Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL, ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia Tanon Kidul “Sehat Bahagia”

Surakarta dimulai pada tanggal 5 Desember 2019 sampai 11 Januari 2020. 2 kali

seminggu selama 6 minggu. Subjek penelitian merupakan lansia yang memenuhi

kriteria inklusi dan berjumlah 22 lansia dari total populasi yaitu 32 lansia. Lansia

yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 10 lansia, dengan kriteria 9 lansia masih

berusia kurang dari 60 tahun, dan 1 lansia pernah mengalami fraktur pada annggota

gerak bawah selama kurang lebih satu tahun terakhir, sehingga lansia yang memenuhi

kriteria inklusi sebanyak 22 lansia. Selama pelaksanaan pengambilan data, ada 2

subjek yang tidak mengikuti program latihan dan tidak mengikuti pengukuran setelah

diilakukannya perlakuan, sehingga masuk kedalam kriteria drop out. Sampai akkhir

penelitian, total subjek yang mengikuuti penelitian berjumlah 20 orang.

Setiap subjek penelitian dilakukan pengukuran dengan alat ukur Time Up and

Go test (TUG) pada awal sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan

perlakuan. Sebelum dilakukannya pengukuran, peneliti menjelaskan prosedur, tujuan

dan manfaat yang diberikan dari penelitian yang akan dilaakukan. Subjek penelitian

diberikan perlakuan berupa otago exercise sebanyak 2 kali perminggu dilakukan

selama 6 minggu.

56
57

Gambaran umum karakteristik mengenai hasil penelitian dibagi menjadi

karakteristik subjek berdasarkan usia, dan jenis kelamin.

1. Karakteristik subjek berdasarkan usia

Karakteristik pada subjek penelitian ini berdasarkan usia menunjukan bahwa

subjek penelitian yang berusia antara 60-69 tahun sebanyak 12 subjek (60%), yang

berusia 70-79 tahun sebanyak 3 subjek (15%) dan yang berusia 80-89 tahun sebanyak

5 subjek dengan rerata usia 70,75 dan standar deviasi 7,239 (tabel 4.1)

TABEL 4.1
KARAKTERISTIK SUBJEK BERDASARKAN USIA

Usia N Presentase Minimum Maksimum Rerata Std.devisi


60-69 12 60% 62 85 70,75 7,239
70-79 3 15%
80-89 5 25%
Total 100%
Sumber : Data Primer, 2020

2. Karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini,

total subjek perempuan sebanyak 19 subjek (95%) dan laki-laki sebanyak 1 subjek

(5%) (tabel 4.2).


58

TABEL 4.2
KARAKTERISTIK SUBJEK BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Jenis Kelamin N Presentase


Laki-laki 1 5%
Perempuan 19 95%
Total 20 100%
Sumber : Data Primer, 2020

B. Keadaan Subjek Penelitian

1. Keadaan subjek penelitian sebelum perlakuan

Hasil pengukuran time up and go test (TUG) pada keadaan awal subjek

penelitian sebelum diberikan perlakuan yaitu sebanyak 20 subjek didapatkan hasil

pengukuran time up and go test (TUG) minimum sebesar 9,48 detik dan maksimum

20,21. Rata rata keseluruhan yaitu 12,182 detik.

TABEL 4.3
KEADAAN SUBJEK SEBELUM PERLAKUAN (PRE TEST)
MENGGUNAKAN TIME UP AND GO TEST (TUG)

Pre test
Nilai TUG
Minimum Maksimum Rata
(detik) N Presentase
(detik) (detik) rata(detik)
0-10 1 5% 9,48 20,21 12,182
11-20 18 90%
21-30 1 5%
>30 0 0
Sumber : Data Primer, 2020
59

2. Keadaan subjek penelitian setelah diberikan perlakuan

Hasil pengukuran Hasil pengukuran time up and go test (TUG) pada pada

subjek penelitian setelah diberikan perlakuan berupa otago exercise yaitu sebanyak

20 subjek didapatkan hasil pengukuran time up and go test (TUG) yaitu setelah

diberikan intervensi berupa otago exercise, terdapat 6 subjek (30%) dengan nilai time

up and go test (TUG) antara 0-10 detik dan sebanyak 14 subjek (70%) dengan nilai

time up and go test (TUG) antara 11-20 detik, nilai minimum sebesar 8,83 detik dan

maksimum 19,69. Rata rata keseluruhan yaitu 11,316 detik.

TABEL 4.4
KEADAAN SUBJEK SETELAH PERLAKUAN (POST TEST)
MENGGUNAKAN TIME UP AND GO TEST (TUG)

Pre test
Nilai TUG
Minimum Maksimum Rata
(detik) N Presentase
(detik) (detik) rata(detik)
0-10 6 3% 8,83 19,69 11,316
11-20 14 70%
21-30 0 0
>30 0 0
Sumber : Data Primer, 2020

Setelah dilakukan penelitian selama 6 minggu sebanyak 2 kali per minggu,

terdapat selisih perubahan nilai rata rata time up and go test (TUG) dari sebelum

perlakuan dan setelah diberikan perlakuan. Keadaan sebelum perlakuan pre test

sebanyak 12,182 detik dan keadaan setelah perlakuan post test sebanyak 11,316

sehingga selisih antara pre test dan post test sebanyak 0,866 detik. Hasil
60

perbandingan perubahan nilai nilai rata rata time up and go test (TUG) sebelum

perlakuan dan setelah diberikan perlakuan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

TABEL 4.5
SELISIH PERUBAHAN PRE TEST – POST TEST

Subjek Rata rata pre test Rata rata post test Selisih
(N) (detik) (detik) (detik)
20 12,182 11,316 0,866
Sumber : Data Primer, 2020

C. Analisis Data

Uji normalitas adalah uji prasyarat tetang kelayakan data untuk diuji. Pada

penelitian iniuji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk Test karena sampel data

berjumlah 20 orang lansia, yang dianalisis menggunakan program SPSS 25 untuk

mengetahui normal tidaknya suatu sebaran data dapat dilihat dari nilai signifikan pada

hasil olah data program SPSS. Apabila nilai signifikan menunjukkan >0,05 maka

sebaran data tersebut dapat dianggap berdistribusi normal dan apabila nilai signifikan

<0,05 dapat dikatakan bahwa sebaran data tersebut tidak normal. Berikut ini data

tabel hasil Shapiro Wilk:


61

TABEL 4.6

UJI NORMALITAS DATA SEBELUM DAN SESUDAH INTERVENSI

Shapiro- Wilk
Statistic Df sig.

Pre Eksperimen 0,784 20 0,001

Post Eksperimen 0,787 20 0,001


Sumber : Data Primer, 2020

Berdasarkan tabel diatas data TUG pada lansia sebelum diberikan intervensi

dan sesudah dibeikan intervensi memiliki nilai signifikan <0,05. Pada kelompok

eksperimen nilai signifikan pada data sebelum intervensi yaitu 0,001 dan nilai pada

data setelah intervensi yaitu 0,001 maka dari hasil uji normalitas diatas dapat

disimpulkan bahwa pada kelompok eksperimen data tersebut berdistribusi tidak

normal.

Ha: ada pengaruh pemberian otago exercise terhadap peningkatan

keseimbangan dinamis pada lansia.

Sehingga pada uji hipotesis atau uji beda menggunakan uji wilcoxon karena
sebaran data tidak normal, yang termasuk dalam uji non parametrik. Data yang
didapatkan dari hasil penelitian didapatkan hasil uji wilcoxon dengan nilai
signifikansi p=0,000 (p<0,05) dapat diartikan bahwa Ha diterima.
Selisih negative dari hasil data yang didapat dari 20 subjek data negative (N),

pada 20 subjek tersebut terdapat penurunan nilai tug pada post test, dengan mean

rank atau nilai rata-rata penurunannya sebesar 10,50 dan sum of rank sebesar 210,00.

Sedangkan nilai ties adalah 0 sehingga dapat disimpulkan tidak ada nilai yang sama
62

persis antara pre test dan post test. Hasil uji hipotesis menggunakan uji wilcoxon

dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya pengaruh pemberian otago exercise terhadap

kesimbangan dimnamis pada lanisa.

D. Pembahasan

1. Karakteristik sampel penelitian

a. Usia

Pada penelitian ini distribusi data responden menurut usia menunjukkan

bahwa lansia yang mengalami gangguan keseimbangan dinamis yaitu lansia dengan

rentang usia 60-79 tahun, sebanyak (75%), hal tersebut sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Maciel dan Guerra (2005) terhadap 310 lansia yang berusia lebih dari

60 tahun menemukan hubungan antara usia 75 tahun dan keseimbangan yang buruk

(Gai, et al, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Tinetti (2003) juga menyatakan bahwa lebih

dari sepertiga penduduk berusia 65 tahun atau lebih di dunia mengalami jatuh dan

setengahnya merupakan kejadian berulang. Jatuh merupakan dampak langsung dari

gangguan keseimbangan (Gai, et al 2010). Adanya fisiologis yang berubah pada

lansia akibat degenerasi dan diantaranya merupakan komponen keseimbangan utama

tubuh. Akibat perubahan fisiologis tersebut yang juga terjadi pada komponen-

komponen utama keseimbangan, maka keseimbangan pada lansia menjadi terganggu.

(Siti et al 2009, dalam Nughrahani, 2014).


63

b. Jenis kelamin

Responden di posyandu lansia tanon kidul “Sehat Bahagia” Surakarta yang

menjadi sampel dalam penelitian ini sebagian besar adalah lansia berjenis kelamin

perempuan yaitu 95% lebih banyak dibandingkan lansia berjenis kelamin laki-laki.

Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniaty (2014), penelitian sebelumnya

menyebutkan bahwa, lansia perempuan mengalami menapouse atau perubahan

hormonal, yaitu mengalami penurunan hormon ekstrogen, sehingga menyebabkan

tulang keropos, fungsi penting tulang yaitu salah satu organ untuk membantu

keseimbangan. Apabila terjadi pengeroposan pada tulang, maka keseimbangan pada

tubuh lansia perempuan menjadi terganggu. Lansia perempuan juga mengalami

penurunan kekuatan otot, kekutana genggaman tangan dan kelemahan otot

ekstremitas bawah.

Beberapa faktor yang mempengaruhi Range of Motion yang berpengaruh pada

kesimbangan di antara faktor lain seperti usia, budaya dan aktifitas, jenis kelamin

menjadi salah satunya. Berdasarkan karakteristik responden diketahui rata-rata usia

responden adalah usia 65,31 tahun, artinya rata-rata responden berada pada usia lanjut

yang mengalami degeneras, salah satunya kondisi sendi dan otot. Fitriyansyah, et al

(2014).

Manangkot, et al (2016), berkaitan dengan keseimbangan tubuh pada lansia

berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar responden adalah perempuan, yaitu

sebanyak 20 orang sebesar 74,1%.


64

Menurut Miller (2004), berkaitan dengan keseimbangan tubuh pada lansia

laki-laki dan perempuan, lansia perempuan memiliki kontrol muskular yang kurang

daripada lansia laki-laki sehingga mempengaruhi ekstremitas bawah.

Ketidakseimbangan posisi tegak dipengaruhi oleh faktor penuaan seperti

berkurangnya reflek, kerusakan fungsi propioseptif, berkurangnya sensasi fibrasi dan

posisi tulang sendi pada ekstremitas bawah. Konsekuensi fungsional negatif yang

diakibatkan dari perubahan sistem muskuloskeletal dan faktor risikonya adalah

berkurangnya kekuatan otot, kelenturan dan koordinasi, terbatasnya rentang gerakan

disertai meningkatnya risiko jatuh dan fraktur.

2. Pengaruh otago exercise terhadap keseimbangan dinamis pada lansia

Pada penelitian ini yang dilakukan di posyandu lansia tanon kidul “Sehat

Bahagia” Surakarta. Responden diberi pperlakuan berupa otago exercise yang

dilakukan 2 kali perminggu dilakukan selama 6 minggu, dengan hasil pengukuran pre

test dan post test didapatkan nilai signifikansi sebesar p = 0,000 (p<0,05) yang

menunjukan adanyaa pengaruh pemberian otago exercise terhadap keseimbangan

dinamis pada lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh dilakukan

oleh (Manohare and Hande., 2019) yang berjudul “Effect of 6 Weeks Otago Exercise

Program on Balance in Older Adults”yang bertujuan untuk membndingkan efek

yang diberikan dari 6 minggu otago exercise programe dan conventional exercise

untuk meningkatkan keseimbangan pada lansia dengan subjek sebanyak 20 lansia

program latihan selama 6 minggu, dengan 2 kali sesi perminggu. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa otago exercise program lebih efektif dibandingkan dengan


65

conventional exercise dalam meningkatkan keseimbangan pada lansia, sehingga dapat

mengurangi risiko jatuh pada lansia. Otago exercise tampaknya menjadi intervensi

paling efektif untuk meningkatkan status kesehatan pada lansia yang lemah. Latihan

ini, merupakan jenis penggabungan latihan kekuatan otot, keseimbangan dan latihan

aerobik berupa berjalan.

Latihan kekuatan berfokus pada latihan penguatan otot–otot ekstremitas

bawah. Group otot yang memiliki peran penting dalam gerakan fungsional dan

berjalan adalah otot fleksor knee, ekstensor knee, dan abduktor hip (Campbell dan

Robertson, 2003). Otago exercise dapat meningkatkan kekuatan otot yang

dipengaruhi oleh kontraksi otot. Kontraksi otot yang terjadi akan meningkatkan besar

tegangan (level tension) berupa perpanjangan sarcomer otot yang menimbulkan

perubahan anatomis, yaitu peningkatan jumlah miofibril, peningkatan ukuran

miofibril, peningkatan jumlah total protein kontraktil khususnya kontraktil miosin

dan peningkatan kualitas jaringan penghubung, tendon dan ligamen. Selain itu,

peningkatan kekuatan otot juga disebabkan perubahan biokimia otot yaitu

peningkatan konsentrasi kreatin, peningkatan yaitu peningkatan jumlah miofibril,

tonsentrasi kreatin fostat dan ATP serta peningkatan glikogen. Hal ini dapat

mempengaruhi kemampuan sistem metabolik aerob dan anaerob yang dapat

meningkatkan energi dan kekuatan otot. Ketika kekuatan otot meningkat maka akan

menjaga posisi tubuh dalam keadaan stabil sehingga keseimbangan meningkat

(Kisner, 2011).
66

Keseimbangan berkaitan dengan sistem kontrol postural. Komponen dasar

yang termasuk dalam sistem kontrol postural meliputi: (1) kendala biomekanik,

terkait dengan kekuatan otot dan limit of stability yaitu kemampuan tubuh dalam

menggerakan pusat gravitasi tubuh serta mengontrol keseimbangan tanpa mengubah

bidang tumpu, (2) Strategi gerakan berupa feedback berupa respon protektif atau

respon korektifdan feedforwardberupa respon postural saat mengantisipasi suatu

perubahan posisi tertentu,(3) Strategi sensoris meliputi: sensory integration dan

sensory re-weighting, yaitu kemampuan untuk meningkatkan bobot sensorik

bergantung pada seberapa penting konteks sensori dalam menjaga stabilitas, (4)

Orientasi ruang, yaitu kemampuan untuk mengarahkan bagian tubuh sehubungan

dengan gravitasi, bidang tumpu, sistem visual, dan referensi internal, (5) Kontrol

dinamik, dan (6) Proses kognitif terkait perhatian dan proses pembelajaran (Horak,

2006).

Pelatihan keseimbangan dapat memberikan efek berupa adaptasi neural.

Adaptasi neural ini menimbulkan sumasi serabut multipel yaitu suatu keadaan

peningkatan jumlah unit motorik yang berkontraksi secara bersama-sama. Dengan

meningkatnya jumlah unit motorik, maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot

(Squire et al., 2008).

Dengan adanya peningkatan keseimbangan dan kekuatan otot akan

meningkatkan control dinamik berkaitan dengan gait dan locomotion. Gait adalah

pola berjalan dan locomotion adalah perpindahan berupa berjalan ataupun berlari

yang beratkaitannya dengan keseimbangan dinamis.


67

E. Hambatan dan Kelemahan

Adapun hambatan dan kelemahan dalam penelitian yang dapat mempengaruhi

hasil penelitian ini, antara lain : (1) peneliti tidak dapat mengendalikan aktifitas

keseharian subjek yang dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan, karena aktifitas

yang dilakukan subjek berbeda-beda, (2) Peneliti sulit mengontrol faktor dari luar

yang mempengaruhi proses intervensi seperti suasana lingkungan yang terkadang

tidak kondusif karena tempat untuk perlakuan kurang luas, (3) keterbatasan waktu

penelitian, sehingga hal ini mungkin tidak maksimal untuk mengevaluasi efek jangka

panjang, karena gangguan musculoskeletal yang sudah kronik dan juga terkait dengan

factor psikologis lansia.

Anda mungkin juga menyukai