Anda di halaman 1dari 28

‫بسم اهلل الرمحن الرحيم‬

Al hamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad ,
keuarga, sahabat, dan orang-orang yang selalu mengikuti sunnahnya hingga hari qiyamat, amiin.
Amma ba’du:
Sangat mengejutkan, tatkala saya membaca tulisan seorang yang bernama : Aman Abdur Rahman
Abu Sulaiman, yang berjudulkan “VONIS ULAMA-ULAMA AHLUS SUNNAH TERHADAP HUKUMAH
PEMBABAT SYARI’AT, DAN FATWA-FATWA ULAMA AHLUS SUNNAH TENTANG PERBUATAN SYIRIK
KARENA JAHIL”, ia mengetengahkan dua permasalahan besar, sebagaimana tersurat dalam judul
tulisannya. Tatkala saya mulai membaca satu demi satu tulisannya, rasa heran dan keterkejutan saya mulai
sirna, ini dikarenakan beberapa hal :
Sebelum saya menyebutkan kesalahan-kesalahan yang ada dalam tulisan Aman Abdur Rahman,
saya merasa perlu untuk menyebutkan beberapa hal berikut, agar jelas bagi pembaca perbedaan Aqidah
Ahlus Sunnah dan Aqidah Khowarij yang sedang didakwahkan oleh Aman Abdur rahman.

1. IMAN MENURUT PANDANGAN AHLUS SUNNAH.

Ahlus sunnah wal jama’ah telah sepakat bahwa iman adalah pengikraran dengan hati, ucapan dengan
lisan dan amalan dengan anggota badan, bertambah karena ketaatan, dan berkurang karena kemaksiatan. Hal
ini berdasarkan berbagai dalil, dari Al Qur’an dan Al Hadits, serta ijma’ para ulama’, berikut ini akan saya
sebutkan beberapa dalil yang menunjukkan akan hal tersebut :
2 ‫األنفال‬ ‫ إمنا املؤمنون الذين إذا ذكر اهلل وجلت قلوهبم وإذا تليت عليهم آياته زادهتم إميانا‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang bila disebut Nama Allah, gemetarlah hati
mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, niscaya bertambahlah keimanan mereka, dan
kepada Rabbnya mereka bertawakkal” (Al Anfal 2).
‫اه إماطة األذى عن الطريق‬-- ‫ول ال إله إال اهلل وأدن‬-- ‫لها ق‬-- ‫عبة فأفض‬-- ‫تون ش‬-- ‫بعون أو بضع وس‬-- ‫ (اإلميان بضع وس‬: ‫ول اهلل‬-- ‫ال رس‬-- ‫ق‬
‫واحلياء شعبة من اإلميان) رواه البخاري ومسلم‬
Rasulullah  bersabda: “Iman (memiliki) tuju puluh sekian, atau enam puluh sekian cabang, dan yang paling
afdlal adalah ucapan LA ILAHA ILLALLAH, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan
(semacam duri dll) dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang dari iman”. (Hr. Bukhori dan muslim).
Dalam hadits ini disebutkan bahwa ucapan, amalan (menyingkirkan gangguan), sikap malu, adalah
bagian dari iman, ini menunjukkan bahwa amalan adalah salah satu bagian dari iman.
‫ يا رسول اهلل ما نقصان العقل والدين؟‬:‫ قالت‬،‫لب منكن‬
ٍّ ‫ (ما رأيت من ناقصات عقل ودين أغلب لذي‬: ‫قال رسول اهلل‬
)‫ ومتكث الليايل ما تصلي وتفطر يف رمضان‬،‫ فهذا نقصان العقل‬،‫ أما نقصان العقل فشهادة امرأتني تعدل شهادة رجل‬:‫قال‬
“Aku tidak pernah melihat orang yang akal dan agamanya kurang, lebih mampu untuk mengalahkan orang
yang bijak dibanding kalian (kaum wanita), maka ada seorang wanita yang bertanya: Wahai Rasulullah!, apa
(penyebab) kurangnya akal dan agama?Beliau menjawab: Adapun kurangnya akal, maka persaksian dua
orang wanita sama dengan persaksian seorang laki-laki, dan inilah kurangnya akal, dan seorang wanita
berdiam beberapa malam tidak menunaikan sholat (karena haidl) dan tidak puasa pada bulan ramadlan” (Hr
Bukhory dan Muslim)
ِّ ‫ يا رسول اهلل نكون عندك‬:‫قلت‬
‫تذكرنا بالنار واجلنة حىت‬ ُ ‫ وما ذاك؟‬ ‫ نافق حنظلة يا رسل اهلل! فقال رسول اهلل‬:‫قال حنظلة‬
‫ والذي نفسي بيده‬: ‫ فإذا رجعنا من عندك عافسنا األزواج واألوالد والضيعات نسينا كثريا فقال رسول اهلل‬،‫كأنا رأي عني‬
‫ ولكن يا حنظلة‬،‫إن لو تدومون على على ما تكونون عليه عندي ويف الذكر لصافحتكم املالئكة على فرشكم ويف طرقكم‬
-‫ رواه مسلم‬.‫ساعة ساعة ثالث مرات‬
“Sahabat Handlolah mengadu kepada Rasululah dengan berkata: Handlolah telah berbuat munafiq, ya
Rasulullah! Maka Rasulullah  bersabda: Kenapa demikian? Maka Handlolah menjawab : Wahai Rasulullah,
kami disaat berada disisimu, engkau mengingatkan kami akan neraka dan surga, sampai seakan-akan kami
melihatnya dengan mata kepala sendiri, dan bila kami kembali dari tempatmu, kami berkumpul dengan istri-
istri dan anak-anak serta harta, kami banyak lupa, maka Rasululah  bersabda: Seandainya kalian terus
menerus seperti disaat berada disisiku dan dimajlis dzikir, niscaya para malaikat akan menyalami (berjabat
tangan dengan) kalian, diatas tempat tidur, dan dijalan-jalan kalian, akan tetapi, -wahai Handlolah- sekali
(demikian), dan sekali (demikian) tiga kali. (Hr Muslim).
Hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa iman seseorang bisa bertambah dan juga bisa berkurang.
Dan ulama’ Ahlis sunnah telah sepakat, bahwa iman,adalah ikrar dengan hati, ucapan dengan lisan
dan amalan dengan anggota badan, bisa bertambah, dan juga bisa berkurang, untuk lebih jelasnya, silahkan
dibaca kitab (Al Iman / Majmu’ Fatawa Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah jilid 7, juga Ziyadatul Iman wa
Nuqshanuhu, oleh Syeikh Abdur Razzaq Al Abbad).

2. ORANG YANG SUDAH JELAS MASUK ISLAM DENGAN YAKIN, TIDAK BOLEH DIHUKUMI
KELUAR DARINYA, KECUALI DENGAN SESUATU YANG YAKIN PULA.

Adalah salah satu qaidah yang telah disepakati oleh para ulama’, dari zaman dahulu, hingga zaman
sekarang qaidah
،‫بشك‬
ٍّ ‫اليقني ال يزول‬
“Sesuatu yang yakin, tidaklah bileh dihukumi telah hilang dengan sesuatu yang masih diragukan.”
Qaidah ini berlaku dalam setiap hal, baik dalam urusan aqidah, fiqih, atau yang lainnya, sehingga orang yang
telah mengucapkan kalimat syahadat, berarti ia telah masuk islam, dan tidak boleh dihukumi sebagai orang
yang telah murtad/ keluar dari agama islam, kecuali dengan sesuatu yang yakin pula. Untuk membuktikan
akan hal ini, mari kita sama-sama merenungkan kisah berikut ini:
“Suatu saat Rasulullah  mengutus sebuah pasukan, dan tatkala perang telah berkecamuk, dan suatu saat
sahabat Usamah bin Zaid mendapatkan salah seorang dari musuh hendak melarikan diri, maka Usamah bin
Zaid pun mengejarnya, dan ketika hampir tertangkap, orang tersebut mengucapkan LA ILAHA ILLALLAH,
akan tetapi Usamah tetap membunuhnya, lalu ketika para sahabat telah kembali, Usamah bin Zaid
menyebutkan kisahnya kepada Rasulullah , maka Rasululullah murka, dan bersabda kepada Usamah :
Apakah ia mengucapkan LA ILAHA ILLALLAH, akan tetapi engkau tetap membunuhnya,? Maka sahabat
Usamah pun menjawab: wahai Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkannya hanya krena takut dibunuh.
Maka Rasululullah  bersabda: Kenapa engkau tidak membelah dadanya, agar engkau tahu apakah ia benar-
benar mengucapkannya atau tidak? Dan beliau mengulang-ulang terus sabdanya tersebut, sampai-sampai
Usamah berangan-angan: seandainya ia baru masuk islam kala itu.Kisah ini diriwayatkan oleh Imam
Muslim.
3. BARANG SIAPA YANG MENGINGKARI SUATU HAL YANG SUDAH JELAS DALAM AGAMA,
MAKA IA KAFIR
Imam An Nawawi mengatakan :
‫امل‬--‫رتك فيه الع‬--‫ام واش‬--‫اة حىت عرفها اخلاص والع‬--‫وب الزك‬--‫لمني علم وج‬--‫تفاض ىف املس‬--‫الم واس‬--‫اع دين االس‬--‫وم وقد ش‬--‫فأما الي‬
‫دين اذا‬-‫ور ال‬-‫يئا مما أمجعت األمة عليه من أم‬-‫ذلك األمر ىف كل من أنكر ش‬-‫واجلاهل فال يعذر أحد بتأويل يتأوله ىف انكارها وك‬
‫اح ذوات احملارم‬-- ‫ال من اجلنابة وحترمي الزنا واخلمر ونك‬-- ‫ان واالغتس‬-- ‫هر رمض‬-- ‫وم ش‬-- ‫ اخلمس وص‬-‫لوات‬-- ‫را كالص‬-- ‫ان علمه منتش‬-- ‫ك‬
.‫وحنوها من األحكام اال أن يكون رجال حديث عهد باالسالم وال يعرف حدوده فإنه اذا أنكر شيئا منها جهال به مل يكفر‬
“Adapun pada saat ini, sungguh agama islam telah menyebar, dan telah merata dikalangan kaum muslimin
ilmu tentang kewajiban membayar zakat, sehingga diketahui oleh setiaporang khusus dan orang awam dan
ulama’ dan orang bodohpun sama-sama mengetahuinya, maka tidak diberikan uzur bagi siapapun, karena
sebuah alasan yang ia pegangi, untuk mengingkari kewajiban zakat. Begitu juga halnya dengan orang yang
mengingkari sesuatu yang telah disepakati oleh kaum muslimin dari urusan agama, apabila ilmu tentang hal
tersebut telah menyebar, seperti halnya sholat lima waktu, puasa bulan ramadlan, mandi janabah, haramnya
zina, khomer, menikahi mahram, dan hukum-hukum yang serupa, kecuali orang yang baru masuk islam, dan
tidak mengetahui norma-norma agama islam, maka bila orang seperti ini mengingkari salah satu dari hal-hal
tersebut, karena kebodohannya tentang hal tersebut, ia tidak kafir. (Syarah Shohih Muslim 1/250)
Setelah kita memahami tiga hal ini, saya akan memulai menyebutkan kesalahan-kesalahan yang ada
pada tulisan Aman Abdur Rahman :

A. KESALAHAN DALAM MENUKILKAN PERKATAAN:

Pada halaman 9, ia menukilkan perkataan Syeikh Bin Baz rahimahulla :


‫ أو تركها وأحل محلَّها‬،‫اهبها‬-- - - - -‫وله أو متاثلها أو تش‬-- - - - -‫اس وآراءهم خري من حكم اهلل ورس‬-- - - - -‫ام الن‬-- - - - -‫ال إميان ملن اعتقد أن أحك‬
.‫األحكام الوضعية واألنظمة البشرية وإن كان معتقدا أن أحكام اهلل خري وأكمل وأعدل‬
“Tidak ada iman bagi orang yang : meyakini bahwa hukum-hukum manusia dan pendapat-pendapatnya lebih
baik dibanding hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya, atau (meyakini) bahwa hukum-hukum itu menyamai
dan sejajar dengannya, atau meninggalkan (hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya) dan justru dia
menempatkan hukum-hukum buatan dan peraturan-peraturan manusia ditempatnya, meskipun dia meyakini
bahwa hukum-hukum Allah lebih baik, sempurna, dan lebih adil”.
Ia nukilkan perkataan beliau ini dari kitab “Risalah Wujub Tahkim Syar’illah Wa Nabdzu Maa
Khalafahu, hal 16-17”.
Dan tatkala saya cek ulang perkataan beliau ini, saya mendapatkan bahwa Aman telah melakukan
kedustaan dan pengkhianatan yang sangat besar, baik terhadap Syeikh Bin Baz atau terhadap ummat islam,
karena ungkapan belaiu yang sebenarnya adalah seperti berikut :
‫ام‬--‫ أو أجاز أن يحل محله األحك‬،‫اهبه‬--‫وله أو متاثله أو تش‬--‫اس وآراءهم خري من حكم اهلل ورس‬--‫ام الن‬--‫ال إميان ملن اعتقد أن أحك‬
.‫الوضعية واألنظمة البشرية وإن كان معتقدا بأن أحكام اهلل خري وأكمل وأعدل‬
“Tidak ada iman bagi orang yang : meyakini bahwa hukum-hukum manusia dan pendapat-pendapatnya lebih
baik dibanding hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya, atau (meyakini) bahwa hukum-hukum itu menyamai
dan sejajar dengannya, atau membolehkan untuk digantikan dengan hukum-hukum buatan dan peraturan-
peraturan manusia, meskipun dia meyakini bahwa hukum-hukum Allah lebih baik, sempurna, dan lebih
adil”.
Lihatlah perbedaan yang sangat besar antara apa yang dinukil oleh Aman dengan apa yang ada di
buku aslinya, walau ini hanya perbedaan beberapa kata, akan tetapi maknanya sangatlah jauh, karena orang
yang membolehkan bertahkim (berhukum) dengan selain hukum Allah, berarti ia mengingkari haramnya
perbuatan tersebut, dan ini adalah salah satu hal yang menjadikan orang dihukumi dengan kekufuran,
sebagaimana disebutkan oleh Imam An Nawawi di atas.
Saya tidak tahu, apakah Aman menyadari perbuatannya ini atau tidak, atau bahkan –na’uzubillah- ia
dengan sengaja melakukan hal ini untuk menipu ummat dan menguatkan pemikiran khowarij yang sedang ia
serukan. Akan tetapi apapun yang terjadi, saya tidak memiliki kata yang lebih indah untuk diucapkan
kepadanya, kecuali :
‫وإن كنت تدري فاملصيبة أعظم‬ ‫إن كنت ال تدري فتلك مصيبة‬
Bila engkau tidak mengetahui, maka itu adalah bencana
Dan bila engkau mengetahui, maka bencananya lebih besar.

B. PEMENGGALAN PERKATAAN ULAMA’, SEHINGGA MERUBAH MAKNA.

Adalah kebiasaan ahlul bid’ah, dari zaman dahulu kala, sampai sekarang, perbuatan memotong, dan
memenggal perkataan ulama’, sehingga mendatangkan perubahan makna, dari makna yang diinginkan
ulama’ tersebut, dan ini pula yang dilakukan oleh Aman Abdur Rahman untuk menguatkan pemahaman
khowarijnya. Untuk membuktikan tuduhan ini, mari kita lihat beberapa contoh nukilan dia :
1. Pada catatan kaki hal. 4, ia menukilkan dari Syeikh Abdur Rahman As Sa’dy rahimahullah, bahwa
beliau menghukumi negara Bahrain, Iraq, dan negara sekitar sebagai negara kafir, bukan negara islam, walau
mayoritas penduduknya adalah kaun muslimin. Mari kita amati bersama konteks fatwa Syekh
‫ اليت حيكمها املسلمون وجتري فيها‬:‫ فبالد اإلسالم‬،‫قد ذكر أهل العلم رمحهم اهلل الفرق بني بالد اإلسالم وبالد الكفر‬
‫ فهي اليت حيكمها‬،‫ وبالد الكفر ضدُّها‬،‫ ولو كان مجهور أهلها كفارا‬،‫األحكام اإلسالمية ويكون النفوذ فيها للمسلمني‬
‫ بالد كفار حربيني وبالد كفار مهادنني‬:‫ وهي على نوعني‬،‫الكفار وجتري فيها أحكام الكفر ويكون النفوذ فيها للكفار‬
،‫ ولو كان هبا كثري من املسلمني‬،‫ دار كفر‬،‫ فتصري إذا كانت األحكام للكفار والنفوذ هلم‬،‫وبينهم وبني املسلمني صلح وهدنة‬
،‫يشك أن العراق والبحرين وغيرهما من البالد المجاورة ونحوها من المستعمرات اإلنجليزية‬ ُّ ‫وكل أحد بعرف وال‬
‫ ولكنهم يدخلون في الكفار المهادنين؛ لما بينهم وبين المسلمين من األمان‬،‫وأنهم هم الذين لهم النفوذ والحكم بها‬
‫ وارتباط التجارة كما هو معروف لكل أحد‬،‫في عدم تعدي أحدهما على اآلخر‬ “Para ulama’ telah
menyebutkan perbedaan antara negara islam dan negara kafir. Negara islam yaitu: Negara yang dikuasai oleh
kaum muslimin, dan diterapkan padanya hukum-hukum islam, dan yang kekuasaan ditangan kaum muslimin,
walau kebanyakan penduduknya orang-orang kafir. Dan Negara kafir adalah sebaliknya, yaitu: Negara yang
dikuasai oleh orang-orang kafir, dan diterapkan padanya hukum-hukum kafir, dan kekuasaan berada
ditangan orang kafir, dan negara kafir tersebut terbagi menjadi dua: Negara orang-orang kafir harbi, dan
negara orang-orang kafir muhadanin (damai), antara mereka dan kaum muslimin terjalin perjanjian dan
perdamaian. Sehingga bila hukum-hukum adalah milik orang kafir, dan kekuasaan ditangan orang kafir,
maka negara tersebut adalah negara kafir, walau didalamnya terdapat banyak kaum muslimin. Dan setiap
orang mengetahui, dan tidak meragukan, bahwa Iraq, Bahrain , dan negara-negara lainya yang
bersebelahan, dan yang serupa, adalah bagian dari jajahan Inggris, dan merekalah yang berkuasa
dan memerintah, akan tetapi mereka termasuk dalam orang-orang kafir muhadanin (damai),
disebabkan adanya perjanjian untuk tidak saling mengganggu, satu sama lainnya. Dan hubungan
perdangan, sebagaimana hal ini diketahui oleh setiap orang. (Bisa dilihat pada Fatawa As sa’diyah 1/92,
atau pada Al Majmu’ah Al Kamilah Li Muallafati As Syeikh Abdir Rahman As Sa’dy 7/68).
Perlu diketahui, bahwa Syekh Abdur Rahman As Sa’di meninggal pada th 1376 H atau 47 tahun
yang lalu, dan kala itu Iraq dan Bahrain masih dibawah penjajahan Inggris, sebagaimana disebutkan dengan
jelas dalam fatwa beliau, sehingga yang memerintah adalah Inggris.
Saya tidak tahu, apakah Aman Abdur Rahman benar-benar memiliki buku “Fatawa As Sa’diyah” ini
atau tidak, dan hanya membeo dengan nukilan orang lain yang ia dapatkan dari Internet, sebab ia
menyebutkan bahwa kitab tersebut cetakan 1, th. 1388 H, Dar Al Hayah Damaskus. Cetakan fatwa ini, bisa
dikatakan hampir tidak ada lagi dipasaran (toko-toko buku) saudi, apalagi di indonesia. Kalau memang ia
memiliki buku ini, maka ia adalah musang berbulu domba, pura-pura menukilkan dari ulama’ yang sudah
terkenal dengan aqidah dan manhaj salafnya, guna menguatkan kesimpulan sesatnya. Dan kalau ia hanya
menukil dari internet, maka ia tidak lebih dari seorang yang sedang menjual agamanya, demi mendapatkan
ketenaran nama, atau memang dia adalah seorang mubtadi’ (khowarij) yang sedang menyusup. Dan kalau ia
memang seorang khowarij, maka ia telah melakukan dosa besar, yaitu berdusta, dan kita tahu semua apa
pendapat orang-orang khowarij tentang pelaku dosa besar.
Hal serupa juga ia lakukan dengan perkataan Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, karena sebenarnya
beliau sedang menjawab pertanyaan orang India, yang kala itu masih dibawah jajahan Inggris, “Bolehkah
seorang muslim di India untuk menjabat jabatan hakim, atau yang semisal pada pemerintahan penjajah
Inggris”. Hal ini bisa dilihat dengan jelas oleh setiap orang yang membaca Tafsir Al Manar jilid 6/405 dst.
2. Pada hal. 7-8, ia menukilkan fatwa Syeikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahulla, dari
kita Al Majmu’ Tsamin 1/41:
‫را خمرجا عن‬-- ‫افر كف‬-- ‫ فهو ك‬،‫ق‬-- ‫لح منه وأنفع للخل‬-- ‫ريه أص‬-- ‫ادا أن غ‬-- ‫ارا له أو اعتق‬-- ‫تخفافا به أو احتق‬--‫زل اهلل اس‬-- ‫من مل حيكم مبا أن‬
‫عوا‬--‫إهنم مل يض‬--‫اس عليه ف‬--‫ون منهاجا يسري الن‬--‫المية لتك‬--‫ريعات اإلس‬--‫ريعات ختالف التش‬--‫اس تش‬--‫عون للن‬--‫ؤالء من يض‬--‫ ومن ه‬،‫ة‬--‫املل‬
‫رورة العقلية واجللة‬--‫وم بالض‬--‫ق؛ إذ من املعل‬--‫لح وأنفع للخل‬--‫دون أهنا أص‬--‫المية إال وهم يعتق‬--‫تلك التشريعات املخالفة للشريعة اإلس‬
‫الفطرية أن اإلنسان ال يعدل عن منهاج إىل منهاج خيالفه إال وهو يعتقد فضل ما عدل إليه ونقص ما عدل عنه‬
“Siapa saja orang yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, karena
menyepelekannya atau menganggapnya hina, atau karena dia berkeyakinan bahwa hukum yang lain lebih
maslahat darinya dan lebih manfaat bagi makhluq, maka orang itu adalah kafir, dengan kekafiran yang
mengeluarkan dari agama ini, dan diantara mereka itu adalah orang yang meletakkan bagi manusia hukum-
hukum (tasri’at), yang bertentangan dengan tsyri’at islamiyyah, agar menjadi aturan yang manusia berjalan
diatasnya, maka sesungguhnya mereka itu tidaklah meletakkan tasyri’at yang bertentangan dengan syari’at
islamiyyah, kecuali karena mereka itu meyakini bahwa tasyri’at buatan tersebut lebih maslahat dan lebih
manfaat bagi makhluq, sebab sudah termasuk sesuatu yang diketahui secara sepontan oleh akal pikiran dan
tabi’at fitrah, bahwa manusia itu tidak berpaling dari satu jalan hidup (minhaaj) kepada minhaaj yang
bertentangan dengannya, kecuali dia itu meyakini keutamaan minhaaj yang dia tuju dan (meyakini)
kekurangan minhaaj yang dia berpaling darinya (ditinggalkannya).“
Aman berhenti hanya sampai disini, dan enggan untuk menukilkan kelanjutan fatwa Syeikh
Muhamman bin Sholeh Al Utsaimin, padahal seandainya ia melanjutkan nukilannya, niscaya apa yang ingin
ia capai (yaitu mengokohkan manhaj khowarij dalam pengkafiran para pemerintah), tidak akan tercapai,
bahkan akan hancur berkeping-keping.
Oleh karena itu, untuk membuktikan belangnya hidung Aman, dan mencukur bulu domba, agar
kelihatan wujud musang yang sebenarnya, akan saya sebutkan kelanjutan fatwa beliau dari buku, dan
halaman yang sama :
‫لطا‬--‫ريه تس‬--‫ وإمنا حكم بغ‬،‫ق‬--‫لح منه وأنفع للخل‬--‫ريه أص‬--‫ره ومل يعتقد أن غ‬--‫تخف ومل حيتق‬--‫زل اهلل وهو مل يس‬--‫ومن مل حيكم مبا أن‬
‫ائل‬--‫وم به ووس‬--‫ وخيتلف مراتب ظلمه حسب احملك‬،‫ فهذا ظامل وليس بكافر‬،‫على احملكوم عليه أو انتقاما منه لنفسه أو حنو ذلك‬
.‫احلكم‬
‫وم له‬--‫ومن مل حيكم مبا أنزل اهلل ال استخفافا وال احتقارا وال اعتقادا أن غريه أصلح وأنفع للخق وإمنا حكم بغريه حمابة للمحك‬
‫ائل‬-- ‫وم به ووس‬-- ‫قه حبسب احملك‬-- ‫راتب فس‬-- ‫ وختتلف م‬،‫افر‬-- ‫ذا فاسق وليس بك‬-- ‫ فه‬،‫دنيا‬-- ‫رض ال‬-- ‫وة أو غريها من ع‬-- ‫اة للرش‬-- ‫أومراع‬
.‫احلكم‬
:‫قال شيخ اإلسالم ابن تيمية رمحه اهلل فيمن اختذوا أحبارهم ورهباهنم أربابا من دون اهلل أهنم على وجهني‬
‫ائهم مع‬-‫رم وحترمي ما أحل اهلل اتباعا لرؤس‬--‫دون حتليل ما ح‬--‫ديل ويعتق‬--‫وهنم على التب‬--‫ أن يعلموا أهنم بدلوا دين اهلل فيتبع‬: ‫أحدمها‬
‫ وقد جعله اهلل ورسوله شركا‬،‫ فهذا كفر‬،‫علمهم أهنم خالفوا دين الرسل‬
‫لم ما‬--‫ية اهلل كما يفعل املس‬--‫اعوهم يف معص‬--‫ لكنهم أط‬،‫ا‬--‫ ثابت‬-‫ادهم وإمياهنم –بتحليل احلرام وحترمي احلالل‬--‫ون اعتق‬--‫ أن يك‬:‫اين‬--‫الث‬
.‫ فهؤالء هلم حكم أمثاهلم من أهل الذنوب‬،‫يفعله من املعاصي اليت يعتقد أهنا معاصي‬
“Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, sedangkan ia tidak meremehkanya (hukum
Allah), tidak menghinakannya, dan tidak meyakini bahwa hukum selainnya lebih maslahat dan lebih
bermanfaat, hanya saja ia berhukum dengan selain hukum Allah, karena ingin menyakiti orang yang ia
hukumi, atau dalam rangka balas dendam pribadinya dari orang tersebut, atau alasan yang serupa, maka
orang ini adalah orang dlalim, dan bukan orang kafir. Dan tingkatan kedlalimannya berbeda-beda, sesuai
dengan perbedaan hukum yang ia gunakan dan cara-cara yang ia gunakan untuk mwnghukumi.
Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, sedangkan ia tidak meremehkanya (hukum
Allah), tidak menghinakannya, dan tidak meyakini bahwa hukum selainnya lebih maslahat dan lebih
bermanfaat, hanya saja ia berhukum dengan selain hukum Allah, hanya saja ia berhukum dengan selain
hukum Allah karena untuk mencari muka dihadapan orang yang ia menangkan dalam perhukumannya, atau
karena risywah (suap), atau kepentingan duniawi lainnya, maka orang ini adalah fasiq dan bukan orang
kafir. Dan tingkatan kefasiqannya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan hukum yang ia gunakan dan
cara-cara yang ia gunakan untuk mwnghukumi.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengomentari tentang orang yang menjadikan ulama’ dan
pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, bahwasannya mereka terbagi menjadi dua
golongan :
Pertama : Mereka mengetahui bahwa ulama’ dan pendeta tersebut merubah agama Allah, kemudian mereka
mengikutinya dalam perubahan tersebut, dan meyakini akan kehalalan sesuatu yang diharamkan dan
keharaman sesuatu yang dihalalkan Allah, dikarenakan mengikuti pemimpin-pemimpin mereka, padahal
mereka menyadari bahwa mereka bertentangan dengan agama para Rasul, maka perbuatan ini adalah
perbuatan kafir, dan telah dianggap sebagai kesyirikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kedua : Keyakinan dan iman mereka dalam hal –penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal-
tetap kokoh (tidak berubah), akan tetapi mereka menuruti para ulama’ dan pendeta dalam perbuatan
maksiat kepada Allah, sebagaimana seorang muslim yang melakukan perbuatan maksiat, yang ia yakini
bahwa perbuatan tersebut adalah maksiat, maka golongan ini, hukumnya seperti hukumnya orang yang
serupa dengan mereka dari para pelaku maksiat.”
Dengan sekedar menukilkan kelanjutan fatwa beliau ini, cukup bagi kita untuk membantah dan
membuktikan kedustaan Aman dan membuka belang hidungnya.
C. BERPEGANG DENGAN FATWA-FATWA YANG MUTHLAK, DAN MENINGGALKAN FATWA-
FATWA YANG TERPERINCI.
1. Ia menukilkan fatwa Al Lajnah Ad Daimah, ketika ditanya tentang sebuah negara yang dihuni banyak
kaum muslimin dan pemeluk agama lain, dan tidak berhukum dengan hukum islam, yang berbunyikan :
‫إذا كانت حتكم بغري ما أنزل اهلل فاحلكومة غري إسالمية‬
“Bila pemerintahan itu berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah, maka pemerintah itu bukan
islamiyyah”. (fatawa Al Lajnah Ad Daimah 1/789 mo. 7796)
Ini adalah sebuah fatwa yang muthlak (umum), dan tidak terperinci, sedangkan sebelum fatwa ini,
dalam kitab yang sama : 1/780 no. 5741, terdapat fatwa yang lebih terperinci dan lebih jelas, yaitu :
‫ وتقبل منه أعماله؟‬،‫ هل هو مسلم أم كافر كفراً أكرب‬،‫ من مل حيكم مبا أنزل اهلل‬: ‫السؤال‬
‫زل اهلل فأولئك‬-‫ ومن مل حيكم مبا أن‬ ‫اىل‬-‫ال تع‬-‫ وق‬ ‫افرون‬-‫زل اهلل فأولئك هم الك‬-‫ ومن مل حيكم مبا أن‬ ‫اىل‬-‫ال اهلل تع‬-‫ ق‬: ‫اجلواب‬
‫ائزاً فهو كفر‬-- ‫ده ج‬-- ‫تحل ذلك واعتق‬-
َّ - ‫ لكن اس‬ ‫قون‬-- ‫زل اهلل فأولئك هم الفاس‬-- ‫ ومن مل حيكم مبا أن‬ ‫اىل‬-- ‫ال تع‬-- ‫ وق‬‫املون‬-- ‫هم الظ‬
‫وة أو مقصد آخر وهو يعتقد حترمي ذلك فإنه آمث‬-- - ‫ أما إن فعل ذلك من أجل الرش‬،‫ة‬-- - ‫أكرب وظلم أكرب وفسق أكرب خيرج من املل‬
‫ كما أوضح ذلك أهل العلم يف تفسري‬،‫ة‬-- -‫غر ال خيرحه من املل‬-- -‫قا أص‬-- -‫قا فس‬-- -‫غر وفاس‬-- -‫غر وظاملا ظلما أص‬-- -‫را أص‬-- -‫افرا كف‬-- -‫يعترب ك‬
.‫اآليات املذكورة‬
“Pertanyaan: Orang yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, apakah dia masih tetap
sebagai seorang muslim atau sebagai seorang kafir dengan kekufuran yang besar, dan apakah tetap
diterima amalan-amalannya?
Jawaban : Allah Ta’ala berfirman “Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir”, dan Allah Ta’ala berfirman pula ““Barang siapa yang
tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang dlalim”, dan
Allah Ta’ala berfirman juga “Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang fasik”. Akan tetapi bila ia menganggap halal perbuatan tersebut, dan
meyakini akan kebolehannya, maka perbuatan tersebut adalah kufur akbar, dan dlulmun akbar, dan fisqun
akbar, yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama. Adapun bila ia melakukan hal itu, dikarenakan
suap, atau tujuan lainnya, sedangkan ia meyakini akan haramnya perbuatan tersebut, maka ia berdosa, dan
dianggap sebagai pelaku kekufuran ashghar, dlolim ashghar, dan fasiq dengan kefasikan ashghar, dan tidak
sampai mengeluarkannya dari agama, sebagaimana dijelaskan oleh ulama’ ketika menafsiri ketiga ayat
tersebut.”
2. Aman menukilkan keterangan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tentang adanya talazum, antara lahir
dan batin, walaupun qaidah ini tidak bisa dijadikan dalil untuk pengkafiran secara muthlak, seperti yang ia
lakukan. Dan ia enggan untuk menukilkan perincian Syeikhul Islam dalam menyikapi orang yang berhukum
dengan hukum selain Allah, sebagaimana disebutkan dalam Majmu’ fatawa 7/70 :
‫ون على‬-- -‫ يكون‬،‫رم اهلل وحترمي ما أحل اهلل‬-- -‫اعوهم يف حتليل ما ح‬-- -‫ حيث أط‬-‫ا‬-- -‫اهنم أرباب‬-- -‫ارهم ورهب‬-- -‫ذين اختذوا أحب‬-- -‫ؤالء ال‬-- -‫وه‬
: ‫وجهني‬
‫ائهم مع‬-‫رم وحترمي ما أحل اهلل اتباعا لرؤس‬--‫دون حتليل ما ح‬--‫ديل ويعتق‬--‫وهنم على التب‬--‫ أن يعلموا أهنم بدلوا دين اهلل فيتبع‬: ‫أحدمها‬
… ‫ وقد جعله اهلل ورسوله شركا‬،‫ فهذا كفر‬،‫علمهم أهنم خالفوا دين الرسل‬
‫لم ما‬--‫ية اهلل كما يفعل املس‬--‫اعوهم يف معص‬--‫ لكنهم أط‬،‫ا‬--‫ ثابت‬-‫ادهم وإمياهنم –بتحليل احلرام وحترمي احلالل‬--‫ون اعتق‬--‫ أن يك‬:‫اين‬--‫الث‬
.‫ فهؤالء هلم حكم أمثاهلم من أهل الذنوب‬،‫يفعله من املعاصي اليت يعتقد أهنا معاصي‬
“Dan mereka yang menjadikan ulama’ dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan, dimana mereka
mentaatinya dalam menghalalkan yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang diharamkan
Allah, terbagi menjadi dua golongan :
Pertama : Mereka mengetahui bahwa ulama’ dan pendeta tersebut merubah agama Allah, kemudian
mereka mengikutinya dalam perubahan tersebut, dan meyakini akan kehalalan sesuatu yang
diharamkan dan keharaman sesuatu yang dihalalkan Allah, dikarenakan mengikuti pemimpin-
pemimpin mereka, padahal mereka menyadari bahwa mereka bertentangan dengan agama para
Rasul, maka perbuatan ini adalah perbuatan kafir, dan telah dianggap sebagai kesyirikan oleh Allah
dan Rasul-Nya….
Kedua : Keyakinan dan iman mereka dalam hal –penghalalan yang haram dan pengharaman yang
halal- tetap kokoh (tidak berubah), akan tetapi mereka menuruti para ulama’ dan pendeta dalam
perbuatan maksiat kepada Allah, sebagaimana seorang muslim yang melakukan perbuatan maksiat,
yang ia yakini bahwa perbuatan tersebut adalah maksiat, maka golongan ini, hukumnya seperti
hukumnya orang yang serupa dengan mereka dari para pelaku maksiat.”
3. Aman menukilkan fatwa Syeikh Muhammad bin Ibrahim, yang berbunyikan :
َّ ‫ال من‬--‫لو ق‬
‫ان‬--‫ال أحد أنا أعبد األوث‬--‫ كما لو ق‬،‫رع‬-‫زل لل َّش‬--‫ بل هو ع‬،‫ه‬--‫ذا ال أثر ل‬--‫ فه‬،‫ل‬--‫انون أنا أعتقد أنه باط‬--‫حكم الق‬
.‫وأعتقد أهنا باطل‬
“Seandainya orang yang menjadikan undang-undang sebagai hukum mengatakan: Saya meyakini
sesungguhnya ini adalah bathil, maka (perkataan) ini tidak ada pengaruhnya, bahkan tindakannya itu
merupakan pembabatan terhadap syariat sebagaimana halnya bila seseorang berkata: Saya menyembah
berhala, dan saya meyakini bahwa ini adalah bathil”.
Akan tetapi kenapa Aman enggan menukilkan penjelasan dan perincian Syeikh Muhammad bin
Ibrahim dalam kitab yang beliau tulis dengan khusus tentang masalah ini, yang berjudulkan “Tahkimul
Qawaniin”? Alasannya tidak lain dan tidak bukan, kecuali karena beliau dalam kitab ini menjelaskan dengan
rinci dan detail, sebagaimana yang disebutkan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah di atas, sehingga kalau ia
menukilkan penjelasan beliau akan menghancurkan dan menghanguskan mazhab khowarijnya. Silahkan baca
dan lihat risalah beliau ini dalam kitab Ad Durar As Saniyyah 16/206-218, dan akan saya nukil bagian
akhirnya saja :
‫ فقد تقدم أن تفسري ابن عباس رضي‬،‫ وهو الذي ال خيرج من امللة‬،‫ من قسمي كفر احلاكم بغري ما أنزل اهلل‬:‫وأما القسم الثَّاين‬
‫ وذلك يف قوله‬،‫م‬-- - -‫ قد مشل ذلك القس‬ ‫افرون‬-- - -‫زل اهلل فأولئك هم الك‬-- - -‫ ومن مل حيكم مبا أن‬ ‫ول اهلل عز وجل‬-- - -‫ لق‬،‫ا‬-- - -‫اهلل عنهم‬
‫ ليس بالكفر الذي تذهبون إليه؛ اهـ‬:‫ وقوله أيضا‬،‫ كفر دون كفر‬:‫رضي اهلل عنه يف اآلية‬
‫ واعرتافه‬،‫وله هو احلق‬-- -‫اده أن حكم اهلل ورس‬-- -‫زل اهلل مع اعتق‬-- -‫ية بغري ما أن‬-- -‫واه على احلكم يف القض‬-- -‫هوته وه‬-- -‫وذلك أن حتمله ش‬
‫رب‬-- -‫ كالزنا وش‬،‫ائر‬-- -‫ية عظمى أكرب من الكب‬-- -‫ فإنه معص‬،‫ة‬-- -‫ره عن املل‬-- -‫ذا وإن مل خيرجه كف‬-- -‫ وه‬،‫على نفسه باخلطأ وجمانبة اهلوى‬
.‫اخلمر والسرقة واليمني الغموس وغريها فإن معصية مساها اهلل يف كتابه كفرا أعظم من معصية مل يسمها كفرا‬
“Dan adapun bagian kedua, dan dua bagian kekufuran orang yang berhukum dengan selain hukum yang
diturunkan Allah, yaitu kekufuran yang tidak mengeluarkan (pelakunya) dari agama. Telah lalu bahwa
penafsiran Ibnu Abbas radliallahu 'anhu ma tentang firman Allah Azza wa Jalla “Dan barang siapa yang
tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, maka mereka adalah orang-orang kafir”, mencakup
bagian ini, yaitu tafsiran yang disebutkan dalam ungkapan beliau (Ibnu Abbas) radliallahu 'anhu: “Kufrun
duna kufrin /kekufuran dibawah kekufuran”, dan dalam ungkapan beliau : “Kekufuran disini bukanlah
kekufuran yang kalian maksudkan”
Bagian kedua ini, yaitu seseorang yang terbawa oleh hawa nafsunya untuk berhukum dalam
permasalahannya dengan hukum selain hukum yang Allah turunkan, sedangkan ia meyakini, bahwa hukum
Allah dan Rasul-Nya adalah yang benar, dan ia mengakuai bahwa dirinya bersalah, dan meninggalkan
kebenaran (hidayat).
Bagian ini walaupun tidak sampai mengeluarkannya dari agama islam, akan tetapi perbuatan ini adalah
maksiat yang sangat besar lebih besar dari dosa-dosa besar, seperti berzina, minum khomer, mencuri, sengaja
bersumpah bohong dengan Nama Allah, karena kemaksiatan ini telah disebut Allah dalam kitab-Nya sebagai
kekufuran, sehingga lebih besar dari kemaksiatan yang dinamakan kekufuran”.
4. Aman menukilkan pernyataan Syeikh Muhammad Amin As Syinqithi berikut :
‫نة‬--‫رعه اهلل جل وعال على ألس‬--‫ةً ملا ش‬- ‫نة أوليائه خمالف‬--‫يطان على ألس‬--‫رعها الش‬--‫عية اليت ش‬--‫وانني الوض‬--‫ون الق‬--‫ذين يتبع‬--‫إن ال‬
‫ور‬-- ‫اه عن ن‬-- ‫ريته وأعم‬-- ‫ركهم إال من طمس اهلل بص‬-- ‫رهم وش‬-- ‫ أنه ال يشك يف كف‬-‫المه عليهم‬-- ‫لوات اهلل وس‬-- ‫له –ص‬-- ‫رس‬
.‫الوحي مثلهم‬
“Sesungguhnya orang-orang yang mengikuti qowanin wadl’iyyah (undang-undang buatan) yang
disyariatkan oleh syetan lewat lisan-lisan wali-walinya yang bertentangan dengan apa yang telah
disyariatkan Allah  lewat lisan-lisan para Rasul-Nya –semoga sholawat dan salam tercurahkan kepada
mereka-, sesungguhnya tidak ada yang meragukan akan kekafiran dan kemusyrikan mereka, kecuali orang
yang bashirahnya telah dihapus oleh Allah dan dia itu dibutakan dari cahaya wahyu-Nya, seperti mereka.
Akan tetapi kenapa Aman enggan menukilkan pernyataan beliau yang lebih terperinci dari ini, yaitu
pada jilid 2/93, beliau menyatakan :
‫ية‬-- ‫رادا به املعص‬-- ‫رع م‬-- ‫ذا البحث أن الكفر والظلم والفسق كل واحد منها رمبا أطلق يف الش‬-- ‫ام يف ه‬-- ‫واعلم أن حترير املق‬
‫قه‬--‫ام اهلل فظلمه وفس‬--‫اال ألحك‬--‫ةً للرسل وإبط‬-‫ معارض‬‫زل اهلل‬--‫ ومن مل حيكم مبا أن‬ ‫رى‬--‫ والكفر املخرج من امللة أخ‬،‫تارة‬
‫وكفره كلها كفر خمرج من امللة ومن مل حيكم مبا أنزل اهلل معتقدا أنه مرتكب حراما فاعل قبيحا فكفره وظلمه وفسقه‬
.‫غري خمرج عن امللة‬
“Dan penjelasan yang paling benar dalam permasalahan ini, adalah: kata kekufuran kedloliman, kefasikan,
semuanya kadang kala digunakan dalam syariat, dan dimaksudkan darinya adalah perbuatan maksian, dan
kadang kala dimaksudkan darinya adalah kekufuran yang menjadikan pelakunya keluar dari agama. Dan
barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, dalam rangka menentang para
Rasul, dan menggugurkan hukum-hukum Allah, maka kedloliman, kefasikan, dan kekufurannya adalah
kekufuran yang mengeluarkannya dari agama. Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang
Allah turunkan, sedangkan ia meyakini bahwa ia telah melakukan perbuatan haram, menjalankan perbuatan
yang buruk, maka kekufuran, kedloliman, dan kefasikannya tidak menjadikannya keluar dari agama”.
D. KENAPA AMAN MELAKUKAN INI SEMUA ?
Setelah membaca pembeberan diatas, mungkin ada diantara para pembaca yang budiman yang
bertanya-tanya, dan berkata : Kenapa Aman Abdur Rahman melakukan ini semua?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya mengajak pembaca untuk kembali mengingat apa yang telah
saya sebutkan pada awal tulisan ini, yaitu pemahaman iman menurut Ahlis Sunnah, Iman adalah ikrar
dengan hati, ucapan dengan lisan dan amalan dengan anggota badan, bertambah dengan ketaatan dan
berkurang karena kemaksiatan.
Para ulama’ telah menyebutkan bahwa sebab kesalahan khowarij, yang menjadikan mereka
mengkafirkan setiap pelaku dosa besar, adalah pemahaman mereka yang menganggap iman sebagai suatu
kesatuan yang tidak bisa dibagi-bagi, sehingga bila hilang sebagiannya, akan hilang pula sisanya, artinya
orang tersebut kafir. Untuk lebih jelas silahkan baca kitab “Ziyadatul Iman wa Nuqshanuhu” oleh Syeikh
Abdur Razzaq Al Abbad hal. 26 dst. Dan hal ini kurang difahami atau bahkan telah dilupakan oleh Aman
Abdur Rahman.
Diantara hal yang harus diketahui oleh setiap orang yang berkecimpung dalam dakwah, bahkan
oleh setiap thalibul ilmi, bahwa diantara manhaj Ahlis Sunnah adalah menyebutkan ayat-ayat, dan juga
hadits-hadits yang berisi ancaman, tanpa diikuti dengan penafsiran, atau takwilannya, guna menimbulkan
rasa takut, dan menjadikan orang tidak gampang-gampang melanggar. Untuk menjelaskan hal ini, mari kita
camkan kisah berikut :
“Seorang wanita datang menemui Abdullah bin Mughaffal, lalu bertanya kepadanya tentang seorang wanita
yang berzina, kemudian, ia hamil, tatkala ia telah melahirkan bayinya, ia membunuh anaknya tersebut, maka
Abdullah bin Mughaffal menjawab : Ia masuk neraka, maka wanita tersebut pergi sambil menangis. Lantas
Abdullah bin Mughaffal memanggilnya, dan berkata kepadanya : Menurutku, tidaklah permasalahanmu ini
kecuali salah satu dari dua hal berikut :
‫ومن يعمل سوء أو يظلم نفسه مث يستغفر اهلل جيد اهلل غفورا رحيما‬
“Dan barang siapa yang melakukan kejahatan, atau mendlalimi dirinya, kemudian ia memohon ampunan
kepada Allah, niscaya ia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun lagi Penyayang”. (Kisah ini
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir At Thobari, dan dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 1/553).
Abdulallah bin Mughaffal berfatwa keras, karena ia menyangka bahwa pelaku perbuatan tersebut adalah
orang lain, akan tetapi ketika wanita tersebut berpaling sambil menangis, maka beliau faham, bahwa wanita
penanya itulah pelaku perbuatan tersebut, sehingga beliau menjelaskan hukum dengan gamblang.
Dan inilah yang dilakukan oleh para ulama’ kita dalam hal yang sedang kita hadapi, akan tetapi
tatkala mereka dituntut untuk menjelaskan hukum permasalahan dengan gamblang, kita dapatkan mereka
merinci dengan jelas, sebagaimana telah kita ketahui diatas. (Silahkan lihat dengan lebih jelas pada kitab
“Mauqif Ahlis Sunnah Wal Jama’ah min Ahlil Ahwa’ wal Bida’, oleh Syeikh Ibrahim Ar Ruhaily 1/185 dst.)
Dan sebelum saya akhiri tulisan saya ini, saya ingin menyampaikan nasehat para ulama’ dalam
permasalahan yang besar ini, yaitu masalah pengkafiran seorang muslim:
Syeikh Sholeh Al Fauzan mengatakan :” Menghukumi dengan kemurtadan, dan menyatakan (bahwa
seseorang) telah keluar dari agama, adalah wewenang para ulama’ besar yang telah mendalam dan kokoh
ilmu mereka, yaitu para hakim yang bertugas di pengadilan-pengadilan syariat, sebagaimana halnya
permasalahan-permasalahan lainnya, dan bukan wewenang setiap orang, atau wewenang tullabul ilmu
kalangan menengah, atau orang yang menisbatkan dirinya kepada ilmu, yang kurang pemahaman tentang
agama. Bukan wewenang mereka untuk menghukumi dengan kemurtadan, karena hal ini akan mendatangkan
kerusakan, sebab, dimungkinka ia menghukumi seorang muslim dengan kemurtadan, sedangkan hukuman
tersebut tidak benar”. (Al Muntaqa min Fatawa Syeikh Sholeh Al Fauzan 1/110 no. 61). Hal serupa juga
diungkapkan oleh Syeikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam kitabnya Al Majmu’u As tsamin 1/36-
37).
Saya tidak ingin berpanjang lebar dalam membeberkan kesalahan-kesalahan Aman Abdur Rahman,
karena saya sudah merasa cukup dengan apa yang telah saya sampaikan, hanya saja saya ingin
menyimpulkan dari apa yang telah saya sampaikan dalam beberapa point berikut :
1. Aman Abdur Rahman dalam tulisan ini- hanya membeyo, mengikut, akan tetapi tidak tahu, apa yang ia
ucapkan, sehingga ia tidak menyadari, bahkan tidak tahu kalau ia telah terjerumus kedalam kebinasaan,
perumpamaan dia, bagaikan orang yang mencari kayu bakar malam hari, sehingga ia tidak bisa
membedakan antara ular berbisa dan kayu bakar, seperti dalam pepatah arab dikatakan :
‫حاطب الليل‬
Saya berpraduga kuat, bahwa ia hanya menukil dan mengikut apa yang ia dapatkan dalam tulisan
orang lain, baik lewat internet, atau tulisan orang lain, lalu ia terjemahkan.
2. Aman Abdur Rahman mengesankan kepada pembaca bahwa tulisannya adalah hasil jerih payah dia, dan
hasil risetnya, akan tetapi dengan beberapa bukti berikut, saya berani menyimpulkan bahwa ia mencuri
tulisan orang dan ia kesankan sebagai karyanya, sebagai buktinya:
a. Ia menukilkan dari kitab Fatawa As Sa’diyah cet. 1, Th 1388, Dar Al Hayah Damaskus. Kitab ini
dengan cetakan seperti ini, hampir bisa dipastikan sudah tidak ada lagi di toko-toko kitab yang ada dinegri
arab, apalagi di Indonesia.
b. Ia menukil dari Kitab Majmu’ Fatawa Syeikh Muhammad bin Ibrahim Alus Syeikh, yang kitab ini
pada hakekatnya tidak beredar dengan bebas di negri Arab Saudi, bahkan sudah tidak ada di toko-toko, yang
memiliki kitab ini, hanyalah orang-orang tertentu saja dari kalangan ulama’ atau orang-orang tua, yang
sempat membeli kitab tersebut pada saat terbit, dan setelah itu, tidak dibolehkan untuk diterbitkan lagi.
Silahkan bertanya kepada Mahasiswa yang belajar diarab saudi, apakah mereka pernah mendapatkan kitab
ini di perpustakaan umum, atau toko kitab?
c. Kesalahan nukilan, dan pemotongan yang tidak beres, yang kita dapatkan dalam tulisannya.
Ini semua menjadikan saya berkesimpulan, bahwa Aman Abdur rahman adalah salah satu dari dua orang
berikut ini : Seorang khowarij yang sedang menyusup, atau orang yang mengaku-aku pintar, walau harus
dengan mencuri karya orang, dengan tanpa pertimbangan akan isi karya tersebut. Dan kedua-duanya adalah
pahit bagi Aman untuk ditelan, dalam pepatah bahasa Indonesia: bagaikan memakan buah simalakama.
3. Untuk lebih jelasnya, akan saya nukilkan perkataan Syeikh Muhammad Amin As Syinqithy :
‫ية‬-- ‫وى ومعص‬-- ‫ وإن حكم به ه‬،‫ر‬-- ‫وجب الكف‬-- ‫ديل له ي‬-- ‫ده على أنه من عند اهلل فهو تب‬-- ‫ إن حكم مبا عن‬،‫ف‬-- ‫ذا خيتل‬-- ‫وه‬
‫ذهب اخلوارج أن من‬-- - -‫ وم‬:‫ريي‬-- - ‫ال القش‬-- - ‫ ق‬،‫ذنبني‬-- - -‫ران للم‬-- - ‫نة يف الغف‬-- - ‫رة على أصل أهل الس‬-- - ‫فهو ذنب تدركه املغف‬
.‫والسدِّي‬
ُّ ‫ وعزا هذا إىل احلسن‬،‫ارتشى وحكم حبكم غري اهلل فهو كافر‬
“Dan permasalahan ini berbeda-beda, apabila ia berhukum dengan peraturan yang ia miliki, dengan
keyakinan bahwa peraturan tersebut datang dari Allah, maka perbuatannya ini merupakan perubahan
hukum Allah, yang mengharuskan kekufuran, dan bila ia berhukum dengannya karena menuruti hawa
nafsu dan menjalankan maksiat. Maka perbuatan ini adalah perbuatan dosa yang masih bisa diampunkan,
sebagaimana dinyatakan dalam qaidah Ahlis Sunnah dalam pengampunan dosa pelaku dosa-dosa. Al
Qusyairi menyatakan: Dan Mazhab khowarij, menyatakan : bahwa orang yang berbuat suap, dan
berhukum dengan selain hukum Allah, maka ia telah kafir.” Adwaul Bayan 2/92.
Wahai Aman Abdur Rahman, tahukan sekarang siapa diri anda yang sebenarnya?
Oleh karena itu, ana menganggap ini adalah saatnya ujian telah tiba, untuk mengetahui : siapakah
orang-orang salafy yang sebenarnya, dan mendakwahkan aqidah salafiyyah dengan benar di negri kita
Indonesia. Dan saya katakan, ini pula ujian bagi Yayasan As Shofwa untuk membuktikan, apakah
mereka benar-benar yayasan yang berdakwah dengan Al Manhaj As Salafy, dan memperjuangkan
masa depan dakwah salaf ini, ataukah hanya sekedar kedok guna mencari pengikut. Buktikanlah,
dalam wujud nyata dalam mensikapi Aman Abdur Rahman, penulis tulisan gelap tersebut.
Akhirul kalam, semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga,
sahabat, dan seluruh orang yang mengikuti sunnahnya hingga hari qiyamat.

Madinah 10 Ramadlon 1423 H


Ditulis oleh :
Muhammad Arifin bin Baderi.

Nb. Untuk masalah orang yang melakukan kesyirikan dengan kejahilan, -Insya Allah- akan dibahas pada
kesempatan yang akan datang.

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad ,
keluarga, sahabat, dan setiap orang yang menjalankan sunnahnya hingga hari qiyamat.
Amma ba’du :
Sebagai pembuka, saya ingin mengingatkan kepada pembaca yang budiman, akan sebuah sabda
Nabi , yang harus selalu tertanam didalam jiwa setiap muslim, sehingga dalam setiap ucapan, perbuatan dan
sikap, ia menjadikannya sebagai tolok ukur, dan pedoman, agar ia tidak terjerumus kedalam kubang
kehinaan dan kenistaan, yaitu sabda beliau :
‫ إذا مل تستحي فاصنع‬:‫ ( إن مما أدرك النَّاس من كالم النبوة‬:  ‫عن ابن مسعود رضي اهلل عنه قال قال رسول اهلل‬
.‫ما شئت) رواه البخاري وغريه‬
Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud radliallahu 'anhu, ia menuturkan, Rasulullah  telah bersabda :
“Sesungguhnya diantara ucapan kenabian didapatkan oleh manusia adalah :”Bila engkau tidak merasa malu,
maka silahkan engkau lakukan apa yang engkau suka”. (Hr Bukhori dll).
Dan karena teringat akan makna hadits ini, saya mencantumkan judul tulisan ini seperti tersebut
diatas, karena saya melihat bahwa rasa malu telah hilang dan bahkan sengaja dibuang oleh Aman Abdur
Rahman. Setelah terbukti manipulasi terhadap fatwa dan ucapan para ulama’, ia tidak malu untuk
menuliskan bantahan terhadap penjelasan yang saya buat, seakan-akan ia tidak memperdulikan akan
perilakunya yang terbukti sangat memalukan bagi orang yang berakal. Sebelumnya, saya berpraduga bahwa
dengan tersebarnya tulisan saya, Aman akan mengurung diri dirumahnya, dan malu untuk keluar, kecuali
pada malam hari atau dengan mengenakan topeng, akan tetapi sungguh benar apa yang disabdakan
Rasulullah ,”Bila engkau tidak merasa malu, maka silahkan engkau lakukan apa yang engkau suka”.
Pada awalnya, saya berbaik sangka kepada Aman, bahwa ia akan berhenti dan menyadari
kesalahannya, tatkala ia membaca tulisan saya yang pertama, akan tetapi prasangka ini menjadi sirna ketika
saya mendapatkan berita bahwa, ia menuliskan bantahan terhadap tulisan saya. Karena itulah; saya memohon
bantuan dari Allah Ta’ala untuk menuliskan bantahan secara terperinci, terhadap tulisan gelap Aman Abdur
Rahman, dan pada tulisan ini saya berusaha untuk tidak mengulang apa yang telah saya sebutkan dalam
tulisan pertama.
Pertama :
Pada catatan kaki no: 1 pada halaman: 1, Aman mengatakan : “Hal ini merupakan masalah yang
sangat penting pada masa sekarang, sebagaimana pentingnya pembahasan syirik didalam Uluhiyah. Kita
harus memberikan penjelasan yang sesuai porsinya untuk setiap masalah. Hal ini, merupakan metode yang
dijalani oleh generasi salaf umat ini. Lihatlah, masalah Khalqul Qur’an, apakah pada zaman shahabat
pembahasan ini santer atau tidak? Tentu tidak begitu santer, karena pada saat itu ummat seluruhnya iman
akan setatus Al Qur’an sebagai kalamullah bukan makhluq. Lihat pula pada pada zaman Al Imam Syeikh
Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah, pembahasan Tauhid Uluhiyah dan syirik, sangat santerm
karena mayoritas umat terjerumus di dalamnya, dan sekarang, selain syirik didalam Uluhiyah, syirik di
dalam Rububiyah pun, terutama masalah tahkimul qawaniin, sangat deras, lagi hampir merata, sehingga
membutuhkan porsi yang lebih besar didalam pembahasannya. Dan ini namanya adil di dalam membahasa
setiap permasalahan. Dan ulama kita telah melakukannya, sejak masalah ini muncul, yaitu saat Tatar
menguasai negri kaum muslimin, kemudian sebagian masuk islam dan mulai membabat syari’at”.
Pada perkataan Aman ini, saya memiliki beberapa tanggapan :
1. Ia menyamakan antara pembahasan masala syirik dalam uluhiyyah dengan pembahasan masalah takfir
(pengkafiran) orang-orang yang berhukum kepada selain hukum Allah. Hal ini merupakan bukti paling besar
akan kebodohan Aman tentang manhaj salaf, bahkan agama islam secara umum, betapa tidak, permasalahan
syirik dalam uluhiyyah (peribadatan) dari zaman dahulu, zaman Nami Nuh  hingga Nabi kita Muhammad ,
merupakan pokok dan misi utama pada Rasul, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an
36 ‫ سورة النحل‬ ‫ ولقد بعثنا يف كل أمة رسوال أن اعبدوا اهلل واجتنبوا الطاغوت‬

“Dan sungguh telah Kami utus pada setiap ummat seorang utusan (Rasul), (untuk
menyerukan):”Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut”. (Surat An Nahel 36).
Syeikh Sulaiman bin Abdillah bin Muhammad bin Abdil Wahhab berkata tentang tauhid uluhiyyah :
‫ ال إله إال‬:‫ول‬-- - -‫ وهو معىن ق‬،‫ا‬-- - -‫وة الرسل وآخره‬-- - -‫ وهو أول دع‬،‫اهره‬-- - -‫ وباطنه وظ‬،‫ره‬-- - -‫دين وآخ‬-- - -‫ذا التوحيد هو أول ال‬-- - -‫وه‬
.‫ وأول ما يدخل به اإلسالم وآخر ما خيرج به من الدنيا‬،‫فهو أول واجب وآخر واجب‬.…‫اهلل‬
“Dan tauhid inilah (tauhid uluhiyyah) yang merupakan awal dan akhir, batin dan lahirnya agama ini, dan
tauhid inilah permasalahan pertama dan yang terakhir diserukan oleh para rasul, dan tauhid inilah makna
dari persaksian LA ILAHA ILLALLAH, …. Sehingga dengan demikian, tauhid uluhiyyah adalah
kewajiban paling pertama, dan paling terakhir, dan hal paling awal yang menjadikan seseorang masuk
agama islam, dan hal yang paling akhir yang harus ia pegangi tatkala meninggalkan dunia ini (mati).
(lihat Taisir Al Aziz Al Hamid 36-37).
Untuk lebih membuktikan akan kebodohan Aman, mari kita bersama-sama
mendengarkan wasiat Rasulullah  kepada sahabat Mu’adz bin Jabal, tatkala beliau mengutusnya untuk
berdakwah ke daerah Yaman :
‫دوا اهلل) ويف‬--‫( أن يوح‬: ‫هادة أن ال إله إال اهلل) ويف رواية‬--‫دعوهم إليه ش‬--‫ فليكن أول ما ت‬،‫اب‬--‫أيت قوما من أهل الكت‬--‫(إنك ت‬
.)‫رواية ( عبادة اهلل‬
“Sesungguhnya engkau kan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab, maka hendaknya hal pertama yang
engkau serukan mereka kepadanya adalah persaksian LA ILAHA ILLALLAH”, dan dalam riwayat lain
diriwayatkan dengan lafadl “agar mereka mengesakan Allah”, dan dalam riwayat lain diriwayatkan
dengan lafadl “Beribadah kepada Allah”. (Hr Muttafaqun ‘Alaih).
Sangat jelas bahwa, pada wasiat ini beliau memerintahkan Muadz agar memulai
dakwahnya dengan tauhid uluhiyyah. Nah sekarang mari kita banding wasiat Rasulullah , dengan apa
yang dikatakan oleh Aman, ia mengatakan: “Hal ini merupakan masalah yang sangat penting pada masa
sekarang, sebagaimana pentingnya pembahasan syirik didalam Uluhiyah”.
Lisanul hal (secara tidak langsung) Aman pada perkataannya ini, seakan-akan ingin
mengucapkan kepada kita semua, bahwa wasiat Rasulullah  kepada Mu’adz diatas, sudah tidak berlaku
untuk zaman kita, karena sekarang telah muncul syirik baru, yaitu syirik dalam rububiyyah, terutama
dalam hal tahkim qowanin.
Saya ingin bertanya kepada Aman, dan kepada orang yang sepemikiran dengannya:
orang-orang yaman, yang Muadz bin Jabal radliallahu 'anhu, diutus untuk berdakwah disana, apakah
mereka bertahkim (berhukum) dengan hukum Allah, ataukah dengan hukum lain? Bahkan orang-orang
quraisy pada masa Rasulullah  berdakwah di kota Makkah, apakah mereka bertahkim dengan hukum
Allah, atau tidak?
Bila engkau katakan, mereka berhukum dengan hukum Allah, maka itulah kebodohan paling
bodoh, dan kalau engkau katakan mereka tidak berhukum dengan hukum Allah, maka apakah engkau
hendak mengaku sebagi nabi baru, sehingga engkau menyelisihi wasiat Nabi Muhammad ?!!
2. Pada ucapan Aman :” Lihatlah, masalah Khalqul Qur’an, apakah pada zaman shahabat pembahasan ini
santer atau tidak? Tentu tidak begitu santer, karena pada saat itu ummat seluruhnya iman akan setatus Al
Qur’an sebagai kalamullah bukan makhluq”. Kenapa engkau katakan bahwa pembahasan: apakah Al Qur’an
kalamulah atau makhluq, tidak begitu santer pada zaman sahabat? Padahal yang benar, permasalahan
tersebut tidak pernah ada seorangpun yang membicarakannya pada zaman sahabat, apalagi sampai santer
dibicarakan. Sebagai buktinya, mari kita simak bersama-sama salah satu perdebatan antara Imam Ahmad bin
Hambal dengan Ibnu Abi Du’ad:
Ibnu Abi Du’ad berkata: Wahai syeikh, apa pendapatmu tentang Al Qur’an?, maka Imam Ahmad
berkata: Engkau tidak adil, biarkan aku yang bertanya, maka Ibnu Abi Du’ad berkata: Silahkan
bertanya:, maka Imam Ahmad berkata: Apa pendapatmu tentang Al Qur’an? Maka Ibnu Abi Du’ad
menjawab: AL Qur’an adalah makhluq. Maka Imam Ahmad berkata: Apakah hal ini telah diketahui
oleh Nabi , Abu Bakar, Umar Utsman, Ali, dan khulafa’ ar rasyidun, ataukah sesuatu yang belum
pernah mereka ketahui? Maka Ibnu Abi Du’ad menjawab: Ini adalah sesuatu yang belum pernah mereka
ketahui. Maka Imam Ahmad berkata: Subhanallah, sesuatu yang belum pernah diketahui oleh Nabi ,
juga tidak diketahui oleh Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan juga Khulafa’ Ar Rasyidun, dan engkau
ketahui? Maka Ibnu Abi Du’ad merasa malu, dan kemudian berkata: Kalu demikian maafkan aku, dan
kita mulai pertanyaannya dari awal. Maka Imam Ahmad menjawab: Baiklah, apa pendapatmu tentang
Al qur’an? Maka Ibnu Abi Du’ad menjawab: AL Qur’an adalah makhluq. Maka Imam Ahmad berkata:
Apakah hal ini telah diketahui oleh Nabi , Abu Bakar, Umar Utsman, Ali, dan khulafa’ ar rasyidun,
ataukah sesuatu yang belum pernah mereka ketahui? Maka Ibnu Abi Du’ad menjawab: Ini adalah
sesuatu yang sudah mereka ketahui, akan tetapi mereka tidak pernah menyeru manusia kepadanya.
Maka Imam Ahmad menjawab : Kenapa engkau tidak diam, sebagaimana mereka diam?. (lihat Manaqib
Imam Ahmad oleh Ibnul jauzi 432).
Inipun salah satu bukti akan jauhnya Aman dari manhaj salaf, bahkan merupakan isyarat bahwa
Aman sebenarnya dalam tulisannya tersebut hanyalah membeo, dan taqlid, tanpa mengerti apa yang ia
ucapkan.
3. Aman berkata :” Lihat pula pada pada zaman Al Imam Syeikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab
rahimahullah, pembahasan Tauhid Uluhiyah dan syirik, sangat santer karena mayoritas umat terjerumus di
dalamnya”. Ini bukti ketiga akan kebodohan Aman, seandainya ia membaca sejarah kehidupan masyarakat
arab, terutama di jarirah arab pada zaman Syeikh Muhammad bin Abdil Wahhab, -sebelum berdirinya
kerajaan Saudi Arabia- niscaya ia tidak akan mngatakan demikian.
Orang yang pernah membaca sejarah Jazirah Arab pada zaman beliau, akan tahu dan akan
mengatakan bahwa perkataan Aman ini tak ubahnya sekedar igauan disiang bolong; karena sebelum
berdirinya kerajaan saudi Arabia, Jazirah Arab dikuasai oleh kobilah-kobilah setempat, masing-masing
berhukum dengan hukum kobilah tersebut, dan bukan dengan hukum Islam. Dinasty Utsmany –kala itu-
hanya menguasai kota Makkah, Madinah, Ahsa’, Yaman, dan Kuwait, adapun selainya dibawah
kekuasaan masing-masing kobilah.
Dan kalau diperhatikan dengan seksama, kita akan dapatkan bahwa situasi pada zaman beliau
tidaklah jauh beda dengan apa yang sedang kita alami sekarang ini. Bahkan Dinasty Utsmany, satu-
satunya khilafah islamiyyah yang ada pada zaman itu, memerangi dakwah Syeikh Muhammad bin
Abdul Wahhab, memerangi tauhid dan sunnah, karena khilafah Utsmaniyyah –pada saat itu- berdiri atas
aqidah as’ariyyah, dan menganut ajaran sufi. Bukan hanya pada awal dakwah syeikh, akan tetapi sampai
setelah berdirinya kerajaan Saudi pertama. Kerajaan Saudi pertama hancur karena diserang pasukan
khilafah Utsmaniyyah yang datang dari Mesir, begitu juga halnya kerajaan Saudi kedu, untuk lebih
jelasnya silahkan baca buku “’Unwanul Majd Fi Tarikhi An Najed”.. Nah kalau kita lihat dengan
pembagian Aman terhadap negara-negara yang ada, maka akan kita simpulkan bahwa Khilafah
Utsmaniyyah, bukan negara islam lagi, akan tetapi negara kafir, dan kalau demikian, maka tidak ada
lagi negara yang –menurut Aman- sebagai negara islam, sehingga hal ini membuktikan bahwa Aman
bertentangan dengan dirinya sendiri. Ini juga sebagai bukti bahwa Aman tidak memahami apa yang ia
tuliskan sendiri, kenapa demikian? Jawabannya tak lain dan tak bukan, karena Aman hanya
menerjemahkan dan meringkas, kemudian menyebarkan, artinya ia hanya membeo.
Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahhab memulai dakwahnya dengan tauhid, dan bukan dengan
usaha-usaha merebut kekuasaan, agar bisa menerapkan hukum Allah, karena beliau benar-benar faham
dan mengerti bahwa cara dakwah yang seperti itulah yang dijalani dan diajarkan oleh Rasulullah dan
sahabatnya. Adapun cara yang digariskan dan diajarkan oleh Aman, pada hakikatnya adalah caranya
orang-orang khowarij, bukan caranya Ahlis Sunnah wal Jama’ah.
4. Aman mengatakan : “Dan sekarang, selain syirik didalam Uluhiyah, syirik di dalam Rububiyah pun,
terutama masalah tahkimul qawaniin, sangat deras, lagi hampir merata, sehingga membutuhkan porsi
yang lebih besar didalam pembahasannya”. Saya katakan: wahai Aman, ucapanmu benar, sehingga
saking meratanya perbuatan berhukum kepada selain hukum Allah, sampai-sampai (saya kira) dirumah
bapakmu-pun tidak diterapkan hukum Allah, juga dirumah paman, dan karib kerabatmu, oleh
karenanya, pada saat ini, saya ingin bertanya kepadamu wahai Aman: Sudahkah engkau memvonis
mereka semua, sebagaimana engkau menvonis pemerintahan yang ada?
Wahai Aman, engkau harus menyadari bahwa kewajiban berhukum kepada hukum Allah bukan
hanya atas pemerintah saja, akan tetapi kewajiban semua orang muslim, sebagaimana pemerintah
diharamkan untuk berhukum kepada hukum selain Allah, kita sebagai masyarakat, juga diharamkan
untuk mendatangi pengadilan atau meminta untuk diadili dengan hukum selain hukum Allah.
Bahkan berhukum dengan hukum Allah merupakan kewajiban setaip orang yang memiliki
kekuasaan, baik kekuasaan umum, atau kekuasaan khusus, untuk lebih jelasnya, mari kita renungkan
bersama sebab turunnya ayat 44 Surat Al Maidah:
Yaitu ketika ada seorang laki-laki dan seorang wanita yahudi -yang telah menikah- berzina,
dihukumi oleh kaumnya dengan dilumuri wajahnya dengan arang dan kemudian diarak keliling,
padahal dalam kitab At Taurat mereka hukuman zina adalah rajam. Dan ketika hal ini sampai kepada
Nabi , beliau bertanya kepada mereka: Dalam kitab At Taurat kalian, apa hukuman orang yang
berzina: mereka menjawab: Kami mempermalukan mereka dihadapan orang umum, kemudian
dicambuk, maka sahabat Abdullah bin Salam berkata kepada mereka: Kalian telah berdusta,
sesungguhny dalam At Taurat ada ayat tentang rajam, maka mereka mendatangkan At Taurat, lalu
dibuka, akan tetapi salah seorang dari mereka meletakkan tangannya diatas ayat yang memerintahkan
rajam, maka Abdullah bin Salam memerintahkannya untuk mengangkat tangannya, dan terlihatlah ayat
tentang rajam, maka Rasulullah  memerintahkan agar kedua orang yahudi tersebut dirajam.
Dari kisah sebab turunnya ayat tersebut, kita bisa simpulkan bahwa berhukum kepada hukum
Allah bukan hanya kewajiban pemerintah atau kholifah saja, akan tetapi merupakan kewajiban seluruh
manusia, sebab orang-orang yahudi tersebut tidaklah memiliki negara, akan tetapi hanya sebuah
kobilah, ditambah lagi kontek ayat tersebut umum, tidak ada batasan dengan pemerintah atau yang
lainnya, maka barang siapa yang mengatakan bahwa ayat tersebut hanya berkenaan dengan pemerintah
atau kholifah, maka ia harus mendatang dalil.
Untuk lebih memperjelas kesimpulan ini mari kita baca ayat 65 surat An Nisa’ :
)‫(فال وربك ال يؤمنون حىت حيكموك فيما شجر بينهم مث ال جيدوا يف أنفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما‬
“Maka demi Tuhammu, mereka tidaklah beriman, hingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.
Nah, sekali lagi saya bertanya: Sudahkah dirumah bapakmu, dan karib kerabatmu diterapkan
hukum Allah?, kalau belum, sudahkan engkau memvonis mereka?
Bahkan dirimu, apakah belum menerapkan hukum Allah dengan baik, buktinya engkau telah
berdusta dan dengan sengaja berbohong atas nama Syeikh Ibnu Baz, sebagaimana yang telah saya
buktikan pada tulisan pertama, sudahkah engkau memvonis dirimu sendiri?
5. Aman mengatakan :” Dan ulama kita telah melakukannya, sejak masalah ini muncul, yaitu saat Tatar
menguasai negri kaum muslimin, kemudian sebagian masuk islam dan mulai membabat syari’at”. Ucapan
ini adalah bukti keempat akan kebodohan Aman, yang benar adalah: Para ulama’ telah membahas
permasalahan tahkim, dan pelurusan pemahaman masalah pengkafiran orang yang berhukum kepada selain
hukum Allah, semenjak nenek moyang Aman muncul dalam bentuk kelompok untuk pertama kali, yaitu
pada zaman Ali bin Abi Tholib radliallahu 'anhu, tatkala orang-orang khowarij mengkafirkan Ali dan
Mu’awiyah, karena keduanya dianggap telah berhukum kepada selain hukum Allah. Mari kita simak
bersama penggalan kisah mereka :
Ibnu Abbas mengkisahkan kisah mereka: “Tatkala orang-orang haruriyyah (khowarij) telah
bermunculan, mereka memisahkan diri dari kaum muslimin dengan berkumpul didaerah mereka, dan
jumlah mereka adalah enam ribu orang, maka aku berkata kepada Ali bin Abi Tholib radliallahu 'anhu:
Wahai Amirul mikminin, aku mohon engkau menunda pelaksanaan sholat dluhur, karena aku hendak
mendatangi mereka dan menasehati mereka.
Maka Ali berkata : Aku takut atas dirimu.
Aku menjawab : Tidak akan terjadi apa-apa. Lalu aku berangkat menuju kepada mereka, dan mendatangi
mereka pada saat pertengahan hari, sedangkan mereka sedang tidur siang, lalu aku mengucapkan salam
kepada mereka, dan merekapun sepontan menjawab: Selamat datang, kami ucapkan untukmu, wahai Ibnu
Abbas, apakah yang menjadikanmu datang kemari? Aku berkata kepada mereka : Aku datang kepada
kalian dari sisi para sahabat Nabi  dan menantunya, atas merekalah Al Qur’an diturunkan, sehingga
mereka lebih tahu daripada kalian tentang tafsirnya, sedangkan tidak seorangpun diantara kalian yang
tergolong dari mereka (sahabat), sungguh aku akan menyampaikan kepada kalian apa yang sebenarnya
mereka katakan / yakini, dan hendaknya kalianpun menyampaikan apa yang kalian katakan / yakini. Lalu
aku berkata kepada mereka : Apakah yang kalian benci dari sahabat Rasulillah  dan anak pamannya?
Mereka menjawab : Ada tiga hal. Aku berkata : Apakah itu? Mereka menjawab : Adapun yang pertama :
karena ia (Ali bin Abi Tholib) telah menjadikan seorang manusia sebagai hakim (berhakim) dalam urusan
Allah, padahal Allah telah berfirman :
 ‫ إن احلكم إال هلل‬
Artinya: “Tiadalah hukum / keputusan, kecuali hukum Allah”, apa urusan manusia dalam hukum Allah?
……….Aku berkata kepada mereka : Adapun anggapan kalian, bahwa Ali telah berhakim kepada seorang
manusia dalam urusan Allah, maka aku akan membacakan kepada kalian ayat dari Al Qur’an, yang
menyatakan bahwa Allah telah menyerahkan hukumnya kepada manusia dalam urusan yang berharga
seperempat dirham, dan Allah memerintakan agar mereka memutuskan dalam urusan tersebut, Allah
berfirman :
‫دل‬--‫زاء مثل ما قتل من النعم حيكم به ذوا ع‬--‫دا فج‬--‫رم ومن قتله منكم متعم‬--‫يد وأنتم ح‬--‫وا الص‬--‫وا ال تقتل‬--‫ذين آمن‬--‫ يا أيها ال‬
 ‫منكم‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan, sedangkan
kalian dalan keadaan berihram. Dan barang siapa yang dengan sengaja membunuhnya, maka hukumanya
adalah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan binatang buruan yang dibunuhnya,
menurut putusan dua orang adil diantara kalian”. (Surat Al Maidah 95), maka atas nama Allah Ta’ala,
apakah keputusan manusia dalam seekor kelinci dan yang serupa dari binatang buruan lebih utama?
Ataukah keputusan mereka dalam urusan pertumpahan darah dan perdamaian diantara mereka, sedangkan
kalian tahu, bahwa seandainya Allah menghendaki, niscaya Ia akan memutuskan, dan tidak perlu
menyerahkan keputusan (hukuman pembunuh binatang buruan dalam keadaan berihram) kepada
manusia? Mereka menjawab: Tentau keputusan dalam hal pertumpahan darah dan perdamaian lebih
utama. -Ibnu Abbas melanjutkan perkataannya- Dan dalam urusan seorang istri dengan suaminya, Allah
Azza wa Jalla berfirman:
‫ وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من أهله وحكما من أهلها إن يريدا إصالحا يوفق اهلل بينهما‬
Artinya: “Dan bila kalian kawatir ada persengketan antara keduanya, maka utuslah seorang hakim dari
keluarga laki-laki (suami) dan seorang hakim dari keluarga wanita (istri). Jika keduanya menghendaki
perbaikan, niscaya Allah memberikan taufiq kepada keduanya”. (Surat An Nisa’ 35). Maka, atas nama
Allah, apakah keputusan manusia dalam urusan perdamaian antara mereka dan mencegah terjadinya
pertumpahan darah diantara mereka lebih utama ataukah, keputusan mereka dalam urusan seorang
wanita? Apakah aku sudah berhasil menjawab tuduhan kalian? Mereka menjawab : Ya……dst. (riwayat
At Thabrani, Al Hakim, Al Baihaqi dll).
Ini adalah salah satu usaha Aman, untuk menyesatkan ummat, yaitu menutupi sejarah awal mula
munculnya pemahaman khowarij, dan ia kesankan, bahwa permasalahan ini muncul pada zaman Tatar.
Dan setelah saya pikirkan, saya berpraduga bahwa Aman melakukan hal ini, untuk menutupi
hubungannya dengan khowarij yang ada pada zaman Ali bin Abi Tholib. Akan tetapi usahanya ini,
tidaklah mendatangkan hasil seperti yang dia impi-impikan. Untuk lebih jelasnya akan saya bahas pada
pembahasan kesepuluh.
Kedua : Aman mengatakan :”Padahal tentang tahkim, merupakan hal serius yang perlu kejelasan
ungkapan dan lontaran, bukan kalimat yang samar atau justru mengaburkan dan menyesatkan”.
Saya tidak tahu, apakah yang dimaksud oleh aman dengan kalimat yang samar dan justru
mengaburkan dan menyesatkan, adalah fatwa-fatwa, penjelasan-penjelasan yang telah disebutkan oleh para
ulama’ kita, dari semenjak nenek moyang khowarij muncul pertama kali dalam wujud sebuah kelompok,
yaitu pada zaman Ali bin Abi Tholib, hingga zaman kita, yang kita dapatkan dalam karya-karya mereka,
ataukah yang lainnya. Sebab permasalahan bertahkim / berhukum kepada selain hukum Allah bukanlah
permasalahan yang baru, akan tetapi permasalahan yang telah tuntas dibahas oleh para ulama’ Ahlis Sunnah
wal Jama’ah.
Yang menjadi permasalahan pada zaman kita, adalah orang-orang khowarij model milineum –Aman
salah satu dari mereka-, yang berusaha menampilkan pemikiran mereka yang telah usang dan runtuh, dalam
wujud baru, dan dengan penyampaian yang berbeda. Mereka dengan berbagai cara, berusaha mencocokkan
keterangan para ulama’ dengan aqidah khowarij mereka, kadang kala dengan memotong perkataan, lain
kesempatan dengan merubah kontek perkataan, memegangi perkataan yang mutlak (umum), dan berusaha
menyembunyikan perkataan yang terperinci, dan itulah yang dilakukan oleh pahlawan tanpa jasa kita, Aman
Abdur Rahman dalam tulisannya yang berjudulkan “vonis ulama-ulama Ahlis Sunnah Terhadap Hukumah
pembabat Syari’at, dan Fatwa-Fatwa Ulama Ahissunnah Tentang Perbuatan Syirik Karena Jahil”,
sebagaimana telah saya buktikan hal tersebut pada tulisan saya yang pertama.
Betapa sombongnya engkau wahai Aman, dan betapa besarnya kepalamu, sehingga seluruh
penjelasan ulama’ sebelummu engkau anggap kabur, samar, dan bahkan menyesatkan, Na’uzubillah minal
hawa.
Ia merasa –dengan tulisan gelapnya- telah melakukan hal yang tidak pernah dilakukan oleh ulama’
sebelumnya, dari semenjak zaman sahabat hingga zaman sekarang. Betapa hebatnya dan betapa luasnya ilmu
Aman, sehingga ia mengatakan hal tersebut.
Ketiga :
Aman mengatakan :”Khowarij adalah firqoh sesat yang menyimpang karena sikap ifrath
(berlebihan), sedangkan Murji’ah adalah firqah sesat yang menyimpang karena sikap tafrith (meremehkan),
bahkan Murji’ah ini lebih berbahaya dari yang lainnya,Ibrahim An Nakha’i rahimahullah berkata :
‫ أخوف على هذه األمة من فتنة األزارقة‬-‫لفتنتهم –يعين املرجئة‬
“Sungguh, fitnah mereka –maksudnya Murji’ah- lebih ditakutkan atas ummat ini, daripada fitnah Azariqah
(khawarij). Ini tidak mengherankan, karena Murji’ah merupakan pendorong pembabat syari’at”.
Para ulama’ mengatakan murji’ah lebih bahaya dibanding khowarij, dikarenakan kesalahan murji’ah
lebih tersembunyi dibanding kesalahan khowarij, dan demikianlah selanjutnya, semakin suatu kesalahan atau
bid’ah terselubung, sehingga tidak semua orang bisa mengetahuinya, bid’ah tersebut dikatakan lebih
berbahaya.
Dan pada kesempatan ini, saya katakan: bahwa kesesatan Aman yang ia selubungi dengan nukilan-
nukilan yang telah direkayasa dari para kibarul ulama’, lebih berbahaya dari kesalahan khowarij yang ada
pada zaman dahulu; karena Aman mengesankan kepada pembaca, bahwa ia adalah seorang salafi, yang
mengikuti pemahaman para ulama’ salaf, akan tetapi pada hakikatnya ia tak ubahnya bagaikan musang
berbulu domba.
Keempat :
Aman mengatakan “Kedua kelompok tersebut sudah tentu tidak akan mengaku diri mereka termasuk
kelompok bid’ah/sesat (menyimpang), bahkan mereka merasa memerangi kelompok bid’ah dan mengaku
paling berada di atas sunnah. Sehingga orang murji’ah pada masa sekarang mengaku dirinya yang paling
sesuai dengan sunnah, dan orang yang bertentangan dengan mereka di dalam masalah tahkim ini, mereka
vonis sebagai Khawarij, padahal orang yang mereka vonis Khawarij itu adalah Ahlus Sunnah”.
Pada ucapannya ini, benar-benar Aman sedang mensifati dirinya sendiri, ia merasa bahwa ia sebagai
pahlawan (pahlawan tanpa jasa), yang mengaku bahwa ia dan kelompoknya sedang menjelaskan dan
menghilangkan kesamaran dan kekaburan yang ada pada penjelasan Ulama’ Ahlis Sunnah dalam masalah
tahkim.
Yang lebih memilukan lagi, dalam penggalan perkataannya ini, ia mengaku telah menyelamatkan
orang-orang Ahlis Sunnah dari tuduhan yang tidak benar. Dan pada kesempatan ini, saya menantang Aman:
Wahai Aman sang pahlawan (pahlawan tanpa jasa), sebutkan contoh barang satu saja, orang yang dituduh
sebagai khowarij, padahal ia adalah ahlis sunnah, siapa yang dituduh, dan siapa yang menuduh?
Bila engkau hanya berani beranggapan tanpa bukti, dan melemparkan perkataan tanpa ada
kenyataan, maka itulah sifat dan kebiasaan ahlil bid’ah.
Kelima :
Aman berkata :” Bila suatu negara menegakkan hukum islam secara keseluruhan tanpa kecuali dan
diperintah oleh orang-orang muslim, serta kebijakan ada ditangan mereka, maka negara tersebut adalah
negara islam, meskipun mayoritas penduduknya orang-orang kafir, dan bila pemerintah itu adalah
menegakkan hukum islam dengan benar, tanpa pandang bulu, maka itu adalah pemerintah muslim yang
adil…..dst”.
Ini adalah macam pertama dari tiga macam pemerintah menurut pembagian Aman. Dan pada bagian
pertama ini saya memiliki beberapa komentar :
1. Pemerintahan macam ini tidaklah ada, kecuali pada zaman khulafa’ur rasyidin, sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits berikut, dan seperti yang Aman katakan sendiri pada tulisannya ini.
‫ون‬-‫وة فتك‬-‫اج النب‬-‫ون خالفة على منه‬-‫ مث تك‬،‫ا‬-‫اء أن يرفعه‬-‫ مث يرفعها اهلل إذا ش‬،‫تكون النبوة فيكم ما شاء اهلل أن تكون‬
‫ مث يرفعها اهلل‬،‫ون‬-‫اء اهلل أن تك‬-‫ون ما ش‬-‫ فيك‬،ً‫ا‬-‫ض‬
ّ ‫ون ملكا عا‬-‫ مث تك‬،‫ا‬-‫اء أن يرفعه‬-‫ مث يرفعها إذا ش‬،‫ون‬-‫ما شاء اهلل أن تك‬
‫ون خالفة‬--‫ مث تك‬،‫ا‬--‫اء أن يرفعه‬--‫ مث يرفعها إذا ش‬،‫ون‬-‫اء اهلل أن تك‬--‫ون ما ش‬--‫ فتك‬،ً‫ا‬-ّ‫ مث تكون ملكا جربي‬،‫إذا شاء أن يرفعها‬
.‫ مث سكت‬،‫على منهاج النبوة‬
“Kenabian akan berada ditengah-tengah kalian selama yang Allah kehendaki untuk berada ditengah
kalian, kemudian Allah mengangkatnya ketika Allah kehendaki untuk mengangkatnya, kemudian akan
ada khilafah yang berjalan diatas metode (manhaj) kenabian (khilafah nubuwwah), dan akan berlangsung
selama kurun waktu yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya ketika Allah
menghendakinya, kemudian akan ada kerajaan yang melakukan kedloliman, dan akan belangsung selama
kurun waktu yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya ketika Allah menghendakinya,
kemudian akan ada kerajaan yang diktator, dan akan belangsung selama kurun waktu yang Allah
kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya ketika Ia menghendakinya, kemudian akan ada khilafah yang
berjalan diatas metode (manhaj) kenabian, kemudian beliau diam.
Khilafah nubuwwah berakhir dengan terjadinya perdamaian antara Al Hasan bin Ali
dengan Mu’awiyyah, dan Al Hasan menyerahkan kekuasaannya kepada Mu’awiyyah, dan semenjak
itulah dimulai masa yang disebut oleh Nabi  sebagai kerajaan yang melakukan kedloliman.
2. Aman mensifati, bila pemerintah tersebut menerapkan hukum islam dengan benar, tanpa pandang bulu,
maka itu adalah pemerintah muslim yang adil, akan tetapi kenapa aman tidak menyebutkan dalam
pemerintahan macam pertama ini, bila pemerintah tersebut ternyata dalam menerapkan hukum islam
pandang bulu, atau berbuat kedloliman?. Sehingga Aman dalam pembagiannya ini tidak sistimastis, dan ini
menunjukkan akan kebodohannya dalam membagi permasalahan.
3. Saya ingin bertanya: Bila pemerintah macam pertama ini, ternyata meyakini bolehnya berhukum dengan
hukum selain hukum Allah, atau bahkan hukum selain hukum Allah sama atau lebih baik dari pada hukum
Allah, walaupun ia sendiri tetap menerapkan seluruh hukum Allah tanpa terkecuali, dan tidak pernah ada
pelanggaran sama sekali, apakah pemerintahan yang seperti ini masih juga engkau katakan sebagai
pemerintah muslimah?? Bila engkau katakan sebagai pemerintah muslimah, maka itu membuktikan engkau
orang bodoh, tidak pantas untuk berbicara dalam masalah besar seperti ini,; karena ulama’ telah sepakat,
bahwa barang siapa yang menghalalkan sesuatu yang haram –yang sudah jelas keharamannya- maka ia kafir,
dan kalau engkau katakan bukan pemerintah muslimah, maka ini menunjukkan bahwa permasalahannya
bukan pada penerapan secara keseluruhan, akan tetapi pada penghalalan, dan ini membuktikan bahwa
engkau bodoh dalam membuat definisi dan membagi permasalahan.
Pembagian macam ini, dinamakan dengan pembagian yang menyebar ( ‫ ) تقسيم منتشر‬dan ini
menunjukkan akan kebathilan pembagian ini, karena pembagian akan dikatakan benar bila mencakup
seluruh permasalahan yang ada didalamnya tanpa terkecuali, atau yang dinamakan dengan pembagian
yang membatasi ( ‫) تقسيم حاصر‬, hal ini sebagaimana diketahui dengan baik oleh setiap orang yang tahu
tentang ilmu ushul fiqh.
4. Ia berpegangan dengan keterangan Syeikh Abdur Rahman As Sa’diy, padahal telah saya buktikan dalam
tulisan saya yang pertama, bahwa fatwa beliau berhubungan dengan negara Bahrain dan Iraq yang kala itu
masih dibawah kekuasaan penjajah Inggris, -ini salah satu dari praktek manipulasi Aman Abdur Rahman-;
sehingga Aman dalam pembagiannya ini tidak berdasarkan pada keterangan ulama’ atau dalil, akan tetapi ia
datangkan dari koceknya sendiri. Dan hal ini tidak mengherankan dari Aman, karena ia telah menganggap
dirinya sebagai pahlawan yang mampu melakukan hal yang tidak pernah dilakukan oleh ulama’ sebelumnya.
Keenam :
Aman mengatakan :”Bila syariat islam masih menjadi acuan dan landasan hukum negara secara utuh,
namun dia (hakim) menyimpang dari ketentuan yang berlaku di dalam kasus tertentu, sedangkan hukum
syariat masih menjadi landasan dan hukum negri itu, dan dia juga mengetahui bahwa dirinya menyimpang
dan berdosa karena penyimpangan ini, serta dia masih meyakini hukum islam itu adalah yang paling
sempurna, maka dia itu adalah muslim yang dlalim atau muslim fasiq atu kufrun duna kufrin menurut Ahlus
sunnah, sedangkan menurut firqah khawarij, hakim/ pemerintah itu adalah kafir”
Pada penggalan perkataan ini saya memiliki beberapa tanggapan :
1. Perkataan ini menunjukkan aman bodo dalam ilmu ushul fiqih, betapa tidak, dia tidak tahu bahwa
pembagiannya ini tidak jelas, karena ia tidak menyebutkan batasan kasus tertentu tersebut, apakah itu hanya
satu kali pelanggaran, atau dua atau sepuluh atau seratus.
2. Pembagian ini menunjukkan akan kebodohannya tentang manhaj Ahlis Sunnah dalam pengkafiran,
karena perbuatan kekafiran tidak ada bedanya, dilakukan sekali atau berkali-kali, misalnya sujud kepada
berhala, tidak ada bedanya antara ia sujud sekali atau berkali-kali.
3. Pembagian ini tidak bermakna sama sekali, karena akhirnya ia mengakui bahwa yang menghalalkan
perbuatan berhukum kepada hukum selain hukum Allah, walau hanya sekali saja, ia dianggap telah kafir.
Sehingga kalau permasalahannya tergantung dengan penghalalan, maka tidak ada bedanya antara satu kasus
dengan dua kasus, atau lebih.
4. Pembagian ini, menjadikan kita bertanya kepada Aman: Negara manakah yang engkau anggap sebagai
negara yang muslimah, dan bukan negara kufrun duna kufrin?
5. Aman dalam pembagiannya ini tidak menyebutkan ulama’ siapa yang pernah melakukan pembagian
serupa, bahkan saya berani memastikan bahwa tidak ada seorang ulama’ pun yang melakukan hal ini.
Sehingga dengan demikian Aman memiliki manhaj tersendiri yang tidak pernah ditempuh oleh ulama’
sebelumnya, dan Aman telah menobatkan dirinya sebagai seorang mujtahid muthlaq abad ke-20.
Ketujuh :
Aman berkata: “Bila suatu negara membabat hukum islam dan menyingkirkannya,
kemudian mereka menerapkan (qawaniin wadl’iyyah/ undang-undang buatan manusia), baik dari
Belanda, Amerika, Portugal, Inggris, atau yang lainnya, maka pemerintah itu adalah pemerintah kafir
dan negaranya adalah negara kafir, meskipun mayoritas penduduknya adalah kaum muslimin. Sholatm
shaum, zakat dan ibadah dhahir lainnya yang masih dilakukan oleh para penguasa tersebut, ataupun
nama islam yang mereka sandang itu tidak ada manfaatnya, jika mereka tetap bersikukuh di atas prinsip
itu, sebab mereka telah kafir lagi murtad, dan negaranya adalah negara kafir.”
Pada penggalan perkataan Aman ini saya memiliki beberapa tanggapan:
A. Aman mengesankan bahwa pembagian yang demikian ini ia dapatkan dari Syeikh Abdur Rahman As
Sa’diy, dan Abdul Aziz ibni Baz, dan Muhammad Hamid Al Faqy, padahal, perkataan Syeikh Abdur
Rahman As Sa’diy telah saya buktikan berhubungan dengan Bahrain dan Iraq pada masa penjajahan Inggris,
sehingga tidak ada hubungannya dengan permasalahan kita.
Adapun perkataan Syeikh Ibni Baz, maka perkataan beliau disampaikan dalam rangka
membantah seruan sebagian pemimpin negri-negri arab untuk bersatu atas dasar ras arab, bukan atas
dasar islam, dalam menghadapi musuh-musuh islam (israel cs). Ditambah lagi, didalam ungkapan beliau
yang ia nukilkan, ada satu kata yang tidak dicermati oleh Aman, yang pada hakikatnya menghancurkan
keyakinan Aman sendiri, yaitu kata ( ‫“ وال ترضاه‬Dan tidak rela / ridlo), mari kita amati bersama
ungkapan beliau :
‫ات‬--‫ذه اآلي‬--‫قة بنص ه‬--‫افرة ظاملة فاس‬--‫اع حلكم اهلل وال ترضاه فهي دولة جاهلية ك‬--‫رع اهلل وال تنص‬--‫وكل دولة ال حتكم بش‬
… ‫احملكمات‬
“Dan setiap negara yang tidak berhukum dengan syari’at Allah, dan tidak tunduk kepada hukum Allah,
serta tidak ridlo dengannya, maka itu adalah negara jahiliyyah, kafirah, dholimah, fasiqah dengan
penegasan ayat-ayat muhkamat ini….
Tidak ridlo, artinya membenci, dan orang yang membenci penerapan hukum islam, tidak
diragukan lagi akan kekufurannya; sehingga Aman dalam pembagian ini benar-benar tidak mengikuti
ulama’, akan tetapi mengikuti wangsit atau ilham yang ia terima dari qorinnya dari kalangan orang-orang
khowarij yang sedang gentayangan di rimba.
B. Saya tidak tahu apa yang dimaksud oleh Aman, dengan kata-kata (membabat hukum islam, dan
menyingkirkannya), apakah yang ia maksud, negara tersebut tidak menerapkan sama sekali, walau hanya
dalam satu permasalahan, ataukah yang ia maksud negara tersebut dalam kebanyakan hukumnya tidak
menerapkan hukum islam.
Bila yang ia maksud adalah yang pertama, maka saya tidak tahu, apakah ada sebuah negara
yang pemimpinnya mengaku muslim, melakukan hal itu, sebab yang saya tahu dan yang ada, tidaklah
ada sebuah negara yang pemimpinnya seorang muslim, kecuali menerapkan hukum islam dalam
beberapa permasalahan, misalnya dalam hal warisan, pernikahan, membangun masjid, membentuk
departemen agama yang mengatur pelaksanaan haji dll.
Dan kalau yang ia maksud adalah yang kedua, maka Aman tidak menyebutkan berapa
batasannya, sehingga bisa dibedakan negara yang tergolong dalam macam ketiga ini, dan negara yang
tergolong dalam macam kedua. Dan saya bisa memastikan Aman tidak bisa memberikan batasan, sebab
ia membuat pembagian ini dengan seenak perutnya, bukan mengikuti penjelasan ulama’ Ahlis Sunnah.
C. Kemudian Aman –seperti yang pernah saya ungkapkan- berusaha menjadikan perkataan Syeikh Ibni Baz
yang muthlak ini sebagai hujjahnya, dan enggan menyebutkan perkataan beliau yang terperinci, sebagaimana
yang telah saya sebutkan pada tulisan saya yang pertama. Inilah sifat Ahlil Bid’ah, selalu berusaha mengikuti
dan berpegangan dengan hal-hal yang mutasyabih (samar) atau umum, atau muthlak, dan meninggalkan yang
terperinci.
Kedelapan :
Aman mengatakan :”Bahkan vonis kafir murtad berlaku bagi hakim (pemerintah) yang
menerapkan mayoritas hukum islam, namun didalam masalah tertentu (umpamanya di dalam masalah
zina) dibaut undang-undang buatan yang bertentangan dengan islam, sehingga setiap yang berzina
tidak dikenakan hukum islam, tetapi terkena undang-undang itu, maka sesuai aqidah Ahlus sunnah,
sihakim itu adalah kafir murtad juga, bahkan meskipun si hakim (pemerintah) tersebut mengatakan
bahwa hukum islam yang paling adil dan kami salah”
Pada penggalan perkataan ini saya memiliki beberapa tanggapan:
a. Saya ingin bertanya: Apakah Kerajaan Saudi yang pernah berbuat baik padamu, dengan menerimamu
disalah satu sekolahannya, memberikanmu berbagai fasilitas, juga negara kafir?? Sebab Kerajaan Saudi
masih memiliki undang-undang yang membolehkan adanya bank-bank yang menjalankan riba. Dan kalau
engkau katakan mereka telah kafir, lalu kenapa engkau menukilkan fatwa Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin,
Muhammad bin Ibrahim Alus Syeikh, Al Fauzan dll, padahal mereka itu semua adalah anggota kibarul
ulama’ yang digaji, dan bahkan sebagai pemberi fatwa kerajaan tersebut (pegawai kerajaan)? Dan bila
engkau tidak mengkafirkan mereka, maka ini membuktikan engkau bertentangan dengan dirimu sendiri?
Wahai Aman! Orang-orang yang engkau bertaqlid dengan tulisan mereka (penulis kitab
tahkimul qawanin, sholah as shawiy, Muhammad Abdul Hadi Al Mislri, Abdullah Al Qarni dll)
memang sedang ingin mencapai pada permasalahan ini (pengkafiran pemerintah Saudi Arabia),
sehingga ada alasan untuk memberontak dan merebut kekuasaan, akan tetapi yang aneh, dan
mengherankan, apa yang ingin engkai capai dan engkau angan-angankan dari tulisan ini? Apakah
engkau juga berangan-angan untuk memberontak dan merebut kekuasaan???!! Oleh karena itu
sadarlah wahai Aman dari kelalaianmu, dan waspadalah dari berbagai perangkap ahlil bid’ah, jadilah
seorang muslim, yang sebenarnya, cerdas, jeli, dan waspada, kata orang:
‫املؤمن كيس فطن حذر‬
“Orang yang beriman adalah orang yang cerdik, jeli, dan waspada”.
b. Dalam perkataannya ini Aman tidak menyebutkan dari mana ia menyimpulkan demikian, sebab ia hanya
menukilkan perkataan Syeikh Muhammad bin Ibrahim Alus Syeikh, yang tidak sama dan tidak semakna
dengan apa yang ia simpulkan. Marilah kita sama-sama menyimak perkataan belaiu yang dinukilkan oleh
Aman :
‫أما الذي جعل قوانني برتتيب وختضيع فهو كفر وإن قالوا أخطأنا وحكم الشرع أعدل‬
“Adapun hukum yang dijadikan undang-undang dengan begitu tertib dan rapi, maka itu adalah
kekufuran, meskipun mereka mengatakan “Kami mengaku salah dan hukum syariat itu lebih adil”.
Dalam perkataan beliau ini, beliau sedang menghukumi perbuatan (Al hukmul muthlak), dan bukan
sedang menghukumi pelakunya (Alhukmu ‘Alal Mu’ayyan).
c. Syeikh Muhammad bin Ibrahim memiliki perkataan yang lebih terperinci, sehingga perkataan
beliau yang meuthlak harus ditafsiri dengan perkataan yang terperinci, beliau berkata :
‫ائر‬-- - ‫اع وس‬-- - ‫وانني واألوض‬-- - ‫ريعته والتقيد هبا ونبذ ما خالفها من الق‬-- - ‫ول اهلل؛ من حتكيم ش‬-- - ‫ذلك حتقيق معىن حممد رس‬-- - ‫وك‬
‫حة ذلك‬-‫دا ص‬-‫اكم إليها معتق‬-‫عية) أو ح‬-‫ واليت من حكم هبا (يعين القوانني الوض‬،‫األشياء اليت ما أنزل اهلل هبا من سلطان‬
‫ذي ال‬-- ‫افر الكفر العملي ال‬-- ‫وازه فهو ك‬-- ‫اد ذلك وج‬-- ‫دون اعتق‬-- ‫ وإن فعل ذلك ب‬،‫ة‬-- ‫افر الكفر الناقل عن املل‬-- ‫وازه فهو ك‬-- ‫وج‬
.‫ينقل عن امللة‬
“Dan demikianlah halnya dengan realisasi makna persaksian “Muhammad Rasulullah”; dalam wujud
menerapkan syari’atnya, dan konsisten dengannya, meninggalkan setiap yang bertentangan dengannya,
yang berupa peraturan, undang-undang, dan segala sesuatu yang tidak ada dalilnya, yang barang siapa
berhakim dengannya (maksudnya undang-undang buatan) atau berhukum kepadanya, dengan keyakinan
hal itu dibenarkan, atau dibolehkan, maka ia kafir dengan kekufuran yang menjadikannya keluar dari
agama. Adapun bila ia melakukannya tanpa disertai oleh keyakinan dibenarkannya perbuatan tersebut
atau dibolehkannya, maka ia telah kafir dengan kufur amali, yang tidak sampai menjadikannya keluar
dari agama”. (Lihat Majmu’ Fatawa beliau 1/80).
d. Pembagian Aman ini bertentangan dengan hadits berikut :
‫وا‬-- ‫ فقوم‬،‫احل‬-- ‫وم رجل ص‬-- ‫ات الي‬-- ‫ (م‬:‫ي‬-- ‫ات النَّجاش‬-- ‫ حني م‬‫ول اهلل‬-- ‫ال رس‬-- ‫ ق‬:‫ال‬-- ‫ابر بن عبد اهلل رضي اهلل عنهما ق‬-- ‫عن ح‬
‫فصلوا علي أخيكم أصحمة) متفق عليه‬
Diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah radliallahu 'anhu, ia menuturkan: tatkala An Najasyi
meninggal, Rasulullah  bersabda : “Sesungguhnya pada hari ini seorang laki-laki yang sholeh
meninggal dunia, maka berdirilah kalian dan sholatkanlah saudaramu Ashhamah”. (Bukhori & Muslim).
Nah sekarang saya bertanya kepada Aman dan dedengkot gerombolan khowarij yang sedang
berusaha menyusup: Apakah An Najasyi juga telah kalian vonis sebagai orang yang kafir, karena ia
tidak menerapkan hukum islam dinegrinya, ataukah hadits ini telah kalian hapus dari kitab-kitab
hadits, sehingga kalian tak sudi untuk melihat dan merenungkannya?
Mungkin dari orang-orang yang kerdil akalnya akan berkata : An Najasyi tidak divonis kafir
karena ia tidak mampu untuk menerapkan hukum islam, beda halnya dengan pemerintahan yang ada
pada zaman sekarang, terlebih-lebih pemerintahan yang mayoritas penduduknya kaum muslimin,
bahkan mereka menuntut agar diterapkan hukum islam.
Maka saya katakan kepada mereka -yang dengan perkataannya ini menunjukkan kepada kita
semua, akan jati diri mereka, mereka bagaikan katak dalam tempurung-: Bukankah para pemerintahan
yang ada sekarang juga merasa takut untuk menerapkan syari’at, takut dibunuh, digulingkan, diserang
negara lain, dan banyak alasan lagi. An Najasyi takut untuk digulingkan, begitu juga pemerintah yang
ada sekarang, takut untuk digulingkan, dan bahkan diserang oleg negara lain. Bukankah anda pernah
dengar seorang yang bernama Zhiyaul Haq, dan kisah kenapa ia dibunuh?
Kesembilan :
Aman mengatakan pada hal. 8 :”Beliau jelaskan bahwa seseorang yang berpaling dari
hukum Allah  dan justru membuat hukum (undang-undang) sendiri, atau mengambil hukum dari yang lain,
hal ini berarti dengan sepontan orang itu berkeyakinan bahwa undang-undang buatan itu lebih baik,
meskipun dia mengingkari dengan lisannya, namun lisanul haal (perbuatan) menunjukkan sebaliknya”
Ini adalah salah satu dari sekian banyak pencurian yang dilakukan oleh Aman, dia
memenggal perkataan Syeikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, sehingga terkesan mendukung apa yang
sedang ia perjuangkan, akan tetapi -Alhamdulillah- pencurian ini telah saya beberkan dalam tulisan saya
yang pertama, dan akan saya ulang disini untuk mengingatkan pembaca yang budiman :
Syeikh Al Utsimin berkata :
‫لطا‬--‫ريه تس‬--‫ وإمنا حكم بغ‬،‫ق‬--‫لح منه وأنفع للخل‬--‫ريه أص‬--‫ره ومل يعتقد أن غ‬--‫تخف ومل حيتق‬--‫زل اهلل وهو مل يس‬--‫ومن مل حيكم مبا أن‬
‫ائل‬--‫وم به ووس‬--‫ وخيتلف مراتب ظلمه حسب احملك‬،‫ فهذا ظامل وليس بكافر‬،‫على احملكوم عليه أو انتقاما منه لنفسه أو حنو ذلك‬
.‫احلكم‬
‫وم له‬--‫ومن مل حيكم مبا أنزل اهلل ال استخفافا وال احتقارا وال اعتقادا أن غريه أصلح وأنفع للخق وإمنا حكم بغريه حمابة للمحك‬
‫ائل‬-- ‫وم به ووس‬-- ‫قه حبسب احملك‬-- ‫راتب فس‬-- ‫ وختتلف م‬،‫افر‬-- ‫ذا فاسق وليس بك‬-- ‫ فه‬،‫دنيا‬-- ‫رض ال‬-- ‫وة أو غريها من ع‬-- ‫اة للرش‬-- ‫أومراع‬
.‫احلكم‬
:‫قال شيخ اإلسالم ابن تيمية رمحه اهلل فيمن اختذوا أحبارهم ورهباهنم أربابا من دون اهلل أهنم على وجهني‬
‫ائهم مع‬-‫رم وحترمي ما أحل اهلل اتباعا لرؤس‬--‫دون حتليل ما ح‬--‫ديل ويعتق‬--‫وهنم على التب‬--‫ أن يعلموا أهنم بدلوا دين اهلل فيتبع‬: ‫أحدمها‬
‫ وقد جعله اهلل ورسوله شركا‬،‫ فهذا كفر‬،‫علمهم أهنم خالفوا دين الرسل‬
‫لم ما‬--‫ية اهلل كما يفعل املس‬--‫اعوهم يف معص‬--‫ لكنهم أط‬،‫ا‬--‫ ثابت‬-‫ادهم وإمياهنم –بتحليل احلرام وحترمي احلالل‬--‫ون اعتق‬--‫ أن يك‬:‫اين‬--‫الث‬
.‫ فهؤالء هلم حكم أمثاهلم من أهل الذنوب‬،‫يفعله من املعاصي اليت يعتقد أهنا معاصي‬
“Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, sedangkan ia tidak meremehkanya (hukum
Allah), tidak menghinakannya, dan tidak meyakini bahwa hukum selainnya lebih maslahat dan lebih
bermanfaat, hanya saja ia berhukum dengan selain hukum Allah, karena ingin menyakiti orang yang ia
hukumi, atau dalam rangka balas dendam pribadinya dari orang tersebut, atau alasan yang serupa, maka
orang ini adalah orang dlalim, dan bukan orang kafir. Dan tingkatan kedlalimannya berbeda-beda, sesuai
dengan perbedaan hukum yang ia gunakan dan cara-cara yang ia gunakan untuk mwnghukumi.
Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, sedangkan ia tidak meremehkanya (hukum
Allah), tidak menghinakannya, dan tidak meyakini bahwa hukum selainnya lebih maslahat dan lebih
bermanfaat, hanya saja ia berhukum dengan selain hukum Allah, hanya saja ia berhukum dengan selain
hukum Allah karena untuk mencari muka dihadapan orang yang ia menangkan dalam perhukumannya, atau
karena risywah (suap), atau kepentingan duniawi lainnya, maka orang ini adalah fasiq dan bukan orang kafir.
Dan tingkatan kefasiqannya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan hukum yang ia gunakan dan cara-cara
yang ia gunakan untuk mwnghukumi.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengomentari tentang orang yang menjadikan ulama’ dan
pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, bahwasannya mereka terbagi menjadi dua
golongan :
Pertama : Mereka mengetahui bahwa ulama’ dan pendeta tersebut merubah agama Allah, kemudian mereka
mengikutinya dalam perubahan tersebut, dan meyakini akan kehalalan sesuatu yang diharamkan dan
keharaman sesuatu yang dihalalkan Allah, dikarenakan mengikuti pemimpin-pemimpin mereka, padahal
mereka menyadari bahwa mereka bertentangan dengan agama para Rasul, maka perbuatan ini adalah
perbuatan kafir, dan telah dianggap sebagai kesyirikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kedua : Keyakinan dan iman mereka dalam hal –penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal- tetap
kokoh (tidak berubah), akan tetapi mereka menuruti para ulama’ dan pendeta dalam perbuatan maksiat
kepada Allah, sebagaimana seorang muslim yang melakukan perbuatan maksiat, yang ia yakini bahwa
perbuatan tersebut adalah maksiat, maka golongan ini, hukumnya seperti hukumnya orang yang serupa
dengan mereka dari para pelaku maksiat.”
Bahkan perkataan Aman ini merupakan inti dari aqidah khowarij, yaitu setiap yang melakukan
perbuatan dosa besar, ia telah kafir, dan bukan sebagai manhaj Ahlis Sunnah, karena menurut ahlis sunnah,
pelaku dosa besar tidaklah dikafirkan, kecuali bila dia meyakini halalnya perbuatan tersebut. Beda halnya
dengan khowarij, mereka mengatakan, bahwa pelaku dosa besar secara otomatis menjadi kafir, karena
perbuatan lahir –menurut mereka- menunjukkan akan keyakinan menghalalkan.

Kesepuluh :
Setelah menyebutkan perkataan diatas, Aman mengatakan “Inilah yang dinamakan di dalam manhaj
Ahlus Sunnah dengan istilah At Talaazum bainadhdhahir wal Bathin (kaitan antara dhahir dan bathin, dan
hal ini berbeda dengan Murji’ah”. Kemudian pada catatan kaki ia nisbatkan hal ini kepada Syeikhul Islam
Ibnu Taimiyyah, dalam Majmu’ Fatawa 7/187, padahal pada perkataan beliau tidak ada sedikitpun
hubungannya dengan permasalahan tahkim, akan tetapi beliau sedang membicarakan akan hakikat iman,
bahwa asal dan dasar iman adalah hati, bila hati baik dan kuat, pasti akan nampak pengaruhnya pada
perbuatan anggota badan, beliau berkata :
‫ده‬-- -‫دن عما يري‬-- -‫ ال ميكن أن يتخلَّف الب‬،‫رورة‬-- -‫دن بالض‬-- -‫رى ذلك إىل الب‬-- -‫ س‬،‫ان فيه معرفة وإرادة‬-- -‫إذا ك‬-- -‫ ف‬،‫ل‬-- -‫ هو األص‬-‫مث القلب‬
-‫دت‬-- ‫ وإذا فس‬،‫د‬-- ‫ائر اجلس‬-- ‫لح هلا س‬-- ‫لحت ص‬-- ‫غة إذا ص‬-- ‫ (أال وإن يف اجلسد مض‬:‫حيح‬-- ‫ يف احلديث الص‬ ‫ال النيب‬-- ‫ وهلذا ق‬،‫القلب‬
.)‫ أال وهي القلب‬،‫فسد هلا سائر اجلسد‬
“Kemudian, hati adalah pokok / dasar, maka apabila didalam hati terdapat pengertian dan keinginan, niscaya
hal itu akan menjalar kepada seluruh anggota badan –dengan pasti-, tidak mungkin anggota badan tidak
melaksanakan apa yang diinginkan oleh hati, oleh karena itu Nabi  dalam hadits shohih bersabda:
“Ketahuailah, bahwa sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal darah, bila ia baik, niscaya seluruh
jasad akan baik, dan bila rusak, niscaya seluruh jasad akan rusak, ketahuilah bahwasannya (segumpal darah)
itu adalah hati (jantung).”
Pembaca yang budiman, silahkan lihat, apakah dalam perkataan Syeikhul Islam diatas ada
hubungannya dengan masalah tahkim? Apalagi pengkafiran orang yang tidak bertahkim dengan syari’at.
Wahai Aman, mari saya tunjukkan kepadamu perkataan beliau yang enggan engkau nukil, bahkan
engkau dan yang semisal denganmu berangan-anggan agar perkataan beliau berikut dihapuskan dari kitab
beliau:
‫وي ما يف القلب من‬--‫إذا ق‬--‫ ف‬،‫ إن شعب اإليمان قد تتالزم عند القوة وال تتالزم عند الضعف‬: ‫الم ابن تيمية‬--‫يخ اإلس‬--‫ال ش‬--‫ق‬
‫زل إليه‬--‫ون باهلل والنيب وما أن‬--‫انوا يؤمون‬--‫ ولو ك‬ ‫اىل‬--‫ال تع‬--‫ كما ق‬،‫داء اهلل‬--‫ أوجب بغض أع‬،‫وله‬--‫ديق واملعرفة واحملبة هلل ورس‬--‫التص‬
‫ ولو كانوا آباءهم أو أبناءهم‬،‫ ال جتد قوما يؤمنون باهلل واليوم اآلخر يوادون من حاد اهلل ورسوله‬ ‫ وقال‬ ‫ما اختذوهم أولياء‬
،‫ة‬-- -‫رحم أو حاج‬-- -‫وادهتم ل‬-- -‫ وقد حتصل للرجل م‬،‫روح منه‬-- -‫دهم ب‬-- -‫وهبم اإلميان وأي‬-- -‫ريهتم أولئك كتب يف قل‬-- -‫واهنم أو عش‬-- -‫أو إخ‬
‫ار‬-- ‫ركني ببعض أخب‬-- ‫اتب املش‬-- ‫ ملا ك‬،‫ة‬-- ‫اطب بن أيب بلتع‬-- ‫ كما حصل من ح‬،‫فتك ون ذنبا ينقص به إيمانه وال يك ون به ك افرا‬
.‫ يا أيها الذين آمنوا ال تتخذوا عدوي وعدوكم أولياء تلقون إليهم باملودة‬ ‫ وأنزل اهلل فيه‬ ‫النيب‬
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Sesungguhnya cabang-cabang keimanan, kadangkadang saling
berkaitan disaat iman kuat, dan kadang kala tidak saling berkaitan, disaat iman lemah. Dan bila
pembenaran, pengertian, dan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya telah menjadi kuat dalam hati
(seseorang), maka iman yang demikian ini mendatangkan rasa kebencian kepada musuh-mush Allah,
sebagaimana Allah firmankan,:” Dan seandainya mereka beriman kepada Allah dan kepada Nabi, serta
kepada wahyu yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak menjadikan orang-orang musyrikin sebagai
penolong (wali-wali). (Al Maidah 81) Dan Allah berfirman: “Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling bekasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang tersbeut adalah bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-
saudara, atau keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam
hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan dari-Nya”. (Surat Al Mujadilah 22). Dan kadang
kala bisa terjadi seseorang berkasih sayang dengan mereka, disebabkan adanya tali persaudaraan, atau
keperluan, sehingga perbuatan ini merupakan dosa yang menjadikan imannya berkurang, dan tidak
menjadikannya kafir, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Hathib ibni Abi Balta’ah, tatkala ia
menuliskan surat kepada orang musyrikin, membocorkan sebagian rahasia (berita) Nabi , dan Allah
turunkan tentangnya firman-Nya :” Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan musuh-Ku
dan musuhmu sebagai (teman setia) penolong, yang kalian sampaikan kepada mereka (berita-berita
Muhammad) karena rasa kasih sayang”. (lihat Majmu’ Fatawa 7/522-523).
Sudahkah engkau melihat dan memahami perkataan beliau ini, wahai Aman??
Bila engkau sudah memahaminya, mari akan saya tunjukkan kepadamu perkataan beliau juga, yang akan
membuktikan bahwa talazum yang engkau sebut-sebut adalah talazum ahlil bid’ah, dan bukan talazum yang
dimiliki oleh Ahlis Sunnah, sebagaimana yang engkau sangkakan:
‫أن‬-- ‫وا ب‬-- ‫ فحكم‬،‫ائره‬-- ‫ذهب س‬-- ‫ ف‬،‫ها ذهب بعض اإلميان‬-- ‫إذا ذهب بعض‬-- ‫ ف‬،‫ات كلها من اإلميان‬-- ‫ الطاع‬:‫ة‬-- ‫ال اخلوارج واملعتزل‬-- ‫مث ق‬
‫ديق‬--‫ إما جمرد تص‬،‫دا ال يتبعض‬--‫يئا واح‬-‫ ليس اإلميان إال ش‬:‫ة‬--‫الت املرجئة واجلهمي‬--‫ وق‬،‫يئ من اإلميان‬-‫رية ليس معه ش‬--‫صاحب الكب‬
‫إذا‬-- ‫ ف‬،‫ه‬-- ‫زءً من‬-- ‫ارت ج‬-- ‫ال ص‬-- ‫الوا ألنا إذا أدخلنا فيها األعم‬-- ‫ ق‬،‫ة‬-- ‫ول املرجئ‬-- ‫ان كق‬-- ‫ديق القلب واللس‬-- ‫ول اجلهمية أو تص‬-- ‫القلب كق‬
‫وازم ودالئل‬-- - ‫ون له ل‬-- - ‫ لكن قد يك‬،‫ول املعتزلة واخلوارج‬-- - ‫ وهو ق‬،‫رية من اإلميان‬-- - ‫راج ذي الكب‬-- - ‫زم إخ‬-- - ‫ فيل‬،‫ه‬-- - ‫ذهبت ذهب بعض‬
.‫فيستدل بعدمه على عدمه‬
“Kemudian orang-orang khowarij dan mu’tazilah berkata: amalan-amalan ketaatan seluruhnya bagian dari
iman, dan bila sebagiannya hilang, maka akan hilang sebagian keimanan, dan akibatnya akan hilanglah
seluruh keimanan, sehingga mereka memvonis pelaku dosa besar, bahwa ia tidak memiliki keimanan
sedikitpun, dan orangorang murji’ah dan Jahmiyyah mengatakan: Tidaklah keimanan kecuali satu kesatuan
yang tidak bisa terbagi-bagi, baik itu berupa pembenaran hati semata, sebagaimana yang diyakini oleh orang-
orang jahmiyyah, atau berupa pembenaran hati dan ucapan lisan, sebagaimana diyakini oleh orang-orang
murji’ah, mereka berdalih: karena bila kita memasukkan amalan kedalam hakikat iman, maka amalan akan
menjadi bagian dari iman, dan bila amalan hilang, akan hilanglah sebagian iman, dan ini mengharuskan kita
untuk mengeluarkan pelaku dosa besar dari keimanan, dan inilah perkataan mu’tazilah dan khowarij, akan
tetapi iman memiliki beberapa konsekwensi dan pertanda, yang dengan tidak didapatkannya konsekwensi
dan pertanda tersebut , kita mengetahui akan telah hilangnya keimanan. (Majmu’ fatawa 7/510)
Inilah talazum yang engkau dengung-dengungkan, talazumnya orang mu’tazilah dan khowarij, ini bukti jelas
bahwa usahamu untuk menutupi hubungan pemikiranmu dengan pemikiran khowarij zaman dahulu gagal
total, bahkan tidak mendatangkan hasil sedikitpun.
Sudahkah engkau menyadari siapa jati dirimu, wahai Aman??
Kesebelas :
Aman mengatakan :” Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahilahullah menjelaskan bahwa bila satu kaum, satu
kelompok, satu negara (pemerintahan) yang orang-orangnya mengaku muslim, dan mereka itu
melaksanakan sebagian syaria’at islam, dan bahkan mengakui seluruh syari’at islam, namun mereka
menolak melaksanakan salah satu kewajiban yang jelas atau menolak meninggaklan salah satu yang
diharamkan dengan jelas, maka kelompok yang menolak tersebut wajib diperagi oleh imam kaum muslimin,
sampai tunduk kepada aturan secara keseluruhan. Di dalam masalah ini tidak ada perbedaan pendapat di
antara Ahlus Sunnah, dengan dalil, bahwa para sahabat semua ijma’ untuk memerangi kaum yang menolak
membayar zakat dan para sahabat  tidak pernah bertanya apakah mereka itu mengingkari kewajibannya
atau tidak. Dan justru mereka menggolongkan kaum yang menolak membayar zakat itu sebagai kaum
murtaddun. Hal ini dikarenakan mereka ( yaitu orang-orang yang menolak membayar zakat) tidak
melakukan hal itu, kecuali setelah ada kesepakatan sebelumnya diantara mereka, sehingga para ulama
muhaqqiqin menyatakan bahwa mereka bukan orang-orang islam. Masalahnya menjadi berbeda, bila
sifatnya individu, maka ini tidak dianggap murtad selama dia meyakini wajibnya zakat. Maka apa gerangan
dengan pemerintah yang menolak syari’at islam dan membuat undang-undang di luar islam, seperti negeri-
negeri yang banyak dihuni mayoritas kaum muslimin ini?”
Pada penggalan perkataan ini, saya memiliki beberapa tanggapan :
1. Aman mengatakan bahwa para sahabat tidak pernah bertanya apakah mereka itu mengingkari
kewajibannya atau tidak, dan ia nisbatkan ini kepada Ibnu Taimiyyah, akan tetapi ini adalah salah satu
kecerobohan Aman dalam berbicara, mari kita lihat pernyataan beliau dalam Majmu’ Fatawa 28/519,
berikut:
‫ وهؤالء‬،‫ان‬--‫هر رمض‬-‫ومون ش‬--‫لون اخلمس ويص‬--‫انوا يص‬--‫اة وإن ك‬--‫انعي الزك‬--‫وقد اتفق الصحابة واألئمة بعدهم على قتال م‬
‫ وقد حكي‬،‫الوجوب كما أمر اهلل‬-‫روا ب‬-‫اتلون على منعها وإن أق‬-‫ وهم يق‬،‫دين‬-‫انوا مرت‬-‫ذا ك‬-‫ فله‬،‫لم يكن لهم شبهة سائغة‬
.‫ إن اهلل أمر نبيه بأخذ الزكاة بقوله (خذ من أمواهلم صدقة) وقد سقطت بموته‬:‫عنهم أهنم قالوا‬
“Dan sungguh para sahabat dan imam-imam setelah mereka telah sepakat untuk memerangi orang-
orang yang enggan membayar zakat, walaupun mereka menunaikan sholat lima waktu, puasa bulan
ramadlan, dan mereka itu tidak memiliki subhat yang bisa dibenarkan, oleh karena itu mereka adalah
orang-orang yang murtad, dan mereka wajib diperangi karena enggan membayarnya, walaupun mereka
mengakui akan kewajibannya, sebagaimana yang diperintahkan Allah, dan dikisahkan dari mereka,
bahwa mereka beralasan: sesungguhnya Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk memungut zakat dengan
firman-Nya :”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka” (At Taubah 103), dan kewajiban zakat telah
gugur dengan kematian beliau”.
Kita dapat melihat perbedaan yang sangat jauh antara apa yang diutarakan oleh Aman
dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyyah.
Silahkan lihat pula keterangan Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wa An Nihayah 6/315,
beliau juga menyebutkan bahwa orang yang enggan membayar zakat mengatakan bahwa kewajiban
zakat telah gugur dengan kematian Rasulullah .
Ibnu Hajar dalam fathul Bari mendudukkan permasalahan ini dengan jelas, beliau
menyebutkan seperti yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah, bahwa orang-orang yang enggan membayar
zakat benar-benar mengingkari kewajiban zakat, sehingga mereka dikatakan telah kafir, dan pada
kesempatan ini Abu Bakar tidak memaafkan orang-orang bodoh dari mereka, karena mereka telah
bergabung dan bersiap-siap untuk mengadakan perlawanan terhadap Khalifah, untuk lebih jelasnya
silahkan baca Fathul Bari 12/277 dst.
2. Aman mengatakan : “Masalahnya menjadi berbeda, bila sifatnya individu, maka ini tidak dianggap
murtad selama dia meyakini wajibnya zakat.”
Saya ingin bertanya kepada Aman, : Dari mana engkau dapatkan pembedaan Syeikhul
Islam antara individu dan kelompok, dalam pengkafiran?
Mari kita lihat bersama penyataan beliau dalam majmu’ fatawa 28/308 :
‫يام وغريها‬--‫اة والص‬--‫رك الزك‬--‫اتلون على ت‬--‫ذلك يق‬--‫ وك‬،‫لمني‬--‫وا على تركها بإمجاع املس‬--‫اركون طائفة ممتنعة قوتل‬--‫ان الت‬--‫إن ك‬--‫ف‬
‫رب واحلبس‬-‫اقب بالض‬-‫ إنه يع‬:‫ل‬-‫دا فقد قي‬-‫الة واح‬-‫ارك للص‬-‫وعلى استحالل احملرمات الظاهرة اجملمع عليها … وإن كان الت‬
‫ وهل‬،‫ل‬-- ‫لى وإال قت‬-- ‫اب وص‬-- ‫إن ت‬-- ‫ ف‬،‫تتاب‬-- ‫الة بعد أن يس‬-- ‫اء على أنه جيب قتله إذا امتنع من الص‬-- ‫ور العلم‬-- ‫ ومجه‬،‫لِّي‬- ‫حىت يص‬
‫ أما إذا جحد‬،‫رار بوجوهبا‬-‫ذا كله مع اإلق‬-‫ وه‬،‫افرا‬-‫لف على أنه يقتل ك‬--‫ثر الس‬--‫ وأك‬:‫ فاسقا؟ فيه قوالن‬-‫يقتل كافرا أو مسلما‬
.‫ وكذلك من جحد سائر املذكورات واحملرمات اليت جيب القتال عليها‬،‫وجوهبا فهو كافر بإمجاع املسلمني‬
“Apabila orang yang meninggalkan sholat adalah sebuah kelompok yang berkekuatan, maka wajib
diperangi karena mereka meninggalkan sholat, dan demikian pula, mereka juga diperangi karena
meninggalkan zakat, puasa dan lainnya, dan karena menghalaknan yhal yang diharamkan yang telah
diketahui bersama dan disepakati oleh para ulama’ …akan tetapi bila yang meninggalkan sholat adalah
satu orang, maka sebagia berpendapat ia dihukumi dengan dipukul, dipenjara hingga ia mau menunaikan
sholat, dan kebanyakan ulama’ berpendapat bahwa ia harus dibunuh, bila enggan menunaikan sholat,
tentunya setelah disuruh untuk bertaubat, dan bila ia bertaubat (maka dilepaskan), dan kalau tidak ia
dibunuh. Dan apakah ia dibunuh dalam keadaan kafir atau muslim yang fasik? Ada dua pendapat, dan
kebanyakan ulama’ salaf berpendapat bahwa ia dibunuh dalam keadaan kafir, ini semua bila ia masih
meyakini akan kewajiban sholat. Adapun bila ia mengingkari akan kewajibannya, maka ulama’ sepakat
bahwa ia telah kafir, dan demikin pula halnya orang yang menentang hal-hal yang disebut diatas, dan hal-
hal yang diharamkan yang mengharuskan kita berperang karenanya.”
Jadi yang dibedakan oleh Syeikhul Islam adalah masalah perang, bukan masalah pengkafiran.
3. Aman berkata : “Maka apa gerangan dengan pemerintah yang menolak syari’at islam dan membuat
undang-undang di luar islam, seperti negeri-negeri yang banyak dihuni mayoritas kaum muslimin ini?”
Apakah yang engkau maksud dengan negeri-negeri yang banyak dihuni mayoritas kaum
muslimin ini, adalah pemerintah Indonesia? Kalau memang itu yang engkau maksud, kenapa engkau
tidak berani mengatakannya dengan terus terang? Takut ditangkap yaa….?
Keduabelas :
Aman berkata :”hal ini dikarenakan para pengekor itu telah terkena penyakit orang
awam, yaitu mengangkat sosok seseorang sebagai acuan di dalam segala hal, selain Rasulullah ,
mereka menganggap bahwa si Fulan itu mana mungkin sesat?
Saya ingin bertanya kepada Aman: Siapakah orang yang engkau maksud, kenapa
engkau takut untuk menyebut namanya,? Kalau memang apa yang engkau katakan benar, kenapa mesti
takut untuk menyebut namanya?
Aman, ana mohon engkau jujur dengan dirimu sendiri, bukankah apa yang engkau
katakan ini mengenai dirimu sendiri, engkau taqlid dengan tulisan orang lain, lalu kamu terjemahkan, dan
kemudian engkau memperjuangkannya mati-matian, walu sudah terbukti bahwa pada tulisanmu ini
terdapat kesesatan, kebohongan dll, yang menjadikan saya menuliskan judul tulisanku ini dengan
perkataanku :
“Bila Aman Enggan Menutupkan Topeng Diwajahnya”?
Ketigabelas :
Aman mengatakan: “Jadi perkataan Kufrun duna kufrin kalau tidak dikembalikan
kepada sebab wurudnya, tentu hasilnya seperti ini, padahal perkataan ini diucapkan oleh Ibnu Abbas 
dikala datang orang khowarij yang mengkafirkan penguasa daulah Bani Ummayyah. Ibnu Abbas 
mengetahui permasalahan dan situasi yang ada, dimana bani umayyah tetap menerapkan syariat islam
dan mereka tetap berjihad untuk menegakkan kalimat Allah , namun sebagian mereka bertindak
dlalim/ menyimpang di dalam kasus tertentu dari hukum semestinya, sedangkan didalam …”.
Pada penggalan perkataan Aman ini saya memiliki beberapa komentar :
1. Ulama’ siapa yang mengatakan demikian ini, sebutkan barang seorang saja? yang ada pada kitab-kitab
tafsir, kitab-kitab hadits, dan buku-buku aqidah ahlis sunnah, mereka membagi orang yang tidak berhukum
dengan hukum Allah menjadi dua bagian, yang melakukannya dengan anggapan hukum selain Allah lebih
baik, atau sama atau menghalalkan perbuatan tersebut, maka ia kafir, dan yang melakukannya, sedangkan ia
meyakini bahwa hukum Allah lebih utama dan ia menyadari telah melakukan kesalahan, maka ia tidak kafir,
akan tetapi kufrun duna kufrin, dengan berdasarkan fatwa Ibnu Abbas ini. Sehingga dengan demikian engkau
berkesimpulan bahwa: semenjak zaman ibnu Abbas mengatakan perkataan ini hingga zaman sekarang, tidak
ada yang paham akan maksud beliau, dan hanya engkau seorang yang memahaminya dengan benar??,
Sungguh engkau adalah seorang Pahlawan Yang Tak Berjasa.
2. Daulah Bani Umayyah seperti yang engkau katakan, mereka menerapkan hukum Allah, akan tetapi sebagian
mereka bertindak dlalim/ menyimpang didalam kasus tertentu, apakah dengan perbuatan dlolim tersebut
dikatakan telah berhukum dengan hukum selain hukum Allah, dan telah kafir? Kalo memang demikian,
berarti setiap orang yang menyimpang, berbuat dosa, kedloliman dll, baik itu pemerintah atau bukan
dikatakan telah berhukum dengan hukum selain Allah?! Ini tentu merupakan kebatilan yang sangat bathil,
dan inilah pemahaman orang-orang khowarij, yang sedang engkau tuduhkan kepada orang lain.
3. Kalo engkau baca dengan benar perkataan Ibnu Abbas, maka engkau akan dapatkan bahwa perkataan beliau
muthlak, beliau tidak membedakan antara satu kali pelanggaran atau dalam banyak pelanggaran, nah
darimanakah engkau mengkhususkan perkataan beliau ini? Apakah dari wangsit yang engkau dapatkan
dikuburan, atau dari tong sampah, atau darimana? Karena dalam memahami dalil, dan perkataan para
ulama’ kita mengenal kaidah yang berbunyi :
‫العربة بعموم اللَّفظ ال خبصوص السبب‬
“Yang jadi pedoman adalah keumuman lafadl (kontek), bukan kekhususan sebab datangnya lafadl
tersebut.”
Begitu juga halnya dengan ayat 44 dalam surat Al Maidah, lafadlnya umum, sehingga tidak
boleh dibatasi dengan satu kasus atau batasan lainnya tanpa adanya dalil, nah Aman membatasi ayat
dan perkataan Ibnu Abbas, tanpa menyebutkan dalil, -dan saya yakin ia tidak akan mendapatkan dalil-
ini membuktikan bahwa Aman dalam tulisannya ini hanya berpegangan dengan wangsit dari
mbah….?! Atau ilham dari roh …..?! atau bisikan dari …?!
Keempat belas :
Aman mengatakan :”Sungguh orang murjiah dahulu lebih pandai di dalam definisi dan komitmen
dengannya, lain halnya dengan murji’ah sekarang yang tidak karuan, tetapi hal ini tidak heran, karena
kalau menyalahi Ahlus Sunnah secara frontal didalam definisi, tentu terlalu ketahuan dan tidak bisa
mengaku bahwa dirinya pengikut sunnah, karena itu mereka lakukan secara talbis”
Sungguh Aman sedang mensifati dirinya sendiri, dialah orangnya yang tidak komitmen dengan
definisinya sendiri, dan tidak bisa meletakkan difinisi dengan baik, sebagaimana telah saya buktikan dalam
pembagiannya terhadap negara-negara menjadi tiga bagian.
Kelima belas :
Sebagai penutup saya akan menyebutkan sebuah hadits, yang semoga menjadi bahan renungan
Aman, dan kemudian menjadikanya sadar dan kembali kepada kebenaran:
‫اليت تليها وأوهلن نقضا احلكم‬--‫اس ب‬--‫بث الن‬--‫روة تش‬--‫ فكلما انتقضت ع‬،‫روة‬--‫روة ع‬--‫الم ع‬--‫رى اإلس‬--‫ن ع‬-َّ -‫ (لتنقض‬: ‫ول اهلل‬--‫ال رس‬--‫ق‬
.‫وآخرهن الصالة) رواه أمحد وابن حبان والطرباين واحلاكم والبيهقي‬
Rasulullah  bersabda: “Sungguh akan dilepaskan buhulan-buhulan agama islam satu buhul demi satu buhul,
setiap satu buhul dilepaskan, para manusia akan berpegangan dengan buhul selanjutnya. Buhul paling
pertama dilepas adalah hukum, dan yang paling akhir adalah sholat” (Hr Ahmad, Ibnu Hibban, At Thobrani,
Al Hakim, dan Al Baihaqy).
Hadits ini sangat jelas bahwa orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah tidak secara otomatis
menjadi kafir, dengan bukti, Nabi  masih menyebut dengan Islam, walaupun hukum islam telah
ditinggalkan.
Oleh karena itu, hendaknya kita semua mengecamkan hadits ini baik-baik, agar tidak mudah dikibuli
oleh musang-musang berbulu domba yang sedang meraja lela dimasa kita ini. Dan hendaknya kita tidak
menjadi seperti pencari kayu bakar ditengah malam, yang tidak bisa membedakan antara ular berbisa dengan
kayu bakar. Betapa banyak orang yang mengaku sebagai seorang salafi, akan tetapi bila periksat dan
dikoreksi, tak lebih dari sulapi (tukang sulap), oleh karenanya saya mengingatkan kita semua dengan
perkataan Al Hasan Al Bashry :
.‫ ولكن ما وقر يف القلب وصدقته األعمال‬،‫ليس اإلميان بالتمين وال بالتحلي‬
“Bukanlah keimanan hanya sekedar angan-angan dan perhiasan, akan tetapi iman adalah sesuatu yang
tertanam kokoh dalam hati, dan dibuktikan oleh amalan”.
Begitu juga halnya dengan hakikat manhaj salaf, bukan sekedar slogan yang diucapkan, dan gelar yang
disandang, akan tetapi merupakan keyakinan yang dianut, metode yang dijalani, dan dibuktikan dengan
amalan.
Akhirul kalam, semoga Allah memberkan taufiq-Nya kepada kita semua, melindungi kita dari hawa
dan kesesatan, dan menunjuki orang yang sesat dari kaum muslimin. Semoga sholawat dan salam senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya hingga hari qiyamah.
Madinah 11 Syawwal 1423 H.
Muhammad Arifin Baderi.
‫بسم اهلل الرمحن الرحيم‬

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad ,
keluarga, sahabat, dan seluruh orang yang mengikuti ajarannya hingga hari qiyamat.
Amma ba’du :
Setelah saya selesai menuliskan penjelasan kedua ini, sampai kepada saya tulisan Aman yang
ditujukan kepada saya, yang dikirimkan oleh salah seorang ikhwan dari Indonesia, dan setelah saya baca dari
awal samapi akhir, saya semakin yakin, bahwa Aman hanyalah membeo bisikan tuyul atau qarin yang
senantiasa membuntutinya atau mungkin juga memenuhi pesanan dedengkotnya, sebagaimana membuktikan
bahwa ia tidak paham akan Aqidah Ahlis Sunnah, dan berikut ini akan saya sebutkan point-point yang ia
sebutkan dalam tulisannya :
1. Aman mengatakan : “Akhi, setelah ana membaca komentar antum tentang tulisan ana, ana merasa heran,
karena bantahan antum itu sama sekali tidak nyambung, ana tidak tahu, apakah sebelum membantah, antum
itu sudah memahami tulisan ana atau belum:
Saya katakan: Benar tidak nyambung, karena anda tidak paham apa maksud perkataan para
ulama’ yang saya nukilankan, sebab dalam tulisan saya yang pertama saya hanya ingin membuktikan
manipulasi, dan penyelewengan yang anda lakukan, bukan untuk membantah dengan terperinci, dengan
harapan setelah anda mengetahui kekeliruan anda, anda akan berhenti dan menyesali. Akan tetapi,
karena terbukti harapan saya tidak terpenuhi, maka dengan izin Allah, saya tuliskan bantahan secara
terperinci, agar anda tahu bahwa saya paham, dan tahu apa maksud, dan siapa anda sebenarnya.
2. Aman mengatakan: “Hendaklah antum ketahui, tulisan ana itu berhubungan dengan masalah pembabatan
syari’at, yaitu pemerintah yang membabat syari’at yang meninggalkan syari’at islam, dan kemudian mereka
justru malah membuat undang-undang sendiri, atau mengambil undang-undang dari negara lain, atau
dengan kata lain, mereka itu membuat tasyri’ ‘aam, sehingga nukilan yang ana ketengahkan dari perkataan
ulama’ dalam tulisan ana, semuanya tentang hal itu”
Saya sudah tahu, dan paham maksud anda, dan inilah yang sedang saya permasalahkan, karena
tidak ada seorang ulamak-pun yang melakukan pembedaan antara tasyri’ ‘aam dan qadiyyah mu’ayyanah,
oleh karena itu, pada tulisan saya kedua, saya memberi julukan anda dengan pahlawan tanpa jasa, sebab
anda telah mendatangkan sesuatu yang baru, tapi bukan sesuatu yang patut diucapkan terimakasih, akan
tetapi sesuatu yang menyedihkan.
Adapun nukilan yang engkau sangkakan mendukung pembedaanmu itu, telah saya buktikan pada
tulisan saya yang pertama, bahwa anda melakukan kebohongan, atau memenggalnya ditengah-tengah
(baik engkau lakukan langsung atau engkau niru dan mengikuti perbuatan orang lain), sehingga
mengakibatkan kesalahpahaman. Yang saya tuntut dari anda, datangkanlah satu nukilan dari ulama’ yang
benar-benar bisa dipegangi perkataannya (Bin Bazz, Ibnu Utsaimin, Al Fauzan dll) yang melakukan hal
itu.
3. Aman mengatakan :” Dalam pembabatan syari’at atau tasyri’ ‘aam tidak usah diperhatikan masalah
keyakinan hati, ini adalah muthlaq kafir mukhrij minal millah, ini yang dimaksud dalam penukilan ana
akan perkataan Syeikh Al Utsaimin itu dan yang lainnya”
Benar itu yang engkau maksud dari penukilan, tapi bukan itu yang dimaksud oleh Syeikh Al
Utsaimin, bahkan beliau pada perkataan tersebut, tidak sedikitpun menyinggung atau menyebutkan
pembedaan antara tasyri’ ‘aam dan qadliyah mu’ayyanah.
Perumpamaanmu disini seperti orang yang membaca surat Al Ma’un dan berhenti pada firman
Allah : ‫للمصلني‬ ‫( فويل‬Dan kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat)
4. Aman mengatakan : “Membedakan antara tasyri’ ‘aam atau pembabatan syari’at dengan qadliyyah
mu’ayyanah adalah Aqidah Ahlis Sunnah Wal Jama’ah”.
Wahai Aman, saya mohon anda tidak semakin menambah banyak dosa, dengan membikin
kebohongan baru, Ahlis Sunnah tidak pernah melakukan hal ini, yang ada dalam Manhaj Ahlis Sunnah
adalah pembedaan antara al kufrul muthlak dan muthlaqul kufur atau At Takfirul Muthlaq dan At Takfir
‘Alal Mu’ayyan. Ahlis Sunnah mengatakan setiap orang yang berhukum dengan hukum selain hukum
Allah, maka dia secara otomatis terkena vonis mauthlaqul kufur (At takfirul muthlak), maksudnya adalah
dia telah melakukan perbuatan kufur, tapi apakah dia telah kafir keluar dari agama? Tidak, harus dilihat
dan diteliti lebih lanjut, apakah dia telah terpenuhi padanya syarat-syarat pengkafiran, atau belum, bila
sudah terpenuhi, maka dia dikatakan kafir, keluar dari agama, bila belum dia dikatakan telah berbuat
kekufuran atau orang ada padanya sifat muthlaqul kufur, dan inilah yang saya yakini dan saya
perjuangkan dan dakwahkan. Adapun pembedaan yang engkau lakukan, tidak pernah ada dalam manhaj
Ahlis Sunnah.
Ini saya tunjukkan kepadamu manhaj Ahlis sunnah, melalui perkataan Imam Ahlis Sunnah Ibnu
Taimiyyah :
‫ ولكن‬،‫رة‬--‫رى يف اآلخ‬--‫ إن اهلل ال يتكلم وال ي‬:‫الوا‬--‫ذين ق‬--‫االت اجلهمية ال‬--‫ كمق‬،‫را‬--‫ون كف‬--‫ول قد يك‬--‫ أن الق‬،‫ذا‬--‫والتَّحقيق يف ه‬
،‫افر‬--‫ فهو ك‬،‫وق‬--‫رآن خمل‬--‫ الق‬:‫ال‬--‫ من ق‬:‫لف‬--‫ال الس‬--‫ كما ق‬،‫ل‬--‫ول بتكفري القائ‬--‫ الق‬-‫ فيطلق‬،‫ر‬--‫اس أنه كف‬--‫قد خيفى على بعض الن‬
‫ وال يكفر الشخص املعني حىت تقوم عليه احلجة‬،‫ إن اهلل ال يرى يف اآلخرة فهر كافر‬:‫ومن قال‬
“Dan yang tepat /benar dalam masalah ini, bahwa kadang kala perkataan tersebut adalah kekufuran,
sebagaimana halnya dengan perkataan-perkataan orang-orang jahmiyyah, yang mengatakan:
Sesungguhnya Allah tidak berbicara, dan tidak bisa dilihat kelak diakhirat, akan tetapi kadangkala hal
itu tidak diketahui oleh sebagian orang, sehingga diithlakkan ucapan pengkafiran kepada orang yang
mengucapkannya, sebagaimana yang dikatakan oleh ulama salaf: Barang siapa yang mengatakan
bahwa Al Qur’an adalah makhluq, maka ia kafir, dan barang siapa yang mengatakan bahwa Allah
tidak dapat dilihat diakhirat, maka ia kafir, dan tidaklah dikafirkan orang tertentu, sampai tegak
atasnya Al hujjah” (Majmu’ fatawa 7/619).
5. Aman menukilkan perkataan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab tentang dikafirkannya Bani Ubaid oleh
para ulama’ walaupun mereka mengaku islam dan menunaikan sholat jama’ah dan jum’at, kemudian ia
komentari :”yang dilakukan oleh Bani Ubaid ini, masih mendingan dari pada yang dilakukan oleh para
penguasa pembabat syari’at, dimana sudah membabat syari’at, mereka juga beraliran skuler demokrasi
(syirik model baru).
Saya ingin bertanya kepada anda, tahukah siapa yang dimaksud oleh beliau dengan Bani Ubaid?
Kalau tidak tahu, mari saya kenalkan melalui penjelasan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang mereka,
sehingga engkau tidak salah pemahaman:
‫دة‬-- ‫انوا مالح‬-- ‫دين ك‬-- ‫اق أهل العلم وال‬-- ‫ؤالء باتف‬-- ‫نة فه‬-- ‫ائيت س‬-- ‫دة ومبصر حنو م‬-- ‫رب م‬-- ‫اموا املغ‬-- ‫ذين أق‬-- ‫داح ال‬-- ‫بين عبيد اهلل الق‬
‫يع‬-- - ‫روا التش‬-- - ‫اذب وأظه‬-- - ‫روا النسب الك‬-- - ‫ وإمنا أظه‬،‫اطن وال دين‬-- - ‫ال نسب يف الب‬-- - ‫ول اتص‬-- - ‫ فلم يكن بالرس‬،‫ل‬-- - ‫بهم باط‬-- - ‫ونس‬
‫بني‬--‫ؤالء العبيدية املنتس‬--‫أمر ه‬--‫ وإال ف‬،‫ وأكثرها جهال‬،‫ا‬--‫انت أقل الطوائف عقال ودين‬--‫ إذ ك‬،‫يعة‬--‫ذلك إىل متابعة الش‬--‫لوا ب‬--‫ليتوس‬
‫ربؤون‬-- ‫يعة يت‬-- ‫ون يف طوائف الش‬-- ‫ذين هم مؤمن‬-- ‫لمني ال‬-- ‫ وهلذا مجيع املس‬.‫لم‬-- ‫إىل إمساعيل بن جعفر أظهر من أن خيفى على مس‬
‫ذين فيهم من الكفر ما ليس‬-- - - -‫ ال‬،‫دة‬-- - - -‫ وإمنا ينتسب إليهم اإلمساعلية املالح‬،‫ربأ منهم‬-- - - -‫رهم وتت‬-- - - -‫ فالزيدية واإلمامية تكف‬،‫منهم‬
.)‫لليهود والنصارى‬
“Bani Ubaidillah Al Qaddah, yang menguasai Maroko beberapa saat, dan menguasai Mesir selama
sekitar 200 tahun, mereka –dengan kesepakatan ulama’ dan agama- adalah orang-orang ateis, dan
nasab mereka adalah nasab yang bathil. Mereka tidaklah memiliki hubungan nasab dengan Rasulullah
dalam batin mereka, dan juga dalam agama. Mereka hanyalah menampakkan nasab dusta, dan
menampakkan aqidah syi’ah, agar mereka bisa menarik simpati orang-orang syi’ah, karena mereka
(orang-orang syi’ah) adalah kelompok yang paling tidak berakal dan paling tidak beragama, dan
kelompok paling dungu. Kalau bukan demikian, sebenarnya mereka (Al Ubaidiyyah) yang menisbatkan
diri kepada Ismail bin Ja’far, sangat jelas, sehingga tidak tersamarkan bagi seorang muslim. Oleh
karena itu seluruh kaum muslimin yang mereka masih dianggap muslim dari kelompok-kelompok syi’ah
berlepas diri dari mereka. Kelompok Zaidiyyah dan Imamiyyah telah mengkafirkan mereka dan berlepas
diri dari mereka, hanyalah kelompok ateis isma’iliyyah sajalah yang rela menisbatkan diri kepada
mereka, yang pada mereka (kelompok) isma’iliyyah terdapat kekufuran, yang tidak didapatkan pada
orang-orang yahudi dan nashrani”. (Minhajus Sunnah 6/342-343).
Bahkan beliau juga menjelaskan bahwa Ubaidillah bin Maimun Al Qaddah pendiri Dinasti
Fatimiyyah adalah anak seorang Yahudi, yang dididik oleh seorang Majusi, sehingga ia bernasabkan
Yahudi + Majusi. (Silahkan lihat Minhajus Sunnah 4/99-101).
Apakah mereka ini yang engkau katakan mendingan wahai Aman?! Alangkah bodohnya
dirimu…makanya, aman, aman, mbok yo jangan sok pinter, kenal tentang orang-orang Fathimiyyah aja
tidak, ee..membuat analisa dan kesimpulan.
6. Aman mengatakan : “Adapun apa yang antum sebutkan bahwa ana dusta merubah perkataan Syeikh Ibnu
Baz, ini menunjukkan antum tidak tabayyun terlebih dahulu. Ketahuilah bahwa Syeikh biasa menggunakan
kata-kata yang beragam, yang maknanya sama, karena Syeikh berbicara tentang pembabatan syari’at dan
menerapkan undang-undang buatan”.
Betapa bodohnya dirimu wahai Aman, apa anda tidak tahu perbedaan antara kata :
‫تركها وأحل محلَّها‬
dengan kata : (‫محله‬ ‫أو أجاز أن يحل‬ ), kalau memang tidak tahu, yaa apa gunanya engkau belajar bahasa
arab bertahun-tahun, hingga menyandang gelar Lc, atau memang gelar ini singkatan dari kata “lucu”??
Lalu dari mana engkau katakan bahwa beliau biasa menggunakan kata-kata yang beragam, yang
maknanya sama? Apakah engkau pernah mulazamah,? Atau sudah berapa kitab beliau yang engkau baca,
dan sudah berapa kaset beliau yang engkau dengarkan?? Ataukah anda dapatkan kesimpulan ini dari
wangsit atau ilham…. atau wahyu, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah berikut ini:
121 -‫ األنعام‬‫ إنكم ملشركون‬-‫وإن الشياطني ليوحون إىل أوليائهم ليجادلوكم وإن أطعتموهم‬
"Sesungguhnya setan itu mewahyukan (membisikkan) kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-
orang yang musyrik." (Al An'am 121)
Saya sudah pernah katakan, bahwa sebenarnya engkau tak lebih dari apa yang pernah dikatakan
dalam pepatah dalam bahasa arab : ( ‫“ ) َحاطب الليل‬Pencari kayu bakar dimalam hari”, sehingga anda
dengan tidak anda sadari telah terkena sengatan ular kobra, syubhat&kebohongan takfiriyyin yang ada
dinegri arab, sebagaimana yang anda sebutkan sendiri, bahwa anda menukilkan perkatan beliau ini
melalui kitab beliau yang dicetak gabung dengan kitab Tahkimul Qawanin, dan melalui nukilan Abdullah
Al Qarni. Mereka adalah ular-ular qobra (takfiriyyin dari negri arab), yang telah menyengatmu, maka
segera diobati agar bisanya tidak menjalar, yaitu dengan cara belajar lagi, membaca buku-buku ulama’
yang jelas-jelas bisa dipercaya perkataan dan nukilannya. Selamat belajar kembali….
7. Aman menukilkan perkataan Ibnu Katsir yang dia anggap semakna dengan perkataan Ibnu Baz yang ia
nukilkan, Ibnu Katsir mengatakan :
‫ فكيف مبن‬،‫ر‬--‫فمن ترك الشرع احملكم املنزل على حممد بن عبد اهلل خامت األنبياء وحتاكم إىل غريه من الشرائع املنسوخة كف‬
.‫ فمن فعل ذلك كفر بإمجاع املسلمني‬،‫حتاكم إىل إلياسا وقدمها عليه‬
“Barang siapa yang meninggalkan syariat yang muhkan yang diturunkan kepada Muhammad bin
Abdillah penutup para nabai, dan berhukum kepada syariat-syariat lainnya yang sudah dihapus, maka
ia kafir, maka bagaimana halnya dengan orang yang berhukum kepada Ilyasa, dan lebih
mengutamakannya diatas syariat, maka barang siapa yang melakukan hal tersebut, ia telah kafir,
dengan kesepekatan kaum muslimin”.
Wahai Aman, ini salah satu bukti bahwa engkau suka mengikuti perkataan yang mujmal
(global) dan meninggalkan perkataan yang mufasshal (terperinci), kenapa engkau tidak nukilkan
perkataan Ibnu Katsir dalam tafsirnya,?? Karena beliau dalam tafsirnya tidak membedakan antara
tasyri ‘aam dan qadliyyah mua’yyanah?? Ataukah karena beliau merinci seperti yang dilakukan oleh
Syeikh Ibnu Utsaimin dalam fatwanya??!! Jawablah Aman.
Ditambah lagi perkataan beliau ini menurut ahlis sunnah adalah at takfirul muthlak, dan
bukan at takfir ‘alal mu’ayyan, sebagaimana yang telah saya nukilkan dari perkataan Ibnu Taimiyyah.
8.Aman mengatakan :”Terus masalah takfir, tidaklah muthlak hak ulama; karena tidak ada dalilnya, kecuali
apa yang antum sebutkan, dan itu bukan dalil, perhatikanlah takfir berikut ini …(kemudian Aman
menyebutkan beberapa perkataan ulama’ tentang pengkafiran “.
Aman, perkataan Syeikh Sholeh Al Fauzan yang telah saya nukilkan, adalah perkataan yang
benar-benar didasari oleh penghayatan akan ruh dari syariat agama islam, beliau menyebutkan bahwa bila
takfir dilakukan oleh sembarang orang akan menimbulkan mafsadah, dan inilah yang disebut dengan
qaidah : ‫سد الذريعة‬
Apakah anda tidak pernah membaca sejarahnya orang khowarij, dan berapa banyak musibah dan
peperangan yang timbul gara-gara mereka, mereka mengkafirkan para hukumah / khulafa’, dan
pertumpahan darah ditengah-tengah kaum muslimin, diakibatkan tindakan pengkafiran yang dilakukan
oleh orang-orang yang ilmunya tidak mendalam, dan yang dilakukan oleh orang-orang yang besar kepala
semacam Aman Abdurrahman. Pertumpahan darah, diawali dengan terbunuhnya kholifah sekaligus
menantu Rasulullah  Utsman bin Affan, dan dilanjutkan dengan peperangan antara menantu Rasulullah
yang lain, yaitu Ali bin Abi Tholib, dan hingga terbunuhnya beliau, dan seterusnya. Ini semua akibat
tindakan-tindakan orang-orang yang besar kepala, merasa mampu, dan berhak untuk membuat vonis
terhadap orang lain, Oleh karena itu hendaknya engkau berpikir sejenak, dan merenungkan akibat yang
akan timbul dari tulisan gelapmu itu, wahai Aman.
Ditambahlah lagi, dalam pengkafiran seseorang, harus dipenuhi syarat-syarat pengkafiran, dan
telah dibuktikan dengan benar, bahwa pada orang tersebut tidak ada hal-hal yang menyebabkan ia tidak
bisa dihukumi kafir (mawani’), dan ini tidak semua orang mampu menerapkannya, (dan saya yakin
bahwa anda tidak paham, akan syarat-syarat dan mawani’ ini) dan inilah gunanya membedakan antara At
takfirul muthlaq dan At Takfir ‘alal mu’ayyan. Karena tidak memahami perbedaan inilah anda jadi
ngawur, dan merasa besar kepala, sehingga menganggap berhak untuk memvonis siapa saja dengan
kekafiran.
Saya ingin bertanya kepadamu, wahai Aman: Apa pendapatmu, bila engkau melihat orang yang
sujud kepada manusia lain, kafirkah dia, dan apakah setiap orang yang melakukan hal ini engkau
kafirkan?
Untuk menjawab seribu pertanyaan yang ada dibenakmu, silahkan renungkan kisah berikut:
‫وافيتهم‬-- ‫ام ف‬-- ‫ أتيت الش‬:‫ال‬-- ‫اذ ؟ ق‬-- ‫ذا يا مع‬-- ‫ ما ه‬:‫ال‬-- ‫ فق‬ ‫جد للنيب‬-- ‫ام س‬-- ‫اذ من الش‬-- ‫دم مع‬-- ‫ ملا ق‬:‫ال‬-- ‫عن عبد اهلل بن أوىف ق‬
‫إين لو كنت‬-‫ ف‬،‫ فال تفعلوا‬: ‫ رسول اهلل‬:‫ فقال‬،‫ فوودت يف نفسي أن نفعل ذلك بك‬،‫يسجدون ألساقفتهم وبطارقتهم‬
‫حيحة‬--‫اين يف الص‬--‫ححه األلب‬--‫ا) رواه أمحد وابن ماجة وص‬--‫جد لزوجه‬--‫ املرأة أن تس‬-‫رت‬--‫ ألم‬،‫جد لغري اهلل‬--‫دا أن يس‬--‫را أح‬--‫آم‬
.1203 :‫ رقم‬،3/200
Adapun nukilan-nukilanmu, semuanya adalah pengkafiran secara muthlak, bukan secara
muayyan, sehingga tidak masalah, sayapun berani mengatakan barang siapa yang tidak mengkafirkan
pelaku kesyirikan maka dia kafir, barang siapa yang menginjak-injak Al Qur’an maka dia kafir, akan
tetapi yang jadi masalah, kalau pelakunya sudah jelas orangnya, contohnya bapakmu yang menginjak
Al Qur’an, atau tidak berhukum dengan hukum Allah di keluarganya, dll.
Sebagai bahan renungan juga, simak baik-baik kisah berikut :
‫ام حممد بن‬-- -‫ فق‬،‫وله‬-- -‫رف؟ فإنه قد آذى اهلل ورس‬-- -‫ من لِ َكعب بن األش‬: ‫ول اهلل‬-- -‫ال رس‬-- -‫ ق‬:‫ال‬-- -‫ ق‬:‫ابر بن عبد اهلل‬-- -‫عن ج‬
‫لمة‬--‫اه حممد بن مس‬--‫ فأت‬،‫ل‬--‫ ق‬:‫ال‬--‫يئاً ق‬--‫ول ش‬--‫أذن يل أن أق‬--‫ ف‬:‫ال‬--‫ ق‬،‫ نعم‬:‫ال‬--‫ه؟ ق‬--‫ول اهلل أحتب أن أقتل‬--‫ يا رس‬:‫ال‬--‫ فق‬،‫لمة‬--‫مس‬
.‫ رواها البخاري وغريه‬.‫ وإنه قد عنَّانا …إىل آخر القصة‬،‫ إن هذا الرجل قد سألنا صدقة‬:‫فقال‬
Bukankah Muhammad bin Maslamah telah mencela Nabi ? Tapi kenapa ia tidak
dikafirkan?? ………. Jawab sendirilah.
Semoga ini jelas bagi Aman, dan cukup untuk bahan renungan, dan semoga Allah
memberi petunjuk kepada Aman, dan seluruh kaum muslimin kepada jalan yang benar, dan
mengingatkan Aman, agar tidak meneruskan profesinya sebagai pencari kayu bakar ditengah
kegelapan malam, sehingga ia berhati-hati, tidak semua buku yang ia lihat, atau sampai kepadanya ia
baca dan ia percayai, Amiin, dan semoga sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad , kelaurga, dan seluruh sahabatnya.
Al Madinah 21 Syawwal 1423
Muhammad Arifin bin Baderi.

Anda mungkin juga menyukai