Anda di halaman 1dari 14

PEDOMAN

KESEHATAN LANSIA
DI UPTD PUSKESMAS KEPUNG

DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEDIRI


UPTD PUSKESMAS KEPUNG
TAHUN 2023

UPTD PUSKESMAS No. Dokumen :


KEPUNG Revisi :
KABUPATEN Tgl Berlaku :
KEDIRI
AKREDITASI PEDOMAN
PUSKESMAS KESEHATAN
LANSIA
KEDIRI
TAHUN 2023
BAB I
DEFINISI

I. Definisi
1. Lanjut Usia

Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam


puluh) tahun ke atas. Pasien Geriatri adalah pasien Lanjut Usia dengan multi
penyakit dan/atau gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial,
ekonomi dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara
terpadu dengan pendekatan multidisiplin yang bekerja secara interdisiplin.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya
(Permenkes, 2015).

Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam


puluh) tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan
proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif,
merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti pada Undang- Undang No 13
tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan
nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah menghasilkan
kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup
makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak
diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-
nilai keagamaan dan budaya bangsa (Kholifah, 2016).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua (Kholifah,
2016).

BAB II
RUANG LINGKUP
A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan posyandu lansia adalah:
1. Kelompok pra usia lansia yaitu usia 45-59 tahun
2. kelompok usia 60 tahun ke atas
3. kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi atau 70 tahun ke atas
4. Keluarga dimana lansia berada, organisasi sosial yang bergerak
dalam pembinaan usia lanjut, masyarakat luas (Departemen
Kesehatan RI, 2006).
5. Pra lansia dan Lansia Baru
6. Pra lansia dan Lansia Lama
7. Masyarakat di lingkungan lansia
8. Penanggung jawab/pengelola program kesehatan lansia dan
program P2PTM di dinas
9. Mitra puskesmas/stakeholder (pemangku kebijakan) lain yang terkait,
antara lain organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, Institusi
pendidikan kesehatan dan dunia usaha
10. Petugas kesehatan yang melayani kesehatan lansia
11. Kader kesehatan Posyandu Lansia
12. Pemerintah desa/ kelurahan, tokoh masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, organisasi sosial yang peduli terhadap pembinaan
kesehatan lansia

B. PELAYANAN KESEHATAN LANJUT USIA DI PUSKESMAS


MELIPUTI:
1. Pelayanan kesehatan bagi pra lanjut usia meliputi:
1) Peningkatan kesehatan
2) Penyuluhan kesehatan
3) deteksi dini gangguan aktivitas sehari-hari/masalah kesehatan
dan pemeriksaan kesehatan secara berkala
4) Pengobatan penyakit
5) Upaya pemulihan kesehatan.

2. Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia meliputi:


1) pengkajian paripurna lanjut usia
2) pelayanan kesehatan bagi lanjut usia sehat
3) pelayanan kesehatan bagi pasien geriatri
3. Pelayanan kesehatan bagi pasien geriatri
Sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan
pelayanan kesehatan pasien geriatri dengan penyakit yang masih
dapat ditangani sesuai dengan kompetensi dokter di puskesmas.
BAB III
TATALAKSANA

A. LINGKUP KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Program pembinaan kesehatan usia lanjut merupakan upaya usaha
pengembangan Puskesmas yang lebih mengutamakan upaya promotif,
preventif, dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Program kesehatan usia lanjut di Puskesmas meliputi :
Aspek pembinaan dan pelayanan kesehatan
1. Promotif
Pembinaan pada usia lanjut dibagi atas komponen kegiatan pokok :
a. Sasaran langsung, dengan menyelenggarakan paket pembinaan terhadap
kelompok usia lanjut berdasarkan umur.
b. Sasaran tidak langsung : pembinaan melalui upaya penyululuhan(KIE).
2. Preventif
Pemeriksaan dini dan pemeliharaan kesehatan.
3. Kuratif
Pengobatan terhadap usia lanjut,termasuk rujukan ke rumah sakit.
4. Rehabilitatif
Merupakan upaya untuk mengembalikan semaksimal mungkin kemampuan
fungsional serta kemandirian usia lanjut.
Pelayanan kesehatan di kelompok Usia Lanjut meliputi pemeriksaan
kesehatan fisik dan mental emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS) Usia Lanjut
sebagai alat pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang
diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang di hadapi.
Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada usia lanjut di
kelompokkan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari ( activity of daily living ) meliputi
kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi,
berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
2. Pemeriksaan status mental.pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 menit ( lihat KMS Usia
lanjut ).
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan dan di catat pada grafik indeks massa tubuh (IMT).
4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop
serta perhitungan denyut nadi selama satu menit.
5. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau di
temukan kelain pada pemeriksaan butir 1 atau 4
6. Penyuluhan bias dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam rangka
kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah
kesehatan yang di hadapi oleh individu dan atau kelompok Usia Lanjut.
7. Kunjungan rumah oleh kader di sertai petugas bagi anggota kelompok Usia
Lanjut yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan
masyarakat (Public Health Nursing).
8. Kegiatan olahraga antara lain senam usia lanjut untuk meningkatkan
kebugaran.

B. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN PELAYANAN LANSIA


Mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah system
5 tahap ( 5 meja ) sebagai berikut :
1. Tahap pertama : pendaftaran Lansia
2. Tahap kedua : penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi badan
3. Tahap ketiga : pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan dan
pemeriksaan status mental
4. Tahap keempat : pencatatan
5. Tahap kelima : pemberian penyuluhan dan konseling

C. PERMASALAHAN USIA LANJUT


Beberapa penyakit yang sering dijumpai pada lanjut usia sebagai berikut:
1. Pneumoni
Gejala awal berupa penurunan nafsu makan; keluhan akan terlihat seperti
dispepsia. Keluhan lemas dan lesu akan mendominasi disertai kehilangan
minat. Pada keadaan lebih lanjut akan terjadi penurunan kemampuan
melakukan aktivitas kehidupan dasar (ADL) sampai imobilisasi; dan akhirnya
pasien akan mengalami kondisi acute confusional state (= sindrom delirium).
Selain itu, pasien juga dapat muncul ke hadapan dokter dengan keluhan utama
instabilitas postural (sering terhuyung-huyung) atau ‘jatuh’.
Jadi perlu diperhatikan bahwa gejala pneumonia pada lanjut usia tidak
selalu berupa batuk, demam, dan sesak nafas. Dokter dan tenaga kesehatan lain
perlu mewaspadai hal tersebut.
Dalam pemeriksaan laboratorium juga sering kali tidak muncul
leukositosis namun hanya berupa peningkatan persentase sel segmen.
Pemeriksaan jasmani yang teliti akan membantu menegakkan diagnosis dengan
ditemukannya perubahan kesadaran, mungkin ada tanda-tanda dehidrasi, dan
tentu adanya ronki basah pada auskultasi paru-paru. Dalam pengelolaannya,
selain memberikan antibiotik yang adekuat, intervensi gizi yang memadai, serta
rehidrasi yang cukup, perlu pula dipertimbangkan untuk merujuk pasien ke
rumah sakit (sesuai indikasi) agar dapat dikelola lebih intensif. Pengeluaran
dahak yang sulit merupakan salah satu alasan mengapa pasien perlu dirawat di
rumah sakit. Tindakan fisioterapi dada, inhalasi, drainase postural, serta melatih
batuk yang efisien merupakan beberapa contoh mengapa rumah sakit dapat
berperan lebih besar.
Jika status fungsional pasien masih mandiri, tanpa dehidrasi, dan asupan
makanan masih dapat mencapai 75% dari yang dianjurkan maka pasien masih
dapat dikelola di Puskesmas dengan pemberian antibiotik adekuat, nutrisi dan
cairan yang memadai serta latihan nafas mau pun latihan batuk yang efektif.
Jika dalam tiga hari tidak dijumpai perbaikan maka pasien harus segera dirujuk
ke Rumah Sakit.
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyakit paru obstruksi kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit;
namun demikian apa pun penyebabnya harus diupayakan agar pasien terhindar
dari eksaserbasi akut. Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan
eksaserbasi antara lain infeksi saluran pernafasan oleh bakteri banal maupun
virus influenza. Gangguan menelan, tersedak, higiene gigi mulut yang buruk
akan meningkatkan risiko masuknya kuman ke saluran nafas.
Perawatan saluran nafas yang baik dengan latihan nafas, sekaligus juga
latihan batuk dan fisioterapi dada akan bermanfaat mempertahankan dan
meningkatkan faal pernafasan. Penghentian merokok, perawatan gigi mulut
teratur dan pengendalian asma juga bermanfaat menurunkan risiko
kekambuhan.
Penggunaan obat-obatan pada penyakit obstruksi paru kronis yang
dibutuhkan antara lain; bronkodilator dianjurkan dalam bentuk inhalasi kecuali
pada eksaserbasi dapat menggunakan sediaan oral atau sistemik, mukolitik
diberikan bilamana terdapat dahak yang lengket dan kental, antibiotik tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang dalam rangka pencegahan
eksaserbasi, penggunaan antitusif secara rutin merupakan suatu kontra indikasi
pemberian.
3. Gagal Jantung Kongestif
Hipertensi dan penyakit jantung koroner serta kardiomiopati diabetikum
merupakan penyebab gagal jantung tersering pada lanjut usia. Gagal jantung
dapat dicetuskan oleh infeksi yang berat terutama pneumonia; oleh sebab itu
semua faktor yang meningkatkan risiko pneumonia harus diminimalkan.
Karena pengobatannya kompleks maka sangat perlu mewaspadai efek
interaksi di antara obat-obatan yang digunakan. Hati-hati terhadap efek
hiponatremia dan hipokalemia akibat penggunaan furosemid sehingga
pemantauan kadar elektrolit berkala (setiap 1 hingga 2 bulan) akan membantu
mencegah ketidakseimbangan elekrolit. Captopril yang diberikan dalam jangka
waktu lama tetap mengandung risiko efek samping batuk dan depresi; gangguan
faal ginjal juga perlu dicermati. Obat amlodipin potensial menimbulkan edema
tungkai pada beberapa kasus sehingga penggunaannya bersama obat anti-
inflamasi non-steroid harus sangat hati-hati.
Gagal jantung kongestif memang dapat menyebabkan imobilisasi namun
demikian agar pasien terhindar dari berbagai penyulit akibat imobilisasi, maka
tetap perlu dilakukan mobilisasi bertahap.
4. Osteoartritis (Oa)
Salah satu penyakit degeneratif yang sering menyerang lanjut usia adalah
osteoartritis (OA). Organ tersering adalah artikulasio genu, artikulasio talo-
crural, artikulasio coxae, dan sendi-sendi intervertebrae (disebut
spondiloartrosis). Karena penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara kausatif
maka penatalaksanaan simtomatik dan edukasi serta rehabilitasi menjadi sangat
penting. Risiko jatuh akibat nyeri atau instabilitas postural karena OA genu dan
OA talo-crural harus selalu diingat karena mempunyai akibat yang dapat fatal
(misalnya fraktur colum femoris).
Penggunaan obat analgesik parasetamol tetap merupakan lini pertama;
sedangkan anti-inflamasi non-steroid tetap mempunyai risiko efek samping
gangguan lambung (hingga tukak berdarah) dan ginjal. Dalam keadaan nyeri
hebat obat ini dapat bermanfaat asalkan tetap diwaspadai efek samping
dimaksud; obat antagonis reseptor H2 atau proton pump inhibitor dapat
diberikan untuk mengurangi keluhan lambung.
Modalitas rehabilitasi medik amat membantu untuk berbagai jenis
keluhan dan spasme otot yang menyertai; namun jika fasilitas tidak memadai,
tentu pasien harus dirujuk ke rumah sakit dengan sarana yang memadai; bila
ada petunjuk senam untuk dilakukan di rumah sebagai modalitas pendukung
tentu akan sangat bermanfaat.
5. Infeksi Saluran Kemih
Gejala awal dapat menyerupai infeksi lain pada umumnya yakni berupa
penurunan nafsu makan; keluhan akan terlihat seperti dispepsia. Keluhan lemas
dan lesu akan mendominasi disertai kehilangan minat. Pada keadaan lebih
lanjut akan terjadi penurunan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan dasar
(ADL) sampai imobilisasi; dan akhirnya pasien akan mengalami kondisi acute
confusional state (= sindrom delirium). Selain itu, pasien juga datang dengan
keluhan utama instabilitas postural (sering terhuyunghuyung) atau ‘jatuh’.
Gejala lain yang penting juga diperhatikan adalah munculnya inkontinensia
urin. Polakisuri walaupun jarang ditemukan namun masih dapat dijumpai.
Urinalisis pada perempuan Lanjut Usia sering menunjukkan piuria; hal ini
tidak berarti harus segera diobati dengan antibiotik. Asimtomatik bakteriuria
pada Lanjut Usia juga belum merupakan indikasi pemberian antibiotik.
Sebaiknya dilakukan observasi atau pemantauan pemeriksaan biakan urin
(untuk pembuktian infeksi saluran kemih) dan uji resistensi sebelum memulai
pengobatan antibiotik. Dukungan nutrisi dan keseimbangan elektrolit serta
hidrasi yang baik tetap merupakan butir-butir penting yang harus diperhatikan.
6. Diabetes Melitus
Prevalensi diabetes meningkat seiring pertambahan umur. Pengendalian
gula darah sangat dipengaruhi oleh gaya hidup. Mengkonsumsi makanan yang
mengandung karbohidrat kompleks dengan jumlah energi tertentu serta
mempertahankan aktivitas olah raga ringan tetap merupakan pilihan utama
pengobatan.
Obat hipoglikemik oral diberikan sesuai indikasi dan indeks massa tubuh.
Jika terdapat keraguan akan asupan makanan yang memadai maka risiko
hipoglikemia yang amat berbahaya sebaiknya diingat sehingga pemberian obat
jenis kerja singkat (short acting) akan lebih sesuai dibandingkan dengan yang
bekerja dalam jangka waktu lama (long acting). Akhir-akhir ini pemberian
insulin basal amat dianjurkan karena memudahkan tercapainya kadar gula yang
diinginkan. Jika terdapat penurunan nafsu makan (misalnya akibat gastroparesis
diabetikum atau akibat infeksi berat) maka suplementasi nutrisi cair dapat
diberikan sesuai keperluan.
7. Hipertensi
Di saat awal penegakan diagnosis, usahakan mengukur tekanan darah
tidak hanya pada posisi berbaring namun juga setidaknya pada posisi duduk.
Pemantauan tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam dua posisi yakni posisi
berbaring dan berdiri, setelah istirahat sebelumnya selama 5 menit. Hal ini
untuk menapis adanya hipotensi ortostatik yang potensial menimbulkan
keluhan pusing hingga instabilitas postural dengan risiko jatuh dan fraktur.
Mengingat adanya arteriosklerosis pembuluh darah besar maka hipertensi
sistolik terisolasi akan banyak dijumpai pada Lanjut Usia. Panduan pengobatan
tidak berbeda dari hipertensi pada umumnya. Efek samping beberapa jenis obat
yang sering dijumpai harus diwaspadai. Misalnya, depresi pada penggunaan
captopril jangka panjang atau edema tungkai akibat penggunaan amlodipin.
Pada penggunaan furosemid jangka lama sebaiknya dilakukan pemantauan
kadar elektrolit (Na dan K ) dalam darah secara teratur.
Pada kelompok Lanjut Usia perlu diperhatikan bahwa dalam menurunkan
tekanan darah dengan penggunaan obat harus dilakukan secara bertahap dan
hati-hati agar tidak menimbulkan hipotensi ortostatik.
Bila terjadi peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistole ≥180
mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), dengan atau tanpa terjadi kerusakan
organ target pada penderita hipertensi, segera dirujuk ke Rumah Sakit.
D. PEMBINAAN KESEHATAN USIA LANJUT
Pembinaan kesehatan usia lanjut melalui Puskesmas di lakukan terhadap
sasaran usia lanjut yang di kelompokkan sebagai berikut :
1. Sasaran langsung
a. Pra usia lanjut 45-59 tahun.
b. Usia lanjut 60-69 tahun.
c. Usia lanjut risiko tinggi yaitu usia lebih dari 70 tahun atau usia lanjut
berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

2. Sasaran tidak langsung


a. Keluarga di mana usia lanjut berada.
b. Masyarakat di lingkungan usia lanjut berada.
c. Organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan kesehatan usia
lanjut
d. Petugas kesehatan yang melayani kesehatan usia lanjut
e. Masyarakat luas

3. Kegiatan-kegiatan pembinaan kesehatan usia lanjut yang dilakukan melalui


puskesmas adalah :
a. Pendataan sasaran usia lanjut
Kegiatan ini dilakukan paling tidak 2 kali setahun, yang seringkali akan
lebih efektif bila dilakukan bekerjasama dengan petugas desa/kelurahan
setempat dan di bantu oleh kader dasa wisma.
b. Penyuluhan kesehatan usia lanjut, pembinaan kebugaran melalui senam
usia lanjut , pembinaan kebugaran melalui senam usia lanjut maupun
rekreasi bersama.
c. Deteksi dini keadaan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara
berkala, yang di lakukan setiap bulan melalui kelompok usia lanjut
( posyandu/posbindu dll) atau di Puskesmas dengan instrument KMS
usia lanjut sebagai alat pencatat yang merupakan teknologi tepat guna.
d. Pengobatan penyakit yang di temukan pada sasran usia lanjut sampai
kepada upaya rujukan ke rumah sakit bila diperlukan.
e. Upaya rehabilitatif ( pemulihan ) berupa upaya medik, psikososial dan
edukatif yang dimaksudkan untuk mengembalikan semaksimal mungkin
kemampuan fungsional dan kemandirian usia lanjut.
f. Melakukan/memantapkan kerjasama dengan lintas sektor terkait melalui
asas kemitraan dengan melakukan pembinaan terpadu pada kegiatan
yang di laksanakan di kelompok usia lanjut, atau kegiatan lainnya.
g. Melakukan fasilitas dan bimbingan dalam rangka meningkatkan peran
serta dan pemberdayaan masyarakat dalam pembinaan kesehatan usia
lanjut , antar lain dengan pengembangan kelompok usia lanjut, dana
sehat.
h. Melaksanakan pembinaan kesehatan usia lanjut secara optimal dalam
perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi secara berkala. Upaya ini dapat
dilakukan melalui pelaksanaan lokakarya mini di Puskesmas secara
berkala, untuk menentukan strategi, target dan langkah-langkah
selanjutnya dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.

BAB IV
DOKUMENTASI

A. Dokumentasi
Pada prinsipnya, pencatatan dan pelaporan pelayanan Kesehatan pra
lansia dan lansia di Posyandu Lansia tidak jauh berbeda dengan posbindu
PTM yang dilakukan secara berjenjang. Petugas/Kader melakukan
rekapitulasi data hasil kegiatan skrining pra lansia dan lansia pada Register
Posyandu Lansia dan Register Kohort Lansia. Selanjutnya hasil
pemeriksanaan dicatat juga pada buku Kesehatan Lansia. Setelah itu
petugas melaporkan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk
dimasukkan dalam bentuk offline.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) melakukan rekapitulasi
hasil laporan (Form Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kes. Lansia, LB1,
LB3) kemudian diolah dan dimanfaatkan untuk tindak lanjut maupun umpan
balik dalam rangka meningkatkan kinerja yang menjadi tanggung jawabnya.
Kemudian selanjutnya, FKTP melaporkan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk direkap menjadi laporan tingkat kabupaten/kota.
Dinas kesehatan kabupaten/kota memeriksa hasil rekapitulasi,
mengoreksi, mengolahmemanfaatkan bahan sebagai umpan balik,
bimbingan teknis dan tindak lanjut yang diperlukan dalam pelaksanaan
program kesehatan pra lansia dan lansia. Kemudian melaporkan ke dinas
kesehatan provinsi sebagai laporan bulanan.
Dinas kesehatan provinsi menerima laporan untuk dikompilasi/direkap
dan disampaikan untuk diolah dan dimanfaatkan dalam rangka tindak lanjut
dan pengendalian yang diperlukan. Hasil kompilasi yang telah diolah menjadi
umpan balik dan dilaporkan ke Kementerian Kesehatan secara online melalui
komdat kesmas atau email. Di tingkat pusat (Kementerian Kesehatan) data
yang telah dikumpulkan akan dianalisis untuk evaluasi implementasi program
dan kebijakan kesehatan pra lansia dan lansia, serta disampaikan kepada
dinas kesehatan provinsi sebagai umpan balik
Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang mengembangkan sistem
pencatatan dan pelaporan kohort pra lansia dan lansia berbasis online. Oleh
sebab itu, tidak menutup kemungkinan masing-masing pengelola program
kesehatan lansia di dinas kesehatan provinsi maupun kabupaten/kota juga
mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan secara online untuk
efektifitas dan efisiensi dalam manajemen data pelayanan Posyandu Lansia

Anda mungkin juga menyukai