaan dalam

penekanannya, pendapat dari ketiga informan menegaskan bahwa konselor adiksi

memiliki peran yang berharga dalam mendukung proses pemulihan dan

meningkatkan kualitas hidup klien yang terkena masalah penyalahgunaan

NAPZA. Ketiga informan menyoroti pentingnya disiplin, koordinasi, dan

kemampuan pengambilan keputusan dalam menjalankan peran sebagai konselor

adiksi.

Aspek kedua yaitu peran konselor adiksi dalam membantu dalam proses

rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia

bahwa bahwa dalam konteks rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA

di Yayasan Penuai Indonesia, terdapat serangkaian tahapan dan prosedur yang

dilibatkan. Edukasi tentang NAPZA dan adiksi, membantu klien menemukan

tujuan hidup, membangkitkan harapan, serta penggunaan teknik CBT dan REBT,

merupakan upaya yang dilakukan untuk membantu klien dalam menjaga


138

pemulihannya. Selain itu, kolaborasi dengan perawat dan psikiater juga penting

dalam memberikan aspek medis dan farmakologis dalam perawatan klien.

Konselor adiksi juga memainkan peran penting dalam mendukung rehabilitasi

sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA. Mereka dapat memberikan

dukungan, motivasi, dan arahan yang diperlukan untuk membantu klien mengatasi

masalah penyalahgunaan NAPZA.

Aspek ketiga yaitu peran konselor adiksi dianggap penting dalam

pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai

Indonesia adalah konselor adiksi harus mampu memahami kondisi dan kebutuhan

korban, serta menerapkan pendekatan yang tepat dan efektif dalam membantu

korban mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA, memberikan pendampingan,

konseling, edukasi, dan bantuan dalam merencanakan pemulihan klien. Konselor

adiksi membantu klien mengatasi tantangan fisik, emosional, dan sosial yang

muncul selama proses rehabilitasi, memastikan pemulihan yang optimal dan

mendorong perubahan positif dalam kehidupan klien serta menjadi jembatan

antara klien dan keluarganya.

Aspek keempat yaitu pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban

penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia, konselor adiksi harus

bersedia menyediakan waktu yang memadai dan fleksibel. Mereka terlibat dalam

berbagai tahapan, termasuk evaluasi awal, sesi konseling, koordinasi dengan tim

rehabilitasi, pemantauan kemajuan klien, dan penyesuaian program jika

diperlukan. Waktu yang diinvestasikan oleh konselor adiksi memainkan peran


139

krusial dalam membantu klien mencapai pemulihan fisik, mental, dan sosial yang

optimal, serta mencegah terjadinya kekambuhan.

Aspek kelima yaitu peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi

sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia

dianggap kurang efektif oleh klien dan tenaga profesional terkait. Dampak yang

penting dari peran konselor adiksi ini membantu individu untuk pulih dan

mencegah terjadinya kekambuhan. Dengan menggunakan pendekatan yang

terarah, konselor adiksi dapat memberikan dukungan emosional, bimbingan, dan

perencanaan yang membantu klien mengatasi tantangan terkait penyalahgunaan

NAPZA. Dalam meningkatkan efektivitas pelayanan, perhatian harus diberikan

pada motivasi klien, pengembangan skill konselor adiksi, dan juga alokasi sumber

daya manusia dan anggaran yang memadai untuk mendukung pelaksanaan tugas

konselor adiksi secara optimal. Semua faktor ini merupakan elemen kunci dalam

memastikan konselor adiksi dapat memberikan pelayanan yang efektif dan

membantu klien mencapai pemulihan yang berhasil dan berkelanjutan dari

masalah penyalahgunaan NAPZA.

Aspek keenam yaitu tempat konselor adiksi melaksanakan perannya dalam

pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai

Indonesia terjadi di lingkungan yayasan itu sendiri, dimana mencakup ruang

konseling, ruang terapi khusus, ruang observasi, ruang edukasi, serta interaksi

diluar yayasan seperti kunjungan rumah (home visit). Dengan demikian, konselor

adiksi akan dapat memberikan pelayanan rehabilitasi yang lebih baik dan efektif
140

bagi korban penyalahgunaan NAPZA, serta membantu mereka kembali ke

kehidupan yang sehat dan produktif.

Peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban

penyalahgunaan NAPZA memiliki dampak signifikan dalam membantu individu

melewati proses pemulihan dan mencegah kembali jatuh ke dalam pola

penyalahgunaan. Implikasi kebijakan yang didasarkan pada temuan penelitian ini

dapat membantu memperkuat upaya pencegahan dan rehabilitasi dalam

menghadapi masalah adiksi NAPZA di masa mendatang

Dibalik peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA, terdapat beberapa masalah yang menjadi penghambat

konselor adiksi dalam melaksanakan peranannya. Konselor adiksi dalam

pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai

Indonesia menghadapi berbagai kendala dan tantangan dalam melaksanakan peran

mereka. Kurangnya sumber daya manusia, keterbatasan anggaran dan

keterbatasan pengetahuan dan keterampilan menjadi beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi efektivitas pelayanan konselor adiksi. Upaya perlu dilakukan

untuk mengatasi kendala dan tantangan ini guna memastikan pelayanan

rehabilitasi sosial yang optimal bagi korban penyalahgunaan NAPZA.

Dari masalah masalah tersebut, muncul beberapa kebutuhan untuk

menjawab masalah tersebut bahwa Yayasan Penuai Indonesia perlu

memprioritaskan Pengembangan sumber daya, pelatihan konselor adiksi,

supervisi dan dukungan, kolaborasi, pendidikan masyarakat, penggunaan

teknologi, serta evaluasi dan pemantauan. Dengan memenuhi kebutuhan ini,


141

diharapkan peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban

penyalahgunaan NAPZA dapat ditingkatkan, dan pelayanan yang lebih efektif dan

optimal dapat diberikan kepada klien.

Berdasarkan permasalah dan kebutuhan tersebut, peneliti mengusulkan

kegiatan yang mampu meningkatkan peran konselor adiksi dalam memberikan

pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai

Indonesia yaitu dengan memberikan pekerja sosial dan konselor adiksi

pemahaman mengenai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Program kegiatan

tersebut yaitu "Program Pengembangan Kompetensi Pekerja Sosial dan Konselor

Adiksi melalui Educational Group". Diharapkan dengan diberikan pemahaman

dilaksanakannya program ini maka proses tahapan intervensi yang diberikan

kepada klien dapat lebih maksimal karena pekerja sosial dan konselor adiksi dapat

bekerja sama dengan baik untuk menangani klien dengan penyalahgunaan

NAPZA.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka peneliti merangkum beberapa saran

yang ingin ditujukan kepada:

1. Yayasan Penuai Indonesia

Proses pelayanan yang diberikan oleh pihak lembaga dan konselor adiksi

pada dasarnya sudah cukup baik, namun masih diperlukan Pengembangan

pelayanan dengan melibatkan peran pekerja sosial dalam menangani klien di

dalam proses rehabilitasi agar pelayanan yang diberikan bisa lebih maksimal dan

efektif.
142

2. Konselor adiksi dan Pekerja Sosial Yayasan Penuai Indonesia

Pekerja sosial dan konselor adiksi diharapkan dapat bekerja sama dalam

menangani klien serta menjalankan peranan masing-masing sesuai dengan tugas

pokok dan fungsinya sebagai pekerja sosial dan konselor adiksi. Selalu berusaha

untuk meningkatkan kompetensi dengan mengikuti pelatihan-pelatihan berkaitan

dengan proses rehabilitasi korban penyalahguna NAPZA serta ilmu-ilmu yang

berkaitan dengan NAPZA serta masalah sosial. Berusaha untuk memberikan

pelayanan terbaik kepada klien.

3. Klien Adiksi di Yayasan Penuai Indonesia

Klien adiksi diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan

therapeutic community (TC), sehingga tujuan rehabilitasi dapat tercapai dengan

maksimal. Menerapkan nilai-nilai serta ilmu yang didapatkan selama di panti

dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya pada saat menjalani rehabilitasi tetapi

ketika sudah kembali ke rumah.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Maswardi Muhammad. 2015. Memahami Bahaya Narkoba dan Alternatif


Penyembuhannya. Yogyakarta: Media Akademik.

Hartono, A. 2019. Kepribadian Profesi Konselor Islami di Era Industri 4.0. Jurnal
Bimbingan Dan Konseling Ar-Rahman, 5(1), 62-66.

Irawan, D., & Nurjannah, I. 2020. Efektivitas Terapi Konseling Kelompok dalam
Menurunkan Tingkat Kecanduan pada Paseksin Rehabilitasi Sosial.
Jurnal Psikologi Undip, 19(2), 118-130. doi: 10.14710/jpu.19.2.118-130.

Jacobs, Ed. E. 2009. Group Counseling: Strategies and Skills, Seventh Edition.
West Virginia: Cengage Learning.

Koswara, Herry. 2011. Garvin: Groupwork. Bandung: STKS Bandung.

Moleong, Lexy. 2011. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Pincus, Allen dan Anne Minahan. 1973. Social Work Practice: Modal and
Methode. Itasca, Illinois: Peacock Publisher.

Prasetyo, A. 2018. Konseling Kelompok dalam Meningkatkan Kemandirian dan


Kualitas Hidup Narapidana Narkotika. Jurnal Psikologi Kepribadian dan
Sosial, 7(2), 49-56.

Rachmawati, T. 2018. Peran Konselor adiksi Dalam Pelayanan Rehabilitasi


Korban Penyalahgunaan NAPZA. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. 6(1),
34-42.

Ries, K. Richard. 2009. Principles of Addiction Medicine. Philadelphia.

Sari, P., Pertiwi, D. A., & Sinambela, L. P. 2019. Peran Konselor adiksi dalam
Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA. Jurnal Konseling
dan Pendidikan. 7(2), 127-132.

Sari, P. K. 2020. Peningkatan Kualitas Pelayanan Rehabilitasi Korban


Penyalahgunaan NAPZA Melalui Peran Konselor adiksi. Jurnal Psikologi
Terapan dan Pendidikan, 4(2), 146-153.

Sattu Alang, Nurul Ahwat R, H.M. 2020. Peran Konselor adiksi dalam Menangani
Pecandu NAPZA di Yayasan Kelompok Peduli Penyalahgunaan Narkotika
dan Obat-obatan Terlarang (YKP2N), Makassar. Jurnal Washiyah Volume
1 No. 2.

143
Soekanto, Soerjono. 2002. Teori Peranan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfa Beta.

Sukoco, Dwi Heru. 1995. Profesi Pekerjaan Sosial dan Pertolongannya.


Bandung: Kopma STKS Bandung.

Sutoyo, A. 2019. Peningkatan Keterampilan Melakukan Asesmen Non-Tes


Melalui Metode Penugasan. Jurnal Edukasi, 13(2).

Tazkiya, Ilmi. 2021. Peran Konselor Adiksi dalam Pemulihan Pecandu NAPZA
di Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau. Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim.

Widyantari, Alun. 2015. Konseling Korban Penyalahgunaan NAPZA di Panti


Sosial Pamardi Putra Kalasan Sleman. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga.

Winkel.WS 2005. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta:


Media Abadi.

Worden, W. James. 2018. Grief Counseling and Grief Theraphy. New York:
Springer.

Yafi, M. Aulia. 2022. Peran Konselor Adiksi dalam Proses Rehabilitasi Korban
Penyalahgunaan NAPZA. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung.

Zastrow, Charles. 1982. Introducing to Social Institution, Social Problem,


Services and Current Issues. Amerika: The Dorsey Press.

Sumber lain:

Badan Narkotika Nasional. 2003. Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA


Bagi Remaja. Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.

Profil Yayasan Penuai Indonesia.2022


Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Lembaran Negara RI
Tahun 2009, No. 35. Sekretariat Negara. Jakarta Indonesia.

144
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi

Gambar 1. Wawancara Gambar 2. Wawancara


Informan A informan M

Gambar 3. Case Conference Gambar 4. Program Edukasi


Klien

Gambar 5. Fasilitas olahraga Gambar 6. Fasilitas Olahraga

145
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

146
Lampiran 3. Instrumen Wawancara
Informan : Konselor adiksi

Pedoman Wawancara Penelitian tentang


Peran Konselor adiksi Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia
Cianjur

1 Tujuan Memperoleh data dan informasi secara mendalam untuk


memperoleh gambaran tentang Peran Konselor adiksi
Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan NAPZA Di Yayasan Penuai Indonesia
Cianjur

2 Teknik Wawancara mendalam


3 Lokasi Yayasan Penuai Indonesia Cipanas Kabupaten Cianjur
4 Waktu Menyesuaikan kondisi lapangan
5 Proses Wawancara 1. Perkenalan sekaligus memberikan penjelasan tentang
maksud dan tujuan penelitian
2. Menanyakan kesediaan informan untuk dilakukan
wawancara dan direkam sebagai bahan penelitian
3. Mohon izin kepada informan atas keberadaan peneliti
dalam kegiatan informan untuk mengumpulkan data
4. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan
sesuai dengan padoman wawancara
5. Menyampaikan terimakasih kepada informan atas
informasi yang telah diberikan kepada peneliti
6 Perlengkapan 1. Alat tulis
2. Buku catatan
3. Alat perekam
4. Kamera

1. Karakteristik Informan
a. Nama Informan :
b. Umur :
c. Jabatan :
d. Lama Terlibat :
e. Pendidikan terakhir :
f. Alamat :

147
2. Pertanyaan

a. Apa peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban


penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia?

1. Peran konselor adiksi menurut pendapat konselor adiksi


2. Peran konselor adiksi membantu korban penyalahgunaan NAPZA dalam
mengatasi masalah-masalah yang muncul selama proses rehabilitasi sosial
3. Peran konselor adiksi dalam meningkatkan kualitas pelayanan rehabilitasi
sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia
sebagai seorang konselor adiksi

b. Bagaimana konselor adiksi membantu dalam proses rehabilitasi sosial


korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia?

1. Proses rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA dilakukan


di Yayasan Penuai Indonesia
2. Hal-hal yang dilakukan konselor adiksi untuk membantu korban
penyalahgunaan NAPZA dalam proses rehabilitasi sosial
3. Strategi konselor adiksi membantu korban penyalahgunaan NAPZA dalam
memahami penyebab dan akar masalah klien
4. Metode atau teknik yang biasa digunakan konselor adiksi untuk membantu
korban penyalahgunaan NAPZA dalam mengatasi kecanduan klien
5. Teknik yang digunakan konselor adiksi membantu korban penyalahgunaan
NAPZA dalam merencanakan dan mencapai tujuan klien setelah selesai
melakukan rehabilitasi sosial
c. Mengapa peran konselor adiksi dianggap penting dalam pelayanan
rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia?
1. Peran konselor adiksi yang dianggap sangat penting dalam membantu
korban penyalahgunaan NAPZA dalam proses rehabilitasi sosial

148
2. Cara konselor adiksi dapat membantu korban penyalahgunaan NAPZA
dalam merubah perilaku buruk mereka menjadi perilaku yang lebih positif
dan sehat
3. Kontribusi terbesar yang diberikan oleh konselor adiksi dalam membantu
korban penyalahgunaan NAPZA dalam mencapai tujuan mereka selama
proses rehabilitasi sosia
4. Pendapat konselor adiksi tentang yang harus dilakukan untuk
meningkatkan peran dan kualitas konselor adiksi dalam membantu korban
penyalahgunaan NAPZA dalam proses rehabilitasi sosial di Yayasan
Penuai Indonesia

dd. Kapan konselor adiksi harus terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia?
1. Waktu yang tepat untuk konselor adiksi terlibat dalam proses rehabilitasi
sosial
2. Cara seorang konselor adiksi menentukan kapan waktu yang tepat untuk
terlibat dalam proses rehabilitasi sosial untuk korban penyalahgunaan
NAPZA
3. Cara konselor adiksi menentukan waktu terlibatnya dalam proses
rehabilitasi sosial untuk korban dengan tingkat keparahan ketergantungan
yang berbeda-beda
4. Lama proses konseling yang dilakukan konselor adiksi dalam pelayanan
rehabilitasi sosial
5. Peran konselor adiksi dapat membantu korban mencapai hasil rehabilitasi
sosial yang lebih cepat dengan terlibat pada waktu yang tepat dalam proses
rehabilitasi sosial
e. Bagaimana efektivitas peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia dinilai
oleh klien dan tenaga profesional terkait?

149
1. Efektivitas peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi sosial untuk
korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia menurut
konselor adiksi
2. Peran penting dukungan konselor adiksi dalam proses rehabilitasi sosial
bagi klien yang mengalami ketergantungan NAPZA
3. Keterkaitan tenaga profesional terkait, seperti dokter, perawat, dan
psikolog, dalam efektivitas peran konselor adiksi dalam pelayanan
rehabilitasi sosial untuk korban penyalahgunaan NAPZA
4. Cara konselor adiksi mengevaluasi efektivitas peran mereka dalam
pelayanan rehabilitasi sosial untuk korban penyalahgunaan NAPZA di
Yayasan Penuai Indonesia
5. Cara konselor adiksi dan tenaga profesional terkait dapat bekerja sama
untuk meningkatkan efektivitas pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban
penyalahgunaan NAPZA

f. Di mana konselor adiksi melaksanakan perannya dalam pelayanan rehabilitasi


sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia?
1. Tempat konselor adiksi bertemu dengan korban penyalahgunaan NAPZA
yang sedang dalam proses rehabilitasi
2. Bentuk fasilitas dan ruang yang tersedia di Yayasan Penuai Indonesia yang
digunakan konselor adiksi dalam menjalankan perannya dalam pelayanan
rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA
3. Bentuk ruang khusus di Yayasan Penuai Indonesia yang digunakan
konselor adiksi untuk memberikan edukasi dan pelatihan kepada korban
penyalahgunaan NAPZA
4. Strategi konselor adiksi membantu korban penyalahgunaan NAPZA untuk
menemukan tempat atau lingkungan yang aman dan mendukung setelah
proses rehabilitasi sosial selesai
5. Bentuk dukungan dari konselor adiksi dalam memfasilitasi korban
penyalahgunaan NAPZA untuk menghadiri pertemuan atau acara yang

150
berhubungan dengan pencegahan dan rehabilitasi sosial di luar Yayasan
Penuai Indonesia

g. Bagaimana hasil yang dicapai konselor adiksi dalam penanganan pecandu


NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia?
1. Hasil yang dicapai oleh konselor adiksi dalam membantu penanganan
pecandu NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia
2. Tantangan terbesar yang dihadapi oleh konselor adiksi dalam
membantu para pecandu NAPZA dan bagaimana cara mengatasinya
3. Peran konselor adiksi memastikan bahwa para pecandu NAPZA yang
telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat kembali ke masyarakat
dengan aman dan sukses
4. Fokus utama konselor adiksi dalam membantu para pecandu NAPZA,
apakah semata-mata menghentikan kebiasaan buruk atau lebih dari itu
5. Contoh kasus sukses dalam rehabilitasi pecandu NAPZA yang sudah
dilakukan oleh konselor adiksi di Yayasan Penuai Indonesia

151
Informan : Pekerja Sosial

Pedoman Wawancara Penelitian tentang


Peran Konselor adiksi Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia
Cianjur

1 Tujuan Memperoleh data dan informasi secara mendalam untuk


memperoleh gambaran tentang Peran Konselor adiksi
Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan NAPZA Di Yayasan Penuai Indonesia
Cianjur

2 Teknik Wawancara mendalam


3 Lokasi Yayasan Penuai Indonesia Cipanas Kabupaten Cianjur
4 Waktu Menyesuaikan kondisi lapangan
5 Proses Wawancara 1. Perkenalan sekaligus memberikan penjelasan tentang
maksud dan tujuan penelitian
2. Menanyakan kesediaan informan untuk dilakukan
wawancara dan direkam sebagai bahan penelitian
3. Mohon izin kepada informan atas keberadaan peneliti
dalam kegiatan informan untuk mengumpulkan data
4. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan
sesuai dengan padoman wawancara
5. Menyampaikan terimakasih kepada informan atas
informasi yang telah diberikan kepada peneliti
6 Perlengkapan 1. Alat tulis
2. Buku catatan
3. Alat perekam
4. Kamera

1. Karakteristik Informan
a. Nama Informan :

152
b. Umur :
c. Jabatan :
d. Lama Terlibat :
e. Pendidikan terakhir :
f. Alamat :

2. Pertanyaan

a. Mengapa peran konselor adiksi dianggap penting dalam pelayanan


rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia?

1. Peran konselor adiksi dalam membantu proses rehabilitasi sosial korban


penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia menurut
pandangan pekerja sosial
2. Tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh konselor adiksi dalam
memberikan pelayanan rehabilitasi sosial untuk korban penyalahgunaan
NAPZA menurut pandangan pekerja sosial
3. Penilaian kualitas pelayanan yang diberikan oleh konselor adiksi di
Yayasan Penuai Indonesia menurut pandangan pekerja sosial
4. Kemampuan konselor adiksi dalam membangun hubungan yang baik
dengan klien menurut pandangan pekerja sosial
5. Faktor pendukung dan penghambat efektivitas peran konselor adiksi dalam
pelayanan rehabilitasi sosial untuk korban penyalahgunaan NAPZA di
Yayasan Penuai Indonesia
6. Pandangan pekerja sosial tentang kebijakan dan program yang diterapkan
oleh Yayasan Penuai Indonesia dalam memberikan pelayanan rehabilitasi
sosial untuk korban penyalahgunaan NAPZA

b. Bagaimana efektivitas peran konselor adiksi dalam pelayanan rehabilitasi


sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia dinilai
oleh klien dan tenaga profesional terkait?

153
1. Hal-hal yang dilakukan oleh konselor adiksi dalam memberikan pelayanan
rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA menurut
pandangan pekerja sosial
2. Penilaian efektivitas peran konselor adiksi oleh pekerja sosial dalam
pelayanan rehabilitasi sosial untuk korban penyalahgunaan NAPZA di
Yayasan Penuai Indonesia
3. Program atau metode yang dianggap paling efektif dalam membantu
proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia
4. Faktor yang mempengaruhi efektivitas peran konselor adiksi dalam
pelayanan rehabilitasi sosial untuk korban penyalahgunaan NAPZA di
Yayasan Penuai Indonesia
5. Bentuk saran atau masukan yang dapat diberikan kepada Yayasan Penuai
Indonesia dan konselor adiksi dalam meningkatkan efektivitas pelayanan
rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA

c. Hasil yang dicapai konselor adiksi dalam penanganan pecandu NAPZA di


Yayasan Penuai Indonesia

1. Hasil yang dicapai oleh konselor adiksi dalam menangani pecandu


NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia menurut pandangan pekerja sosial
2. Contoh konkret tentang bagaimana konselor adiksi berhasil membantu
pecandu NAPZA mengatasi masalah klien
3. Strategi konselor adiksi di Yayasan Penuai Indonesia menilai kesuksesan
terapi yang mereka lakukan, apakah mengukur keberhasilan secara
kuantitatif atau kualitatif
4. Saran atau rekomendasi yang dapat diberikan kepada konselor adiksi di
Yayasan Penuai Indonesia untuk meningkatkan efektivitas terapi mereka
dalam menangani pecandu NAPZA

154
Lampiran 4. Pedoman Observasi
Pedoman Observasi Penelitian tentang
Peran Konselor adiksi Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia Cianjur

No Aspek Observasi Hasil yang akan Dicapai Objek Observasi Langkah-Langkah Perlengkapan yang
Observasi Digunakan
1 Lokasi Penelitian Memperoleh informasi Kondisi lingkungan yayasan Mengamati lingkungan a. Panca indera
yaitu Yayasan mengenai gambaran umum yayasan dengan melakukan b. Alat tulis
Penuai Indonesia Yayasan Penuai Indonesia proses (melihat, mendengar, c. Alat perekam
Cipanas Kabupaten Cipanas Kabupaten Cianjur, merasakan dan mencatat). suara
Cianjur yaitu : d. Alat perekam
a Sarana dan prasarana gambar dan video.
b Fasilitas

155
Lampiran 5. Pedoman Studi Dokumentasi
Pedoman Studi Dokumentasi
Peran Konselor adiksi Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia Cianjur

No Tujuan Informan Dokumen Yang Diperlukan Sumber Data Perlengkapan Yang


Dibutuhkan
1 Mendapatkan data Ketua yayasan, Gambaran mengenai Profil Lembaga Yayasan 1.Panca indera
pendukung berupa data Pengurus yayasan a Sejarah YPI Penuai Indonesia 2. Alat tulis
gambaran Yayasan b Profil lembaga 3. Alat perekam suara
Penuai Indonesia c Sarana dan prasarana 4. Alat perekam gambar
d Fasilitas dan video
e Program lembaga
f Model pemulihan
g Jadwal kegiatan klien

156
Lampiran 6. Transkrip Hasil Penelitian

TRANSKRIP HASIL PENELITIAN


PERAN KONSELOR DALAM PELAYANAN REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DI
YAYASAN PENUAI INDONESIA CIANJUR
No Pertanyaan Jawaban Analisis
Konselor 1 Konselor 2 Konselor 3 Peksos 1 Peksos 2
Hari/Tanggal Selasa 9 Mei Rabu 10 Mei Kamis 11 Mei 2023 Jum’at 12 Mei Senin 15 Mei 2023
2023 2023 2023
Waktu 10.30 09.57 07.49 18.40 19.20
Lokasi Ruang Security Ruang Gazebo Ruang Gazebo Ruang Gazebo Mess Informan

157
Pertanyaan Jawaban Analisis

158
1.1 Karakteristik Subjek
1. Nama R
2. Alamat Wisma YPI Informan R merupakan laki laki dengan usia
3. Umur 44 Tahun 44 tahun. Beliau merupakan lulusan D-1
Perhotelan dan sekarang bekerja di Yayasan
5. Jenis Kelamin Laki-laki
Penuai Indonesia sebagai salah satu
6. Lama Bekerja Sebagai 8 Tahun konselor adiksi di Yayasan Penuai
Konselor Indonesia. Informan merupakan konselor
7. Pendidikan Terakhir D-1 adiksi dengan latar belakang mantan
pengguna NAPZA serta mantan klien di
Yayasan Penuai Indonesia. R sudah terlibat
menjadi konselor adiksi di Yayasan Penuai
Indonesia selama 8 tahun.
1.1 Peran konselor dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia
1. Bagaimana peran konselor Peran konselor menurut saya ya, Menurut informan R, peran konselor yaitu
menurut pendapat konselor pendampingan, mendampingi klien dan melakukan pendampingan terhadap klien
itu sendiri? tanggung jawab dari keluarga terhadap kita dan juga bertanggung jawab terhadap
kondisi klien kepada keluarga
2. Apa Peran konselor Biasanya kan kalau misalkan klien baru dateng Membantu klien menggali permasalahan
membantu korban tuh pasti ada masalah dan berbagai macam. yang ada pada diri klien dengan terus
penyalahgunaan NAPZA Selama yang saya dampingi itu mereka bloking melakukan pendampingan serta memberikan
dalam mengatasi masalah- terus kita kasih pemahaman terus kita gali pemahaman sehingga bisa mendapatkan
masalah yang muncul informasi dari dia sehingga mendapatkan satu kesimpulan dan solusi yang tepat atas
selama proses rehabilitasi kesimpulan dan kita berikan solusi agar dia permasalahan klien
sosial? bisa disini, memberi masukan atas
permasalahan yang muncul
3. Bagaimana Peran konselor kita harus masuk tepat waktu, sesama siapapun Menurut informan R, dengan masuk tepat
dalam meningkatkan terutama antar staf kita harus saling bisa waktu, saling menghargai dan sopan santun

159
kualitas pelayanan menghargai, mempunyai sopan santun, berikan sesama staf serta sharing pengalaman juga
rehabilitasi sosial bagi greeting, dibalik itu meningkatkan juga kualitas itu merupakan peran konselor dalam
korban penyalahgunaan di dalam lembaga sebagai konselor, disaat kita meningkatkan kualitas pelayanan
NAPZA di Yayasan Penuai bisa menangani suatu masalah dalam tanggung
Indonesia sebagai seorang jawab kita bisa sharing dengan staf yang lain,
konselor? tujuannya supaya apa yg kita lakukan untuk
klien agar tidak salah langkah, memecahkan
suatu permasalahan

1.2 Peran konselor membantu dalam proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia
1. Bagaimana Proses keluarga bisa survey dulu melalui staf disini Informan R menjelaskan bahwa dimulai dari
rehabilitasi sosial bagi seperti administrasi, marketing, karena itukan keluarga bisa survei dulu ke yayasan lalu
korban penyalahgunaan setelah dia survey keluarga bisa memutuskan proses penjemputan klien setelah itu
NAPZA dilakukan di bisa ditempatkan ditempat ini,proses dilakukan observasi diruang observasi
Yayasan Penuai Indonesia? penjemputannya bisa diantar keluarga bisa juga selama 7 hari untuk melihat kondisi
dijemput oleh staf dari yayasan, setelah datang emosional klien, setelah itu baru bisa
langsung masuk ruang observasi selama 7 hari bergabung dengan family di rumah
dengan melihat perkembangan kondisi klien, pemulihan untuk menjalankan terapi dengan
setelah itu bisa bergabung dengan family mengikuti aturan di Yayasan
menjalankan program, dan menjalankan
pemulihan dengan aturan dan disiplin yang ada
disini
2. Hal-hal apa saja yang melakukan asesmen, membantu menggali Melakukan asesmen, menggali masalah
dilakukan konselor untuk masalah, memfasilitasi apa yg klien butuhkan, klien, memfasilitasi apa yang klien
membantu korban memberikan konseling tentunya dan juga butuhkan, memberikan konseling serta
penyalahgunaan NAPZA membantu membuat rencana kedepannya membuat treatment plant bersama klien
dalam proses rehabilitasi setelah keluar dari sini

160
sosial?
3. Apa Strategi konselor kalau saya, lihat dulu pas datang sampai dia Menurut informan R, melihat perkembangan
membantu korban bergabung, liat perkembangannya selama 1-2 klien 1-2 bulan terhadap kondisi emosional
penyalahgunaan NAPZA bulan seperti perilaku dan tingkah lakunya, dan perilaku klien setelah itu akan muncul
dalam memahami biarkan saja dulu agar terlihat permasalahannya perilaku negatif klien yang dimana akan
penyebab dan akar masalah apa, lalu juga ada pembelajaran atas insiden diberikan pembelajaran untuk membantu
klien? yang dilakukan, mulai dari minim dulu seperti mengubah perilaku negatif klien. Dilakukan
tulis menulis sampai yang berat seperti juga konseling untuk membantu menemukan
aktivitas fisik, lalu konseling, dengan solusi atas permasalahan klien
sendirinya juga dia bakal cerita sendiri, liat
juga kepribadiannya tertutup apa terbuka,
dengan pendekatan program pendekatan ke
mereka dan juga konseling
4. Apa Metode atau teknik ya metode ny salah satu juga yaitu ikuti Metode yang digunakan yaitu mengikuti
yang biasa digunakan program, copying skill, menghindari kebosanan program yang ada, copying skill,
konselor untuk membantu terhadap kebiasaan selama disini, lalu kita menghindari kebosanan dengan
korban penyalahgunaan kasih seminar karna ga bisa lepas kita harus menggunakan fasilitas yang ada serta
NAPZA dalam mengatasi pake, selebihnya ya pintar-pintar kita, diajakin pemberian seminar, selebihnya kecakapan
kecanduan klien? ngobrol, ngerokok, pasti ada aja mereka cerita konselor dalam melakukan pendekatan
curhat gitu seperti diajak berbicara, merokok bersama.
5. Apa Teknik yang jadi contoh emosi, teori nya agak sulit, jadi Menurut informan R, pertama dengan
digunakan konselor enak praktek langsung, berikan pembelajaran berdoa meminta kepada tuhan untuk jadi
membantu korban dulu baru setelah dia sadar baru kita cari solusi, lebih baik lalu membereskan isu yang ada
penyalahgunaan NAPZA faktor yg sulit dinasehati, merasa diri nya dan membuat rencana kedepan yang matang
dalam merencanakan dan benar, itu yg harus dia bisa kendalikan sendiri, bersama klien dengan selalu melakukan
mencapai tujuan klien pertama itu dengan berdoa meminta kepada pendekatan emosional
setelah selesai melakukan tuhan untuk pulih jadi lebih baik, terus
rehabilitasi sosial? rencanamu kedepan mau apa, bereskan dulu isu

161
diri nya yg emosi tadi contohnya, berikan juga
treat yang benar agar dia bisa percaya sama
kita yg konselor ini
1.3 Peran konselor dianggap penting dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia
1. Apa Peran konselor yang karna kan jelas datang kesini dia ada Menjadi pendamping layaknya orang tua
dianggap sangat penting pendamping kan pengganti orang tua, kita jadi disini untuk klien bisa bercerita dan mencari
dalam membantu korban tempat cerita, disaat dia mengalami penurunan solusi atas permasalahan klien
penyalahgunaan NAPZA semangat dalam rehabilitasi, dia pendek dia
dalam proses rehabilitasi gabisa cerita nah disitulah saya masuk sebagai
sosial? konselor, minimal masalah dia saya bantu
selesaikan. Kalo ga ada konselor juga
rehabilitasi ga akan berjalan juga. Jadi intinya
sangat penting ya
2. Bagaimana Cara konselor nah itu tadi, kita lihat perkembangan masalah Awalnya melihat perkembangan kondisi
dapat membantu korban dia ya kita berikan terapi yang menurut dia ga klien lalu apabila ada permasalahan
dalam merubah perilaku terlalu berat, jangan berikan pembelajaran yang diberikan pembelajaran sesuai dengan
buruk menjadi perilaku tidak sesuai dengan isu dia karna ga akan kemampuan klien sehingga akan membantu
yang lebih positif dan membantu dia sama aja memberatkan dia, secara perlahan mengubah perilaku negatif
sehat? berikan sesuai kemampuan dia pasti nanti dia dari klien
akan berkembang dengan sendirinya
3. Apa Kontribusi terbesar yaa kontribusi sii selalu bisa mendampingi Menurut informan R, kontribusi terbesar
yang diberikan oleh klien setiap kapanpun mereka butuh nah itu dari dia kepada klien yaitu selalu
konselor dalam membantu juga tanggung jawab saya buat klien itu sendiri, mendampingi klien setiap saat dan akan
korban penyalahgunaan dan saya juga bisa membantu menyelesaikan berdampak pada perubahan sikap klien
NAPZA dalam mencapai isu yg ada pada mereka dan mereka bisa
tujuan mereka selama berkembang dengan sendirinya berdasarkan

162
proses rehabilitasi sosial?pembelajaran yang saya berikan yang akhirnya
saya bangga kalo klien saya bisa berubah isu
negatifnya menjadi isu positifnya jadi gitu
4. Apa Pendapat konselor kita harus masuk tepat waktu, sesama siapapun Menurut informan R, dengan masuk tepat
tentang yang harus terutama antar staf kita harus saling bisa waktu, saling menghargai dan sopan santun
dilakukan untuk menghargai, mempunyai sopan santun, berikan sesama staf serta sharing pengalaman juga
meningkatkan peran dan greeting, dibalik itu meningkatkan juga kualitas itu merupakan peran konselor dalam
kualitas konselor dalam di dalam lembaga sebagai konselor, disaat kita meningkatkan kualitas pelayanan
membantu korban bisa menangani suatu masalah dalam tanggung
penyalahgunaan NAPZA jawab kita bisa sharing dengan staf yang lain,
dalam proses rehabilitasi tujuannya supaya apa yg kita lakukan untuk
sosial di Yayasan Penuai klien agar tidak salah langkah, memecahkan
Indonesia? suatu permasalahan
1.4 Waktu konselor harus terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia
1. Kapan Waktu yang tepat jadi waktu yang tepat ya di saat klien datang Waktu yang tepat itu saat klien baru datang
untuk konselor adiksi baru bisa kita turun tangan buat klien kita dan konselor langsung menangani klien
terlibat dalam proses rancang semua rencana pemulihan klien jadi
rehabilitasi sosial? yaa saat klien baru datang kita bisa tangani
langsung
2. Bagaimana Cara seorang biasanya setelah melihat kondisi klien setelah Biasanya dilakukan saat klien keluar dari
konselor adiksi keluar dari ruangan observasi dan berhubungan observasi dan bergabung dengan family
menentukan kapan waktu dengan family menjalankan program untuk menjalankan program terapi
yang tepat untuk terlibat pemulihan, kita gali permasalahannya baru bisa
dalam proses rehabilitasi kita tentukan waktu yang tepat buat buat
sosial untuk korban mengolah klien
penyalahgunaan NAPZA?

163
3. Bagaimana Cara konselor butuh waktu sekitar 3 minggu untuk melihat Konselor membutuhkan waktu sekitar 3
adiksi menentukan waktu kondisi klien kepada keluarga, teman ataupun minggu untuk melihat kondisi klien dan
terlibatnya dalam proses lingkungan mereka, kita tanya ada apa setelah itu baru bisa merencanakan program
rehabilitasi sosial untuk dikeluarga, di sekolah atau lingkungan kerja, pemulihan selama 12 bulan, dan sedang itu
korban dengan tingkat ohh seperti ini tingkat keparahannya, jadi kalau bisa 6-9 bulan dan ringan 3-6 bulan
keparahan ketergantungan parah kita bisa sarankan untuk menjalankan
yang berbeda-beda? program selama 12 bulan, dan sedang itu bisa
6-9 bulan dan ringan ya 3-6 bulan
4. Berapa Lama proses lama prosesnya yaa rata-rata 35-60 menit, Lama waktu proses konseling yaitu 35-60
konseling yang dilakukan kadang 30 menit juga udah oke sih nanti kalo menit
konselor dalam pelayanan kelamaan bosen mereka
rehabilitasi sosial?
5. Apa Peran konselor adiksi saat mengetahui permasalahan klien kita bisa Membuat treatment plant bersama klien
dapat membantu korban langsung rencanain treatment plant buat terlebih dahulu agar semakin bagus untuk
mencapai hasil rehabilitasi mereka agar waktu tidak terbuang sia-sia, jadi perkembangan klien
sosial yang lebih cepat semakin cepat kita turun ke klien ya semakin
dengan terlibat pada waktu bagus juga buat perkembangan kondisi klien
yang tepat dalam proses
rehabilitasi sosial?
1.5 Efektivitas peran konselor dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia dinilai oleh klien dan tenaga profesional terkait
1. Bagaimana Efektivitas yang sudah saya jelaskan tadi di awal kalo buat Menurut informan R, efektifitas pelayanan
peran konselor adiksi saya ya 70 berhasil 30 tidak, kenapa begitu, itu tergantung juga kepada kemauan klien
dalam pelayanan karena sebanyak apapun konselor memberikan untuk merubah dirinya ke arah yang lebih
rehabilitasi sosial untuk bantuan klo dia nya nggak ada niat buat baik begitupun sebaliknya
korban penyalahgunaan berubah ya sama aja boong, ga ada gunanya
NAPZA di Yayasan Penuai mereka kesini, gitu

164
Indonesia menurut
konselor?
2. Apa Peran penting karna kan jelas datang kesini dia ada Menjadi pendamping saat klien butuh untuk
dukungan konselor adiksi pendamping kan pengganti orang tua, kita jadi cerita kapanpun dan dimanapun
dalam proses rehabilitasi tempat cerita, disaat dia mengalami penurunan
sosial bagi klien yang semangat dalam rehabilitasi, dia pendek dia
mengalami ketergantungan gabisa cerita nah disitulah saya masuk sebagai
NAPZA? konselor, minimal masalah dia saya bantu
selesaikan. Kalo ga ada konselor juga
rehabilitasi ga akan berjalan juga. Jadi intinya
sangat penting ya
3. Bagaimana Keterkaitan karna kalo dokter psikiater kan klien juga ada Contoh keterkaitannya yaitu saat klien ada
tenaga profesional terkait, konsumsi obat buat penenang gitu ya harus konsumsi obat dan itu harus berdasarkan
seperti dokter, perawat, dan diawasi terus sama psikiater, makanya sangat resep dari dokter sedangkan konselor tidak
psikolog, dalam efektivitas penting juga peran psikiater dalam membantu ada hak untuk pemberian obat kepada klien
peran konselor adiksi menangani klien disini dan saya sbg konselor
dalam pelayanan juga bisa belajar dari psikiater itu sendiri
rehabilitasi sosial untuk
korban penyalahgunaan
NAPZA?
4. Bagaimana Cara konselor ya seperti tadi, kita mendampingi dia dari nol Dengan melihat perkembangan klien saat
adiksi mengevaluasi sampai keluar dari sini dan begitu banyak klien menjalani pemulihan di luar Yayasan,
efektivitas peran mereka yg sudah saya tangani dan kebanyakan yaa 70 dengan begitu bisa dinilai sendiri tingkat
dalam pelayanan persen berhasil 30 ny ya jalani sendiri, dari sini efektifitas peran konselor tersebut
rehabilitasi sosial untuk saja kita bisa tau kan
korban penyalahgunaan
NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia?

165
5. Bagaimana Cara konselor yaa selalu berkoordinasi juga sama orang2 itu Selalu berkoordinasi dengan tenaga
adiksi dan tenaga karena kita juga ga bisa jalan sendiri kann kita profesional untuk perkembangan klien
profesional terkait dapat ga terlalu paham sama obat2an dan sebagainya
bekerja sama untuk jadi harus ada pendampingan dari psikiater
meningkatkan efektivitas juga
pelayanan rehabilitasi
sosial bagi korban
penyalahgunaan NAPZA?
1.6 Tempat konselor melaksanakan perannya dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di
Yayasan Penuai Indonesia
1. Dimana Tempat konselor yaa setiap hari ya di facility, kayak ruang Tempatnya yaitu di semua fasilitas yang ada
bertemu dengan korban konseling yaa dimana aja klien bisa bercerita di Yayasan
penyalahgunaan NAPZA
yang sedang dalam proses
rehabilitasi?
2. Apa saja Bentuk fasilitas gazebo, ruang konseling, kantor, internal Terdapat banyak ruangan seperti gazebo,
dan ruang yang tersedia di trainer, ruang serbaguna, kamar klien, sarana ruang konseling, kantor, internal trainer,
Yayasan Penuai Indonesia olahraga, lapangan juga buat olahraga ruang serba guna, serta sarana olahraga
yang digunakan konselor
dalam menjalankan
perannya dalam pelayanan
rehabilitasi sosial korban
penyalahgunaan NAPZA?
3. Adakah Bentuk ruang adaa, RSG itu ruang serba guna, ada ruang Tempatnya yaitu ruang konseling dan ruang
khusus di Yayasan Penuai konseling juga serbaguna
Indonesia yang digunakan
konselor untuk

166
memberikan edukasi dan
pelatihan kepada korban
penyalahgunaan NAPZA?
4. Bagaimana Strategi kita harus liat kenyamanan klien, contoh klien Dengan melihat kenyamanan klien saat
konselor membantu korban mau merokok ya kita sarankan untuk di bercerita, apabila klien ingin merasa
penyalahgunaan NAPZA gazebo, nyari senyaman mungkin buat klien ceritanya tidak didengar orang lain bisa
untuk menemukan tempat cerita, klo tulis menulis ya di SRG, klo seminar gunakan ruangan konseling dan apabila
atau lingkungan yang aman itu yaa di RSG jg bisa klien ingin bercerita dengan santai sambil
dan mendukung setelah merokok bisa juga menggunakan gazebo
proses rehabilitasi sosial
selesai?
5. Adakah Bentuk dukungan klo utk yayasan yaa welcome sii cuman belum Belum ada kegiatan seperti itu, kalaupun ada
dari konselor dalam ada kegiatan yg seperti ituu buat klien pihak yayasan memberikan izin atas hal itu
memfasilitasi korban berkegiatan di luar
penyalahgunaan NAPZA
untuk menghadiri
pertemuan atau acara yang
berhubungan dengan
pencegahan dan rehabilitasi
sosial di luar Yayasan
Penuai Indonesia?

Pertanyaan Jawaban Analisis


1.1 Karakteristik Subjek
1. Nama M
2. Alamat Wisma YPI Informan M merupakan laki laki dengan

167
3. Umur 36 Tahun
5. Jenis Kelamin Laki-laki usia 36 tahun. Beliau merupakan lulusan
6. Lama Bekerja Sebagai 8 Tahun SMK dan sekarang bekerja di Yayasan
Konselor Penuai Indonesia sebagai salah satu
konselor adiksi di Yayasan Penuai
7. Pendidikan Terakhir SMK
Indonesia. Informan merupakan konselor
adiksi dengan latar belakang mantan
pengguna NAPZA serta mantan klien di
Yayasan Penuai Indonesia. M sudah terlibat
menjadi konselor adiksi di Yayasan Penuai
Indonesia selama 8 tahun.
1.1 Peran konselor dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia
1. Bagaimana peran konselor melakukan konseling, menggali informasi Menurut informan M, peran konselor itu
menurut pendapat konselor sebanyak banyaknya sendiri adalah melakukan konseling,
itu sendiri? menggali informasi sebanyak-banyaknya
untuk membantu menyelesaikan
permasalahan yang ada pada klien
2. Apa Peran konselor melakukan case conference, berunding juga Peran konselor dalam mengatasi masalah
membantu korban dengan staf lainnya utk tindakan yg akan yang muncul selama rehabilitasi klien yaitu
penyalahgunaan NAPZA dilakukan oleh klien, dan menjadi penengah melakukan case conference dengan staf
dalam mengatasi masalah- antara klien dan keluarga untuk tindakan yang akan berikan kepada
masalah yang muncul klien serta menjadi penengah antara klien
selama proses rehabilitasi dengan keluarganya
sosial?
3. Bagaimana Peran konselor meningkatkan kedisiplinan, berkoordinasi Peran konselor dalam peningkatan kualitas
dalam meningkatkan dengan yg lain, dan juga kepada koordinator, pelayanan yaitu dengan meningkatkan
kualitas pelayanan memberikan keputusan juga sii kedisiplinan, berkoordinasi dengan staf yang
rehabilitasi sosial bagi lain serta memberikan keputusan terkait

168
korban penyalahgunaan pelayanan dalam rehabilitasi
NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia sebagai seorang
konselor?

1.2 Peran konselor membantu dalam proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia
1. Bagaimana Proses hmm mulai dari penerimaan dulu, observasi Dijelaskan bahwa mulai dari penerimaan
rehabilitasi sosial bagi melihat perkembangan klien, konsultasi dengan klien di Yayasan, observasi terhadap klien,
korban penyalahgunaan psikiater, baru kita lakukan skrining awal untuk konsultasi dengan pihak profesional yang
NAPZA dilakukan di mengidentifikasi pemakaian nya apa aja dan dimana itu diluar kapasitas dari konselor itu
Yayasan Penuai Indonesia? mencari informasi dengan keluarga, baru kita sendiri, lalu ada screening untuk
masukin dalam program, itu selama 6-8 bulan mengidentifikasi penggunaan narkoba dan
itu fase primary, dan 8-12 bulan itu fase re mencari informasi dengan keluarga serta
entry sumber-sumber yang dibutuhkan. Proses
pemulihan normalnya terdiri dari dua fase
yaitu primary 6-8 bulan dan re-entry 8-12
bulan
2. Hal-hal apa saja yang melakukan asesmen, membantu menggali Hal-hal yang dilakukan M untuk membantu
dilakukan konselor untuk masalah, memfasilitasi apa yg kalian butuhkan, klien dalam melakukan asesmen, menggali
membantu korban memberikan konseling tentunya dan juga masalah, memfasilitasi klien, memberikan
penyalahgunaan NAPZA membantu membuat rencana kedepannya konseling dan membuat rencana setelah
dalam proses rehabilitasi setelah keluar dari sini keluar dari rumah pemulihan
sosial?
3. Apa Strategi konselor mencari akar permasalah terlebih dahulu, kita Menurut informan M, Strateginya yaitu
membantu korban membuka pikiran klien bagaimana solusinya dengan mengajak klien berbicara tentang isi
penyalahgunaan NAPZA agar permasalahan ini bisa terselesaikan pikiran pelayan serta mencarikan solusi agar
dalam memahami permasalahan klien dapat terselesaikan

169
penyebab dan akar masalah sesuai dengan keinginan klien tersebut dan
klien? yang lain butuhkan
4. Apa Metode atau teknik kita konsultasi dengan perawat lalu ke psikiater Menurut informan m konselor berkonsultasi
yang biasa digunakan lalu dia memberikan obat, kita memastikan dengan perawat lalu perawat berkonsultasi
konselor untuk membantu obat itu diminum oleh klien sesuai jam yg juga dengan psikiater setelah itu psikiater
korban penyalahgunaan diberikan psikiater memberikan obat dan konselor memastikan
NAPZA dalam mengatasi bahwa obat yang diminum oleh klien sesuai
kecanduan klien? jam dan takaran yang diberikan oleh
psikiater
5. Apa Teknik yang melakukan treatment plant dan sesudahnya kita Teknik yang digunakan konselor yaitu
digunakan konselor lakukan home visit atau kontak dengan melakukan treatment plan dan sesudahnya
membantu korban keluarganya konselor melakukan home visit ataupun
penyalahgunaan NAPZA melakukan komunikasi dengan keluarganya
dalam merencanakan dan melalui handphone
mencapai tujuan klien
setelah selesai melakukan
rehabilitasi sosial?
1.3 Peran konselor dianggap penting dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia
1. Apa Peran konselor yang ya karena konselor disini sangat membantu Informan m menjelaskan bahwa konselor
dianggap sangat penting klien dalam menemukan permasalahannya sangat membantu klien dalam menemukan
dalam membantu korban serta membantu mencari solusi juga atas permasalahan serta membantu mencarikan
penyalahgunaan NAPZA permasalahan yg dialami klien dan juga solusi atas permasalahan yang dialami klien
dalam proses rehabilitasi jembatan antara klien dengan keluarganya. dan juga menjadi jembatan antara client
sosial? Konselor ini lebih cenderung orang yg dengan keluarganya
mengerti apa itu adiksi kita memahami apa yg
dirasakan klien jadi kita bisa menjiwai klien itu

170
dan berikan motivasi kepada klien
2. Bagaimana Cara konselor melalui konfrontasi terus pemberian outcome Dijelaskan bahwa melalui konfrontasi
dapat membantu korban agar mendapatkan input yg lebih positif ya, setelah itu diberikan outcome agar
penyalahgunaan NAPZA melakukan konseling kenapa sih kamu mendapatkan input yang lebih positif setelah
dalam merubah perilaku melakukan hal ini berulang-ulang, kalau itu dilakukan konseling mengenai
buruk mereka menjadi memang itu perilaku yang buruk kenapa nggak permasalahan yang terjadi
perilaku yang lebih positif berubah ke lebih baik
dan sehat?
3. Apa Kontribusi terbesar ya klien dapat menjalani hidup normal dan Informan menjelaskan bahwa
yang diberikan oleh dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kontribusi terbesar yaitu klien
konselor dalam membantu memberikan motivasi, dukungan, support, dapat menjalani hidup normal
korban penyalahgunaan penanganan masalah, lebih cenderung ke situ dan dapat berfungsi di
NAPZA dalam mencapai sih keluarga serta masyarakat
tujuan mereka selama serta memberikan motivasi
proses rehabilitasi sosial? dukungan kepada klien
4. Apa Pendapat konselor mengikuti pelatihan juga update materi baru Menurut pendapat informan m yang harus
tentang yang harus untuk membantu pelayanan sebagai konselor. dilakukan untuk meningkatkan peran dan
dilakukan untuk Materi juga didapatkan dari BNN dan juga kualitas konselor itu adalah dengan
meningkatkan peran dan internal trainer yaitu bro Andre sendiri, dan mengikuti pelatihan serta update materi
kualitas konselor dalam juga melakukan case conference untuk terbaru untuk membantu pelayanan sebagai
membantu korban pemecahan masalah konselor
penyalahgunaan NAPZA
dalam proses rehabilitasi
sosial di Yayasan Penuai
Indonesia?
1.4 Waktu konselor harus terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia

171
1. Kapan Waktu yang tepat saat melakukan konseling, dari awal masuk Informan m menjelaskan bahwa waktu yang
untuk konselor adiksi sampai akhir itu juga proses dan mereka tepat adalah saat melakukan konseling
terlibat dalam proses melakukan program dan klien mengalami dimulai dari awal masuk ke rumah
rehabilitasi sosial? masalah kita ikut membantu menyelesaikan pemulihan sampai akhir yaitu keluar dari
masalah, lebih intens di waktu konseling rumah pemulihan dan klien melakukan
program lalu konselor dapat membantu klien
menyelesaikan permasalahan serta waktu
yang pas adalah di saat melakukan konseling
2. Bagaimana Cara seorang kalau klien melakukan blocking ya kita harus Informan menjelaskan bahwa penentuan
konselor adiksi bisa membaca pemahaman dulu tujuan direhab waktu yang tepat untuk menangani klien itu
menentukan kapan waktu apa sih, untuk kebaikan dia atau keluarga, jadi berdasarkan kesiapan dari klien Kalau klien
yang tepat untuk terlibat intinya penentuan waktu itu berdasarkan bersedia untuk bercerita maka dengan Saat
dalam proses rehabilitasi kesiapan klien itu pula kita konselor akan memberikan
sosial untuk korban solusi yang pas untuk klien
penyalahgunaan NAPZA?
3. Bagaimana Cara konselor kalau klien melakukan blocking ya kita harus Dijelaskan bahwa penentuan waktu
adiksi menentukan waktu bisa membaca pemahaman dulu tujuan direhab berdasarkan kesiapan dari klien semakin
terlibatnya dalam proses apa sih, untuk kebaikan dia atau keluarga, jadi cepat klien memberikan informasi Maka
rehabilitasi sosial untuk intinya penentuan waktu itu berdasarkan akan semakin cepat pula penanganan yang
korban dengan tingkat kesiapan klien akan diberikan oleh konselor
keparahan ketergantungan
yang berbeda-beda?
4. Berapa Lama proses 30-60 menit tergantung permasalahan klien, Menurut informan m waktu konseling
konseling yang dilakukan situasional sii, makanya dibutuhkan juga berkisar antara 30 sampai 60 menit
konselor dalam pelayanan persiapan dari konselor itu sendiri tergantung permasalahan serta situasi dari
rehabilitasi sosial? klien tersebut
5. Apa Peran konselor adiksi yaa dalam melakukan pemantauan atas perilaku Informan menjelaskan bahwa
dapat membantu korban klien komunikasi dengan keluarganya, selama dalam melakukan pemantauan

172
mencapai hasil rehabilitasi dia belum bisa merubah perilaku
atas perilaku klien selama klien
sosial yang lebih cepat kedisiplinannya, dan dia belum mempunyaibelum bisa berubah perilakunya
dengan terlibat pada waktu tujuan yang jelas kedepannya nanti itu belum
maka dia juga belum bisa
yang tepat dalam proses bisa dibilang pelaksanaannya cepat, kembali
menentukan tujuan yang jelas
rehabilitasi sosial? lagi ke orangnya dan kesiapan dari keluarga
kedepannya kembali lagi kepada
juga klien serta kesiapan dari
keluarga klien juga
1.5 Efektivitas peran konselor dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia dinilai oleh klien dan tenaga profesional terkait
1. Bagaimana Efektivitas pastinya belum terlalu efektif karena masih Menurut informan m efektivitas
peran konselor adiksi banyak skill yang harus kita kembangkan peran konselor belum terlalu
dalam pelayanan sebagai konselor dalam melakukan pelayanan, efektif karena masih banyak
rehabilitasi sosial untuk dan juga disini kita kekurangan SDM yang keterampilan dan pengetahuan
korban penyalahgunaan mendukung dalam pelayanan ini itu yang harus dikembangkan
NAPZA di Yayasan Penuai menyebabkan kita masih harus terus belajar sebagai konselor. konselor juga
Indonesia menurut mengenai penanganan klien itu merasakan adanya kekurangan
konselor? sumber daya manusia yang
mendukung dalam pelayanan ini
yang menyebabkan konselor
harus terus belajar mengenai
penanganan klien
2. Apa Peran penting saat melakukan konseling, dari awal masuk Peran penting dukungan
dukungan konselor adiksi sampai akhir itu juga proses dan mereka konselor pada saat melakukan
dalam proses rehabilitasi melakukan program dan klien mengalami konseling dimulai dari awal
sosial bagi klien yang masalah kita ikut membantu menyelesaikan masuk ke rumah pemulihan
mengalami ketergantungan masalah, lebih intens di waktu konseling sampai keluar dari rumah
NAPZA? pemulihan dan lebih intens saat

173
melakukan konseling
3. Bagaimana Keterkaitan yaa konselor ini tidak memiliki kapasitas dalam Informan menjelaskan bahwa konselor tidak
tenaga profesional terkait, keperawatan, kedokteran, kalo diluar kapasitas memiliki kapasitas dalam keperawatan
seperti dokter, perawat, dan ya kenapa tidak diberikan ke profesional, kita kedokteran makanya dibutuhkan tenaga
psikolog, dalam efektivitas hanya memfasilitasi klien dengan psikiater, profesional seperti dokter perawat maupun
peran konselor adiksi dokter maupun perawat psikiater agar tidak terjadi malpraktek
dalam pelayanan
rehabilitasi sosial untuk
korban penyalahgunaan
NAPZA?
4. Bagaimana Cara konselor melalui case conference setiap minggu yg Konselor mengevaluasi
adiksi mengevaluasi dihadiri oleh all staf dan koordinator divisi efektivitas perannya dengan cara
efektivitas peran mereka case conference setiap minggu
dalam pelayanan yang dihadiri oleh semua staf di
rehabilitasi sosial untuk dalamnya ada konselor Pekerja
korban penyalahgunaan Sosial serta koordinator divisi
NAPZA di Yayasan Penuai untuk meningkatkan kualitas
Indonesia? pelayanan
5. Bagaimana Cara konselor sebagai fasilitator saja dalam menghubungkan Informan menjelaskan bahwa konselor
adiksi dan tenaga klien dengan profesional terkait hanya sebagai fasilitator saja dalam
profesional terkait dapat menghubungkan client dengan tenaga
bekerja sama untuk profesional terkait seperti dokter perawat
meningkatkan efektivitas serta psikiater
pelayanan rehabilitasi
sosial bagi korban
penyalahgunaan NAPZA?

174
1.6 Tempat konselor melaksanakan perannya dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di
Yayasan Penuai Indonesia
1. Dimana Tempat konselor ruangan observasi dulu saat screening awal, Informan m menjelaskan
bertemu dengan korban kalo udah masuk program maka kita hubungan observasi serta semua
penyalahgunaan NAPZA melaksanakan kegiatan ya di facility, ada ruang fasilitas yang ada di rumah
yang sedang dalam proses konseling, serta rumah pemulihan pemulihan seperti ruangan
rehabilitasi? konseling dan ruangan
serbaguna
2. Apa saja Bentuk fasilitas ruang konseling, RSG, gazebo, internal trainer Bentuk fasilitas dan ruangan
dan ruang yang tersedia di dan kantor serta tempat ibadah juga ada yang tersedia di Yayasan untuk
Yayasan Penuai Indonesia mendukung konselor dalam
yang digunakan konselor menjalankan perannya yaitu ada
dalam menjalankan ruangan konseling ruangan
perannya dalam pelayanan serbaguna gazebo ruangan
rehabilitasi sosial korban internal trainer serta kantor dan
penyalahgunaan NAPZA? juga tempat ibadah
3. Adakah Bentuk ruang ada, aula, tempat melakukan edukasi, baik itu Bentuk ruangan khusus untuk
khusus di Yayasan Penuai bikin sablon baju, sablon gelas, terus kayak memberikan edukasi dan
Indonesia yang digunakan memasak, seminar-seminar itu dilakukan di pelatihan kepada klien ada aula
konselor untuk ruang serbaguna RSG untuk melakukan edukasi, ada
memberikan edukasi dan ruangan konseling juga untuk
pelatihan kepada korban Individual.
penyalahgunaan NAPZA?
4. Bagaimana Strategi ya karena kenapa memilih konseling contohnya Informan menjelaskan strategi
konselor membantu korban yaitu konseling itu sifatnya privasi yang tidak pemilihan tempat itu
penyalahgunaan NAPZA boleh diketahui oleh orang lain dan juga berdasarkan tingkat privasinya
untuk menemukan tempat keinginan serta kenyamanan dari klien itu juga titik Apabila dirasa sangat

175
atau lingkungan yang aman privasi itu digunakan ruangan
dan mendukung setelah konseling titik dan apabila dirasa
proses rehabilitasi sosial tidak privasi itu bisa di mana
selesai? saja berdasarkan kenyamanan
klien itu sendiri

5. Adakah Bentuk dukungan diperbolehkan atas ijin keluarga, biasanya ini di Informan menjelaskan bahwa kegiatan
dari konselor dalam fase re entry dan harus didampingi terus, tersebut berdasarkan izin keluarga dan harus
memfasilitasi korban dilakukan urine tes saat pergi dan pulang, dan didampingi oleh konselor terkait
penyalahgunaan NAPZA mengambil materi disana dan menyampaikan
untuk menghadiri serta mengaplikasikannya untuk di yayasan,
pertemuan atau acara yang tentunya kita di yayasan tentu memfasilitasi
berhubungan dengan kegiatan tersebut
pencegahan dan rehabilitasi
sosial di luar Yayasan
Penuai Indonesia?

Pertanyaan Jawaban Analisis


1.1 Karakteristik Subjek
1. Nama AS Informan AS merupakan laki laki dengan
2. Alamat Wisma YPI usia 45 tahun. Beliau merupakan lulusan S-1
3. Umur 45 Tahun dan sekarang bekerja di Yayasan Penuai
5. Jenis Kelamin Laki-laki Indonesia sebagai salah satu konselor adiksi
6. Lama Bekerja Sebagai 10 Tahun serta internal trainer di Yayasan Penuai
PSM Indonesia. Informan merupakan konselor
7. Pendidikan Terakhir S-1 adiksi dengan latar belakang pendidikan

176
tentang konselor terutama konselor adiksi
dengan berbagai macam pelatihan dan
pendidikan yang pernah beliau ikuti. AS
sudah terlibat menjadi konselor adiksi di
Yayasan Penuai Indonesia selama 10 tahun
1.2 Peran konselor dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai Indonesia
1. Bagaimana peran konselor oke, kalau menurut saya peran konselor ya Menurut pendapat informan as peran
menurut pendapat konselor sebagai pembantu klien atau residen dalam konselor adalah sebagai pembantu klien
itu sendiri? mencari solusi permasalah terkait NAPZA, dalam mencari solusi atas permasalahan
seharusnya peran itu hanya itu dan itu melalui melalui konseling
konseling
2. Apa Peran konselor hmm perannya membantu klien melakukan Informan as menjelaskan bahwa
membantu korban pendampingan untuk mencari solusi untuk peran konselor itu membantu
penyalahgunaan NAPZA mengatasi masalah masalah yang muncul klien melakukan pendampingan
dalam mengatasi masalah- serta mencari solusi untuk
masalah yang muncul mengatasi permasalahan yang
selama proses rehabilitasi muncul Selama proses
sosial? rehabilitasi berjalan

3. Bagaimana Peran konselor sebagai ujung tombak dalam memberikan Peran konselor dalam
dalam meningkatkan layanan, yang bersentuhan langsung kepada meningkatkan kualitas
kualitas pelayanan klien, memberi jasa layanan kepada klien pelayanan yaitu sebagai ujung
rehabilitasi sosial bagi tombak dalam memberikan
korban penyalahgunaan pelayanan karena konselor lah
NAPZA di Yayasan Penuai yang bersentuhan langsung
Indonesia sebagai seorang kepada klien
konselor?

177
1.2 Peran konselor membantu dalam proses rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia
1. Bagaimana Proses oke, mulai dari penerimaan, screening, intake, Informan as menjelaskan, mulai
rehabilitasi sosial bagi pengenalan program terhadap keluarga, dari penerimaan klien di rumah
korban penyalahgunaan asesmen, lalu ada rencana rawatan dulu baru pemulihan menjalankan skrining
NAPZA dilakukan di setelah itu pelaksanaan program dan yang melakukan intake dan
Yayasan Penuai Indonesia? terakhir baru ke terminasi dan fase paling pengenalan program terhadap
panjang ya di intervensi itu keluarga Melakukan asesmen
lalu membuat rencana rawatan
setelah itu pelaksanaan program
dan yang terakhir ke tahap
terminasi
2. Hal-hal apa saja yang melakukan konseling, pendampingan medical, Yang dilakukan konselor adalah
dilakukan konselor untuk membantu menggali masalah, memfasilitasi melakukan konseling
membantu korban klien terhadap kebutuhan klien, memastikan pendampingan medical
penyalahgunaan NAPZA fasilitas dan suasana yg nyaman dan aman membantu menggali
dalam proses rehabilitasi untuk pemulihan, tidak adanya pelanggaran permasalahan klien
sosial? cardinal rules seperti kekerasan, narkoba memfasilitasi klien terhadap
kebutuhan klien dan memastikan
fasilitas serta suasana yang
nyaman dan aman untuk
pemulihan klien
3. Apa Strategi konselor oke, yang pertama adalah membina Strategi konselor membantu
membantu korban kepercayaan atau trust building, kita klien dalam memahami
penyalahgunaan NAPZA metodenya tetap tidak melewati batas-batas penyebab dan akar masalahnya
dalam memahami etika, tidak melanggar peraturan yg ada, ini yang pertama adalah membina
penyebab dan akar masalah dilakukan agar klien percaya dan nyaman cerita kepercayaan atau trust building

178
klien? ke kita teorinya seperti itu, tapi kalau praktek dengan tidak melewati batas-
nya tentu dengan cara-cara kita sendiri batas etika serta tidak melanggar
menambahkannya seperti genuine, warm dan peraturan yang ada titik ini
lain sebagainya dilakukan agar klien percaya dan
nyaman untuk bercerita kepada
konselor.
4. Apa Metode atau teknik untuk kecanduan ya tekniknya ada edukasi Metode atau teknik yang biasa
yang biasa digunakan terkait NAPZA dan adiksi lalu ada membantu digunakan konselor untuk
konselor untuk membantu klien mencari tujuan hidup, membangkitakan membantu klien yaitu
korban penyalahgunaan harapan lalu ada teknik CBT relapse prevention menggunakan edukasi terkait
NAPZA dalam mengatasi saya ajarkan lalu ada teknik REBT, lalu pada adiksi NAPZA setelah itu
kecanduan klien? akhirnya memberikan edukasi bahwa hidup ini membantu klien mencari tujuan
adalah pilihan dia dan pastikan dia memilih hidup membangkit Harapan
yang benar, memberikan motivasi hidup Dengan menggunakan teknik cbt
dimana semua itu dengan tujuan menjaga relapse prevention
pemulihannya
5. Apa Teknik yang pemulihan itu seumur hidup makanya dibekali
Teknik untuk membantu klien
digunakan konselortadi diajarkan teknik untuk dibawa keluardalam merencanakan dan
membantu korban karena dia akan terus berjuang lagi. Dan teknik
mencapai tujuan setelah keluar
penyalahgunaan NAPZA tadi juga digunakan dalam merencanakan dari rumah pemulihan yaitu
dalam merencanakan dan tujuan klien setelah menjalani program disini
dibekali edukasi serta membantu
mencapai tujuan klien merencanakan tujuan klien
setelah selesai melakukan setelah selesai menjalani
rehabilitasi sosial? program di sini
1.3 Peran konselor dianggap penting dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia
1. Apa Peran konselor yang ya karena paling sering komunikasi dengan Peran konselor dianggap sangat

179
dianggap sangat penting klien, saat klien susah, kendala, dan bercerita penting karena konselor lah yang
dalam membantu korban kepada konselor kalo dulu kan ke ibunya, dan paling sering berkomunikasi
penyalahgunaan NAPZA selama disini ya ke kita ajaa dengan klien saat klien merasa
dalam proses rehabilitasi susah ada kendala dan bercerita
sosial? kepada klien selama menjalani
pemulihan di Yayasan
2. Bagaimana Cara konselor yang dilakukan konselor yang melakukan Konselor melakukan skrining
dapat membantu korban screening, pemberian outcome, memberikan pemberian outcome serta
penyalahgunaan NAPZA treatmen plant karna bukan cuman sekali aja itu memberikan treatment plant
dalam merubah perilaku selalu diberikan, lalu ada konfrontasi kepada klien
buruk mereka menjadi
perilaku yang lebih positif
dan sehat?
3. Apa Kontribusi terbesar kontribusi terbesar hmm membantu pemulihan Kontribusi terbesar konselor
yang diberikan oleh hubungan dengan keluarga, membantu klien terhadap klien adalah membantu
konselor dalam membantu mencari tujuan hidupnya pemulihan hubungan dengan
korban penyalahgunaan keluarga serta membantu klien
NAPZA dalam mencapai mencari tujuan hidupnya
tujuan mereka selama
proses rehabilitasi sosial?
4. Apa Pendapat konselor okee, menambah pengetahuan terus menerus, Konselor berpendapat bahwa
tentang yang harus meningkatkan kompetensi melalui sertifikasi, yang harus dilakukan untuk
dilakukan untuk dan disini belum semua konselor bersertifikasi, meningkatkan peran dan kualitas
meningkatkan peran dan harus ada sertifikasi SNI dari BNN, kemensos, konselor yaitu dengan
kualitas konselor dalam IKAI, ICAP dan banyak lagi, salah satu saja menambah pengetahuan
membantu korban harus mengikuti pelatihan agar mendapatkan meningkatkan kompetensi
penyalahgunaan NAPZA sertifikasi SNI tadi melalui sertifikasi dan mengikuti
dalam proses rehabilitasi pelatihan-pelatihan

180
sosial di Yayasan Penuai
Indonesia?
1.4 Waktu konselor harus terlibat dalam proses pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia
1. Kapan Waktu yang tepat tentu saja saat dilibatkan dalam program Itu yang tepat saat konselor
untuk konselor adiksi terlibat dalam pelayanan yaitu
terlibat dalam proses pada saat klien bersentuhan
rehabilitasi sosial? langsung dengan konselor tentu
saja itu terlibat di dalam program
pemulihan
2. Bagaimana Cara seorang waktu itu sudah ditentukan dan diatur oleh Cara seorang konselor
konselor adiksi yayasan tentang kapan waktu terlibatnya menentukan waktu yang tepat
menentukan kapan waktu dengan klien, itu salah satu value, ibiden, patuh untuk terlibat dalam proses
yang tepat untuk terlibat pada atasan dan harus kita patuhi pelayanan yaitu waktu sudah
dalam proses rehabilitasi ditentukan dan diatur oleh
sosial untuk korban Yayasan bagaimana Kapan
penyalahgunaan NAPZA? terlibatnya dengan klien

3. Bagaimana Cara konselor ya dari awal memang sudah harus terlibat Informan menjelaskan bahwa
adiksi menentukan waktu apapun situasinya. Kalo konteksnya rawat inap perlakuan terhadap klien itu
terlibatnya dalam proses itu berhenti total kann, kalo seminggu dua equal atau sama rata apapun latar
rehabilitasi sosial untuk minggu ya jadi clean, yang tepat yaa saat dia belakangnya yang membedakan
korban dengan tingkat tidak lagi menggunakan narkoba atau tidak hanya intervensi saja karena
keparahan ketergantungan dalam pengaruh zat. Kita equal ya samaa, setiap lain mempunyai perilaku
yang berbeda-beda? apapun latar belakangnya kita tidak bedain buruk yang berbeda-beda
sama ajaa intervensinya cuman yg
membedakan ya perilaku buruknya tadi, tentu

181
saja itu intervensinya berbeda, tapi kalo soal
putus zat ya itu perlakuannya sama saja kepada
klien
4. Berapa Lama proses okee, lama proses konseling yang paling ideal Lama proses konseling yang
konseling yang dilakukan itu 45-60 menit. Tergantung kebutuhan klien paling ideal itu 45 sampai 60
konselor dalam pelayanan juga, contoh aja kalo kita ke psikolog itu menit tergantung juga dengan
rehabilitasi sosial? menurut mereka idealnya cuman 20 menit nah kebutuhan klien
disini kita beda
5. Apa Peran konselor adiksi semuanya equal atau disamaratakan tidak ada
Cepat atau lambatnya proses
dapat membantu korban bedanya, cepat atau tidaknya itu tentunya
rehabilitasi itu tergantung
mencapai hasil rehabilitasi tergantung dari klien juga apakah klien berniat
kepada kebutuhan klien Apakah
sosial yang lebih cepat ingin pulih dan berubah menjadi lebih baik
klien berniat ingin pulih dan
dengan terlibat pada waktu berubah menjadi lebih baik
yang tepat dalam proses ataupun sebaliknya
rehabilitasi sosial?
1.5 Efektivitas peran konselor dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia dinilai oleh klien dan tenaga profesional terkait
1. Bagaimana Efektivitas kurang efektif, karena kita multifungsi, gini ya, Efektivitas peran konselor dalam
peran konselor adiksi fokus kita terpecah karena dituntut harus bisa pelayanan menurut informan
dalam pelayanan segala layanan, dan tidak ada pelatihan untuk kurang efektif dikarenakan
rehabilitasi sosial untuk multifungsi tersebut, capek kita sebenarnya, konselor di Yayasan ini
korban penyalahgunaan konselor itu kerjaannya cuman konseling sajaa, multifungsi jadi fokus untuk
NAPZA di Yayasan Penuai hanya konseling, bukan yang lain, kembali lagi melakukan konseling itu
Indonesia menurut biaya untuk setiap orang melakukan sesuai terpecah-pecah serta tidak ada
konselor? pekerjaan itu yaa sangat banyak, ya jadi harus pelatihan untuk program
gimana kan, ya anggaran sih sebenarnya multifungsi tersebut. dan
harusnya konselor hanya

182
memiliki tugas yaitu melakukan
konseling tidak lebih daripada
itu
2. Apa Peran penting saat melakukan konseling, dari awal masuk Peran penting dukungan
dukungan konselor adiksi sampai akhir itu juga proses dan mereka konselor yaitu saat melakukan
dalam proses rehabilitasi melakukan program dan klien mengalami konseling serta saat klien masuk
sosial bagi klien yang masalah kita ikut membantu menyelesaikan ke rumah pemulihan dan sampai
mengalami ketergantungan masalah, lebih intens di waktu konseling keluar lagi dari rumah
NAPZA? pemulihan

3. Bagaimana Keterkaitan sangat penting dalam efektifitas pelayanan saya Efektivitas peran konselor sangat
tenaga profesional terkait, sebagai konselor jadi saya tidak malpraktek, bergantung dengan tenaga
seperti dokter, perawat, dan misal disuruh suntik saya tidak tahu jadinya profesional terkait untuk
psikolog, dalam efektivitas malah malpraktek nanti menghindari malpraktek contoh
peran konselor adiksi konselor tidak mempunyai
dalam pelayanan kapasitas untuk memberikan
rehabilitasi sosial untuk panduan obat kepada klien yang
korban penyalahgunaan butuh obat makanya dibutuhkan
NAPZA? peran serta dari tenaga
profesional seperti dokter
perawat maupun psikiater
4. Bagaimana Cara konselor oke, karena masih ada ketidak fokusan layanan, Konselor mengevaluasi
adiksi mengevaluasi sekarang banyak program yang dari kemensos efektivitas perannya yaitu karena
efektivitas peran mereka yang akan memecah fokus kita untuk menjadi masih ada ketidak fokusan
dalam pelayanan konselor, semakin tidak efektif sekarang ini layanan banyak program yang
rehabilitasi sosial untuk karena dituntut banyak hal tapi tidak ada dari Kementerian Sosial yang
korban penyalahgunaan pelatihan kaya gitu jadinya kita kurang memecah fokus konselor untuk
NAPZA di Yayasan Penuai memahami apa yang akan kita lakukan menjadi konselor itu sendiri

183
Indonesia? nantinya Karena dituntut banyak hal
tetapi tidak ada pelatihan-
pelatihan.
5. Bagaimana Cara konselor contohnya saat klien sakit, saya hubungi Konselor berkoordinasi dengan
adiksi dan tenaga perawatnya untuk memeriksa dan disarankan profesional terkait seperti contoh
profesional terkait dapat untuk beli obat atau disarankan ke dokter saat klien sakit konselor
bekerja sama untuk berdasarkan keluhan mereka, contohnya seperti menghubungi perawat untuk
meningkatkan efektivitas itu memeriksakan keadaan dan
pelayanan rehabilitasi disarankan untuk beli obat
sosial bagi korban berdasarkan keluhan klien
penyalahgunaan NAPZA? tersebut
1.6 Tempat konselor melaksanakan perannya dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di
Yayasan Penuai Indonesia
1. Dimana Tempat konselor di semua facility tempatnya, apa yang bisa Klien dan konselor bertemu bisa
bertemu dengan korban diakses oleh klien ya maka disanalah terjadi di semua fasilitas yang ada yang
penyalahgunaan NAPZA interaksi antara klien dengan konselor menyangkut ke dalam proses
yang sedang dalam proses pemulihan dari klien itu sendiri
rehabilitasi?
2. Apa saja Bentuk fasilitas ee ruang edukasi, ruang makan, ruang olahraga, Bentuk fasilitas dan ruangan
dan ruang yang tersedia di kolam renang karena itu tetapi juga jadi untuk mendukung pelayanan
Yayasan Penuai Indonesia semakin klien itu sehat semakin dia merasa yaitu ada ruangan edukasi
yang digunakan konselor bahagia, ada juga gazebo buat ngeroko, ruang ruangan makan ruangan olahraga
dalam menjalankan ibadah, lapangan terbukaa adaa jugaa, itulah kolam renang Gazebo ruang
perannya dalam pelayanan ruangan-ruangannya ibadah pangan terbuka serta
rehabilitasi sosial korban ruangan konseling tentunya
penyalahgunaan NAPZA?
3. Adakah Bentuk ruang ada ruangan khusus jugaa, RSG namanya, Ruangan khusus untuk

184
khusus di Yayasan Penuai ruang serbaguna tapi klo utk individu ya ruang memberikan edukasi dan
Indonesia yang digunakan konseling sih biasanya pelatihan kepada klien yaitu
konselor untuk ruangan serbaguna
memberikan edukasi dan
pelatihan kepada korban
penyalahgunaan NAPZA?
4. Bagaimana Strategi kalo saya memilih itu dulu karena ruangan itu Strategi konselor Dalam
konselor membantu korban kaca dan bisa dipantau dari luar, tatanan nya menemukan ruangan atau tempat
penyalahgunaan NAPZA sudah dikondisikan juga jadi akses keluar yang tepat yaitu contohnya
untuk menemukan tempat gampang, seandai konselor atau klien nggak ruangan konseling ada kaca dan
atau lingkungan yang aman nyaman bisa langsung keluar, jadi pada tatanan bisa dipantau dari luar
dan mendukung setelah khusus juga, bisa ngasih kode juga kalo ada tatanannya sudah dikondisikan
proses rehabilitasi sosial bahaya jadi ruangan itu sifatnya rahasia agar juga Agar akses keluar lebih
selesai? klien merasa nyaman dan tidak didengar oleh mudah seandainya konselor atau
orang lain. klien tidak merasa nyaman bisa
langsung keluar dan dibuat
kedap suara agar percakapan
tidak bisa didengar oleh orang
dari luar
5. Adakah Bentuk dukungan yaa rujukan, informasi, tidak begitu prinsipnya Untuk dukungan dari konselor
dari konselor dalam disini, misal klien sudah selesai program, terus dalam memfasilitasi klien yaitu
memfasilitasi korban ada pelatihan dari kemensos nah kita bisa berupa rujukan dan informasi
penyalahgunaan NAPZA rekomendasikan ke klien untuk mengikuti dikarenakan belum ada program
untuk menghadiri pelatihan tersebut, hanya sekedar itu saja, seperti itu di mana pihak luar
pertemuan atau acara yang untuk klien rawat inap belum ada program mengundang klien untuk
berhubungan dengan seperti itu, jatuhnya itu aftercare, sebenarnya memberikan edukasi
pencegahan dan rehabilitasi bisa saja didukung tapi memang tidak ada
sosial di luar Yayasan undangan atau program seperti itu

185
Penuai Indonesia?

Pertanyaan Jawaban Analisis


1.1 Karakteristik Subjek
1. Nama O Informan O merupakan seorang laki-laki
2. Alamat Wisma YPI berusia 38 Tahun. Beliau merupakan lulusan
3. Umur 38 Tahun S1 Pekerjaan Sosial di salah satu Politeknik
5. Jenis Kelamin Laki-laki Negeri di Bandung dan sekarang bekerja
6. Lama Bekerja Sebagai 7 Tahun sebagai pekerja sosial di Yayasan Penuai
Peksos Indonesia serta menjabat juga sebagai
7. Pendidikan Terakhir S-1 Koordinator Divisi Psikotik. Beliau terlibat
sebagai pekerja sosial di Yayasan Penuai
Indonesia selama 7 tahun
1.2 Peran konselor dianggap penting dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia
1. Bagaimana peran konselor peran konselor secara langsung ya Menurut informanto peran
dalam membantu proses mendampingi klien dalam proses pemulihan konselor adalah mendampingi
rehabilitasi sosial korban kemudian sebagai pembimbing, sebagai role klien dalam proses pemulihan,
penyalahgunaan NAPZA di model karna mereka kan recovery addict ya menjadi pembimbing, sebagai
Yayasan Penuai Indonesia dimana mereka telah selesai juga menjalani role model karena konselor juga
menurut pandangan pekerja rehabilitasi dan dianggap berhasil dalam merupakan recovery edit di
sosial? pemulihannya dan bisa membantu org yg mana konselor telah selesai juga
bermasalah dengan NAPZA. Sangat penting menjalani rehabilitasi dan
juga karena bisa memberikan feedback dianggap berhasil dalam
berdasarkan pengalaman yg pernah mereka pemulihannya serta bisa
alami, seperti itu kira-kira membantu orang yang

186
bermasalah dengan NAPZA
2. Apa Tugas dan tanggung yaa tugasnya adalah sebagai pendamping dan Tugas dan tanggung jawab
jawab yang diemban oleh tanggung jawab nya adalah memberikan terapi konselor menurut pekerja sosial
konselor dalam kepada klien tentunya disesuaikan dengan yaitu sebagai pendamping dan
memberikan pelayanan kebutuhan klien, selain itu juga memberikan tanggung jawab memberikan
rehabilitasi sosial untuk konseling, bisa jadi role model juga sebagai terapi kepada klien tentunya
korban penyalahgunaan contoh, sebagai panutan dalam program TC ini disesuaikan dengan kebutuhan
NAPZA menurut klien selain itu juga memberikan
pandangan pekerja sosial? konseling dan menjadi promodal
atau contoh bagi klien
3. Bagaimana Penilaian oke baik, untuk disini ada beberapa konselor Penilaian kualitas pelayanan
kualitas pelayanan yang dengan kapasitas yg berbeda, kita punya yang diberikan oleh konselor
diberikan oleh konselor di konselor yg sudah ICAP II dan ada juga sebatas menurut informan as bahwa
Yayasan Penuai Indonesia konselor adiksi saja tapi secara umum sudah konselor di Yayasan memiliki
menurut pandangan pekerja tersertifikasi, secara kompetensi ya mereka kapasitas yang berbeda-beda
sosial? berkompeten dalam pelayanan, mereka juga juga ada yang memiliki latar
punya pengalaman dalam pemulihan, menurut belakang pendidikan yang bagus
saya kualitasnya sangat bagus ya dan ada juga yang hanya berlatar
belakang mantan pengguna
narkoba secara kompetensi
mereka berkompeten dalam
pelayanan dan juga
berpengalaman dalam
pemulihan
4. Bagaimana Kemampuan ya kembali lagi setiap kemampuan konselor Informance o menjelaskan
konselor dalam berbeda, punya cara masing2 untuk bahwa kemampuan konselor
membangun hubungan berhubungan dengan klien, ada lambat, ada berbeda-beda mereka punya cara
yang baik dengan klien cepat, ada sulit juga, karena punya cara masing- masing-masing untuk

187
menurut pandangan pekerja masing untuk berhubungan dengan klien. berhubungan dengan klien
sosial? Berlatar belakang pendidikan juga tidak berlatar belakang pendidikan
mempengaruhi dalam membangun hubungan, juga tidak mempengaruhi dalam
karna balik lagi, mereka punya cara sendiri membangun hubungan
membangun hubungan dengan klien itu sendiri,
tergantung juga dengan situasi kondisi mental
dari konselor ini, bisa jadi yg tidak punya latar
pendidikan yg tinggi bisa cepat dalam
membangun hubungan
5. Apa Faktor pendukung dan klo pendukung sendiri ya pasti situasi rekan Faktor pendukung dalam
penghambat efektivitas sejawat sangat mendukung dalam efektifitas efektivitas pelayanan peran
peran konselor dalam peran konselor sesama konselor juga harus konselor tentu saja rekan sejawat
pelayanan rehabilitasi saling mendukung karna dalam menangani karena sangat mendukung peran
sosial untuk korban klien juga tidak bisa sendiri kita butuh orang tersebut Kalau faktor
penyalahgunaan NAPZA di lain atau teman sejawat juga. Kalo penghambat penghambat yaitu kapasitas dan
Yayasan Penuai Indonesia? ya kapasitas dan kemampuan SDM dalam cara kemampuan dari konselor dan
berpikir, mengambil keputusan dan terapi yg mengenai cara berpikir
digunakan untuk membantu klien itu sendiri, mengambil keputusan dan terapi
ketika klien salah mengambil keputusan juga yang digunakan untuk
bisa mempengaruhi efektivitas juga. Keluarga membantu klien
juga menjadi faktor pendukung ketika konselor
bisa melakukan komunikasi yg baik kepada
keluarga beri edukasi dan pemahaman bahwa
klien juga butuh keluarga untuk memberikan
dukungan secara moral bukan cuman moril
6. Bagaimana Pandangan ya klo utk program kita gunakan TC ya karna Pekerja Sosial berpandangan
pekerja sosial tentang dri dlu kita lakukan TC dan kombinasi dengan bahwa kalau untuk program
kebijakan dan program terapi lain dengan melihat juga kondisi dari yang digunakan yaitu terapeutik

188
yang diterapkan oleh klien saat ini. Karena kalau kita terapkan TJ Community tentu saja dengan
Yayasan Penuai Indonesia murni itu juga tidak efektif makanya kita kombinasi terapi lain dengan
dalam memberikan kombinasikan dengan terapi yg lain lakukan melihat kondisi dari klien saat
pelayanan rehabilitasi inovasi, evaluasi juga itu yg diterapkan di kita ini
sosial untuk korban
penyalahgunaan NAPZA?
1.2 Efektivitas peran konselor dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia dinilai oleh klien dan tenaga profesional terkait
1. Apa Hal-hal yang yaa mulai tahap intake ya pasti harus Hal-hal yang dilakukan konselor
dilakukan oleh konselor melakukan trust building kepada klien, tugas menurut pekerja sosial yaitu
dalam memberikan konselor ini melihat progres klien melalui dimulai dari tahap intake atau
pelayanan rehabilitasi evaluasi atau observasi secara langsung dan perkenalan melakukan evaluasi
sosial bagi korban melalui konseling juga dan grup terapi juga ataupun observasi secara
penyalahgunaan NAPZA baik individu maupun kelompok. Konselor juga langsung melakukan konseling
menurut pandangan pekerja membuat laporan terhadap perkembangan klien membuat laporan terhadap
sosial juga, itu secara administrasi yaa, semuanya perkembangan klien,
dicatat oleh konselor, selain itu juga punya berkomunikasi juga dengan
tugas berkomunikasi juga dengan keluarga keluarga klien untuk
klien untuk memberitahu perkembangan klien memberitahu perkembangan
kepada keluarganya klien kepada keluarga
2. Bagaimana Penilaian kalo menurut saya ya cukup baik ya dalam Pekerja Sosial menilai peran
efektivitas peran konselor artian mereka mampu menjalankan tugas fungsi konselor bahwa cukup baik
oleh pekerja sosial dalam dan tanggung jawab sebagai konselor dan karena mampu menjalankan
pelayanan rehabilitasi mereka tidak memilih klien mana yg akan tugas fungsi dan tanggung jawab
sosial untuk korban mereka tangani mereka menerima siapapun sebagai konselor
penyalahgunaan NAPZA di klien tanpa ada latar belakang juga
Yayasan Penuai Indonesia? menganggap semua klien sama saja karena

189
membutuhkan pertolongan, jadi ya cukup baik
menurut sayaa
3. Apa Program atau metode ya untuk TC ini ya global sebetulnya, bisa Metode yang dianggap paling
yang dianggap paling diterapkan kepada org yg tidak kecanduan efektif yaitu program terapeutik
efektif dalam membantu narokoba tentunya dengan inovasi dan Community karena selalu
proses rehabilitasi sosial pengambangan program itu sendiri. Untuk berinovasi dalam pengembangan
korban penyalahgunaan terapi sendiri itu masing2 klien akan berbeda program ini sendiri
NAPZA di Yayasan Penuai tergantung kebutuhan dan permasalahan yg
Indonesia? muncul oleh klien, menurut saya ya cukup
efektif karena kita selalu berinovasi dalam
program TC ini
4. Apa Faktor yang ya tentunya support atau dukungan rekan Pekerjaan Menurut informano
mempengaruhi efektivitas sejawat, dari keluarga juga dan yg penting juga faktor yang mempengaruhi
peran konselor dalam hubungan antara klien dengan konselor, trust efektivitas peran konselor yaitu
pelayanan rehabilitasi building nya sampai mana dengan klien kan itu support atau dukungan dari
sosial untuk korban mempengaruhi efektifitas peran konselor itu rekan sejawat serta dari keluarga
penyalahgunaan NAPZA di juga kann juga lalu hubungan yang baik
Yayasan Penuai Indonesia? antara klien dengan konselor

5. Apa Bentuk saran atau saran saya selalu mengupgrade kapasitas atau Saran dari Pekerja Sosial untuk
masukan yang dapat kemampuan konselor dalam memberikan konselor yaitu Selalu
diberikan kepada Yayasan layanan ya meningkatkan kapasitas mereka lah, mengupgrade kapasitas atau
Penuai Indonesia dan kita disini masih belajar juga dan terus belajar kemampuan konselor dalam
konselor dalam dan berlatih, asah ilmu itu terus agar bisa memberikan layanan
meningkatkan efektivitas berkembang dan tentunya akan meningkatkan
pelayanan rehabilitasi kualitas pelayanan yg diberikan oleh konselor
sosial bagi korban itu sendiri
penyalahgunaan NAPZA?

190
1.3 Hasil yang dicapai konselor adiksi dalam penanganan pecandu narkoba di Yayasan Penuai Indonesia

1. Apa Hasil yang dicapai ya jadi klo secara sendiri yaa banyak klien kita Hasil yang dicapai konselor
oleh konselor adiksi dalam yg telah selesai menjalani pemulihan mampu yaitu banyak klien yang telah
menangani pecandu untuk tak lagi gunakan narkoba dan mampu selesai menjalani pemulihan
narkoba di Yayasan Penuai berfungsi sosial lagi di masyarakat, tentunya itu mampu untuk tidak lagi
Indonesia menurut tergantung dari dalam diri klien itu sendiri, nah menggunakan narkoba dan
pandangan pekerja sosial? sebelum keluar kan kita selalu bekal untuk berfungsi sosial di masyarakat
menjalani hidup diluar yayasan dirancang
bersama oleh klien dan konselor itu sendiri, ada
juga klien yg telah menjalani pemulihan terus
balik lagi, dan itu tidak bisa kita bebankan
kepada konselor karena kalau sudah diluar
yayasan ya itu tanggung jawab sendiri oleh
klien itu tetapi konselor juga dilakukan
monitoring dan evaluasi bersama keluarga dari
klien itu
2. Apa Contoh konkret yaa ada beberapa klien kita sampai hari ini dari Contoh klien yang berhasil
tentang bagaimana solo, bandung, inisial S, R, T, RMN terus menjalani pemulihan di Yayasan
konselor adiksi berhasil banyak sih sebenarnya, yang pertama mereka yaitu ada beberapa klien seperti
membantu pecandu masih bisa menjaga komunikasi yg baik dengan inisial S,R,Sampai saat ini juga
narkoba mengatasi masalah kita, klo yg relapse sudah lost kontak tidak bisa klien tersebut masih sering
klien? dihubungi indikasinya kesana lah, memberikan berkomunikasi dengan staf di
role model juga disini ada juga itu Yayasan
3. Apa Strategi konselor mengukur keberhasilan itu berdasarkan dari Strategi konselor dengan
adiksi di Yayasan Penuai komunikasi dengan kita, kalo komunikasi baik mengukur keberhasilan terapi
Indonesia menilai berarti aman begitu juga sebaliknya klo yang dilakukan yaitu

191
kesuksesan terapi yang komunikasi buruk ya bisa diindikasikan bahwa berdasarkan dari komunikasi
mereka lakukan, apakah klien itu mengalami relapse klien dengan konselor maupun
mengukur keberhasilan Pekerja Sosial apabila
secara kuantitatif atau komunikasi berjalan baik bisa
kualitatif? dikatakan klien sukses menjalani
pemulihan di luar
4. Apa Saran atau ya sarannya lebih mempunyai suatu kreatifitas Saran yang diberikan pekerja
rekomendasi yang dapat dalam menunjang burn out klien, kejenuhan sosial terhadap harus bisa
diberikan kepada konselor klien, apakah itu kegiatan vokasional kaya mempunyai kreativitas dalam
adiksi di Yayasan Penuai mekanik, menyablon dan lain juga, serta perlu menunjang kebosanan klien dan
Indonesia untuk ada biaya tambahan juga untuk melakukan tentunya meningkatkan kapasitas
meningkatkan efektivitas program tersebut, dan juga ya lebih banyak serta kemampuan dari konselor
terapi mereka dalam capacity building karna sudah berapa tahun itu sendiri
menangani pecandu tidak ada pelatihan pelatihan seperti itu buat
narkoba? konselor

Pertanyaan Jawaban Analisis


1.1 Karakteristik Subjek
1. Nama A Informan A merupakan seorang laki-laki
2. Alamat Wisma YPI berusia 32 Tahun. Beliau merupakan lulusan
3. Umur 32 Tahun S1 Kesejahteraan Sosial di salah satu
5. Jenis Kelamin Laki-laki Universitas di Bandung dan sekarang
6. Lama Bekerja Sebagai 7 Tahun bekerja sebagai pekerja sosial di Yayasan
Peksos Penuai Indonesia serta menjabat juga
7. Pendidikan Terakhir S-1 sebagai Koordinator Divisi NAPZA. Beliau
terlibat sebagai pekerja sosial di Yayasan
Penuai Indonesia selama 7 tahun

192
1.2 Peran konselor dianggap penting dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan
Penuai Indonesia
1. Bagaimana peran konselor oke, jadi yang namanya permasalahan narkoba Menurut informan a ukuran
dalam membantu proses itu banyak sekali tenaga profesional yang konselor yaitu memberikan
rehabilitasi sosial korban dibutuhkan utk mengatasi permasalahan konseling menjadi mediator
penyalahgunaan NAPZA di tersebut karena cukup kompleks. Peran menjadi fasilitator dalam
Yayasan Penuai Indonesia konselor ya cukup membantu dalam pelayanan running program menjadi serta
menurut pandangan pekerja disini. Dengan adanya konselor ini dianggap menjadi akses sistem sumber
sosial? sangat berarti karna mereka dulu pengguna dan terhadap klien
sekarang bisa menjadi role model bagi klien
yang sedang menjalankan pemulihan disini.
Intinya selalu bersinergi, mendukung satu sama
lain, kalo dari peksos ya dari teori klo dri
konselor ya dri prakteknya
Peran konselor ya sama kayak peksos yaa kaya
konseling, mediator, fasilitator dalam menjalani
running program, enable atau pemungkin, lalu
juga bisa mengakses sistem sumber juga
terhadap klien
2. Apa Tugas dan tanggung ya tugas dan tanggung jawab ga lepas dari Tugas dan tanggung jawab
jawab yang diemban oleh mekanisme layanan yg diberikan dari mulai konselor menurut pandangan
konselor dalam intake sampai terminasi dan itu dilakukan juga pekerja sosial yaitu tidak lepas
memberikan pelayanan oleh konselor, bedanya peksos disini jadi dari mekanisme layanan yang
rehabilitasi sosial untuk manajer kasus, saat ada permasalahan kita diberikan tentu dimulai dari
korban penyalahgunaan mengadakan case conference bersama konselor Intake hingga terminasi
NAPZA menurut juga
pandangan pekerja sosial?
3. Bagaimana Penilaian ya cukup baik, akan tetapi dengan tersedianya Pekerja Sosial menilai kualitas

193
kualitas pelayanan yang konselor saat ini punya latar pendidikan yang pelayanan yang diberikan oleh
diberikan oleh konselor di berbeda dan juga mungkin kurangnya konselor dengan cukup baik
Yayasan Penuai Indonesia kreatifitas dari konselor tersebut contoh untuk hanya saja konselor mempunyai
menurut pandangan pekerja menanggulangi rasa bosan, capacity building latar belakang yang berbeda-
sosial? untuk peningkatan SDM juga harus dibutuhkan, beda serta kurangnya kreativitas
nggk cukup cuman sekedar pengalaman sajaa dari konselor
4. Bagaimana Kemampuan menurut saya hubungan konselor dengan klien Informan a menjelaskan bahwa
konselor dalam ya berjalan baik akan tetapi terkadang konselor hubungan konselor dengan klien
membangun hubungan ini selalu menyamaratakan dengan apa yg berjalan dengan baik terkadang
yang baik dengan klien mereka alami sebelumnya, kasarnya masih ada ada juga konselor yang
menurut pandangan pekerja sikap atau perilaku yg bikin klien nggak menyamaratakan dengan apa
sosial? nyaman, kayak teriak-teriakan, untuk menjalin yang konselor alami juga
hubungan dengan klien yang baik sebelumnya
5. Apa Faktor pendukung dan untuk faktor pendukung sii yg pertama perlu Faktor pendukung serta
penghambat efektivitas adanya penerimaan diri yg baik dari klien itu yg penghambat efektivitas peran
peran konselor dalam pertama, terus juga support system yang penuh konselor yaitu adanya
pelayanan rehabilitasi dari keluarga, bahkan bisa jadi faktor penerimaan diri yang baik dari
sosial untuk korban penghambat juga sebaliknya saat klien klien lalu juga ada support
penyalahgunaan NAPZA di menolak, tidak ada dukungan dari keluarga System yang penuh dari
Yayasan Penuai Indonesia? keluarga dan faktor
penghambatnya tidak ada
dukungan dari keluarga serta
kurangnya keinginan klien untuk
berubah ke arah yang lebih baik
6. Bagaimana Pandangan menurut saya sih saat ini, akhir tahun Pandangan pekerja sosial
pekerja sosial tentang sebelumnya kan saat covid itu mengganggu terhadap kebijakan dan program
kebijakan dan program akselerasi dalam memberikan pelayanan, yaitu Bahwa program
yang diterapkan oleh refreshing bagi klien terhambat karena covid, therapeutic community ini bisa

194
Yayasan Penuai Indonesia dan bisa terpenuhi ya baru kemaren ini, dan menyebabkan klien merasa
dalam memberikan juga mungkin dalam program itu sendiri, TC, bosan namun bagus untuk
pelayanan rehabilitasi itu kan bisa menyebabkan klien merasa bosan perkembangan diri bagi klien itu
sosial untuk korban namun kan bisa mengaembangkan diri bagi sendiri
penyalahgunaan NAPZA? klien itu sendiri
1.2 Efektivitas peran konselor dalam pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Penuai
Indonesia dinilai oleh klien dan tenaga profesional terkait
1. Apa Hal-hal yang yg pertama tentunya saat klien masuk ya Hal yang dilakukan konselor
dilakukan oleh konselor melakukan spot cek barang bawaan, badan, yaitu Saat klien masuk
dalam memberikan terus masuk kepada observasi selama 1 minggu melakukan spacek barang
pelayanan rehabilitasi itu dipisahkan karena masa detoksifikasi dan bawaan badan lalu melakukan
sosial bagi korban menjaga emosional nya juga, setelah itu baru observasi selama satu minggu
penyalahgunaan NAPZA bisa masuk untuk running program di situ setelah itu membantu dan
menurut pandangan pekerja dilakukan proses perkenalan terus proses membimbing klien selama
sosial asesmen selama maksimal 1 bulan, dan sampai menjalankan program
tahap terminasi saat klien menjalani pemulihan pemulihan
diluar yayasan
2. Bagaimana Penilaian ya cukup baik, akan tetapi dengan tersedianya
Pekerja Sosial menilai bahwa
efektivitas peran konselor konselor saat ini punya latar pendidikan yang
efektivitas peran konselor dinilai
oleh pekerja sosial dalam berbeda dan juga mungkin kurangnya cukup baik akan tetapi dengan
pelayanan rehabilitasi kreatifitas dari konselor tersebut contoh untuk
konselor saat ini yang
sosial untuk korban menanggulangi rasa bosan, capacity building
mempunyai latar pendidikan
penyalahgunaan NAPZA di untuk peningkatan SDM juga harus dibutuhkan,
yang berbeda serta kurangnya
Yayasan Penuai Indonesia? nggk cukup cuman sekedar pengalaman sajaa
kreatifitas untuk menanggulangi
rasa bosan
3. Apa Program atau metode yaa TC pastinya itu gunanya melatih Metode atau program yang
yang dianggap paling kedisiplinan, tanggung jawab, kedisiplinan, dianggap efektif menurut

195
efektif dalam membantu membangun kepedulian, empati, dengan informan a yaitu terapeutik
proses rehabilitasi sosial program yang ada cukup membantu mereka Community berguna untuk
korban penyalahgunaan karena itu belum tentu juga mereka dapatkan di melatih kedisiplinan tanggung
NAPZA di Yayasan Penuai luarnya nanti jawab membangun kepedulian
Indonesia? serta empati
4. Apa Faktor yang kurang inovasi menurut sayaa dan kreatifitas Faktor yang mempengaruhi
mempengaruhi efektivitas karna klien butuh hal-hal baru agar gak merasa efektivitas peran konselor yaitu
peran konselor dalam bosan nah kurang nya tuh disini sih inovasi salah satunya kurang inovasi
pelayanan rehabilitasi sama kreatifitas dari konselor itu sendiri serta kreativitas agar klien tidak
sosial untuk korban merasa bosan dan jenuh dengan
penyalahgunaan NAPZA di aktivitas yang itu-itu saja
Yayasan Penuai Indonesia?
5. Apa Bentuk saran atau ya sarannya lebih mempunyai suatu kreatifitas Saran yang diberikan Pekerja
masukan yang dapat dalam menunjang burn out klien, kejenuhan Sosial kepada konselor yaitu
diberikan kepada Yayasan klien, apakah itu kegiatan vokasional kaya lebih mempunyai kreativitas saat
Penuai Indonesia dan mekanik, menyablon dan lain juga, serta perlu menunjang kebosanan klien dan
konselor dalam ada biaya tambahan juga untuk melakukan juga membangun kapasitas
meningkatkan efektivitas program tersebut, dan juga ya lebih banyak sebagai konselor untuk
pelayanan rehabilitasi capacity building karna sudah berapa tahun meningkatkan pelayanan
sosial bagi korban tidak ada pelatihan pelatihan seperti itu buat
penyalahgunaan NAPZA? konselor

1.3 Hasil yang dicapai konselor adiksi dalam penanganan pecandu narkoba di Yayasan Penuai Indonesia
1. Apa Hasil yang dicapai hasilnya ya tentunya adanya suatu Yang dicapai oleh konselor
oleh konselor adiksi dalam pengembangan diri dari klien, terus ada menurut pandangan pekerja
menangani pecandu perubahan perilaku dari klien dan juga respon sosial yaitu adanya suatu
narkoba di Yayasan Penuai yg baik dari keluarga karena itukan kepuasan pengembangan diri bagi klien

196
Indonesia menurut juga bagi konselor lalu perubahan perilaku ke arah
pandangan pekerja sosial? yang lebih baik serta Respon
yang baik dari keluarga juga
2. Apa Contoh konkret ya klien bisa menjalankan keberfungsian Contoh kasus sukses yaitu inisial
tentang bagaimana sosialnya, ada yg sukses ada yg relapse juga, R sukses menjalankan usaha
konselor adiksi berhasil contoh yg sukses ya inisial R dia sukses dalam konveksi dan selama di Yayasan
membantu pecandu usaha konveksi baju, S dia sukses dalam usaha juga sering mengalami
narkoba mengatasi masalah pabrik singkong dan ada juga jadi pelayanan permasalahan-permasalahan
klien? ibadah dan tak sedikit juga yang relapse sampai hingga saat ini klien masih
saat ini, diharapkan ya bagi klien harus bisa sering berkomunikasi dengan
menjaga pemulihannya, menjalankan fungsi staf di sini
sosialnya di masyarakat dengan anak istri
maupun keluarga, juga bisa memecahkan
masalah dengan pikiran jernih dan tentunya
bisa produktif untuk memenuhi kebutuhan
3. Apa Strategi konselor dengan kualitatif pastinya, dengan melihat Strategi konselor diukur dengan
adiksi di Yayasan Penuai perkembangan kesehariannya, dalam laporan kualitatif yaitu dengan melihat
Indonesia menilai bulanan juga, melihat hasil treatment dari perkembangan keseharian klien
kesuksesan terapi yang psikiater juga bisa karena kegiatan yg berdasarkan laporan bulanan
mereka lakukan, apakah dilakukan lebih kepada narasi dan praktek juga serta melihat hasil treatment
mengukur keberhasilan langsung yaa dari psikiater karena kegiatan
secara kuantitatif atau yang dilakukan lebih kepada
kualitatif? praktek langsung
4. Apa Saran atau ya sarannya lebih mempunyai suatu kreatifitas Saran yang diberikan Pekerja
rekomendasi yang dapat dalam menunjang burn out klien, kejenuhan Sosial kepada konselor yaitu
diberikan kepada konselor klien, apakah itu kegiatan vokasional kaya lebih mempunyai kreativitas saat
adiksi di Yayasan Penuai mekanik, menyablon dan lain juga, serta perlu menunjang kebosanan klien dan
Indonesia untuk ada biaya tambahan juga untuk melakukan juga membangun kapasitas

197
meningkatkan efektivitas program tersebut, dan juga ya lebih banyak sebagai konselor untuk
peran mereka? capacity building karna sudah berapa tahun meningkatkan pelayanan
tidak ada pelatihan pelatihan seperti itu buat
konselor

198

Anda mungkin juga menyukai