Anda di halaman 1dari 32

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Pengalaman masa lalu merupakan bagian yang berperan sebagai acuan penulis dalam

menyampaikan penelitian, sehingga penulis esai dapat melihat hipotesis yang ada dan

yang akan datang dalam tinjauannya, sebagai bahan pemikiran dan kajian yang mendasari

bagian-bagian kreativitas. Menilik beberapa hasil pemeriksaan sebelumnya, pencipta

tidak menemukan eksplorasi dengan judul yang mirip dengan judul eksplorasi pencipta.

Namun, penulis memasukkan sejumlah temuan penelitian sebagai referensi untuk

menyempurnakan bahan kajian. Berikutnya adalah eksplorasi masa lalu sebagai beberapa

karya logis, dua proposisi dan catatan harian yang berhubungan dengan penelitian yang

diarahkan oleh pencipta.

a. Rinop Budi, 2022, Judul Penelitian: Representasi Nilai Moral dalam Film

Parasite,

Film Parasite yang bercerita tentang kesenjangan sosial dalam keluarga

menjadi subjek penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa film

Parasite menyampaikan pesan kepada khalayak mengenai pentingnya kebajikan

dengan menemukan tiga gagasan tentang kebajikan, yaitu kebajikan dalam

pergaulan manusia dengan dirinya sendiri, dengan individu, dan dengan Tuhan.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kebajikan

diperkenalkan dalam film Parasite dengan memanfaatkan hipotesis semiotika

Charles Sandar Peirce dengan model segitiga kepentingan yang terdiri dari tanda,

objek dan interpretan. Pemeriksaan ini menggunakan teknik eksplorasi subyektif

dengan pendekatan investigasi semiotik.1

b. Asheriyanti Tri Putri, 2019, Judul Penelitian: Pengaruh Tayangan K-Drama

(Korean Drama) Terhadap Perubahan Perilaku Mahasiswi Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar,

Penelitian ini membahas tentang dampak komunikasi K-Show

(Dramatisasi Korea) terhadap perubahan cara berperilaku mahasiswi di

1
Rinop Budi, Representasi Nilai Moral dalam Film Parasite, (Skripsi: Universitas Islam Riau, 2022)
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Alauddin Makassar. Hipotesis Null (Ho)

ditolak dan Hipotesis Kerja (Ha) diterima yaitu adanya pengaruh tayangan K-

Drama (Drama Korea) terhadap perubahan perilaku mahasiswi Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh tayangan K-Drama (Drama Korea) terhadap perubahan perilaku

mahasiswi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dengan efek sebesar

20%. Dampak yang dirasakan implikasinya adalah perempuan Siswa pada

umumnya akan mempunyai perilaku mengulur-ulur waktu, membuang-buang

waktu adalah dengan sengaja menunda-nunda perpindahan yang diinginkan

padahal menyadari bahwa penundaan tersebut dapat menimbulkan perbedaan

yang tidak bersahabat.2

c. Istiqomatul Faridah, 2021, Judul Penelitian: Nilai-Nilai Moral dalam “Film

Nussa”,

Kajian ini membahas tentang keutamaan dalam film Nussa yang

seharusnya terlihat ada 6 keutamaan yang terkandung dalam setiap episodenya.

Ketulusan (juga dikenal sebagai kejujuran), kasih sayang, dan kerja sama sering

disebut sebagai nilai moral. Oleh karena itu, film Nussa patut dievaluasi untuk

kalangan muda. Konsekuensi dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua

macam, yaitu konsekuensi hipotetis dan konsekuensi akal sehat. Konsekuensi

hipotetis berhubungan dengan hasil penelitian. Konsekuensi dari penelitian ini

dapat diterapkan pada peningkatan hipotesis instruktif tentang kebajikan yang

sesuai dengan usia. Sedangkan manfaatnya terkait dengan hasil pemeriksaan

tersebut berencana untuk memberikan lebih banyak informasi atau ide kepada

media (khususnya YouTube) agar lebih spesifik dalam memilih film untuk anak-

anak. Strategi pemeriksaan yang digunakan bersifat ekspresif subjektif.3

2
Asheriyanti Tri Putri, Pengaruh Tayangan K-Drama (Korean Drama) Terhadap Perubahan Perilaku
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, (Skripsi: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
2019)
3
Istiqomatul Faridah, Nilai-Nilai Moral dalam “Film Nussa” , (Skripsi: Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, 2021)
d. Dinda Intan Nur Fadillah, 2022, Pengaruh Menonton Tayangan Korean Drama

Terhadap Minat Penggunaan Bahasa Korea,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara minat

belajar bahasa Korea siswa SMAN 5 Karawang dengan menonton drama Korea.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan penggunaan jargon Korea yaitu

Banmal (Santai) di kalangan siswa SMAN 5 Karawang sangat tinggi, substansi

pesan dalam tayangan Dramatisasi Korea memberikan perbedaan namun tidak

terlalu berpengaruh terhadap minat terhadap bingkai tersebut. Dari pemikiran

siswa di SMAN 5 Karawang, daya tarik menonton tayangan Dramatisasi Korea

berdampak namun tidak besar terhadap minat mempelajari bahasa Korea siswa

SMAN 5 Karawang. Strategi pemeriksaan yang digunakan adalah kuantitatif

dengan pendekatan studi kuantitatif ilustratif. Hipotesis yang digunakan dalam

eksplorasi ini adalah Hipotesis Pembelajaran Sosial.4

e. M. Ichsan Nawawi, 2021, Pengaruh Tayangan K-Drama (Korean Drama)

terhadap Motivasi Belajar,

Motivasi belajar pada anggota generasi Z menjadi topik pembahasan

dalam penelitian ini. Dalam ulasan ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa usia

Z yang menonton acara drama Korea tidak sepenuhnya memengaruhi inspirasi

belajar usia Z. Ada beberapa elemen berbeda yang memengaruhi perolehan

inspirasi Age Z selain dari acara TV Korea yang tidak termasuk dalam faktor

yang dianalisis dalam eksplorasi ini. 137 orang yang lahir antara tahun 1997 dan

2012 dan menonton drama Korea berpartisipasi dalam studi kuantitatif ini.

Informasi dibedah menggunakan teknik direct relapse dengan bantuan SPSS 20.5

Hal tersebut dapat diuraikan dalam bentuk tabel berikut terkait persamaan dan

perbedaan penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian terdahulu yaitu:

Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu

4
Dinda Intan Nur Fadillah, Pengaruh Menonton Tayangan Korea Drama Terhadap Minat Penggunaan Bahasa
Korea, Jurnal.um-taspel.ac.id., Universitas Singaperbangsa Karawang, Vol. 9 No. 10 (2022)
5
M. Ichsan Nawawi, Pengaruh Tayangan K-Drama (Korean Drama) terhadap Motivasi Belajar, Jurnal Ilmu
Pendidikan, Universitas Islam Negeri Alauddin, Vol. 3 No. 6 (2021)
No Judul Penelitian Penulis Persamaan Perbedaan
1. Representasi Nilai Rinop Budi  Nilai Moral  Jenis penelitian
Moral dalam Film  Menggunakan yang digunakan
Parasite metode kualitatif analisis
semiotika
 Teori yang
digunakan
Charles Sanders
Peirce
2. Pengaruh Asheriyanti Tri  Tayangan Drama  Jenis penelitian
Tayangan K- Putri Korea yang digunakan
Drama (Korean mix method
Drama) Terhadap  Penelitian ini
Perubahan Perilaku berfokus pada
Mahasiswi perubahan
Universitas Islam perilaku
Negeri Alauddin mahasiswi UIN
Makassar Alauddin
Mkassar dengan
tontonan drama
korea bergenre
Rommance-
Komedi
 Pada penelitian
ini berfokus
pada mahasiswi
S1 UIN
Alauddin
Makassar
Jurusan
Sosiologi
Agama.
3. Nilai-Nilai Moral Dinda Intan Nur  Nilai-Nilai Moral  Animasi Film
dalam “Film Fadillah  Pendekatan Nussa
Nussa” Kualitatif  Fokus penelitian
pada penelitian
ini terkait
dengan
gambaran
umum dan nilai-
nilai moral yang
terkandung
dalam film
Nussa
4. Pengaruh Dinda Intan Nur  Tayangan  Jenis penelitian
Menonton Fadillah Drama Korea yang digunakan
Tayangan Korean kuantitatif
Drama Terhadap dengan metode
Minat Penggunaan survei
Bahasa Korea eksplanatori
 Penelitian ini
berfokus pada
minat
pengunaan
bahasa korea
5. Pengaruh M. Ichsan  Tayangan  Jenis penelitian
Tayangan K- Nawawi Drama Korea yang digunakan
Drama (Korean kuantitatif
Drama) terhadap dengan metode
Motivasi Belajar regresi linier
 Penelitian ini
berfokus pada
motivasi belajar
generasi-Z yang
berdomisili di
Sulawesi
Selatan
Sampel yang
digunakan
berjumlah 137
orang.

B. Kajian Teori
1. Konstruksi Nilai-Nilai Moral
1) Teori Konstruksi Sosial
Munculnya hipotesis perkembangan realitas sosial Peter L Berger dan

Thomas Luckmann diilhami oleh dukungan mereka terhadap kebiasaan

fenomenologis Husserl yang dengan riuh menampik dasar pemikiran

positivistik. Husserl berpendapat bahwa positivisme tidak membawa kebenaran

sejati karena hanya bergantung pada informasi yang kasat mata (observasional)

untuk melihat realitas sosial.6

Hipotesis Pembangunan Sosial dikemukakan oleh Peter L. Berger dan

Thomas Luckmann melalui karyanya yang berjudul The Development of The

real world, a Composition in the Humanistic of Information. Ini menggambarkan

siklus sosial melalui aktivitas dan komunikasi mereka, di mana orang-orang

terus-menerus mewujudkan realitas yang dibagikan dan dialami secara

emosional. Komposisi Ilmu Informasi Manusia. Peter dan Lukman memahami

bahwa tugas mendasar humanisme informasi adalah memahami adanya persuasi

antara diri sendiri dan dunia sosio-sosial. Mereka sebelumnya mengemukakan

Hipotesis Perkembangan Realitas Sosial pada tahun 1966. Seperti yang

ditunjukkan oleh Peter dan Luckman, kehidupan sehari-hari adalah realitas yang

diuraikan oleh manusia, setiap orang memiliki kepentingan emosional bagi

mereka sebagai dunia yang masuk akal.7

Berger dan Luckman menegaskan bahwa konstruksi sosial memiliki sejumlah

keunggulan. Pertama-tama, peran utama bahasa memberikan instrumen penting

yang dengannya budaya memengaruhi pemikiran dan perilaku individu. Kedua,

konstruksi sosial tidak mengandaikan keseragaman; itu dapat mewakili

kompleksitas dalam satu budaya. Ketiga, stabil terhadap masyarakat dan waktu.8

Alam semesta kehidupan sehari-hari bukanlah sesuatu yang dapat dianggap

remeh oleh masyarakat, setiap perilaku memiliki makna emosional dalam

kehidupan mereka. Pikiran dan tindakan masyarakat menciptakan dunia

6
Ferry Adhi Hidayat, Konstruksi Realitas Sosial, (Jurnal Ilmu Komunikasi, Ilmu Sosial Universitas Airlangga,
September 2018), Vol 7, 3.
7
Peter L. Berger & Thomas Luckman, “The Social Construction of Reality a Treatise in the Society of
Knowledge, Anchor Books, Doble Day, and Compay, (Garden City, New York: 1996), 15.
8
Charles R. Ngangi, Konstruksi Sosial Dalam Realitas Sosial, ASE, Volume 7 Nomor 2, (Mei 2011), 1.
kehidupan yang dipertahankan sebagai realitas sosial melalui interaksi sosial.

Ketika manusia berinteraksi dengan orang lain, manusia akan terus memberikan

pesan dan kesan, mendengarkan, memperhatikan, menilai, dan mengamati

keadaan berdasarkan bagaimana mereka berinteraksi untuk memahami dan

berinteraksi dengan dirinya sendiri. Melalui cara paling umum dalam memahami

dan mengkarakterisasi peristiwa yang terjadi, orang menguraikan realitas dan

menyusun makna. Pertimbangan dan aktivitas manusia memahami esensi

informasi dalam kehidupan sehari-hari, khususnya objektivasi (eksternalisasi)

siklus emosional dan implikasinya yang membingkai dunia penilaian baik

intersubjektif.9

Seperti yang dikemukakan oleh Max Weber, kebenaran sosial adalah cara

berperilaku sosial yang mempunyai kepentingan abstrak, yang menyiratkan

bahwa perilaku mempunyai tujuan dan inspirasi. Weber mengatakan bahwa

perilaku sosial menjadi “sosial” ketika orang berasumsi bahwa apa yang tersirat

adalah abstrak dan bahwa perilaku sosial memaksa orang untuk mengarahkan

dan mempertimbangkan bagaimana orang lain bertindak dan mengarahkan

mereka pada emosi tersebut. Pendekatan akting mempunyai keyakinan dengan

dugaan menunjukkan konsistensi dengan perilaku sehari-hari menurut

masyarakat.10

Sejujurnya, manusia—baik di dalam maupun di luar realitas sosial—sangat

penting bagi keberadaannya. Realitas sosial mempunyai makna, ketika

kebenaran sosial dikembangkan secara tulus dan digambarkan oleh orang lain

agar secara wajar dapat memahami realitas tersebut. Individu membangun

faktor-faktor nyata sosial, dan mereproduksinya dalam kenyataan, mengungkap

faktor-faktor nyata tersebut dalam pandangan subjektivitas orang lain dalam

asosiasi sosialnya.11

9
Charles R. Ngangi, 16.
10
Burhan Bugin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013), 192.
11
Burhan Bugin, 193.
Dengan cara ini, dapat beralasan bahwa realitas sosial yang ada pada

kehidupan kita adalah hal yang bermula dari kesadaran dalam diri kita pribadi..

Kebenaran sosial ini adalah serangkaian latihan yang terjadi dalam hidup kita.

Melalui hal inilah kita mempunyai berbagai tingkat reaksi dekat seperti yang

ditunjukkan oleh hal yang kita hadapi. Berger dan Luckman menyebutnya

kesadaran akan realitas abstrak internal. Kebenaran emosional adalah sebuah

realitas yang dibingkai sebagai suatu proses memasukkan kembali tujuan dan

realitas simbolis ke dalam pribadi melalui proses asimilasi.12

Jalan menuju hipotesis perkembangan realitas terletak pada argumen Berger;

Dialektika Hegel berdampak pada internalisasi, objektivasi, dan eksternalisasi,

yang kesemuanya dipahami dengan cara yang sama seperti Marx menetapkan

kolektivitas fenomena. Istilah asimilasi dianggap digunakan dalam penelitian

otak sosial Amerika yang premis hipotetisnya berasal dari George Herbert Mead

dalam tulisannya yang berjudul Psyche, Self, and Society. Berger dan Luckmann

memanfaatkan interaksi persuasif yang dialami orang melalui tiga menit;

eksternalisasi, internalisasi, dan objektivasi Notulensi ini tidak serta merta terjadi

dalam suatu periode yang berurutan, namun masyarakat dan setiap orang yang

berkepentingan untuk itu selalu dijabarkan melalui ketiga notulen ini, sehingga

pemeriksaan terhadap masyarakat harus melalui ketiga notulen tersebut. menit.13

Peter L. Berger dan Thomas Luckman membagi arah persuasif perkembangan

realitas sosial melalui tiga menit sinkron, khususnya:

a. Internalisasi

Pencernaan merupakan tahap dimana individu telah melalui proses

eksternalisasi dan objektivasi. Saat tahap ini berlangsung, individu belum

dapat dikenali dari dunia sosio-sosial sehingga pencernaan kepentingan

12
Charles R. Ngangi, 16.
13
Ferry Adhi Hidayat, Konstruksi Realitas Sosial, (Jurnal Ilmu Komunikasi, Ilmu Sosial Universitas Airlangga,
September 2018), Vol 7, 5.
individu terjadi dengan dunia nyata. Asimilasi menjadi alasan pemahaman

individu akan pentingnya dunia nyata saat ini.14

Berger dan Luckmann mengatakan, dalam keberadaan setiap orang ada

yang melibatkan waktu, dan selama itu pula ia jenuh sebagai anggota

dalam persuasi masyarakat. Internalisasi berfungsi sebagai landasan

proses; pemahaman langsung atau pemahaman terhadap suatu peristiwa

obyektif sebagai pemaparan suatu makna, kepentingan sebagai indikasi

siklus emosi orang lain, yang akibatnya menjadi signifikan secara abstrak

bagi individu itu sendiri. Tidak masalah apakah subjektifitas seseorang

cocok dengan subjektifitas orang lain. Karena ada kemungkinan orang

salah menafsirkan orang lain, karena sebenarnya subjektivitas orang lain

dapat diakses secara adil oleh orang-orang dan menjadi penting bagi

mereka. Kesamaan penuh dari dua implikasi emosional dan informasi

umum mengenai kewajaran menduga adanya pengembangan perspektif

bersama.15

Dalam siklus ini, masyarakat biasanya merasa menjadi bagian dari

wilayah setempat. Kehadiran yang konsisten ini membuat individu tanpa

disadari menyerap kualitas-kualitas yang menjadi premis suatu daerah.

Tanpa disadari, mereka pun menjadi sekutu kualitas yang ada. Pada tahap

inilah siklus asimilasi secara umum mempengaruhi orang untuk bertindak

sesuai siklus masa lalu yang telah mereka lalui.16

b. Objektivasi

Objektivasi merupakan pencapaian hasil baik secara intelektual

maupun sesungguhnya yang terjadi setelah seseorang melakukan

penyesuaian diri dengan dunia sosio-sosialnya. Objektivasi adalah

14
Sindung Haryanto, Spektrum Teori Sosial dari Klasik Hingga Postderm, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012),
154.
15
Burhan Bugin 201.
16
Tia Herlina, “Internalisasi Nilai Islam Melalui Seni Budaya di Pondok Pesantren Kaliopak”, (Skripsi,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2021), 18-19.
jalannya hubungan individu ke dalam dunia intersubjektif yang

terstandarisasi atau melalui siklus sistematisasi.17

Sejalan dengan itu, orang-orang melambangkan benda-benda sosial,

pembuatnya dan lain-lain. Kondisi ini terjadi tanpa mereka bertemu satu

sama lain. Artinya, objektivasi dapat terjadi melalui penyebaran sentimen

terhadap suatu barang sosial yang diciptakan di kancah publik melalui

pembicaraan penilaian populer terhadap barang-barang ramah lingkungan,

dan tanpa adanya tatap muka antara individu dengan pembuat barang

sosial tersebut.18

Di sinilah cara paling umum dalam memandang, mensurvei, dan

membedakan diri seseorang terjadi di tengah-tengah organisasi sosial

yang institusi sosialnya adalah individu. Dalam siklus ini yang tunggal

menempatkan suatu keanehan di luar dirinya seolah-olah keanehan itu

adalah sesuatu yang objektif.19

Pada tahap generalisasi ini, peneliti dapat mengetahui bagaimana

drama Korea mengembangkan siswa PAI sebagai seorang fanatik

terhadap tayangan Korea sehingga siswa PAI dapat menerima tayangan

tayangan Korea sebagai keadaan sebenarnya.

c. Eksternalisasi

Berger sependapat dengan Durkheim yang melihat bahwa konstruksi

sosial objektif ini mempunyai kepribadian tersendiri, namun titik tolaknya

harus dicari mengenai eksternalisasi manusia atau hubungan antarmanusia

di dalam desain yang ada. Eksternalisasi ini kemudian menumbuhkan

sistematisasi pedoman sosial, sehingga pembangunan merupakan siklus

yang tiada henti, bukan tatanan yang tuntas. Manusia, sebaliknya,

direformasi dalam masyarakat oleh realitas obyektif yang diciptakan oleh

17
Sindung Haryanto, 154.
18
Burhan Bugin, 198.
19
Tsabita Shabrina Alfanani, “Konstruksi Sosial Komunitas Pesantren Mengenai Isu Radikalisme (Studi Kasus
pada Pesantren Salaf dan Modern di Kota Malang)”, Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama dan Perubahan Sosial, (Vol.
10, No. 2, Juli-Desember 2016), 11.
eksternalisasi. Siklus persuasif ini merupakan interaksi yang

berkesinambungan, dimana asimilasi dan eksternalisasi menjadi “menit”

selamanya. Internalisasi, atau sosialisasi individu ke dalam dunia sosial

objektif, merupakan komponen ketiga. 20

Manusia mengeksternalisasikan dirinya ke dalam lingkungan sosial dan

budayanya melalui sarana mental dan fisik. Kehidupan manusia tidak

masuk akal dalam iklim yang tertutup dan tidak bergerak. Kehidupan

manusia tidak akan terlepas dari jalannya eksternalisasi sepanjang

kehidupan sehari-hari.21 Eksternalisasi adalah tahap di mana seseorang

menghadapi proses transformasi dunia sosio-sosialnya, hal ini juga disertai

dengan kehadirannya yang konsisten dalam pertemuan lokal.22 Tahap ini

biasanya dimulai dengan interaksi penyesuaian. Siklus perselisihan

biasanya terjadi dalam sistem yang mendasarinya. Ketidaknyamanan dan

penolakan selalu menjadi perbincangan dengan keadaan sebenarnya yang

dihadapinya. Manusia pada akhirnya menerima kenyataan ini, meskipun

faktanya penolakan tersebut terus berlanjut seiring berjalannya waktu

seiring dengan terbiasanya mereka.23

Penting untuk ditekankan bahwa eksternalisasi adalah kebutuhan

antropologis yang ditetapkan dalam perlengkapan alami manusia karena

apa yang tersirat dalam eksternalisasi oleh Berger dan Luckmann adalah

bahwa hasil sosial dari eksternalisasi manusia memiliki sifat-sifat yang

luar biasa dibandingkan dengan keadaan makhluk dan keadaan. iklim.

Mustahil keberadaan manusia terjadi dalam lingkungan interioritas yang

tertutup dan hening. Manusia harus terus-menerus mengeksternalisasikan

dirinya dalam kehidupan nyata.24

20
Poloma Margaret M, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 302.
21
M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 14.
22
Sindung Haryanto, Spektrum Teori Sosial dari Klasik Hingga Postderm, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012),
154.
23
Tia Herlina, “Internalisasi Nilai Islam Melalui Seni Budaya di Pondok Pesantren Kaliopak”, (Skripsi,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2021), 18.
24
Burhan Bugin Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013), 198.
Saat ini analis dapat mengetahui lebih banyak tentang bagaimana

mahasiswa PAI mulai mengapresiasi acara Korea. Pada tahap

eksternalisasi, pengakuan dan pemaafan yang terjadi bergantung pada

kemampuan mahasiswa PAI dalam melakukan penyesuaian diri dengan

dunia sosio-sosial. Saat ini para peneliti dapat belajar bagaimana

mahasiswa PAI beradaptasi dengan drama Korea yang di satu sisi

memiliki ketentangan dengan prinsip Islam dan budaya Indonesia. Selain

itu kita juga bisa mengetahui alasan mengapa mahasiswa PAI terus

menyukai dan menonton drama Korea.

Pada tahap asimilasi ini, para ahli dapat mengetahui perhatian untuk

mempertimbangkan mahasiswa PAI setelah melalui proses eksternalisasi

dan objektivasi. Perhatian ini tergantung pada informasi dan pemahaman

yang dimiliki. Melalui kesadaran ini, mereka menerima bahwa

masyarakat arus utama acara Korea adalah sebuah transmisi yang secara

implisit mempengaruhi cara hidup mereka. Selain itu melalui asimilasi

juga mempengaruhi kepribadian siswa, khususnya dia adalah Siswa

Islamic Strict Schooling dan kemudian dia menyukai Korean Show.

2) Nilai-Nilai Moral

1) Definisi Nilai

Harga diri memiliki implikasi berbeda dalam kehidupan sehari-hari.

Anda penasaran dengan istilah penghargaan, Anda sering menggunakannya,

dan Anda dapat merasakan bahwa ada implikasi berbeda dari nilai yang

signifikan. Nilai pada umumnya merupakan tindakan dalam menentukan

kebenaran dan keadilan sehingga tidak akan pernah lepas dari sumbernya

yang unik, khususnya sebagai pelajaran dan standar luar biasa yang berlaku di

mata masyarakat. Orang yang mempunyai nilai dapat merasakan kepuasan,

baik kepuasan eksternal maupun internal. Orang-orang yang mempunyai nilai-

nilai juga dapat merasa bahwa mereka adalah manusia sejati).25


25
Hartini S, Pengkajian Nilai-Nilai Luhur Budaya Spiritual Bangsa Daerah Jawa Tengah, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013), 19.
Menurut Mardiatmaja, nilai mengacu pada mentalitas individu terhadap

sesuatu. Nilai-nilai dapat dihubungkan sehingga membentuk suatu sistem

yang bekerja sama, mempengaruhi aspek kehidupan manusia, dan bersifat

koheren. Sejalan dengan itu, nilai-nilai memiliki makna yang berbeda,

meskipun faktanya nilai-nilai tersebut berhubungan dengan realitas

substansial. Nilai merupakan sesuatu dalam proses manusia menyikapi sikap

manusia lainnya yang harus dicari, sehingga kita tidak bisa melihat nilai

dalam bentuk fisik.

Sesuatu yang berharga sudah ada dan terkandung, jadi pelatihan dapat

membantu individu memantaunya dengan mencari kualitas mendalam dan

mencari tahu hubungannya satu sama lain serta pekerjaan dan kegunaannya

selamanya. Ada hubungan antara keberhargaan dengan kebaikan, harga diri

berhubungan dengan kesusilaan yang ada pada sesuatu. Jadi harga diri adalah

tingkat hubungan positif antara sesuatu dan individu tertentu. Kualitas-

kualitas ini mencakup; nilai-nilai yang membumi, kualitas sosial, kualitas

berselera tinggi, kualitas sosial, kualitas dan kebajikan yang ketat.26

Menurut beberapa ahli, harga diri menjadi acuan dan keyakinan dalam

mengambil keputusan. Sesuai dengan pengertiannya, maka perwujudan dan

arti nilai adalah sebagai standar, moral, pedoman, peraturan, adat istiadat,

prinsip-prinsip yang tegas dan berbagai acuan yang mempunyai harga diri dan

dianggap penting bagi seseorang dalam menjalankan kehidupannya.

Penghargaan adalah suatu tindakan untuk memutuskan apakah sesuatu itu

positif atau negatif.

2) Definisi Moral

Etika sebagian besar dicirikan oleh dokter sebagai mentalitas dan

keyakinan yang dianut oleh seseorang yang membantu individu tersebut

dalam menyimpulkan apa yang baik dan buruk. Kata Latin mores, yang berarti

kebiasaan, aturan, adat istiadat, nilai-nilai, atau cara hidup, merupakan akar

26
Mardiatmaja, Hubungan Nilai dengan Kebaikan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1986), 105.
kata “moral”. Sedangkan kualitas mendalam berarti kecenderungan, adat

istiadat. "Moral" mengacu pada bagaimana masyarakat yang beradab

bertindak. Lebih jauh lagi, kata kualitas mendalam juga merupakan deskriptor

moralis lainnya, mempunyai arti serupa, sehingga dalam arti pentingnya lebih

menekankan pada pemanfaatan kualitas mendalam, karena sifat teoritisnya.

Etika individu atau keseluruhan standar dan nilai sehubungan dengan apa

yang baik dan apa yang buruk disebut kualitas mendalam. W. Poespo Prodjo

mencirikan kualitas etis yang diibaratkan pemahaman ini sebagai “sifat

kegiatan manusia yang menunjukkan bahwa suatu kegiatan itu benar atau

salah, positif atau negatif”. Ciri-ciri moral mencakup keagungan dan

keseriusan tindakan manusia.27

Sesuai dengan Respectable dkk: mengklaim bahwa masalah moral

berhubungan dengan diskusi tentang larangan dan perilaku benar dan salah.

Keadaan besar dan buruk yang sebagian besar diakui dalam kegiatan, cara

pandang, komitmen, kebiasaan, dan konvensionalitas tersirat dalam

penyebutan Kata Besar Bahasa Indonesia dengan “moral”. Moral juga

menyiratkan ekspresi mental yang disampaikan sebagai aktivitas. Selain itu,

moral menyiratkan penyelidikan keadilan. Kata Latin “mores” yang

menyiratkan teknik sepanjang kehidupan sehari-hari, adat istiadat dan adat

istiadat, merupakan landasan dari “moral”.28

Sebagaimana dikemukakan oleh Wila Huky, untuk membentuk

pemahaman etika yang lebih mendalam, rencana konvensionalnya adalah

sebagai berikut:29

1) Akhlak sebagai kumpulan pertimbangan dalam berperilaku hidup,

dengan catatan-catatan penting tertentu yang dianut dalam suatu

hubungan dalam lingkungan tertentu..

27
Asmara As, Pengantar Studi,, cet 1, (Jakarta: Rajawali Press,1992), 8.
28
Tim Penyusunan Kamus pusat dan pembinaan dan pengembangan Bahasa Depdikbud kamus besar bahasa
Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta, 1994), 192.
29
Bambang Daroeso, Dasar Dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila, (Semarang: Aneka Ilmu, 1986), 22.
2) Akhlak adalah menunjukkan tingkah laku hidup yang layak

ditinjau dari sudut pandang tertentu terhadap kehidupan atau

agama.

3) Etika sebagai tingkah laku manusia, yang bergantung pada

kewaspadaan, yang dibatasi oleh kebutuhan untuk mencapai

tujuan besar, sesuai dengan kualitas dan standar yang berlaku

dalam keadaannya saat ini.

Kebajikan juga menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia untuk

memikirkan baik buruknya perilaku agar seseorang dapat memperoleh sifat-

sifat positif dari etika baik yang dimilikinya dan menghindari etika buruk

dalam kehidupan sehari-hari. Arti penting keutamaan dalam kehidupan

manusia juga dijelaskan dalam Al-Quran, surat An-Nahl ayat 90 yang

membaca dengan teliti:

ِ ‫ش‬َ ‫ان َوِا ْيتَاِئ ِذى ا ْلقُْر َبى َو َي ْن َهى َع ِن ا ْلفَ ْح‬ ِ ِ
‫اء‬ ِ‫س‬ َ ‫ْأم ُر ِبا ْل َع ْد ِل َوااْل ْح‬
ُ ‫اهلل َي‬
َ ‫ا َّن‬

‫َوا ْل ُم ْن َك ِر َوا ْل َب ْغ ِى َي ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُر ْو َن‬

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat


kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang
(melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.(QS. An-Nahl: 90)30

Menurut Wasono (dalam catatan harian Muhammad Firwan), keutamaan

pada hakikatnya adalah harga diri yang menyangkut masalah kehormatan,

urusan akal budi yang erat kaitannya antara manusia dan binatang ciptaan

Tuhan. Di sini orang dibingkai untuk mengenali perbuatan buruk dan

perbuatan besar.31

Poerwadarminta mengatakan, etika dicirikan sebagai kesan pada diri

seseorang yang menunjukkan perbuatan, tingkah laku, etika, komitmen, dan

lain-lain yang besar dan jahat.32

30
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Cet. I; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), 386.
31
Muhammad Firwan, Nilai Moral dalam Noel Sang Pencerah Karrya Akmal Nasrey Basral, Jurnal Bahasa dan
Sastra, Vol 2 no 2, 2017, 53.
32
Hasnida, Analisa Kebutuhan Anak Usia Dini, (Jakarta: Satulangit, 2015), h. 20.
Dari penjelasan definisi di atas, cenderung beralasan bahwa kebajikan

adalah nilai-nilai yang dihubungkan dengan perbuatan besar dan perbuatan

buruk yang menjadi dasar pemikiran keberadaan manusia dan masyarakat,

dimana istilah manusia mengacu pada orang atau orang lain dalam kegiatan

yang mempunyai nilai positif ataupun negatif.

3) Tahapan Nilai Moral

Kohlberg mengatakan bahwa kemajuan etika dibagi menjadi tiga

tingkatan, yakni tingkatan utama kualitas mendalam pra-adat, tingkatan kedua

kualitas mendalam pasca-tradisional, dan tingkatan ketiga kualitas mendalam

pasca-biasa.33

1. Moralitas Prakonvensional. Pada tahap ini, anak-anak tunduk pada

standar yang diberikan oleh orang tua atau orang dewasa untuk

menghindari disiplin dan mendapatkan kesenangan pribadi. Mayoritas

anak-anak di bawah usia 10 tahun berada pada tingkat pra-

konvensional.

2. Moralitas Konvensional. Pada tahap ini, sang tunggal membuat

pemikiran berdasarkan sudut pandang pertemuannya. Tingkatan

adatnya sebagian besar terdapat pada kalangan muda atau orang

dewasa. Individu pada tahap ini mensurvei kualitas etika suatu

aktivitas dengan membandingkannya dengan perspektif dan asumsi

masyarakat.

3. Moralitas Pascakonvensional. Pada tahap ini penekanannya adalah

pada standar moral positif atau negatif, bukan pada prinsip-prinsip

masyarakat. Hal ini bertujuan agar ada keterkaitan yang sesuai antara

individu dengan masyarakat atau iklim daerah setempat.

4) Aspek Nilai Moral

33
Novi Mulyani, Perkembangan Dasar Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Gava Media, 2018), 185-186.
Data mengenai keutamaan dalam kehidupan manusia menjadi hal yang

penting bersama-sama. Sejumlah pesan moral mengingat Suseno pada bagian

kebajikan sebagai berikut.34

a) Jujur

Asli artinya tidak mengherankan, apa yang disampaikan sesuai

dengan kenyataan yang sedang terjadi atau sesuai dengan kenyataan

yang ada saat ini. Individu yang autentik atau berakal sehat secara

alamiah akan menujukkan bahwa kita dapat dipercaya oleh orang lain.

Ketergantungan adalah pola pikir yang tidak berkutat dengan perasaan

atau keyakinan seseorang. Sikap yang baik bukanlah pandangan yang

biasa-biasa saja atau ketakutan umum, namun perasaan mendalam

yang tidak menyembunyikan apa pun yang terlihat kurang baik dalam

hidup kita. Pilihan hidup untuk menjaga keyakinan agar kita tidak

bertentangan dengan ketenangan, sedikit suara dalam diri manusia

merupakan penjelasan bahwa manusia merupakan makhluk yang

bermoral, yang berarti bahwa manusia sejak lahir sudah memiliki

kehebatan yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya, oleh

karena itu dalam kehidupan sehari-hari harus dihidupkan kembali cara

pandang yang adil.

b) Menjadi Diri Sendiri

Bertindak secara alami biasanya pengaruh rencana sia-sia tidak

mudah berpengaruh kepada manusia,, orang tersebut hidup dan

menunjukkan dirinya sebagaimana ditunjukkan oleh keasliannya,

karakter yang kuat dan dewasa seperti yang ditunjukkan oleh dunia

nyata. Pola pikir demonstrasi biasanya adalah keyakinan teguh yang

tidak terpengaruh oleh rencana dan peningkatan peluang, yang

menunjukkan bahwa kekuatan kita memiliki realitas terbatas.

c) Bertanggung Jawab
34
Adi Suryanto, Skripsi: “Pesan Moral Dalam Novel Mencari Buku Pelajaran Karya Maman Mulyana”,
(Purwokerto:UMP,2013), 12.
Kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilakukan dan apa

yang umumnya diharapkan merupakan dasar tanggung jawab.

Pentingnya tanggung jawab ditekankan tidak peduli pekerjaan apa

yang perlu dilakukan. Intinya, kita tidak akan mengalami rasa cemas,

takut, atau malu dalam menjalankan tanggung jawab kita. Pandangan

yang serius sangat penting bagi kesejahteraan kita mengingat adanya

kenyataan bahwa kemungkinan tanggung jawab menyelimuti cara kita

membantu diri kita sendiri serta setiap anak perusahaan yang terkait

dengan kita dan berkomitmen untuk kita patuhi. lepas kendali.

d) Kemandirian

Kemandirian merupakan tekad batin dalam pengambilan posisi

yang etis dan melakukan tindakan sesuai dengan aturan berlaku.

Kemampuan untuk tidak memiliki keinginan dalam perancangan

masalah atau permainan alami tanpa bersikap tumpul, membungkuk,

atau mengeksploitasi ekuitas. Peluang adalah watak yang dimiliki

individu dalam bertindak, tanpa mengikuti arus. Dalam kehidupan ini

kita memang memerlukan suatu sifat yang otonom, agar kelak kita

bisa hidup dalam iklim tanpa harus bergerak dengan bantuan orang

lain. Pada dasarnya,, pola pikir mandiri memberikan kepada kita

untuk melatih membuat pilihan dalam hidup kita pada kondisi apa

pun, tidak sepenuhnya ditentukan untuk membangun struktur

keserbagunaan dan lebih bebas dalam kehidupan sehari-hari.

e) Keberanian Moral

Keberanian moral merupakan sebuah kepastian, keyakinan

sebagai penjaga pandangan yang dianggap sebagai kewajiban tanpa

mengabaikan kewaspadaan terlepas dari apakah halberarti menghadapi

tantangan dalam perjuangan. Karakter yang mempunyai keberanian

moral mempunyai kebaikan yang secara efektif tampak dalam

menjalankan tanggung jawab tanpa mengabaikan norma-norma dalam


kehidupan sehari-hari. Ketahanan moral yang ada saat ini seharusnya

membuat kita mencoba melakukan segala bentuk gerakan yang

tampaknya tidak sah dalam kerangka berpikir tersebut, seperti yang

terjadi di pemerintahan di mana perkenalan sering kali diperkenalkan

sebagai gambaran masyarakat.

f) Kerendahan Hati

Pola pikir yang tidak masuk akal atau berpikiran sempit adalah

kerendahan hati, namun bukan berarti meremehkan diri sendiri.

Sebaliknya, kerendahan hati memandang diri sendiri sebagaimana

ditunjukkan oleh fakta yang sudah ada. Pola pikir yang rendah hati

menekankan bahwa kita sebagai manusia mempunyai kekuatan dan

ketajaman yang terbatas, bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan

dapat hancur dan terbakar, dan tidak ada tujuan yang dapat diprediksi.

Rendah hati bukan berarti pantang menyerah, berani, atau bisa

menyimpan penilaian pada diri sendiri. dengan apa yang kita perlukan.

Melalui sikap dasar, kita menjadi tidak terlalu egois dan puas dengan

keuntungan yang kita miliki, yang membuat kita kekanak-kanakan.

Dengan demikian, kita memang ingin mempunyai sikap rendah hati

dalam hidup kita agar kita tahu dan menghargai bahwa setiap sifat

yang ada pada diri kita harus dimanfaatkan dengan tegas, bukan

diperlihatkan.

g) Kritis

Premis tersebut merupakan sebuah kemajuan yang harus dilakukan,

memberikan manfaat yang luar biasa kepada semua kekuatan,

kekuasaan, dan spesialis yang dapat berakibat rugi dalam kehadiran

manusia dan masyarakat. Mentalitas sentral pada hakikatnya

memberikan perenungan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan diri

kita sendiri sehingga kelak kita dalam kehidupan sehari-hari akan

bertindak lebih baik.. Semakin kita mencemooh cara kita bertindak


terhadap diri kita sendiri dan apa pun yang mengabaikan etika kita,

semakin kita mempunyai pilihan untuk mengutuk agar lebih

mendorong hal-hal yang bisa berakibat buruk dalam gaya hidup kita.

h) Toleransi

Anak-anak yang canderung memiliki sifat liberal dapat

mempeelihatkan kepada orang lain tanpa kontras, ingin bertemu

dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda, dan dapat

menghindari komentar buruk.35

5) Strategi Pengembangan Nilai-Nilai Moral

Strategi moral adalah metode yang mempertimbangkan periode-periode

pergantian moral masa muda dan tipe kepribadian anak. Teknik tersebut juga

dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bersama guru dan penjaga.

Roger mengatakan, pendidik dapat menemukan cara-cara pendampingan

untuk mendorong akhlak khususnya36:

a) Wali atau pendidik berperan sebagai contoh yang baik dalam

menunjukkan perilaku yang pantas bagi anak, karena wali adalah

iklim utama bagi anak-anak dan di sinilah tugas wali adalah

memberikan contoh perilaku yang pantas bagi anak-anak.

b) Memberikan gambaran sikap sopan santun yang dilakukan secara

bertahap. Anak-anak muda perlu menetapkan model selama persepsi

atau perbaikan. Contoh mentalitas yang baik dapat didapatkan melalui

lingkungan rumah, sekolah, dan lingkungan setempat.

c) Memberikan pintu terbuka yang berharga kepada generasi muda untuk

berkompetisi. Anak-anak muda ditawari kesempatan untuk bertanya

atau menanggapi pertanyaan dari orang lain.

d) Mudah ditebak dalam memberikan disiplin dan memberikan

mentalitas, wacana dan perilaku yang unggul. Wali juga harus pandai

35
M. Borba, Building Moral Intelligence. (San Fransisco : Josey-Bass, 2001), 4.
36
Masganti Sit, Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini, (Depok: Kencana, 2017), 195.
memahami kesalahan atau kelakuan buruk yang anak lakukan,

sehingga bisa mengubah jenis kedisiplinan.

e) Jangan sekali-kali membanding-bandingkan antara anak dengan orang

lain. Anak-anak bisa saja melakukan cara berperilaku yang berbeda

dengan orang lain, jika cara berperilaku anak kurang baik, orang tua

harus mendorongnya untuk tidak memperhatikannya.

f) Memberikan kasih sayang kepada anak merupakan pilihan paling

cerdas bagi remaja, seperti memusatkan perhatian pada kebutuhannya,

mendengarkan ketika mereka menceritakan cerita dan

menginvestasikan energi bersama mereka.

Jeanne Ellis Ormrod mengatakan bahwa tata cara mempelajari

kecenderungan moral pada anak usia 3-5 tahun antara lain37:

a) Membahas pedoman yang dapat memfasilitasi diskusi kelompok yang

produktif.

b) Bagaimana anak-anak dapat mengatasi masalah mereka ketika mereka

membantu orang lain.

c) Memanfaatkan sifat-sifat prososial, misalnya bersikap baik hati dan

akomodatif

Pemanfaatan teknik peningkatan moral mental untuk mendorong

percakapan tentang kesulitan moral adalah salah satu dari dua prosedur

pembelajaran yang sesuai untuk pergantian peristiwa moral. Anak-anak

didesak untuk mencapai tingkat perbaikan moral yang lebih tinggi dalam

situasi seperti ini. Permainan instruktif yang disebut “teknik berpura-pura”

digunakan untuk berkonsentrasi pada sentimen, mentalitas, perilaku, dan

nilai-nilai. Tujuannya adalah untuk memahami pertimbangan dan sentimen

orang lain.

Berdasarkan sudut pandang di atas, maka dapat dikatakan bahwa

kerangka perbaikan akhlak merupakan suatu cara atau langkah seorang guru

37
Masganti Sit., 201
atau orang tua untuk memberikan penanaman akhlak sejak dini, serta

menunjukkan hal-hal yang bermanfaat bagi generasi muda dan dilakukan di

masa depan. keberadaan hari sehingga anak-anak dapat mengetahuinya.

Dengan diulangi secara konsisten serta perlahan-lahan.

c. Genre

1. Pengertian Genre

Genre berasal dari bahasa perancis yang maknanya jenis. Dan berasal dari bahasa

inggris yang maknanya macam-macam.38 Lebih jelasnya, jenis adalah contoh atau

struktur dan desain yang menunjukkan karya seni individu, yang memberi makna

pada perkembangan atau karya seni atau kreasi film oleh pembuat karya tersebut,

serta dibaca oleh orang banyak.39 Genre yakni dipakai untuk mengurutkan teks media

ke dalam kumpulan tertentu yang memiliki kualitas komparatif.40 Gagasan semacam

ini penting dalam meningkatkan asumsi orang banyak dan bagaimana mereka menilai

dan memilih sebuah teks. Penonton memahami dan terhubung dengan teks saat

mereka terbiasa dengan kode dan konvensi genre. Jane Stirs membagi kode-kode dan

pertunjukan-pertunjukan tersebut ke dalam enam klasifikasi, yaitu latar, lokasi,

ikonografi, peristiwa cerita, tokoh, dan struktur alur.41

Tujuan dari genre adalah untuk mempermudah pengkategorian dan

pendistribusian film-film dari semua rilisan sebelumnya. Selain berfungsi sebagai

aransemen film, klasifikasi juga efektif memberikan gambaran kepada penonton film

yang akan mereka tonton.42 Artinya, motivasi utama yang melatarbelakangi hadirnya

kelas adalah sebagai pembatas untuk mempersepsikan sebuah film tanpa ada masalah.

Membahas jenis-jenisnya, pengelompokan yang berbeda-beda dilakukan oleh para

ahli yang berbeda-beda di bidang perfilman. Setiap film mempunyai ciri khas yang

berbeda-beda, terdapat beberapa kualitas film yang menggarisbawahi hal yang sama

dan berulang kali terjadi,, hal ini harus dilihat dari cerita dan unsur-unsur asli yang
38
Sunarto, 2009, Televisi, Kekerasan, & Perempuan. Jakarta: Kompas, h. 102.
39
Rachmah Ida, 2011, Metode Penelitian Kajian Media dan Budaya. Surabaya: Airlangga University Press, h. 96.
40
Devita Francisca, 2013, “Wreck It Ralph”: Studi Genre Pada Film Disney Animation Studios, Jurnal E-
Komunikasi, Vol.1, No.2. h. 266.
41
Stokes, J, 2007, How To Do Media And Cultural Studies: Panduan Untuk Melaksanakan Penelitian Dalam Kajian
Media Dan Budaya, Yogyakarta: Bentang, h.82.
42
Rizky & Stellarosa, 2018, Preferensi penonton terhadap film Indonesia, Jurnal Communicare, 4 (1), 15–34.
dijadikan motivasi untuk melihat ciri-ciri luar biasa tersebut. . Jadi permintaan yang

selama ini dibawa ke ranah perfilman sampai saat ini muncul, strateginya apik.43

Film sendiri bermacam-macam macamnya, bahkan ada yang mempunyai banyak

ragamnya. Kebanyakan film merupakan gabungan dari beberapa penokohan ganda,

namun biasanya sebuah film sebenarnya memiliki beberapa jenis yang berlaku. 44

Pembuat film awal menggunakan materi film dari buku, vaudeville, pasar, dan

sumber lain sebagai skenario mereka. Selain itu, mereka mendirikan subgenre mereka

sendiri, yang masih mempengaruhi pembuatan film hingga saat ini. Faktanya, tujuan

utama kelas ini adalah untuk memberikan cerita yang mengarahkan yang baru-baru

ini ditemukan dalam fiksi cetak.45

Kelas tidak hanya mengingat kejadian nyata, atau kejadian nyata yang pernah ada.

Pengurutan dapat didasarkan pada berbagai bentuk rangkaian pengalaman tersebut,

atau bahkan hanya pada fantasi dan legenda.46 Genre sebagai desain bersifat dinamis

dan dapat berubah. Salah satunya karena membaiknya keadaan budaya yang ada.47

Kelas sebagai semacam film juga mempunyai kekuatan. Jenis film yang dinamis

terus berubah mengikuti inovasi para produser dan penonton film itu sendiri. Suatu

jenis juga dapat dipadukan dengan berbagai jenis untuk menghilangkan kejenuhan

penonton dengan genre film serupa.48 Prasad mengungkapkan, setiap film terkenal,

baik kelas atas maupun bawah, merupakan persilangan atau kombinasi dari berbagai

jenis yang ada.49

Melihat dari pernyataan di atas, maka dapat diasumsikan bahwa kelas film adalah

contoh atau jenis jenis film yang bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan

keadaan budaya yang ada, imajinasi para produser dan penonton film.

2. Macam-Macam Genre
43
Hardi, 2014, Analisis genre film action Indonesia dalam film The Raid Redemption (2011) dan The Raid 2
Berandal (2014), Jurnal Commonline Departemen Komunikasi, 4(2), 110–121.
44
Pratista, 2008, Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, h. 11.
45
Kencana, 2014, Rasisme Dalam Film The Help (Analisis Semiotik Pendekatan Roland Barthes), Surabaya : UIN
Sunan Ampel, h. 28.
46
Graeme Burton, 2006, Yang Tersembunyi di Balik Media; Pengantar Kepada Kajian Media. Yogyakarta:
Jalasutra, h. 108.
47
Nick Lacey, 2000, Narrative and Genre: Key Concept in Media Studies, London: Macmillan Press, h. 142.
48
Angga Permana, Tt. Analisis Genre Film Horor Indonesia Dalam Film Jelangkung (2001). Jurnal Commonline
Departemen Komunikasi. Vol. 3. No. 3, h. 560.
49
M. Madhava. Prasad, 2011, Genre Mixing As Creative Fabrication. BioScope, vol. 2, no. 1, Hal 69-81, SAGE
Publications, h. 70.
Genre utama primer dan genre utama sekunder merupakan dua kategori genre

film yang dikemukakan Pratista, dkk. Kelas induk penting terdiri dari; Musikal,

Petualangan, Perang, Western, Aksi, Drama, Epos Sejarah, Fantasi, Fiksi Ilmiah,

Horor, Komedi, serta Gangster dan Kejahatan. Sedangkan jenis tambahan utama

terdiri dari: Fiasco, Account, Analyst, Film noir, Acting, Sports, Travel, Sentiment,

Superhuman, Otherworldly, Undercover work dan Spine chiller.50

Menurut Pratiwi, film dokumenter masuk dalam kategori cerita bergambar

asosiasi. Jenis ini sangat didasarkan pada pedoman utamanya, khususnya visual non-

akun. Standar-standar ini jelas akan membentuk tahapan pembuatan gambar. Hal ini

dimulai dengan nuansa visual, kecukupan pengambilan gambar, produktivitas data

gambar, hambatan garis besar, dan meningkatkan koherensi sudut pandang antar

gambar untuk menghasilkan data yang ideal. Jenis Affiliation Picture Story

merupakan bahan untuk membuat pembicaraan yang akan diperkenalkan dalam film

naratif. Standar dan kualitas dalam narasi jenis cerita bergambar afiliasi bergantung

pada aturan dasarnya, khususnya visual non-akun. Aturan ini jelas akan membentuk

tahapan pembuatan gambar.51

Alfarez, dkk. membagi kategori film menjadi 9, yaitu: aktivitas, pengalaman,

sindiran, kejahatan, pertunjukan, keburukan, sentimen, fiksi ilmiah, chiller tulang

belakang, dan memoar. Jenis film saat ini berkembang pesat berkat teknologi yang

semakin canggih. Dimulai dari mulai berkembangnya film pada tahun 1900an hingga

tahun 1930an, misalnya Activity Movies, Show, Authentic Incredible, Dream,

Awfulness, Satire, Wrongdoing and Criminal, Melodic, Experience dan War.52

Eksplorasi ini akan mengkaji jenis-jenis pertunjukan karena memerlukan penelitian

terhadap dramatisasi Korea.

Film eksekusi merupakan salah satu kelas penyampaian yang umum karena begitu

luas cakupan cerita yang ditampilkan. Biasanya, film drama dihubungkan dengan

karakter, tema, dan lokasi dunia nyata. Pertempuran dapat dibentuk melalui

50
Ibid.
51
Oktavianus, 2015, Penerimaan Penonton Terhadap Praktek Eksorsis Di dalam Film Conjuring, Jurnal E-
Komunikasi Vol 3. No.2 Tahun 2015, h. 3.
52
Pratista, 2008, Memahami Film, Yogyakarta: Homerian Pustaka, h. 13.
lingkungan, diri sendiri, atau alam. Kisah-kisahnya seringkali intim, mengharukan,

dan siap membuat penontonnya menangis.53

Hal ini memberi penekanan pada sisi human interest dengan mengharapkan agar

penonton dapat merasakan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh, sehingga

penonton seolah-olah berada di dalam film. Para pengamat diperkirakan akan merasa

sengsara, ceria, frustrasi, dan, yang mengejutkan, marah.

d. Drama Korea

1. Definisi Drama Korea

Korea Selatan terkenal dengan cara hidupnya yang biasa disebut Hallyu (Korean

Wave). Pada akhirnya, Korean Wave adalah penyebaran budaya Korea, seperti K-

Show, K-Pop, dan K-Design. Drama merupakan produk budaya Korea dalam hal ini.

Di Indonesia, penonton drama Korea tidak hanya remaja saja namun juga orang

dewasa. Drama ini menghadirkan budaya Korea dalam bentuk fashion, musik,

masakan, gaya hidup, dan kecantikan.54

Pertunjukan Korea merupakan budaya imajinatif yang menyarankan pertunjukan

televisi di Korea sebagai miniseri dan memanfaatkan bahasa Korea. Kapasitas

manusia semakin meningkat, dan pertunjukan saat ini mulai ditampilkan dalam

bentuk film dan dapat disaksikan di TV. Tak terhitung banyaknya pertunjukan-

pertunjukan ini yang menjadi terkenal di seluruh Asia dan telah menambah keunikan

umum gelombang Korea, yang dikenal sebagai "Hallyu" (Korea), serta kegilaan

pertunjukan di beberapa negara.

Pertunjukan Korea telah menjadi terkenal di berbagai wilayah di dunia seperti

Amerika Latin, Timur Tengah, dan tempat lain. Tipe pertama biasanya

menggambarkan konflik yang melibatkan koneksi, barter uang, dan hubungan antara

mertua dan gadis muda dalam peraturan, sedangkan tipe kedua menggambarkan

peristiwa resmi di Korea (dikenal sebagai sa geuk), yang menjadi fiksi sensasi dari

dramatisasi Korea.

53
Oktavianus, 2015, Penerimaan Penonton Terhadap Praktek Eksorsis Di dalam Film Conjuring, Jurnal E-
Komunikasi Vol 3. No.2 Tahun 2015, h. 4
54
Shinta Kristanty, “Drama Korea sebagai Tayangan Alternatif dimasa Pandmi Covid-19”, Jurnal Ilmu
Komunikasi, Vol.10, No. 02, Universitas Budi Luhur, (Jakarta: Desember 2022), 292.
Pertunjukan Korea adalah sebuah cerita atau fiksi yang menceritakan tentang

budaya Korea dan dibawakan oleh orang Korea Selatan dan ditayangkan di televisi

Korea Selatan. Kemudian, pada saat itu, masih banyak lagi penghibur dan penghibur

Korea yang telah menemukan cara untuk memukau dan memenangkan hati banyak

orang di seluruh dunia. Pengrajin Korea telah memajukan perkembangan media

Korea melalui pertunjukan dan film yang menggambarkan karakter dengan kualitas

kreatif yang fenomenal, karakter yang mendalam, dan konten cerdas yang terutama

mengandalkan karakter prototipe. Selain pamerannya yang memukau, para perajin ini

mempunyai kemampuan yang luar biasa.55

2. Sejarah Drama Korea

Istilah "hallyu" pertama kali digunakan di Tiongkok oleh jurnalis di Beijing pada

pertengahan tahun 1999 untuk menggambarkan pesatnya popularitas hiburan dan

budaya di sana. Saat ini, masyarakat arus utama Korea sedang berkembang dan

mencapai fase masuknya dinamis di berbagai belahan Asia. Budaya pop industri

hiburan, yang mencakup film, musik, serial drama, dan budaya pop, kini menjadi

kekuatan budaya yang signifikan di Korea, Asia, dan wilayah lain.

Korean wave dipastikan siap dipamerkan secara global sesuai dengan bantuan

penuh dari Otoritas Publik sejak pemerintahan Presiden Kim Dae Jung (1993-1998)

yang merek dagang politiknya adalah “Making of the New Korea”. Secara

keseluruhan, pemerintah Korea perlu menghapuskan gambaran umum yang ada dan

membuat gambaran umum yang lebih segar dan kekinian. Strategi sosial pada masa

pemerintahan Kim Dae Jung dirancang untuk membangun karakter sosial berdasarkan

sudut pandang global dan membangun imajinasi sosial dalam suatu negara dengan

tujuan agar Presiden Kim sebelumnya dikenal sebagai "Pemimpin Kebudayaan".56

Pengaruh dunia hiburan Korea memberi sejumlah keuntungan yang sangat besar

bagi negara perfilman Korea pada tahun 2002-2006 seiring kemajuan film yang

55
Velda Ardila,”Drama Korea Dan Budaya Populer”, Jurnal Komunikasi Universitas Muhammadiyah
Jakarta,Vol.2, No. 3, Mei – Agustus (Jakarta: 2014), 12.
56
Idola Perdini Putri, “K-Drama dan Penyebaran Korean Wave di Indonesia”, Jurnal Fakultas Komunikasi dan
Bisnis,Vol.3, No.1, Universitas Telkom (Bandung: 2019), 69.
diiringi dengan kemajuan bisnis penyiaran, melalui berkembangnya serial

pertunjukan yang menjadi komoditas terbesar di Korea.57

Serial tayangan yang dikomunikasikan bergantung pada sentimen dan sejarah

sehingga dapat disaksikan oleh berbagai latar belakang. Konsekuensinya adalah

bahwa serial pertunjukan memiliki daya tawarkan produk yang besar ke berbagai

negara, khususnya di wilayah Asia yang secara sosial dekat dengan Korea. Selain itu,

masyarakat Korea yang terlihat dari potongan rambut dan gaya hidup mereka

membuat penonton terpikat oleh gambaran modern yang mereka miliki sehingga

memberikan gambaran bahwa Korea adalah negara yang maju dan modern.58

Di Indonesia sendiri, penyebaran masyarakat mainstream asal Korea dimulai pada

tahun 2002 setelah Piala Dunia di Korea Selatan dan Jepang. Serial drama Korea

Selatan yang dikenal dengan K-Drama kemudian diperkenalkan pada masa ini yang

ditayangkan di stasiun televisi Indonesia. Televisi trans berubah menjadi saluran TV

utama untuk mengkomunikasikan K-Show bertajuk Mother’s Sea di Walk 26, 2002.

Pada tahun 2002 dramatisasi Korea muncul,, yang tidak bisa begitu saja mengalahkan

pertunjukan Jepang. dorama. Dorama yang berjudul “Itazura Na Kiss” pada tahun

2004 memberikan banyak perhatian para penggemar dorama, mereka tidak serta

merta mengabaikan dorama dan beralih total ke acara Korea. Adaptasi dari drama

Korea yang ditayangkan di televisi Indosiar pada tahun 2011 dorama Jepang” Itazura

Na Kiss” tersebut, dengan judul “Playfull Kiss”.59

Dramatisasi Korea Selatan memberikan kemajuan yang signifikan di Indonesia,

seperti yang dijelaskan dalam artikel tersebut di The Jakarta Post pada Juli 2011

berjudul Korean Wave Casts a Spell in Indonesia. Sejak Winter Sonata menarik

perhatian di Indonesia, televisi Indonesia semenjak itu dipenuhi kemunculan drama

seri Korea Selatan lainnya. Semenjak munculnya Korean wave di Indonesia, hal

57
Velda Ardia, “Drama Korea Dan Budaya Populer”, Jurnal Komunikasi Universitas Muhammadiyah
Jakarta,Vol. 2, No. 3, Mei-Agustus( Jakarta: 2014), 13.
58
Farah Dhiba Putri Liany,Hadi Purnama,” K-Drama Dan Perkembangan Budaya Populer Korea Di
Indonesia :Kajian Historis Pada K-Drama Sebagai Budaya Populer Di Indonesia Tahun 2002-2013”, Jurnal
Fakultas Komunikasi Dan Bisnis, Universitas Telkom, hlm. 5
59
Idola Perdini Putri,”K-Drama dan Penyebaran Korean Wave di Indonesia”, Jurnal Universitas Telkom
Bandung, Volume 3, No. 1, (Bandung: 2019), 70.
tersebut berpengaruh dengan hampir terdapat 50.000 orang tergabung dalam

komunitas, ini menjadi artian bahwa kemunculan komunitas Korea di Indonesia

begitu pesat.

Semenjak saat itu, Korean wave mulai menyebar di Indonesia K-Drama. Terdapat

penayangan drama seri Korea Selatan di stasiun televisi di Indonesia dengan lebih

dari 50 seri, dan dari sekian K-Drama yang ditayangkan di Indosiar, drama seri Full

House yang mencapai rating mendekati 40 persen saat ditayangkan di tahun 2005

yang memperoleh rating tertinggi pada saat itu.60

3. Dampak Drama Korea

Karena kemajuan terkini, kini kita memiliki dua bilah yang sama-sama tajam.

Selain itu, dunia hiburan, seperti halnya Korea, kini terbagi menjadi dua bagian,

Korea Selatan dan Korea Utara. Masing-masing cenderung mempengaruhi dunia di

wilayah tertentu.

Berkenaan dengan dampak ketergantungan tayangan Korea terhadap karakter

seseorang, ada sejumlah dampak yang diakibatkan setelah menonton atau mensurvei

drama Korea. Yang pertama adalah efek individu, yang terus-menerus mendapatkan

pengaruh saat menonton acara, perasaan dari dekat dan pribadi, misalnya perasaan

putus asa, kemarahan, ketegangan, kebahagiaan, dan semangat.

Dampak dekat dan pribadi ini tersampaikan ketika mereka benar-benar menonton

drama Korea yang memberikan banyak informasi tentang kehidupan sehari-hari.

Kedua, dampak sosial, yaitu dampak yang berkaitan dengan tujuan, kepastian, usaha

dan usaha yang pada umumnya akan menjelma menjadi suatu pembangunan atau

gerakan.

Setelah menonton suatu tayangan, efek sosial merupakan efek yang dapat

mengubah perilaku seseorang. Perluasan perilaku klien seperti membeli barang-

barang Korea, termasuk pakaian, makanan, permata dan lain-lain menjadi salah satu

dampak yang ditunjukkan setelah mengikuti tayangan tersebut.61

60
Idola Perdini Putri,”K-Drama dan Penyebaran Korean Wave di Indonesia”, Jurnal Universitas Telkom
Bandung, Volume 3, No. 1, (Bandung: 2019), 71.
61
Herpina, Amsal Amri, “Dampak Ketergantungan Menonton Drama Korea Terhadap Perilaku Mahasiswa
Ilmu Komunikasi Universitas Syiah Kuala Indonesia”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fisip Unsiyah, Vol. 2, No. 2,
a. Dampak Negatif

1) Menghalalkan Minuman Keras dan Mabuk – mabukan

Serial Korea pada setiap tayangannya memiliki banyak adegan

yang terpampang, pada dasarnya menyebabkan mabuk. Budaya Korea

sendiri kental dengan alkohol konvensional yang dikenal dengan soju,

bahkan dalam fungsinya yang mematikan pun ada praktiknya, sungguh

menyedihkan jika adegan ini terungkap. Ini bukanlah adegan penjahat

utama; sebaliknya, ini adalah adegan dari orang fundamental yang berubah

menjadi pahlawan pertunjukan. dari minum soju. Hal ini memiliki

ketentangan dengan agama Islam yang menyatakan haram hukumnya

meminum minuman yang memabukkan, sebagaimana diuraikan dalam

QS. Al-Maidah 5:90 yakni;

‫اب َوااْل َ ْزاَل ُم ِر ْج ٌس ِّم ْن َع َم ِل‬ ِ ِ َِّ


ُ ‫ص‬َ ‫َي َُّآيهَا الذ ْي َن اَ َمُن ْوآ اَّن َما اْل َخ ْم ُر َواْل َم ْيس ُر َوااْل َْن‬

‫ط ِن َفا ْجتَنُِب ْوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُْفِل ُح ْو َن‬ َّ


َ ‫الش ْي‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya

(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,

mengundi nasib dengan panah adalah Termasuk perbuatan

syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu

mendapat keberuntungan.”62

Diharapkan generasi muda yang umumnya menonton adegan acara

Korea akan berdampak pada mentalitas mereka dan menganggap minum-

minum dan mabuk-mabukan sebagai hal yang biasa.

2) Perzinaan Dianggap Biasa

Zina pada dasarnya adalah pergaulan bebas, dimana bukan budaya

Korea. Moralitas dan kesopanan sangat dijunjung tinggi dalam budaya asli

Januari ( 2017), 9.
62
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Cet. I; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), 165.
mereka. Namun, saat ini dampak luar biasa dari westernisasi di Korea

Selatan telah menyabotase adat-istiadat kehormatan budaya Korea.

Demikian pula dengan tayangan Korea yang merupakan gambaran

realitas, meskipun tidak ada adegan yang memuakkan tentang seks, dalam

drama Korea Anda dapat menemukan banyak anekdot tentang seks di luar

nikah yang saat ini tidak dapat diganggu gugat. sehingga orang yang

melanggar aturan tidak mendapat konsekuensi.

Dengan asumsi hal ini dimasukkan ke dalam pikiran, lama

kelamaan akan berdampak dan harus ada saluran dan arah agar sifat-sifat

buruk ini tidak tertelan. Karena keraguan dalam Islam adalah sebuah

pameran yang mengerikan, maka ada perintah untuk tidak mengarah pada

ketidakpercayaan seperti yang diuraikan dalam QS. Al-Isra 17:32 yakni :

‫قل‬ ِ َ‫الز َنى ِاَّنه َكان ف‬


‫اح َشةَ َو َسآ َء َسبِْياًل‬ ِّ ‫َواَل تَ ْق َر ُبوا‬
َ ُ

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina;

Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan

suatu jalan yang buruk.”63

3) Sering Menunda Aktivitasnya

Bisa membuat penonton seolah-olah adegan-adegan dalam drama

tersebut adalah bagian dari kehidupannya sendiri jika menonton drama

Korea hingga ceritanya berakhir di dunia fiksi. Sehingga banyak kegiatan

nyata yang ditunda hingga diabaikan, misalnya; menunda mengurus tugas,

membersihkan rumah hingga menunda makan.

4) Rela Begadang

Jika kita menonton drama Korea di TV, kita masih dapat

mengendalikan diri, namun dengan asumsi acara Korea memiliki struktur

rekaman yang penuh dengan episode, akan sulit untuk membuat penonton

berhenti. Pasalnya setiap situasi tayangan di episode berikutnya membuat

63
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Cet. I; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), 286.
penonton penasaran dan selalu ingin melanjutkan ke episode berikutnya.

Oleh karena itu, penonton selalu begadang dan melewatkan aktivitas pagi

hari.

b. Dampak Positif

1. Kaya Informasi dan Ilmu

Dramatisasi Korea memiliki cerita dasar yang unik. Setiap

pekerjaan akan memiliki topik luar biasa yang selalu diselidiki secara

menyeluruh di bidang kedokteran, penelitian otak, pelatihan, regulasi,

kepolisian, sains, dan bahkan sejarah. Oleh karena itu, acara Korea dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis seperti dramatisasi klinis, acara

verifikasi, dramatisasi rom-com, acara aktivitas, bahkan drama.

2. Belajar Nilai Kehidupan dan Moral

Dalam acara Korea, orang jahat tidak pernah mengambil bagian.

Usaha sang legenda untuk menghadapi apa pun dalam hidupnya pada

akhirnya akan menuai kemenangan. Untuk sementara, para penggiat akan

menerima manfaat dari pilihan mereka sendiri. Budaya Korea sangat

menghargai individu yang lebih mapan, hal ini terlihat dari penggunaan

bahasa mereka. Untuk individu yang lebih berpengalaman, bahasa formal;

untuk usia yang lebih muda, sahabat dan sahabat tersayang, bahasa santai

(banmal).

3. Memiliki Rasa Empati yang Tinggi

Sebuah penelitian menemukan bahwa orang-orang yang menonton

acara dan pertunjukan Korea memiliki tingkat kasih sayang dan

keramahan yang lebih tinggi daripada cerita.

4. Membuka Ide dan Prespektif Baru

Pihak berwenang dalam masalah ini setuju, menonton dramatisasi

Korea atau semacamnya adalah sebuah ujian karena Anda berpikir di luar

sudut pandang masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dirasakan

memberikan manfaat yang baik untuk menggairahkan otak untuk


melahirkan pemikiran-pemikiran baru, yang implikasinya pikiran akan

berhadapan dengan jalan cerita dan setiap adegan yang mengagetkan ke

dalam sudut pandang yang lain..

Anda mungkin juga menyukai