Anda di halaman 1dari 5

"MERAUP UNTUNG DARI PELUANG BISNIS JASA YANG TAK BIASA : JOKI

TUGAS"

Penulis : Gloria Ivana Lapaoni (A 311 20 053)

Program Studi Pendidikan Sejarah

Universitas Tadulako

Sebagai mahasiswa, tentunya tidak lazim lagi ditelinga kita jika berbicara tentang jasa.
Perekonomian Indonesia di topang oleh 3 bidang/sektor yaitu sektor agrikultur, sektor
manufaktur dan sektor service/jasa. Artikel ini berisi opini penulis mengenai salah satu jasa
pendidikan yang nyentrik dan hangat terjadi dan berkembang di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak
lain, pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak mengakibatkan
kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bisa berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya. Kota Palu
adalah ibukota Sulawesi Tengah dengan perekonomian yang berpusat pada sektor industri
manufaktur dan jasa. Dikutip dari tulisan ANTARA PALU, Wali Kota Palu, Sulawesi Tengah,
Hidayat mengatakan pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan merupakan program
prioritas sebagai upaya meningkatkan daya saing sumber daya manusia. Pendidikan dan
kesehatan adalah instrumen peningkatan SDM yang terpenting dan tidak dapat dipisahkan.
Kedua sektor ini masuk dalam visi dan misi pemerintah kota. Wali kota menjelaskan, di bidang
pendidikan, pemerintah telah melakukan berbagai terobosan antara lain memberikan kemudahan
bagi masyarakat untuk mengenyam pendidikan formal sebagaimana harapan pemerintah pusat
bahwa setiap anak berhak mendapat layanan pendidikan. Terobosan itu yakni memberikan
layanan pendidikan murah, terjangkau dan berkualitas bagi jenjang pendidikan Sekolah Dasar
(SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di bawah naungan pemerintah kota. Namun di
artikel ini, penulis mencoba melihat bisnis uang berkedok jasa pendidikan atau yang sangat
fenomenal disebut jasa joki tugas.

Di Kota pelajar seperti kota Palu, banyak sekolah yang tersebar di seluruh wilayah. Keadaan kota
Palu yang sangat ramai diminati oleh para pelajar apalagi ditambah dengan keadaan pandemi dan
pascapandemi membuat orang-orang yang frustasi dengan perekonomian yang semakin menurun
mendapat suatu ide membuka peluang bisnis baru bagi sebagian orang untuk mendapatkan uang
demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Penyedia joki tugas bukan hanya orang-orang yang sudah
mapan bekerja, bahkan mahasiswa sekalipun menawarkan jasa joki tugas kepada sesama
temannya bahkan bergabung membentuk suatu komunitas penyedia joki tugas karena beralasan
kehidupan yang sudah di kota Palu apalagi dari latar belakang keluarga yang susah, hal ini di
pilih untuk membantu perekonomian atau bahasa kasarnya "cari uang jajan".

Istilah jasa joki dalam dunia pendidikan, mengacu pada orang yang mengerjakan hampir
sebagian besar tugas orang lain, bahkan dari mulai ide, menuangkan ide ke dalam tulisan, hingga
selesai, dan dia mendapat bayaran dari “jasa” tersebut. Jalan ninja yang menyesatkan nyatanya
masih diminati kalangan mahasiswa terpelajar. Fenomena satu ini membuat tergiur berbagai
kalangan karena sangat menjanjikan. Joki tugas sangat memberi kemudahan di kala sibuk dan
keteteran untuk mengerjakan tugas. Hal tersebut didukung dengan penawaran menarik dan jasa
perjokian yang berasal dari kalangan terpelajar, mulai dari kumpulan program studi, platform
belajar, hingga universitas. Sehingga, customer tidak merasa khawatir dengan tugasnya, bahkan
kepercayaan yang dibangun antara si penjoki dan pelanggan setianya cukup dibilang harmonis.
Hal tersebut didukung dengan penawaran menarik dan jasa perjokian yang berasal dari kalangan
terpelajar, mulai dari kumpulan program studi, platform belajar, hingga universitas. Sehingga,
customer tidak merasa khawatir dengan tugasnya, bahkan kepercayaan yang dibangun antara si
penjoki dan pelanggan setianya cukup dibilang harmonis.

Banyaknya murid bahkan mahasiswa yang mengeluh terkait pemberian segudang tugas dengan
deadline yang berdekatan, dijadikan peluang emas untuk membuka jasa ini. Mulai dari tugas
makalah, artikel, desain grafis, proposal bahkan skripsi sekalipun dapat dikerjakan oleh penyedia
jasa joki tugas. Terlebih di masa pandemi, jangan heran apabila lapak perjokian tugas makin laris
diminati. Joki tugas merupakan bisnis yang ilegal. Faktor yang melatarbelakangi praktik joki
tugas adalah krisis ekonomi. Ekonomi yang lemah dan semakin merosot akibat tidak mendapat
pekerjaan yang menjanjikan membuat penjoki memilih jalan pintas untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya demi keberlangsungan hidup yang tentunya tidak lepas dari uang. Kemajuan
teknologi mendorong timbulnya ide bisnis baru yang lebih kreatif, termasuk jasa joki tugas via
online ini. Dahulu penjoki tugas hanya menggunakan sistem promosi dari mulut ke mulut,
namun kini sudah tersedia puluhan akun yang tersebar di berbagai media sosial bahkan juga e-
commerce. Layaknya simbiosis mutualisme yang kedua pihaknya saling menguntungkan, cukup
membayar sejumlah uang kepada si penjoki, tugas murid/mahasiswa otomatis kelar.

Mari kita menilik iklan jasa joki tugas yang ada di Facebook,instagram dan twitter. Mereka
menawarkan waktu pengerjaan tugas yang singkat, tarif yang bervariatif, serta tak lupa
memamerkan para tenaga kerja dibalik jasa jokinya. Ya, umumnya jasa joki ini dikelola oleh
sebuah kelompok. Anggotanya pun berasal dari berbagai latar belakang universitas dan jurusan
yang berbeda, pengerjaan tugas dapat disesuaikan dengan keahliannya masing-masing, supaya
pelanggan tambah yakin dengan keakuratan jawaban. Jika dilihat dari sudut pandang penyedia
jasa joki tugas, faktor seperti yang telah dijelaskan di atas sebenarnya juga tergantung dari
individu itu sendiri. Apakah dirinya mau untuk mengambil jalan lain selain menjadi joki tugas
meskipun dengan usaha yang lebih berat dan hasil yang tidak sebesar menjadi joki tugas. Karena
dalam hal ini menjadi joki tugas merupakan hal yang melanggar etika dunia pendidikan.

Menjadi seorang joki tugas jika dalam alasan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari atau
kebutuhan untuk pendidikan dapat digolongkan dalam cara adaptasi individu dalam situasi
tertentu menurut Robert K. Merton yang diidentifikasikan dalam lima cara yaitu conformity,
innovation, ritualism, retreatism, dan rebellion. Dalam hal ini cara adaptasi yang masuk yaitu
cara ke-2 yaitu innovation, di mana tujuan yang diikuti sesuai dengan apa yang telah ditentukan
masyarakat. Penyedia jasa joki mengikuti tujuan yaitu untuk mendapatkan penghasilan namun
cara yang dipilih tidak sesuai yaitu dengan menyediakan jasa joki tugas. Penyediaan jasa joki
tugas dianggap sebagai sebuah hal yang tidak sesuai karena kembali lagi dilihat dari sudut
pandang dunia pendidikan.

Fenomena joki tugas sudah menjadi rahasia publik, diam-diam banyak juga yang melirik. Cukup
memprihatinkan tetapi hal buruk ini seharusnya tidak terjadi dalam dunia pendidikan di
Indonesia. Apalagi di tengah pesatnya arus informasi, jasa perjokian bagaikan bisul yang makin
hari makin besar dan melebar. Karena telah marak diminati, tidak sedikit oknum membuka
praktik perjokian apalagi di tengah pandemi. Dengan modal ilmu yang didapat serta sumber
informasi di internet, penjoki dapat memperoleh uang dari hasil jokinya. Uang yang di terima
tergantung kesulitan dan waktu penugasan. Maraknya fenomena joki tugas dalam seiring
berjalannya waktu terus dinormalisasi oleh sebagian kalangan. Walaupun begitu, dengan
menghargai usaha diri sendiri, tentu kita tahu mana yang harus kita pilih. Fenomena joki tugas
sudah lama terjadi, apalagi dengan pesatnya arus teknologi dan informasi. Sekarang, joki tugas
makin populer dan rasa-rasanya makin dianggap wajar. Maraknya joki tugas sekarang ini,
bahkan secara terang-terangan dipromosikan (dahulu, orang yang mau menjoki itu harus diam-
diam karena malu). Berdalih dengan alasan “sama-sama menguntungkan” dan tidak merugikan
siapapun. Sesuatu yang merugikan itu tidak harus hanya dirasakan oleh seorang individu, tapi
bisa bersifat sistemik “merusak” moral.

Sebagian besar orang yang menjoki biasanya memang malas (sudah terbiasa mau serbacepat dan
tidak mau berpikir) atau sudah terlanjur kewalahan dengan segala tugasnya menumpuk. Dalam
kasus lain, orang itu berarti memang tidak bisa mengatur waktunya dengan baik. Karena itu, tiap
orang sebetulnya perlu mengasah keterampilannya dalam mengatur waktu. Semua perbuatan
yang dilakukan pasti ada konsekuensinya sendiri. Capek? Jelas. Jenuh? Jangan ditanya. Namun,
terlepas itu semua, pasti ada kebanggaan tersendiri menjalani proses pendidikan dengan
kejujuran. Kita tentu tak perlu menjadi “polisi” yang menegur berlebihan, baik kepada penyedia
maupun pengguna jasa joki. Namun, minimal, kita bisa mulai dari diri sendiri dengan
mengutamakan kejujuran dalam segala aspek kehidupan, apalagi ketika itu soal pendidikan. Ini
soal menghargai usaha diri sendiri. Tak peduli berapa hasil yang kita dapat nanti, kita patut
bangga bahwa kita menjalankannya dengan jerih payah kita sendiri. Kita dituntut untuk menjadi
orang yang perfeksionis, yang tidak sepenuhnya percaya dengan orang lain, apalagi soal
pendidikan. Selalu menganggap tugas yang kita kumpulkan merupakan profesionalisme dalam
mengenyam pendidikan. Ya, profesionalisme itu bukan cuma pekerjaan tetapi juga termasuk saat
kita sedang menempuh pendidikan.

Contohnya kita sebagai pelajar atau mahasiswa yang merupakan profesi. Memang tidak
menghasilkan, tetapi itu profesi. Ada tanggung jawabnya, ada kewajibannya, kalau kita tidak
mengerjakan pekerjaan kita, sebagaimana profesi tersebut dengan baik, kita berbuat curang,
menjoki, dan sebagainya. Apa kita berhak protes dengan para pejabat yang korupsi? Bukankah
itu artinya kita sama-sama “corrupt”? Apa itu “corrupt”? Artinya, “memiliki atau menunjukkan
kesediaan untuk bertindak tidak jujur dengan imbalan uang atau keuntungan pribadi.” Beda
enggak dengan menjoki? Sama saja. Ada ketidakjujuran dan ada imbalan untuk uang, atau
dilakukan demi imbalan berupa uang. “Corrupt”? Iya.
Sekarang, kita mau menuntut negara kita bersih dari koruptor? Coba cek dulu diri kita. Apakah
perilaku kita sepenuhnya, dalam kehidupan sehari-hari, di sekolah atau kuliah, sepenuhnya
bertolak belakang dengan apa yang dilakukan para koruptor? Kalau masih menjoki, sama saja
bohong. Para mahasiswa sering kali mengkritik para pejabat-pejabat yang terbukti melakukan
korupsi. Selain itu, kerap juga muncul di sosial media kalimat "Indonesia tidak butuh orang
pintar, tetapi butuh orang jujur". Lantas, bagaimana kondisi negara Indonesia nantinya jika
orang-orang yang duduk di kursi jabatan ialah mahasiswa yang saat ini tidak menjunjung tinggi
nilai kejujuran?

Target pembangunan Sumber Daya Manusia melalui peningkatan layanan ada sektor pendidikan
oleh wali kota Palu rasanya akan sia-sia. Karena pada kenyataannya, SDM yang diharapkan
dalam pendidikan justru berbanding terbalik. Banyak mahasiswa dan murid-murid yang memilih
menggunakan cara yang curang dan tentunya ini sangat berpengaruh terhadap kualitas SDM di
Sulawesi Tengah. Oleh karena itu, perlu adanya pemberantasan praktik joki tugas di kalangan
terpelajar, dengan memberikan sanksi terhadap oknum-oknum penjoki.

Apapun alasannya, joki tugas itu perbuatan “kriminal” dalam dunia akademik. Itu mencederai
nilai-nilai pendidikan yang mencakup kode etik akademik dan kode kejujuran. Tercantum dalam
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kita sebagai tunas muda
bangsa yang hidup di lingkungan akademis, sudah seharusnya menjunjung tinggi integritas
akademik dan kode etik akademik, dengan menghindari joki tugas. Masih banyak pekerjaan yang
menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi selain dengan cara yang curang.

Anda mungkin juga menyukai