Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TAFSIR AYAT EKONOMI

HARTA/AL-MAAL
"Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi"

Disusun Oleh :
1. Dimas Permana 21.05.0291
2. Shifa Nuraeni 21.05.0315

IAI PERSATUAN ISLAM BANDUNG


2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini agaknya tidak ada isu tentang Islam yang sensitif dan sering
dibincangkan dan diperdebatkan selain kalimah jihad. Ia sangat sering
diperbincangkan dalam media massa dan buku-buku akademis, Bahkan merupakan
salah satu konsep Islam yang paling sering disalah fahami, khususnya oleh kalangan
para ahli dan pemikir Barat. Diskursus jihad merupakan bagian dari wacana dan
pembahasan yang terus menarik untuk di teliti. Islam adalah agama wahyu diturunkan
oleh Allah SWT kepada umat Islam sebagai panduan untuk meneruskan kehidupan
untuk mengenal mana yang hak dan bathil. Al-Quran adalah wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril untuk disampaikan
kepada umat manusia guna memperbaiki akhlak menuju jalan yang benar, sekaligus
merupakan pedoman hidup dan hidayah bagi umat Islam yang bertakwa.
Di dalam Al-Quran dijelaskan berbagai macam peristiwa masa lalu yang
dijadikan sebagai pelajaran dan iktibar bagi setiap generasi dari masa ke masa, Allah
SWT sangat mencintai hamba hamba yang berjuang dijalanNya dan berjihad dengan
harta, dan jiwanya. Mereka itulah orang orang yang beriman mengambil iktibar
dijalan dakwah dan menyambung perjuangan Nabi Muhammad SAW dari dahulu
sehingga hari ini. Islam mengajarkan umatnya agar sentiasa berjuang melalui jihad
untuk menegakkan kebebasan menganut serta menjalankan Agama.
Jihad merupakan bagian integral wacana Islam sejak masa-masa awal muslim
hingga kontemporer. Pembicaraan tentang jihad dan konsep-konsep yang
dikemukakan sedikit atau banyak mengalami pergeseran dan perubahan sesuai dengan
konteks dan lingkungan masing-masing pemikir.
Sesungguhnya orang-orang Mukmin yang sebenarnya adalah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ada keraguan sedikit pun
di dalam hati mereka terhadap apa yang diimaninya, dan berjuang di jalan Allah
dengan harta dan jiwa. Hanya mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman.
Hal itu karena jihad membuktikan benar dan kuatnya iman mereka.
Sebalikanya, orang yang tidak kuat berjihad, maka yang demikian menunjukkan
imannya lemah. Dalam ayat tersebut Allah Subhaanahu wa Ta'aala mensyaratkan
iman mereka dengan tidak ragu-ragu, karena iman yang bermanfaat adalah keyakinan
yang pasti kepada apa saja yang diperintahkan Allah untuk diimani, dimana hal itu
tidak dicampuri oleh keraguan sedikit pun.
Yang membenarkan iman mereka dengan amal mereka yang baik. Kejujuran
adalah dakwaan yang besar dalam segala sesuatu, dimana pelakunya butuh kepada
hujjah dan bukti, dan yang paling besar dalam hal ini adalah dakwaan beriman yang
merupakan pusat kebahagiaan dan keberuntungan. Oleh karena itu, barang siapa yang
mengaku beriman, mengerjakan kewajiban dan lawazim (yang menjadi bagiannya),
maka dialah yang benar imannya atau mukmin hakiki. Jika tidak demikian, maka
dapat diketahui, bahwa dia tidak benar dalam dakwaannya dan tidak ada faedah pada
dakwaannya, karena iman dalam hati tidak ada yang mengetahuinya selain Allah
Ta'ala. Dengan demikian, menetapkan dan menafikannya termasuk memberitahukan
kepada Allah apa yang ada dalam hati, dan ini merupakan adab dan sangkaan yang
buruk kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
Allah SWT menurunkan kalimah dalam Al-Quran sebagai pedoman umat
Islam dalam menyahut seruan dakwah, barangsiapa yang menyahut seruan dakwah
dan jihad ini, ia akan dijanjikan pahala dan mendapat kemenangan di akhirat kelak.
Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Hujurat : 15

B. Rumusan Masalah
1. Tafsir QS. Al-Hujurat:15
2. Apa itu harta dalam islam?
3. Konsep harta dalam IsIam

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu harta.
2. Untuk mengetahui Konsep harta dalam Islam.
3. Untuk mengetahui Tafsier Qs. Al-Hujurat : 15.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TAFSIR QS. AL-HUJURAT
ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
‫ول ِٕىكَ هُ ُم‬ ‫بِي ِْل ۗ ِ ا‬R ‫ ِه ْم فِ ْي َس‬R ‫ ُدوْ ا بِا َ ْم َوالِ ِه ْم َواَ ْنفُ ِس‬R َ‫ابُوْ ا َو َجاه‬RRَ‫وْ لِ ٖه ثُ َّم لَ ْم يَرْ ت‬R ‫وْ ا بِاهّٰلل ِ َو َر ُس‬RRُ‫وْ نَ الَّ ِذ ْينَ ٰا َمن‬RRُ‫ا ْال ُمْؤ ِمن‬RR‫اِنَّ َم‬
ّ ٰ ‫ال‬
َ‫ص ِدقُوْ ن‬

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya


(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-
orang yang benar.
Firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman,” maksudnya,
orang-orang yang beriman secara sempurna: Adalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu," yakni, tidak
bimbang dan tidak pula goyah, bahkan mereka semakin kokoh dalam satu keadaan,
yaitu keimanan yang sebenarnya. Dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah," yakni, mengerahkan seluruh jiwa dan harta benda mereka untuk
berbuat taat kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya. "Mereka itulah orang- orang
yang benar. "Yakni, benar dalam ucapan mereka jika mereka mengatakan bahwa
mereka beriman, dan tidak seperti sebagian orang-orang Arab Badui yang mereka
tidak beriman melainkan hanya perkataan lahiriah semata. (Ibnu Katsir)
Selanjutnya, Allah SWT memotivasi mereka untuk beriman dengan sebenar-
benarnya jika kalian benar-benar menaati Allah SWT dan Rasul-Nya, memurnikan
amal, dan membenarkan dengan kepercayaan yang shahih, Allah SWT tidak akan
mengurangi sedikit pun pahala amal-amal kalian. Janganlah kalian membuat amal
kalian menjadi sia- sia karena tidak adanya keikhlasan. Allah SWT Maha Pengampun
bagi yang bertobat kepada-Nya dan memurnikan amal, lagi Maha Penyayang kepada
orang seperti ini dengan tidak mengadzab dirinya setelah bertobat. Di sini terkandung
perintah untuk bertobat dari amal-amal buruk yang telah lalu, sekaligus penghibur hati
bagi orang yang keimanannya agak terlambat. Sebab, Allah SWT setiap saat
mengampuni kalian yang telah lalu dan menyayangi kalian pada masa mendatang. Di
antara padanan ayat ini adalah,
"Dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka." (ath-
Thuur: 21)
Kemudian, Allah SWT menerangkan sifat- sifat orang Mukmin dan hakikat
iman, orang-orang yang beriman dengan keimanan yang shahih dan tulus; merekalah
orang-orang Mukmin yang kamil, merekalah orang-orang yang membenarkan Allah
SWT dan Rasul-Nya secara total dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan bimbang, namun Tetap teguh atas satu keadaan;
membenarkan secara murni, mereka benar-benar berjihad dengan harta dan jiwa untuk
menaati Allah SWT, mencari keridhaan-Nya, dan meluhurkan kalimat dan agama-
Nya. Mereka yang memiliki sifat-sifat seperti tersebut di atas adalah orang-orang
yang disifati dengan keimanan dan disebut sebagai orang-orang yang beriman, bukan
seperti sebagian orang Arab badui yang sebatas memperlihatkan keislaman secara
lahiriyah, namun iman belum meresap dalam hati mereka.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Rasulullah saw.
Bersabda,

‫أموالهيم وألقبهم في‬RR‫دوا ب‬RR‫ وخاه‬،‫انوا‬RR‫ر ن‬RR‫وله كم تم ب‬RR‫وا باهلل ورس‬RRُ‫ الَّ ِذينَ آ َمن‬:‫زاء‬RR‫ة أج‬RR‫المؤمنون في الدنيا على ثالث‬
‫ َوالَّ ِذي يَأمنه اللي على النَّاسُ َوَأنفُ ِس ِه ْم التواقيم بالبهم والذي إذا الحرف على طمع تركة‬:‫سبيل هللا‬

“Orang-orang Mukmin di dunia memiliki tiga kriteria. Pertama, orang-orang yang


beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak meragukannya,
dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah SWT. Kedua,
seseorang yang orang lain mempercayakan keselamatan jiwa dan hartanya kepadanya.
Ketiga, orang yang ketika hampir mendapatkan sesuatu yang diinginkan, ia
meninggalkannya karena Allah SWT.” (HR Imam Ahmad)
Kemudian, Allah SWT memberitahu mereka, Dia benar-benar mengetahui
hakikat perkara mereka ,wahai Rasul katakan kepada mereka, “Apakah kalian ingin
mengabarkan kepada Allah SWT tentang sesuatu yang ada dalam hati kalian terkait
dengan agama, supaya Dia mengetahuinya dengan cara kalian berucap, ‘Kami
beriman.”
Padahal, Allah SWT Maha Mengetahui, tiada sesuatu pun yang tersembunyi
dari-Nya, Dia mengetahui segala yang ada di langit dan di bumi, berupa segala bentuk
benda mati, tanaman, tumbuhan, binatang, manusia, dan jin, lalu bagaimana mungkin
Dia tidak mengetahui yang sebenarnya mengenai klaim keimanan kalian!” Tiada
sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya, Dia mengetahui segala sesuatu. Waspadalah
kalian, janganlah kalian mengklaim sesuatu yang tidak sesuai dengan hati kalian.
Di sini terkandung isyarat bahwa agama seharusnya hanya untuk Allah SWT.
Namun, kalian memperlihatkannya kepada kami, bukan kepada Allah SWT. Oleh
karenanya, apa yang kalian perlihatkan itu tidak diterima.
Kemudian, Allah SWT menerangkan bahwa keislaman mereka tidak
diperuntukkan kepada .Nya. Mereka menganggap keislaman mereka adalah
pemberian dan nikmat yang mereka berikan kepadamu wahai Nabi seraya berujar,
“Kami menghadapmu dengan membawa banyak beban dan kemiskinan, kami tidak
memerangimu sebagaimana Bani Fulan dan Bani Fulan yang memerangimu.”
Allah SWT pun menyangkal pernyataan mereka. wahai Rasul, katakan kepada
mereka, “Wahai kaum badui, janganlah kalian menganggap keislaman kalian sebagai
kebaikan kepadaku. Sebab, kemanfaatannya sebenarnya adalah kembali kepada diri
kalian sendiri. Keislaman kalian berasal dari kebaikan Allah SWT kepada kalian, Dia-
lah Yang membimbing kalian kepada keimanan dan memperlihatkan jalan-Nya
kepada kalian, memberi kalian taufik untuk menerima agama, jika kalian memang
orang-orang yang benar sebagaimana klaim kalian itu.” Di sini terkandung isyarat
bahwa mereka berbohong mengenai klaim keimanan mereka.
Hal ini seperti sabda Rasulullah saw kepada kaum Anshar pada Perang
Hunain, “Wahai kaum Anshar, bukankah sebelumnya aku mendapati kalian sebagai
orang-orang yang sesat, lalu Allah SWT memberi kalian hidayah melalui diriku?
Bukankah kalian sebelumnya adalah orang-orang yang saling berpecah belah, lalu
Allah SWT merukunkan kalian melalui diriku? Bukankan kalian sebelumnya adalah
orang-orang yang tidak memiliki apa-apa, lalu Allah SWT menjadikan. Kalian
berkecukupan melalui diriku?” Mereka menjawab, “Benar, Allah SWT dan Rasul-
Nya adalah lebih besar pemberian dan karunianya.”
Allah SWT kemudian mempertegas kemahatahuan-Nya tentang segala
sesuatu, Allah SWT Maha Mengetahui segala yang tampak dan tersembunyi di
seluruh penjuru langit dan bumi, serta segala sesuatu yang dirahasiakan dan
disembunyikan seseorang dalam hatinya. Allah SWT mengetahui segala sesuatu dari
amal perbuatan kalian, lalu Dia akan membalas kalian sesuai dengan amal perbuatan
kalian, jika baik, baik pula balasannya. Namun jika buruk, buruk pula balasannya.
Ayat ini mengulang dan mempertegas informasi mengenai pengetahuan Allah
SWT tentang segala sesuatu, dengan tujuan supaya benar-benar meresap dan tertanam
kuat dalam hati dan pikiran, serta senantiasa hidup dalam jiwa.(al munir)
B. Harta dalam IsIam
Islam sebagai agama yang syumul yang mengatur segala ruang lingkup
kehidupan manusia termasuk di dalamnya menyangkut masalah harta. Harta kekayaan
dalam Islam merupakan milik Allah secara mutlak. Ayat al-Quran berulang kali
menjelaskan mengenai hak mutlak Allah terhadap harta kekayaan yang ada di bumi
ini. Manusia hanya sebagai wakil yang dipercayakan untuk menggunakan dan
mengelola harta kekayaan tersebut dengan cara-cara yang diperbolehkan. Allah
sebagai pemilik segala bumi beserta isinya, Jadi kepemilikan manusia hanyalah
bersifat relatif, sebatas hanya untuk mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan syariat (Mardani, 2012: 61-62). Penjelasan
mengenai hal tersebut disebutkan dalam alQuran kurang lebih sebanyak 20 kali.
Diantaranya terdapat dalam QS. Al- A’raf; 128, QS. Al-Hadid; 5, dan QS. Al-Baqarah;
29-30 (Vogel dan Hayes, 2007: 76)
C. Konsep harta dalam IsIam
Konsep mengenai harta dan kepemilikan merupakan salah satu pokok bahasan
yang penting dalam Islam. Harta atau dalam bahasa arab disebut al-maal dalam
bahasa berarti condong, cenderung atau miring. Sedangkan secara istilah diartikan
sebagai segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan
memilikinya. Ibnu Najm mengatakan, bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa yang
ditegaskan oleh ulama-ulama ushul fiqh, adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan
disimpan untuk keperluan tertentu dan hal itu terutama menyangkut yang kongkrit.
Menurut para fuqaha, harta dalam perspektif Islam bersendi pada dua unsur; Pertama,
unsur aniyyah dan Kedua, unsur urf. Harta aniyyah berarti harta itu berwujud atau
kenyataan ( a'yun). Misalnya, manfaat sebuah rumah yang memelihara manusia tidak
disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak. Sedangkan unsur urf adalah segala
sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau oleh sebagian manusia,
tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik
manfaat yang bersifat madiyyah maupun ma'nawiyyah.
Dalam Islam kedudukan harta merupakan hal penting yang dibuktikan bahwa
terdapat lima magashid syariah yang salah satunya adalah al- maal atau harta. Islam
meyakini bahwa semua harta di dunia ini adalah milk Allah ta'ala, manusia hanya
berhak memanfaatkannya saja. Meskipun demikian, Islam juga mengakui hak pribadi
seseorang. Untuk itu Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenal muamalah
seperti jual beli, sewa-menyewa, gadal menggadal, dan sebagainya, serta melarang
penipuan, riba dan mewajibkan kepada orang yang merusak barang orang lain untuk
membayarnya, harta yang dirusak oleh anak- anak yang di bawah tanggungannya,
bahkan yang dirusak oleh binatang peliharaannya sekalipun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam QS. AL-HUJURAT :15 tersebut dijelaskan bahwa harta
merupakan titipan allah yang harus dimanfaatkan untuk kemajuan islam
dengan begitu kita menunjukkan keimanan kita bahwa kita itu tidak menjadi
hamba duniawi. Dalam perspektif ekonomi islam harta merupakan milik allah
secara mutlak kita hanya dititipi saja, dan harus bisa mengelola dan
memproses harta tersebut agar bermanfaat bagi semua orang.
B. Daftar Pustaka
- Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7
- Tafsir Al-Munir
- https://pkebs.feb.ugm.ac.id/2018/07/02/harta-dan-kepemilikan-dalam-
islam/

Anda mungkin juga menyukai