Anda di halaman 1dari 3

SUMBER DASAR AKIDAH MENURUT AHLUS SUNNAH

WAL JAMA’AH
Oleh: Ustadz Muhammad Ichsan, BA., M.Pd.

Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan sebuah penisbatan kepada orang-


orang yang berpegang teguh terhadap sunnah1 Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam, dan juga mengikuti jamaah kaum muslimin yang sah. Oleh karenanya,
sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk mengikuti sunnah nabi kita, Nabi
Muhammad shalallahu alaihi wa sallam sebagaimana yang beliau sabdakan:
‫عليكم بسنتي و سنة خلفاء الراشدين المهديين‬
“Hendaklah kalian berpegang kepada sunnahku dan juga kepada sunnah
Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk.” (HR. Abu Daud: 4607)
Perintah ini ditekankan oleh Nabi kita yang mulia, Nabi Muhammad
shalallahu alaihi wa sallam, sebab di dalam Mengambil sumber dasar agama
tidaklah boleh sembarangan. Sumber agama haruslah dikembalikan kepada Allah
dan Rasul-Nya. Terlebih lagi dalam persoalan akidah (keyakinan), seorang muslim
dilarang mengambil akidah dari sumber yang tidak terjamin kredibilitasnya.
Apabila Islam membolehkan pemeluknya mengambil sumber akidah dari
mana saja, maka pasti akan rusaklah agama ini. Seorang mungkin dapat bebas
menentukan “jumlah tuhan ada berapa?” atau bebas meyakini “Allah ada di mana?”
atau bebas berkata tentang “ada atau tidaknya hari kebangkitan” dan hal lainnya
yang merupakan bagian dari akidah (keyakinan).
Inilah dampak buruk yang akan dialami apabila seorang muslim dibebaskan
mengambil sumber keyakinan dari mana saja. Oleh karenanya, Islam membatasi
dalam urusan akidah, hanya boleh mengambil dari dua sumber saja. Dan
demikianlah Ahlussunnah wal Jama’ah, mereka hanya memiliki dua sumber ajaran
di dalam permasalahan akidah, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada nabi Muhammad
shalallahu alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan al-Qur’an
untuk menjadi petunjuk bagi manusia pada umumnya dan kaum muslimin pada
khususnya. Allah Subhanahu wa ta’ala Berfirman:

﴾ ‫﴿ ِاَّتِبُعْو ا َم ٓا ُاْنِز َل ِاَلْيُك ْم ِّم ْن َّرِّبُك ْم‬


“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu.” (QS.Al-A’raf:3)
Allah Ta’ala Juga Berfirman dalam ayat yang lain:

﴾ ۗ‫﴿ َو َم ا اْخ َتَلْف ُتْم ِفْيِه ِم ْن َش ْي ٍء َفُح ْك ُم ٓه ِاىَل الّٰلِه‬


1
Jalan yang ditempuh oleh Rasul didalam beragama
“Apa pun yang kamu perselisihkan, keputusannya (diserahkan) kepada
Allah.” (QS. As-Syura:10)

2. As-Sunnah
Selain Al-Qur’an, As-Sunnah juga merupakan Landasan ataupun Sumber
rujukan akidah menurut Ahlussunnah wal Jama’ah. Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman:

﴾ (٤) ‫ (ِاْن ُه َو ِااَّل َو ْح ٌي ُّيْو ٰح ۙى‬٣) ‫﴿ َو َم ا َيْنِط ُق َعِن اَهْلٰو ى‬


“Dan ia (Muhammad) tidak pula berucap (tentang Al-Qur’an dan
penjelasannya) berdasarkan hawa nafsu(-nya). Ia (Al-Qur’an itu) tidak lain,
kecuali wahyu yang disampaikan (kepadanya).” (QS. An-Najm:3-4)

﴾ ‫﴿ َفِاْن َتَناَزْعُتْم ْيِف َش ْي ٍء َفُر ُّدْو ُه ِاىَل الّٰلِه َو الَّر ُسْو ِل‬
“Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya)”. (QS. An-Nisa:59)
Maka dua sumber ini adalah landasan pokok didalam beragama, sebab
keduanya merupakan Wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Berbeda halnya
dengan sebagian ahli bid’ah, mereka tidak mencukupkan dengan kedua sumber ini,
namun mereka menambah satu lagi di dalam sumber akidah mereka, yaitu “akal”.
Sehingga apabila ada dalil yang bertentangan dengan akal, maka yang akan mereka
kedepankan untuk diyakini adalah yang sesuai dengan akal mereka. adapun ahlus
sunnah wal jama’ah, mereka meyakini bahwa di dalam al-Qur’an dan juga as-
Sunnah sudah tercakup segala hal yang berkaitan dengan akidah Islam, baik perkara
yang bersifat ushul2 maupun yang bersifat furu’3.
Maka dengan konsisten terhadap kaidah ini, Seorang akan mencukupkan
dirinya dengan al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih, dan meninggalkan selain
keduanya di dalam perkara agama.
Bolehkah mengambil sumber akidah dari hadis ahad?
Permasalahan ini sebenarnya telah dibahas oleh para ulama, bolehkah
menjadikan hadis ahad sebagai landasan akidah? Pertama-tama perlu dibahas apa
itu definisi hadis ahad?
Telah berlalu pembahasan bahwa yang menjadi sumber ajaran akidah adalah
al-Qur’an dan juga hadis Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Dan hadis, apabila
ditinjau dari segi jumlah perowinya, maka terbagi menjadi dua: Mutawatir dan
Ahad. Hadis yang sanadnya mutawatir, maksudnya adalah sebuah hadis yang
diriwayatkan lebih dari tiga perawi pada masing masing thabaqat4. Sehingga dapat
dikatakan tidak ada pintu kedustaan dalam keabsahan hadis ini, sebab sangat

2
Prinsipil/pokok
3
Yang tidak pokok
4
Generasi perawi
banyak perawi yang meriwayatkan hadis tersebut. Maka hadis mutawatir ini jelas
bisa dijadikan sumber akidah.
Adapun hadis ahad, ia adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh satu
sampai sembilan perawi saja pada masing-masing thabaqat-nya. Tentu derajat
keabsahannya lebih rendah daripada hadis-hadis mutawatir, dan juga kemungkinan
adanya resiko kedustaan perowi pun lebih besar daripada hadis mutawatir. Dan kita
tahu bahwa akidah adalah perkara yang sangat esensial sekali didalam beragama.
Apabila Kita salah dalam mengambil rujukan akidah, maka hal tersebut dapat
merusak keyakinan kita di dalam beragama. Oleh karenanya kita perlu membahas
apakah hadis-hadis yang derajatnya ahad dapat dijadikan sebagai landasan akidah
atau tidak.
Para ulama sepakat bahwa apabila ada sebuah hadis yang sanadnya sahih,
maka hadis tersebut dapat dijadikan rujukan ataupun sandaran agama, termasuk di
dalamnya permasalahan akidah. Meskipun hadis tersebut derajatnya hanya ahad
saja, atau hanya diriwayatkan oleh satu sampai tiga perawi saja pada masing-masing
thabaqot, namun apabila perawinya dinilai tsiqqoh oleh para ulama, maka hadis
tersebut tetap dapat dijadikan landasan berakidah. Dalilnya adalah firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:

﴾ ‫﴿ َفَلْو اَل َنَف َر ِم ْن ُك ِّل ِفْر َقٍة ِّم ْنُه ْم َطۤإِى َفٌة ِّلَيَتَف َّق ُهْو ا ىِف الِّد ْيِن َو ِلُيْنِذُرْو ا َقْو َمُه ْم ِاَذا َر َجُعْٓو ا ِاَلْيِه ْم َلَعَّلُه ْم ْحَيَذ ُرْو َن‬
Mengapa salah seorang dari setiap kelompok di antara mereka tidak pergi
(tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka
dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar
mereka dapat menjaga dirinya? (QS. At-Taubah:122)
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan satu orang saja dari masing-masing
kabilah untuk tafaqquh fiddin5 bersama Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam agar
bisa berdakwah kepada kaum mereka. kalau saja hadis ahad memang tidak dapat
digunakan sebagai landasan agama, tentu Allah akan memerintahkan lebih dari satu
orang untuk belajar dan berdakwah, namun pada ayat ini Allah hanya menyebut satu
orang saja, ini menunjukan kevalidan hadis ahad selama sanad hadisnya memang
sahih.

5
Mempelajari ilmu agama

Anda mungkin juga menyukai