Anda di halaman 1dari 18

Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1.

2023
JIT 1 (1) (2023) 1-12 ISSN 2597-8977
JURNAL IPA TERPADU
http://ojs.unm.ac.id/index.php/ipaterpadu

p-ISSN : 2597-8977 PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK


e-ISSN : 2597-8985 ELEKTRONIK (E-LKPD) BERBASIS POTENSI LOKAL
HUTAN MANGROVE KLAYAN PADA MATERI
EKOSISTEM KELAS X SMA/MA

Penulis 1*) Abstrak: Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui potensi lokal
Alfa Nia 1 hutan mangrove di Desa Klayan. dan untuk mengetahui
pengembangkan e-LKPD berbasis Potensi Lokal Hutan Mangrove
Klayan pada materi ekosistem. Penelitian ini merupakan penelitian
Penulis 2
pengembangan (R&D) dengan model 4D (Define, Design,
Ina Rosdiana Lesmanawati 2
Development, dan Dissemination), yang didukung oleh penelitian
potensi lokal di Hutan Mangrove Desa Klayan pada bulan Maret
Penulis 3 2023. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket
Bambang Ekanara 3 dan observasi. Data yang diperoleh dari lembar angket digunakan
untuk perbaikan e-LKPD yang disusun. Berdasarkan hasil penelitian
potensi lokal hutan mangrove bagi masyarakat adalah bisa
dikembangkan menjadi salah satu objek wisata, tambak udang,
dan tambak ikan. Serta terdapat 25 jenis spesies mangrove dapat
ditemukan di hutan mangrove Desa Klayan. Hasil potensi lokal di
Hutan Mangrove ini dijadikan sebagai konten dalam
pengembangan e-LKPD. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa berdasarkan penilaian yang didapat dari ahli materi
mendapatkan persentase 80% dengan kriteria layak, skor penilaian
dari ahli media memperoleh persentase 81,54% dengan kriteria
sangat layak. Pada uji coba kelompok kecil memperoleh
persentase kemenarikan e-LKPD 88,7% dengan kriteria sangat layak
dan skor dari respon pendidik sebesar 88,42 % kategori sangat
layak. Dari hasil validasi ahli dan uji coba produk maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa e-LKPD Berbasis Potensi Lokal Hutan
Mangrove Klayan sangat layak untuk digunakan sebagai bahan ajar
siswa Kelas X SMA/MA pada pembelajaran biologi.

Kata Kunci: Potensi Lokal, Lembar Kerja Peserta Didik Elektronik


(e-LKPD), Bahan Ajar

Abstract: This research aimed to determine the local potential of


mangrove forests in Klayan Village. and to find out the
development of e-LKPD based on Local Potential of Klayan
Mangrove Forest on ecosystem material. This research is a
development research (R&D) with a 4D model (Define, Design,
Development, and Dissemination), which is supported by research
on local potential in the Mangrove Forest of Klayan Village in
March 2023. The instruments used in this study were
*) Correspondence Author: questionnaires and observations. The data obtained from the
alfaniaaa@gmail.com questionnaire sheet is used to improve the compiled e-LKPD.

JURNAL IPA TERPADU 1


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

Based on the results of research on the local potential of


mangrove forests for the community, it can be developed into a
tourist attraction, shrimp ponds and fish ponds. And there are 25
types of mangrove species that can be found in the mangrove
forest of Klayan Village. Local potential results in Mangrove
Forests are used as content in the development of e-LKPD. The
results of this study also show that based on the assessment
obtained from material experts, a percentage of 80% is obtained
with the appropriate criteria, the assessment score from media
experts is 81.54% with very feasible criteria. In the small group trial,
the percentage of attractiveness of the e-LKPD was 88.7% with
very appropriate criteria and a score from the teacher's response
of 88.42% in the very feasible category. From the results of expert
validation and product trials, the authors can conclude that the
Klayan Mangrove Forest Local Potential-Based e-LKPD is very
feasible to be used as teaching material for Class X SMA/MA
students in biology learning.

Keyword: Local Potential, Electronic Student Worksheets (e-


LKPD), Teaching Materials

PENDAHULUAN
Pembelajaran biologi sebagai salah satu bagian dari pendidikan memiliki potensi yang
besar dalam memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar (Talakua, 2020). Salah satu
pemanfataan lingkungan adalah dengan mengkaji potensi lokal yang ada di lingkungan peserta
didik. Pemilihan pengembangan bahan ajar berbasis potensi lokal sangat sesuai dengan
karakteristik biologi khususnya yang memanfaatkan mahluk hidup maupun bagiannya. Selain itu
bahan ajar ini akan merangsang peserta didik untuk tanggap dengan berbagai potensi lokal yang
bisa dikembangkan, dan ini akan membuat peserta didik lebih kritis dan lebih mudah menerapkan
apa yang sudah dipelajarinya ke lingkungan. Menindaklanjuti hal itu pengembangan bahan ajar
sangat penting untuk dilakukan terutama bahan ajar yang menekankan pada proses, sehingga
pembelajaran peserta didik menjadi lebih bermakana (Laksana, 2015)
Menurut Nurhidayati (2016) bahwa realitanya masih banyak guru yang menggunakan
bahan ajar yang sudah jadi seperti Buku Tematik yang telah disediakan oleh pemerintah atau
LKPD yang merupakan hasil dari suatu penerbit yang mungkin tidak sesuai dengan lingkungan di
mana siswa tersebut belajar. Kondisi ini tentunya dapat mempersulit peserta didik dalam
memahami materi yang seharusnya mereka kuasai. Bahan ajar cetak kurang mengedepankan
unsur lingkungan dan budaya lokal masyarakat setempat.
Dunia pendidikan telah memasuki era teknologi dimana penggunaan media elektronik
sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran jika digunakan secara tepat dapat mempengaruhi
kualitas belajar mengajar di kelas. Jika para guru dapat mengembangkan dan menggunakan
media pembelajaran dengan baik, berarti mereka telah memperoleh media pembelajaran yang
sesuai dengan tuntutan kurikulum, bahkan dapat juga sesuai dengan kebutuhan siswa (Belawati,
2010).
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan salah satu media yang dapat digunakan
dalam proses pembelajaran dan juga dapat menunjang proses pembelajaran. Lembar kerja
peserta didik merupakan sarana pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengeksplorasi
proses pembelajaran dan dapat menciptakan siswa yang aktif. Media pembelajaran berupa
lembar kerja peserta didik elektronik dimaksudkan untuk mengoptimalkan kegiatan belajar

JURNAL IPA TERPADU 2


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

mengajar. Selama ini lembar kerja peserta didik lebih dikenal sebagai bahan ajar cetak. Lembar
kerja peserta didik dapat disajikan dalam bentuk elektronik. Ini akan menjadi interaktif dengan
tidak hanya menyajikan materi, tetapi juga dilengkapi dengan gambar yang dapat meningkatkan
atau memperkuat pemahaman siswa dalam mempelajari materi (Hayati et al., 2015).
Lembar Kerja Peserta Didik Elektronik (e-LKPD) berbasis potensi lokal berupa lembar kerja
yang memuat pembelajaran yang dapat dijadikan alat atau sumber belajar alternatif lain dalam
proses pembelajaran biologi. Lembar kerja peserta didik elektronik (e-LKPD) berbasis potensi
lokal merupakan bahan ajar yang dapat digunakan pendidik dalam proses pembelajaran yang
berisi materi, rangkuman, dan petunjuk pelaksanaan tugas bagi siswa yang berkaitan dengan
lingkungan sehari-hari siswa, sehingga siswa dapat memahami lingkungan, serta memiliki sikap
dan kepekaan yang tinggi dalam memecahkan masalah terhadap diri sendiri dan lingkungannya
(Fauziah & Qomariyah, 2020).
Hasil observasi dan wawancara awal di MAN 1 Kota Cirebon didapatkan bahwa lembar
kerja peserta didik masih sederhana karena tugas siswa hanya berpedoman pada buku paket.
Lembar kerja peserta didik yang terpisah belum ada, dan belum memenuhi standarisasi
pembuatan lembar kerja peserta didik. Standarisasi dalam pembuatan lembar kerja peserta didik
adalah kecenderungan soal yang disajikan tidak mengikuti kehidupan sehari-hari siswa, tidak
memuat bahan ajar dan hanya memuat soal-soal yang harus dikerjakan siswa serta tidak memuat
kegiatan pembelajaran menarik yang melibatkan siswa secara langsung. Lembar kerja peserta
didik berdasarkan observasi juga menunjukkan bahwa mulai dari sampul yang kurang menarik
hingga tidak menunjukkan minat baca siswa, maka isi lembar kerja peserta didik tersebut kurang
menarik. sangat singkat dan tidak jelas serta tidak memuat materi ilmiah, gambar pada lembar
kerja peserta didik dibuat tidak berwarna, soal pada lembar kerja peserta didik tidak menunjukkan
pemecahan masalah masih merupakan keterampilan berpikir tingkat rendah belum merupakan
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu Andriyani (2018)
bahwa e-LKPD berbasis proyek yang dikembangkan memperoleh angka presentase 91,06% masuk
kedalam katagori valid dan layak untuk digunakan dalam pembelajaran kimia dikarnakan dapat
meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa yaitu dengan marancang proyek sendiri
mengenai termodinamika.
Materi yang diintegrasikan kedalam LKPD elektronik berbasis potensi lokal ini adalah
Ekosistem. Hal tersebut disebabkan materi ekosistem yang selama ini dipelajari jarang
menggunakan potensi local didaerah peserta didik sebagai contoh dalam meninjau materi
tersebut lebih jauh. Ekosistem merupakan salah satu materi esensial dalam Biologi yang
membahas adanya interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Lingkungan yang
spesifik dan kondisional akan memberikan ragam persoalan Ilmu Pengetahuan Alam dan
memberikan relevansi antara kajian teoritis dan aplikasi. Serta akan melibatkan kemampuan
kognitif dan psikomotoris peserta didik, sehingga pemahaman konsep yang didapatkan akan lebih
mengena (melekat) dibandingkan dengan penjelasan melalui ceramah (Akbar, 2013)
Pembelajaran pada materi ekosistem sebagian hanya menekankan pada konsep dan
menggunakan metode ceramah, sehingga siswa hanya dapat membayangkan materi tersebut
secara abstrak padahal materi ekosistem ini sangat berkaitan dengan lingkungan. Ekosistem
merupakan materi yang secara nyata berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yang mana
menghubungkan siswa yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Pengajaran yang
bersumber dari kehidupan nyata membuat para siswa dapat mengamati kenyataan sesungguhnya
dalam masyarakat dan kehidupan masyarakat yang bersifat kompleks. Pengajaran ini pada
gilirannya akan mengembangkan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang praktis dan
terpakai (Hamalik, 2013).
Guru dalam proses pembelajaran juga harus bisa mengenalkan atau mengaitkan potensi
lokal yang ada di sekitar sekolah (wilayah) dengan materi pembelajaran tujuannya agar siswa

JURNAL IPA TERPADU 3


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

mengetahui langsung contoh atau mengkaitkan materi pembelajaran dengan potensi lokal dan
memberi wawasan kepada siswa bahwa di daerah atau wilayah disekitarnya yaitu hutan
mangrove di desa klayan mempunyai banyak potensi dalam hal memanfaatkan wisata yang ada di
daerah tersebut, digunakan atau dijadikan sebagai contoh yang nyata. bahwa pembelajaran yang
mudah dipahami oleh siswa yaitu pembelajaran dimanaateri bisa dikaitkan dengan keadaan nyata
atau keadaan di sekitarnya.
Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau
oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau
karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam
ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan
subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari
bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah
tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang) (Rahim & Baderan, 2017).
Kabupaten Cirebon memiliki banyak potensi lokal baik di darat maupun di laut. Salah satu
potensi lokal yang terdapat di Cirebon yaitu hutan mangrove. Daerah Cirebon yang terkenal
memiliki kawasan hutan mangrove yaitu Kecamatan Kapetakan, Kecamatan Suranenggala,
Kecamatan Gunung Jati, Kecamatan Mundu, Kecamatan Astanajapura, Kecamatan Pangenan,
Kecamatan Gebang, dan Kecamatan Losari. Khusus Kecamatan Gunungjati tepat nya di Desa
Klayan, kondisi mangrovenya masih relatif baik.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, hutan mangrove sebagai potensi lokal Desa
Klayan dapat menjadi sumber belajar khususnya pada materi ekosistem. Berbagai jenis ekosistem
pada hutan mangrove dapat memberikan gambaran tentang konsep ekosistem. Dalam
pembelajaran tentang ekosistem, peserta didik dapat diarahkan untuk mengamati hutan
mangrove dan menguatkan konsep tentang ekosistem. Selain itu, dengan mengenal hutan
mangrove lebih dekat, peserta didik dapat mengetahui bagaimana pemanfaatan dan pelestarian
mangrove.
Pengembangan e-LKPD ini menjadi penting mengingat di era digitalisasi seperti saat ini,
perkembangan teknologi berbasis elektronik semakin cepat dan canggih ini berdampak dalam
segala aspek kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, budaya hingga bidang Pendidikan
(Kusnandi, 2019). Media pembelajaran yang tidak didukung secara profesional dalam semua aspek
literasi sains membuat siswa sulit memahami dan memahami pembelajaran fisika secara
individual. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di sekolah adalah
dengan menggunakan lembar kerja peserta didik yang sesuai dengan karakteristik siswa dan
lingkungan sekolah. Serta, diperlukan media non cetak seperti LKPD Elektronik (Indrawati, 2018).
Lembar kerja peserta didik elektronik dapat menampilkan simulasi dengan menggabungkan teks,
gambar, dan navigasi agar pembelajaran berlangsung menarik dan dapat mengoptimalkan proses
pembelajaran.
Dengan mengembangkan Lembar Kerja Peserta Didik Elektronik (e-LKPD), peneliti
berharap dapat membantu para pendidik menambah alternatif alat maupun sumber belajar baru
yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran biologi, serta dapat melatih dan
mengembangkan pengetahuan siswa khususnya dalam pembelajaran biologi pada materi
ekosistem. Lembar Kerja Peserta Didik Elektronik (e-LKPD) ini dibuat secara sederhana dan
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa agar siswa dapat lebih mudah memahami materi
yang akan disampaikan. Lembar Kerja Peserta Didik Elektronik (e-LKPD) berbasis potensi lokal
yang berisi rangkuman singkat materi, dan juga terdapat tugas, kegiatan eksperimen atau
observasi yang dapat di kerjakan di handphone. Dengan hal tersebut, siswa tentunya dapat lebih
memahami materi pembelajaran dan waktu yang digunakan juga lebih efektif (Indrawati, 2018).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi lokal hutan mangrove di desa klayan dan untuk

JURNAL IPA TERPADU 4


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

mengembangkan e-LKPD berbasis Potensi Lokal Hutan Mangrove Klayan dengan materi
ekosistem.

METODE
Metode penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu analisis potensi lokal dan metode
pengembangan. Penelitian potensi lokal ini dilaksanakan di Hutan mangrove di Desa Klayan
Kabupaten Cirebon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Lokasi
penelitian terletak di sekitar hutan mangrove dengan menetapkan 2 stasiun pengambilan sampel.
Pemilihan lokasi ini akan didasarkan atas suasana lingkungan. Stasiun 1 yaitu sekitar hutan
mangrove di pemukiman warga perumahan dan Stasiun 2 yaitu sekitar hutan mangrove di
pemukiman warga. Sedangkan Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dan
pengembangan (Research & Development atau R&D). Pengembangan ini menggunakan model
pengembangan 4D yang disarankan oleh Thiagarajan (1974) model ini terdiri dari 4 tahapan yaitu
define (pendefinisian), design (perancangan), development (pengembangan), dan dissemination
(penyebaran).

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Potensi Lokal Hutan Mangrove di Desa Klayan
Data potensi lokal hutan mangrove desa Klayan diperoleh setelah dilakukan penelitian di
dua stasiun. Stasiun 1 yaitu di Hutan Mangrove pemukiman warga perumahan, kemudian
stasiun 2 yang berada di Hutan Mangrove pemukiman warga. Untuk memperkuat hasil
penelitian persepsi masyarakat terhadap ekosistem mangrove diperoleh melalui wawancara.
Penelitian pada pengamatan ekosistem hutan mangrove Desa Klayan ini meneliti
berbagai komponen yang terdiri komponen abiotik, komponen biotik dan interaksi antar
komponen ekosistem. Komponen abiotik yang dapat mempengaruhi ekosistem di Hutan
Mangrove Klayan adalah Suhu, Salinitas, pH, Kelembapan, Intensitas Cahaya. Hasil pengukuran
komponen abiotik pada 2 stasiun lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 1:
Tabel 1. Hasil Penelitian Komponen Abiotik
Stasiun/ Hasil
No. Komponen Abiotik Alat
Lokasi Pengukuran
1. Stasiun Suhu Tanah 4 in 1 soil survey instrument 30°C
I Suhu Air Thermometer Air 30°C
Salinitas Air Salinometer 1.00
pH Air Lakmus 8 (Basa)
pH Tanah 4 in 1 soil survey instrument 5.8 (Asam)
Kelembapan 4 in 1 soil survey instrument WET+ (Sangat
Tinggi)
Intensitas Cahaya 4 in 1 soil survey instrument LOW
(Sangat Rendah)
2. Stasiun Suhu Tanah 4 in 1 soil survey instrument 41°C
II Suhu Air Thermometer Air 34°C
Salinitas Air Salinometer 1.00
pH Air Lakmus 8 (Basa)
pH Tanah 4 in 1 soil survey instrument 4.5 (Asam)
Kelembapan 4 in 1 soil survey instrument WET+ (Sangat
Tinggi)
Intensitas Cahaya 4 in 1 soil survey instrument HGH+

JURNAL IPA TERPADU 5


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

(Sangat Tinggi)
Sumber : Data primer yang diolah, 2023
Faktor abiotik yang dapat mempengaruhi ekosistem di Hutan Mangrove Desa
Klayan adalah Suhu, pH, salinitas, kelembapan, dan Intensitas cahaya, Penelitian ini telah
dilakukan pada pukul 11.00 sampai 12.00 tanggal 6 Maret 2023 didapat hasil pengukuran
faktor abiotik dapat dilihat pada Tabel 1 pada stasiun I memiliki suhu tanah 30°C,
sedangkan pada stasiun II memiliki suhu tanah 41°C menggunakan alat pengukur 4 in 1
soil survey instrument. Suhu air pada stasiun I yaitu 30°C, sedangkan suhu air pada
stasiun II ialah 34°C dengan menggunakan termometer air (Gambar 1). Nilai suhu tanah
dan air pada stasiun I ini tergolong baik bagi kehidupan biota yang berinteraksi dengan
mangrove seperti gastropoda dan crustasea, sedangkan nilai suhu tanah dan air pada
stasiun II tergolong sangat tidak baik, hal ini sesuai dengan pendapat Odum pada tahun
1971, kisaran suhu yang layak untuk pertumbuhan dan reproduksi gastropoda umumnya
25-32°C.

(a) (b)
Sumber : Dokumentasi pribadi (Alfa Nia, 2023)
Gambar 1. Pengukuran suhu. a) suhu air dan b) suhu tanah
Menurut Arief (2003) menyebutkan suhu tanah dan air merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi distribusi organisme di suatu wilayah. Keberadaan spesies
dan kehidupan komunitas gastropoda di ekosistem pantai cenderung bervariasi dengan
perubahan suhu. Menurut Riniatsih et al., (2009), suhu perairan merupakan faktor
penting bagi kehidupan organisme, karena suhu dapat mempengaruhi aktivitas
metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, serta menyebabkan perbedaan komposisi
dan kelimpahan gastropoda.
Pengamatan selanjutnya yaitu penukuran salinitas air. Salinitas merupakan
parameter yang menunjukkan kadar garam di dalam air, parameter ini juga penting
karena dapat menunjukkan kualitas air yang mendukung kehidupan tumbuhan
mangrove maupun biota yang berinteraksi di mangrove. Untuk mengetahui nilai salinitas
air dilakukan uji menggunakan alat laboratorium yaitu salinator analog dengan hasil nilai
salinitas air pada stasiun I dan stasiun II menunjukan tinggi salinitas sebesar 1,00 yang
artinya lebih besar dari 0 (Gambar 2). Menurut Dharmawan pada tahun 2005, salinitas
yang optimal untuk kehidupan Gastropoda berada pada kisaran diatas 0. Hasil nilai
salinitas yang didapat dari pengukuran di stasiun 1 dan 2 tergolong baik dikarenakan
salinitas di stasiun 1 dan 2 diatas 0 yaitu 1,00.

Sumber : Dokumentasi pribadi (Alfa Nia, 2023)


Gambar 2. Pengukuran salinitas air

JURNAL IPA TERPADU 6


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

Berdasarkan penelitian selanjutnya yaitu pengukur derajat keasaman (pH). Untuk


mengetahui nilai pH air dilakukan uji menggunakan kertas pH yaitu kertas lakmus,
sedangkan untuk mengetahui nilai pH tanah dilakukan uji menggunakan 4 in 1 soil survey
instrument. pH merupakan salah salah satu parameter kualitas air yang penting, karena
pH dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan air. Dari hasil
pengukuran di stasiun I dan II, diperoleh nilai pH air yaitu 8 (Basa) dan nilai pH tanah
pada stasiun I yaitu 5,8 (Asam), sedangkan nilai pH tanah ada stasiun II yaitu 4,5 (Asam)
(Gambar 3). Hasil pengukuran pH ini tergolong baik untuk biota laut khususnya
Gastropoda. Hal ini sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Odum pada tahun 1971,
gastropoda pada umumnya membutuhkan pH air antara 6,5-8,5 untuk pertumbuhan dan
perkembang biakan. Sedangkan Menurut Pescod pada tahun 1973 suhu yang layak bagi
kehidupan biota air ialah pada pH kisaran 5-9. Sedangkan Derajat keasaman (pH tanah)
yang diperoleh pada setiap stasiun memiliki nilai yang relative tidak jauh berbeda. Usman
(2013), menyatakan Nilai pH tanah tidak banyak berbeda, yaitu antara 4,6-6,5 dibawah
tegakan Rhizopora sp.

(a) (b)
Sumber : Dokumentasi pribadi (Alfa Nia, 2023)
Gambar 3. Pengukuran pH. a) pH air dan b) pH tanah
Berdasarkan hasil penelitian kelembapan tanah di daerah penelitian pada siang
hari tergolong tinggi sampai sangat tinggi. Untuk mengetahui nilai kelembapan tanah
dilakukan uji menggunakan alat laboratorium yaitu 4 in 1 soil survey instrument.
Kelembaan tanah yang waktu pengambilan data pada stasiun I dan stasiun II yaitu
tergolong sangat tinggi (WET+). Ketika suhu yang relatif tinggi didukung juga dengan
tempat pengambilan data merupakan tempat yang intensitas cahayanya tinggi. Naiknya
suhu udara akan menyebabkan menurunnya kelembapan tanah sehingga transpirasi
akan meningkat dan untuk menguranginya maka daun harus segera digugurkan.
(Aksornkoae, 1993).
Intensitas cahaya, merupakan faktor penting bagi tumbuhan. Umumnya
tumbuhan mangrove membutuhkan intensitas cahaya matahari tinggi. Tempat
penelitian termasuk kawasan yang terbuka sehingga cahaya matahari dapat masuk di
lantai hutan mangrove. Berdasarkan hasil penelitian bahwa intensitas cahaya pada
stasiun I berkategori sangat rendah (LOW) dikarenakan kerapatan mangrove pada
Stasiun I tinggi yang menyebabkan terhalangnya penetrasi cahaya yang masuk ke
perairan. Sedangkan pada stasiun II berkategori sangat tinggi (HGH+) dikarenakan pada
Stasiun II substratnya tidak tergenang lama dan penutupan mangrove lebih sedikit. Dari
hasil pengamatan uji intensitas cahaya tersebut menggunakan alat laboratorium 4 in 1
soil survey instrument bisa dilihat di.
Tabel 2 Hasil Penelitian Komponen Biotik (Jenis Tumbuhan)
Stasiun/ Tumbuhan
No. Zona
Lokasi Genus Spesies Jumlah
1. Stasiun Mayor Rhizophora Rhizophora mucronata. 180.000
I Rhizophora stylosa. 100.000

JURNAL IPA TERPADU 7


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

Stasiun/ Tumbuhan
No. Zona
Lokasi Genus Spesies Jumlah
Rhizophora apiculata. 70.000
Avicennia marina. 200.000
Avicennia Avicennia lanata 50.000
Avicennia alba. 3
Sonneratia caseolaris. 20
Sonneratia
Sonneratia alba. 8
Bruguiera gymnorrhiza. 100
Bruguiera Bruguiera cylindryca. 6
Bruguiera haenessi. 4
Xylocarpus granatum. 3
Minor Xylocarpus
Xylocarpus malaccensis. 2
Nypa Nypa fruticans. 2
Paku Laut (Acrostichum
Acrostichum 1
aureum).
Ceriops Ceriops tagal. 750
Acanthus Acanthus ilicifolius. 200.000
Pohon bintaro (Cerbera
Cerbera 3
manghas).
Ketapang (Terminalia
Terminalia 10
catappa)
Barringtonia Barringtonia asiatica. 2
Asosiasi
Calotropis Calotropis gigantea. 30
Mengkudu (Morinda
Morinda 2
citrifolia.)
Cemara (Platycladus
Platycladus 4
orientalis)

Total 1.179.144

2. Stasiun Rhizophora mucronata. 100.000


II Rhizophora Rhizophora stylosa. 18.000
Mayor Rhizophora apiculata. 10.000
Avicennia marina. 200.000
Avicennia
Avicennia lanata 40.000
Sonneratia caseolaris. 30
Sonneratia
Sonneratia alba. 17
Bruguiera gymnorrhiza. 120
Bruguiera Bruguiera cylindryca. 5
Minor Bruguiera haenessi. 2
Xylocarpus granatum. 5
Xylocarpus
Xylocarpus malaccensis. 2
Ceriops Ceriops tagal. 1
Acanthus Acanthus ilicifolius. 10.000
Asosiasi Ketapang (Terminalia
Terminalia 5
catappa)
Carica Pepaya (Carica pepaya) 4

JURNAL IPA TERPADU 8


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

Stasiun/ Tumbuhan
No. Zona
Lokasi Genus Spesies Jumlah
Lamtoro (Leucaena
Leucaena 3
leucocephala)
Total 378.194
Sumber : Data primer yang diolah, 2023
Berdasarkan penelitian di Hutan Mangrove Klayan yang telah dilakukan pada tangal 7
– 8 Maret 2023 didapat hasil penelitan komponen biotik yaitu pada jenis tumbuhan yang
terbagi dam 2 stasiun, dapat dilihat pada Tabel 2 hasil penelitian hutan mangrove yaitu
terbagi menjadi 3 zona yaitu zona mayor, zona minor, dan zona asosiasi. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Tomlinson (1986) bahwa mangrove diklasifikasikan kedalam tiga zona.
Pertama, zona mayor yaitu jenis-jenis dalam zona ini mengembangkan spesialisasi morfologi
seperti sistem akar udara dan mekanisme fisiologi khusus untuk mensekresikan kelebihan
garam dalam upaya beradaptasi dengan lingkungan mangrove. Jenis-jenis ini hanya tumbuh
di hutan mangrove dan tidak terdapat di lingkungan terestrial (darat). Kedua, zona minor
yaitu bukan merupakan elemen utama mangrove dan dapat tumbuh di tepi mangrove atau
lebih kearah darat. Ketiga, zona asosiasi (associates) yaitu flora yang berasosiasi dengan
tumbuhan mangrove sejati dan merupakan vegetasi penunjang.
Berdasarkan penelitian jenis tumbuhan di hutan mangrove pada kedua stasiun
terdapat perbedaan jumlah individu ialah pada stasiun 1 total individu jenis tumbuhan
sebanyak 1.179.144 spesies. Sedangkan pada stasiun II sebanyak 378.194 spesies. Menurut
Martuti (2013), faktor alam dan manusia mengindikasikan distribusi tingkat pertumbuhan
mangrove dimana ditemukan bahwa komunitas pada stasiun pengamatan mengalami
persebaran secara tidak normal dan terdistribusi secara buatan. Hal tersebut didukung juga
oleh pendapat Setyawan & Winarno (2005), sedikitnya jumlah spesies mangrove sejati
disebabkan besarnya pengaruh antropogenik yang mengubah habitat mangrove untuk
kepentingan lain seperti pembukaan lahan untuk pertambakan dan permukiman. Adi (2013)
menambahkan, rendahnya keanekaragaman menandakan ekosistem mengalami tekanan
atau kondisi lingkungan telah mengalami penurunan. Terjadinya penurunan pertumbuhan
keanekaragaman dikarenakan adanya tekanan lingkungan yang sepanjang waktu yang
selalu berubah. Disamping itu, pengaruh dari aktivitas manusia dengan perkembangan
pembangunan, sehingga tidak adanya keselarasan dalam menjaga dan melestarikan
kawasan hijau khususnya wilayah pesisir (Cahyanto & Kuraesin, 2013).
Jenis tumbuhan pada hutan mangove Desa Klayan ini didominasi oleh tumbuhan
Rhizophora mucronata dan Avicennia marina. disebabkan masyarakat lebih memilih
menanam mangrove dari spesies Rhizophora mucronata dan Avicennia marina, karena dua
spesies tersebut mampu beradaptasi di lingkungan, serta proses perkembang biakan yang
cepat, sehingga menjadikan kedua spesies tersebut lebih banyak tumbuh di wilayah Klayan.
Dominansi Rhizophora mucronata dan Avicennia marina pada stasiun pengamatan
menandakan bahwa adanya kesesuaian habitat mangrove Klayan. Hal tersebut didukung
oleh penelitian Tasya et al., (2021) bahwa pada Kawasan Mangrove Pantai Baros, air yang
menggenangi bukanlah air laut murni melainkan air Kali Opak yang tercampur oleh air laut
Pantai Depok dan Pantai Samas. Banyaknya penemuan Rhizophora mucronata dan Avicennia
marina di kawasan Hutan Mangrove ini karena kemampuan adaptasi pada kondisi salinitas
tingginya yang baik.
Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar seperti primata,
reptillia dan burung. Satwa liar yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan
perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan perairan. Satwa liar terestrial

JURNAL IPA TERPADU 9


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

kebanyakan hidup di pohon mangrove sedangkan Satwa liar peralihan dan perairan hidup di
batang, akar mangrove dan kolom air (Dedi et al., 2007).
Berdasarkan hasil penelitian hewan yang berasosiasi di ekosistem hutan mangrove
yang ditemukan pada kedua stasiun penelitian dapat digolongkan dalam beberapa hewan
yaitu aves, pisces, amfibi, reptil, mamalia, arthropoda, annelida, dan mollusca. Berdasarkan
hasil pengamatan pada spesies aves menggunakan metode point count sebanyak 2 titik
pengamatan. Titik awal pengamatan ditentukan secara acak, jarak dengan titik selanjutnya
sepanjang jalur pengamatan 50 meter. Pengamatan dilakukan mulai pukul 09.00 hingga
12.00 WIB sesuai dengan selang waktu burung beraktivitas didapat spesies Burung Blekok
(Ardeola speciosa) dan Burung cemara (Larus argentatus).
Berdasarkan pengamatan selanjutnya yaitu pada hewan pisces dengan
menggunakan jaring. Setiap penyebaran jaring dilakukan hanya sekali pada masing – masing
stasiun dengan luas pengamatan 50 m x 50 m. Pengamatan dilakukan pada pukul jam 07.00
– 09.00 WIB didapat Ikan Glodok (Periophthalmus sp) dan Ikan sembilang (Plotosus canius).
Berdasarkan pengamatan berikutnya yaitu pengambilan sampel hewan amfibi. Pengamatan
ini menggunakan teknik VES (Visual Encounter Survey) dengan luas pengamatan 100 m x 50
m. Pengamatan dilakukan pada pukul jam 12.00 – 14.00 WIB. Dari teknik tersebut didapat
hewan amfibi yaitu Katak (Rana sp)
Hasil pengamatan berikutnya yaitu pengambilan data hewan reptil. Teknik
pengambilan reptil sama dengan teknik pengambilan spesies Amphibi dan jalur akan
ditempatkan pada pemetaan garis yang sama sehingga hewan reptil dan amphibi dapat
teramati secara bersamaan pada jalur yang sama yakni menggunakan metode VES dengan
luas pengamatan 100 m x 50 m. Pengamatan dilakukan pada pukul jam 12.00 – 14.00 WIB.
Hal ini dapat dilakukan untuk mengefisienkan waktu pengamatan. Pada pengamatan ini
ditemukan spesies Ular Pucuk (Ahaetulla prasina), Kadal (Takydromus sexlineatus), Ular Air
Kelabu (Enhydris plumbea.) dan Bunglon (Bronchocela jubata).
Pengamatan selanjutnya yaitu pengambilan data hewan mamalia. Pada
pengamatan hewan reptil ini sama dengan pengambilan data hewan amfibi dan reptil yaitu
menggunakan teknik Visual Encounter Survey (VES). VES merupakan metode jelajah yang
dilakukan dengan cara mengamati dan mencari hal-hal yang berkaitan dengan keberadaan
spesies. Luas pengamatannya adalah 100 m x 50 m. Pengamatan dilakukan pada pukul jam
12.00 – 14.00 WIB. Hasil pengamatan ini ditemukan beberapa hewan yaitu diantaranya
Kucing (Felis catus) dan Kambing (Capra hircus).
Berdasarkan hasil pengamatan selanjutnya yaitu Arthropoda. Teknik yang
menggunakan metode belt transect dan menggunakan jaring. Pengamatan dilakukan pada
pukul 07.30.00 – 13.00 WIB. Metode belt transect digunakan karena jenis spesies yang akan
diamati memiliki ukuran yang beragam atau mempunyai ukuran maksismum tertentu
seperti hewan invertebrata pada hewan Arthopoda ini, serta metode ini juga dapat
digunakan untuk mengetahui jumlah individu maupun koloni, jumlah jenis, dan sebaran
spesies yang diamati. Setiap belt transek ditetapkan 3 petak kuadrat dengan ukuran 1m x 1m
mengikuti garis transek yang ditempatkan secara selang-seling. Sedangkan spesies
ditangkap dengan menggunakan jala atau jaring yang ditebar pada tiap petak dengan luas
pengamatan 50 m x 50 m. Penebaran jaring dilakukan hanya sekali pada masing-masing
stasiun. Pada pengamatan ini didapat Kepiting bakau (Scylla serrata), Udang peci
(Fenneropenaeus merguiensis), Udang pancet (Penaeus monodon), Kupu – Kupu
(Hypolimnas bolina), Capung (Pantala flavescens), Semut (Oecophylla atavina), dan Lebah
(Apis dorsata).
Berdasarkan hasil pengamatan berikutnya yaitu Annelida. Pengambilan sampel
secara sistematika random sampling dengan teknik line transect dengan metode kuadrat

JURNAL IPA TERPADU 10


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

atau persegi dengan luas pengamatan 10 m x 10 m. Pengamatan dilakukan pada pukul 14.
00 – 15.30 WIB. Pada pengamatan cacing tanah (Lumbrius terrestis). dengan teknik line
transect ditemukan 10 ekor cacing tanah di stasiun I, sedangkan pada stasiun II ditemukan 5
ekor cacing tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan terakhir yaitu Mollusca. Pada pengambilan data ini
dilakukan dua metode yaitu metode belt transect dan menggunakan jaring. Teknik
pengambilan siput bakau (Pythia plicata) sama dengan teknik pengambilan spesies
Arthropoda yaitu kepiting bakau dan jalur akan ditempatkan pada pemetaan garis yang
sama sehingga hewan siput bakau dan kepiting bakau dapat teramati secara bersamaan
pada jalur yang sama yakni menggunakan metode belt transect. Setiap belt transek
ditetapkan 3 petak kuadrat dengan ukuran 1m x 1m mengikuti garis transek yang
ditempatkan secara selang-seling. Hal ini dapat dilakukan untuk mengefisienkan waktu
pengamatan. Sedangkan spesies ditangkap dengan menggunakan jala atau jaring yang
ditebar pada tiap petak yaitu Kerang dara (Anadara granosa). Penebaran jaring dilakukan
hanya sekali pada masing-masing stasiun. Pada pengamatan ini ditemukan Siput bakau
(Pythia plicata) dan Kerang dara (Anadara granosa).
2. Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik Elektronik (e-LKPD)
Tahapan Pengumpulan Informasi Awal (Define) Penyusunan E-LKPD
Tahapan Define (Pendefinisian) yang peneliti lakukan dimulai dengan menganalisis
kebutuhan kurikulum, kompetensi inti dan kompetensi dasar, materi, tujuan pembelajaran, dan
karakteristik peserta didik yang merupakan hasil dari wawancara dengan guru biologi kelas X
MAN 1 Kota Cirebon. Hasil analisis pada kegiatan observasi awal di MAN 1 Kota Cirebon adalah
MAN 1 Kota Cirebon menggunakan kurikulum 2013. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Wahyuni et al., (2019) Hasil analisis kebutuhan menunjukkan bahwa semua sekolah telah
menggunakan kurikulum 2013 KD 3.9 dan 4,9. Menurut Wahyuni et al., (2019) bahwa Indikator
pembelajaran dijadikan sebagai batasan-batasan materi yang akan dimasukkan menjadi konten
LKPD yang dikembangkan.
Hasil analisis kebutuhan pada tahapan define mengenai media belajar yang digunakan
yaitu semua sekolah menggunakan buku paket dan LKPD. Sekitar 50% guru menilai bahwa
media belajar yang telah digunakan belum sesuai dengan kurikulum yang digunakan di sekolah,
terutama dalam bentuk LKPD. Kawasan Hutan Mangrove Desa Klayan dipilih sebagai lokasi
penelitian ekosistem yang akan dijadikan konten potensi lokal dalam e-LKPD yang
dikembangkan, karena Hutan Mangrove tersebut terletak di Desa Klayan, Kabupaten Cirebon
dan belum ada data penelitian potensi lokal di lokasi tersebut.
Berdasarkan analisis kurikulum didapat materi yang akan digunakan yaitu materi
ekosistem yang digunakan pada pengembangan ini yaitu submateri komponen penyusun
ekosistem dan interaksi antar komponen ekosistem. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Muhammad et al., (2018), dimana disebutkan bahwa materi ekosistem merupakan salah satu
materi biologi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan materi yang sangat baik
bagi siswa untuk memunculkan rasa ingin tahu terhadap apa yang mereka temukan di alam.
Menurut Richey (2001) definisi tujuan pembelajaran ialah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang memungkinkan pebelajar dapat melakukan tugas dan fungsi pekerjaan tertentu
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
Selain itu, analisis peserta didik dilakukan melalui observasi di Kelas X MAN 1 Kota
Cirebon yang dilakukan secara langsung menjelaskan bahwa tahapan ini bertujuan agar
peneliti mengetahui karakteristik dari peserta didik yang nantinya akan dijadikan sebagai
subjek uji coba produk. Menurut Vidanti & Susilowibowo (2021) mengungkapkan bahwa
analisis peserta didik yang bertujuan guna memahami keadaan peserta didik pada kegiatan
pembelajaran sebagai pertimbangan pada pengembangan bahan ajar. Analisis ini bertujuan

JURNAL IPA TERPADU 11


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

untuk mengetahui apakah peserta didik sudah mampu beradaptasi dengan kegiatan
pembelajaran secara online. Dalam kegiatan pembelajaran, peserta didik membutuhkan
ilustrasi yang sesuai dengan materi yang dipelajari dan menarik perhatian peserta didik serta
secara materi mudah dan jelas untuk dipahami.
Perancangan (Design)
Tahapan berikutnya adalah tahapan design (perancangan), tahap perancangan produk
ini bertujuan agar proses pengembangan lebih efektif dan efisien. Tahapan yang peneliti
lakukan meliputi pembuatan RPP, pembuatan storyboard, dan pembuatan produk e-LKPD.
pertama dilakukan dengan pembuatan RPP terlebih dahulu. Dimana RPP yang dirancang
adalah untuk 1 kali pertemuan. Pada satu pertemuan ini membahas materi tentang komponen
penyusun ekosistem dan interaksi antar komponen ekosistem. Langkah – langkah
pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik dengan menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning berbasis potensi lokal hutan mangrove.
Pembuatan produk e-LKPD ini dibuat dengan menggunakan aplikasi canva yang dapat
didownload melalui playstore pada android dan bisa juga membuka web canva di laptop.
Setelah pembuatan produk e-LKPD di canva sudah selesai lalu disimpan berupa file dalam
bentuk pdf. Kemudian membuka web Fliphtml5 untuk membuat bahan ajar LKPD menjadi
elektronik. Hasil akhir dalam produk ini yaitu berupa link.
Pengembangan (Development)

Validasi Ahli Materi


Persentase
80% 80% 80%

Kualitas Isi Keakuratan Materi dan Kemutahiran Materi dan


Soal Soal
Gambar 4. Diagram rekapitulasi persentase penilaian tiap aspek oleh validasi
ahli materi
Berdasarkan data hasil uji ahli, dapat diketahui penilaian media ini jika dilihat dari
masing-masing aspek. Berdasarkan Gambar 4 aspek kualitas isi mendapatkan nilai presetase
sebesar 80% hal ini menunjukan bahwa aspek kualitas isi termasuk kedalam kategori “Layak”.
E-LKPD ini berdasarkan penilaian ahli memiliki kesesuaian konsep yang disajikan dengan teori
biologi, materi yang disajikan sistematis, dan memuat potensi lokal yang ada disekitar.
Kesesuaian konsep, materi, dan informasi baru diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
siswa terkait materi ekosistem. Kualitas isi memuat conoh – contoh yan dekat dengan
kehidupan sehari- hari yang dapat merangsang siswa memiliki peluang untuk menjadi kreatif
dan inovatif (BSNP,2017).
Aspek keakuratan materi dan soal mendapat nilai sebesar 80% termasuk dalam
kategori “Layak”. Keakuratan materi dan soal pada e-LKPD ini harus disajikan secara akurat
untuk menghindari miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa. Soal pada LKPD ini menggunakan
sistem online atau perlu terhubung ke jaringan internet. Soal sebagai komponen terakhir dalam
perencanaan pembelajaran berfungsi untuk mengukur sejauhmana tujuan pembelajaran telah
tercapai dan tindakan apa yang harus dilakukan apabila tujuan tersebut belum tercapai.
Melalui pendekatan pembelajaran dengan sistem online, kegiatan evaluasi dapat dilakukan
secara bervariasi, setiap siswa dapat melihat dan mengikuti arahan di halaman web (Sa’ud,

JURNAL IPA TERPADU 12


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

2015). Evaluasi secara online memberikan kesempatan kepada siswa dan guru tidak perlu hadir
secara fisik di kelas (classroom meeting), karena siswa dapat mengerjakan tugas-tugas
pembelajaran serta ujian dengan cara mengakses jaringan komputer yang telah ditetapkan
secara online (Rusman, 2012).
Aspek kemutahiran materi dan soal mendapat nilai sebesar 80% termasuk dalam
kategori “Layak”. E-LKPD ini kesesuaian materi dengan dengan soal, penyajian gambar mudah
dipahami dan sesuai dengan potensi lokal, serta penggunaan evaluasi mencakup penerapan
pada kehidupan sehari – hari. Contoh dan kasus yang disajikan sesuai dengan situasi serta
kondisi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari agar mendorong peserta didik untuk
mengerjakannya lebih jauh dan menumbuhkan kreativitas (BSNP, 2017).
Berdasarkan hasil uji ahli materi didapat nilai rata – rata keseluruhan persentase
validasi ahli materi yaitu 80% yang termasuk kedalam kategori “Layak”. Hasil dari ahli materi
menyebutkan bahwa bahan ajar sudah sesuai dengan BSNP (2014). Bahan ajar dikatakan
sangat layak karena pada kelengkapan penyajian, bahan ajar e-LKPD materi disajikan
menggunakan video. Selain itu bahan ajar menyajikan soal yang dapat dikerjakan peserta didik.
Hal ini sesuai dengan teori Riduwan (2016) yang menyatakan bahwa bahan ajar
dikategorikan dalam kriteria layak karena memperoleh rerata kelayakan materi ≥79%. Dapat
disimpulkan bahwa materi bahan ajar yang dikembangkan layak untuk dipakai.

Validasi Ahli Media


Persentase
83%

80% 80%

Tampilan Media Kemenarikan Media Kemudahan Penggunaan

Gambar 5. Diagram rekapitulasi persentase penilaian tiap aspek oleh validasi


ahli media
Selain analisis nilai keseluruhan validasi ahli media, dapat diketahui penilaian media ini
jika dilihat dari masing-masing aspek. Berdasarkan Gambar 5. Penilaian pada aspek tampilan
media dengan nilai persentase 83,3% yang termasuk kedalam kategori “Sangat Layak”, Tombol
menu e-LKPD, ikon tombol, dan desain tampilan sudah efektif dan mudah digunakan bagi
pengguna. Aspek kemenarikan media dengan nilai persentase 80% yang termasuk dengan
kategori “Layak”. serta aspek kemudahan penggunaan didapat dengan nilai persentase 80%
yang termasuk dalam kategori “Layak” dikarenakan e-LKPD ini memiliki desain antarmuka
yang sangat baik dan resolusi gambar serta video yang baik sehingga dapat memudahkan
pengguna dalam menggunakan e-LKPD ini. Tetapi nilai aspek kemenarikan media dan
kemdahan penggunaan ini mendapat nilai paling kecil dari aspek tampilan media. Hal ini
dikarenakan terdapat beberapa indikator yang memperoleh nilai kecil.
Berdasarkan hasil uji ahli media didapat nilai rata – rata keseluruhan persentase validasi
ahli materi yaitu 81,54% yang termasuk kedalam kategori “Sangat Layak”. Sesuai dengan teori
Riduwan (2016) yang menyatakan bahwa bahan ajar dikategorikan dalam kriteria sangat layak
karena memperoleh rerata kelayakan media ≥81%. Hal ini dikarenakan bahan ajar yang
dikembangkan bisa memudahkan peserta didik dalam memahami materi serta bahan ajar yang
dikembangkan sejalan dengan perkembangan IPTEK. Ketepatan media yang digunakan dalam
bahan ajar sangat bagus serta dapat membantu peserta didik untuk belajar dan pada kegiatan
pembelajaran peserta didik turut berperat aktif.

JURNAL IPA TERPADU 13


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

Menurut Sambodo (2014) bahwa semua bentuk pembelajaran dan pengajaran yang
menggunakan rangkaian media elektronik lebih efektif dan mudah dipahami karena memiliki
setiap tampilan yang dapat menarik minat belajar siswa dan penyampaian materi lebih efektif.
Berdasarkan diagram rekapitulasi persentase setiap aspek validasi ahli media paling tertinggi
adalah aspek tampilan media.

Validasi Respon Pendidik


Persentase
100%
87% 92%
84% 80%

Kualitas Isi Potensi Lokal Kualitas Penyajian Kebahasaan Tampilan


Gambar 6. Diagram rekapitulasi persentase penilaian tiap aspek oleh validasi respon
pendidik
Selain analisis nilai keseluruhan validasi respon pendidik, dapat diketahui penilaian
media ini jika dilihat dari masing-masing aspek. Berdasarkan Gambar 6. Penilaian pada aspek
kualitas isi dengan nilai persentase 100% yang termasuk kedalam kategori “Sangat Layak”.
eLKPD ini memiliki kesesuaian materi yang disajikan dengan KI dan KD yang akan dicapai, serta
kesesuaian materi dengan potensi lokal yang ada disekitar. Aspek potensi lokal dengan nilai
persentase 84% yang termasuk dengan kategori “Sangat Layak”, aspek kualitas penyajian
didapat dengan nilai persentase 87% yang termasuk dalam kategori “Sangat Layak”, aspek
kebahasaan dengan nilai persentase 80% yang termasuk dalam kategori “Layak”, serta aspek
tampilan dengan nilai persentase 92% yang termasuk dalam kategori “Sangat Layak”. Nilai rata
– rata keseluruhan persentase validasi ahli materi yaitu 88,42% yang termasuk kedalam
kategori “Sangat Layak” dapat disimpulkan bahwa bahan ajar e-LKPD berbasis potensi lokal
yang telah dikembangkan oleh peneliti telah layak digunakan dan diuji cobakan dilapangan
dengan skala terbatas.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu Istofani (2021) mengatakan bahwa
produk LKPD digital berbasis fliphtml5 sangat layak dengan nilai 4.39 untuk digunakan dalam
pembelajaran. LKPD digital berbasis fliphtml5 ini dikembangkan dengan tujuan untuk memberi
kemudahan kepada guru dalam memberikan tugas kepada peserta didik sehingga mereka
dapat terlatih untuk belajar secara mandiri. Berdasarkan diagram rekapitulasi persentase
setiap aspek validasi ahli media paling tertinggi adalah aspek kualitas media dan aspek
tampilan.

JURNAL IPA TERPADU 14


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

Validasi Respon Peserta Didik


Persentase
89,4%

88,50%
87,4% 89,5%

Kualitas Isi Tampilan Kebermanfaatan Penggunaan


Gambar 7 Diagram rekapitulasi persentase penilaian tiap aspek oleh validasi respon
peserta didik
Selain analisis nilai keseluruhan validasi respon peserta didik, dapat diketahui penilaian
media ini jika dilihat dari masing-masing aspek. Berdasarkan Gambar 7. Penilaian pada aspek
kualitas isi dengan nilai persentase 87,4% yang termasuk kedalam kategori “Sangat Layak”,
aspek tampilan dengan nilai persentase 88,5% yang termasuk dengan kategori “Sangat Layak”,
aspek kebermanfaatan didapat dengan nilai persentase 89,4% yang termasuk dalam kategori
“Sangat Layak”, serta aspek penggunaan dengan nilai persentase 89,5% yang termasuk dalam
kategori “Layak”. Nilai rata – rata keseluruhan persentase validasi ahli materi yaitu 88,7% yang
termasuk kedalam kategori “Sangat Layak”. Hasil ini juga sejalan pada penelitian
pengembangan yang dilakukan oleh Tania & Susilowibowo (2016) hasil penelitian ini
membuktikan tanggapan peserta didik terhadap pengembangan bahan ajar elektronik sebesar
93% dengan kriteria interpretasi sangat layak.
Hal ini juga selaras dengan penelitian Karlina et al., (2021) yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan motivasi belajar peserta didik ketika menggunakan metode konvensional
dan penggunaan elektronik. Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa, bahan ajar berbasis
elektronik bisa membantu peserta didik pada proses pembelajaran maupun sebagai sumber
rujukan.Berdasarkan diagram rekapitulasi persentase setiap aspek validasi ahli media paling
tertinggi adalah aspek kebermanfaatan.
Penyebaran (Dissemination)
Tahapan selanjutnya adalah tahapan dissemination (penyebaran). Tujuan dari tahap ini
adalah menyebarluaskan media e-LKPD. Pada penelitian ini dilakukan diseminasi terbatas, yaitu
dengan menyebarluaskan dan mempromosikan produk akhir media e-LKPD secara terbatas.
Produk e-LKPD berbasis potensi lokal diserbarkan kepada guru – guru biologi MAN 1 Kota
Cirebon dan disebarkan di aplikasi e-commerce seperti shopee. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Danial (2022) bahwa Lembar Kerja Peserta Didik Elektronik disebarkan dan
disosialisasikan kepada guru kimia di SMK Negeri 9 Jeneponto. Hasil sosialisasi tersebut
diperoleh beberapa saran dan digunakan untuk memperbaiki e-LKPD menjadi draft final
sebagai pengembangan akhir e-LKPD.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yeng telah dipaparkan diatas dengan judul
“Pengembangan Lebar Kerja Peserta Didik Elektronik (e-LKPD) Berbasis Potensi Lokal Hutan
Mangrove Klayan Mater Ekosistem pada Kelas X SMA/MA”, dapat diperoleh kesimpulan yaitu
1. Hasil penelitian potensi lokal hutan mangrove bagi masyarakat adalah bisa dikembangkan
menjadi salah satu objek wisata, tambak udang, dan tambak ikan. Hutan mangrove memiliki
faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, kelembapan, dan intensitas cahaya yang baik
menjadi beberapa faktor yang mendukung kehidupan jenis mangrove tersebut. Serta, Hasil

JURNAL IPA TERPADU 15


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

penelitian keanekaragaman jenis mangrove ditemukan 25 jenis mangrove, sedangkan untuk


keanekaragaman jenis satwa ditemukan 21 jenis satwa di kawasan hutan mangrove Desa
Klayan.
2. Produk Lembar Kerja Peserta Didik Elektronik (e-LKPD) Berbasis Potensi Lokal Hutan
Mangrove Desa Klayan menggunakan model pengembangan 4D yang terdiri dari 4 tahapan
yaitu define, design, development, dan dissemination. Hasil akhir e-LKPD berbasis potensi lokal
ini dalam bentuk link dan QR code dibuat menggunakan fliphtml5. Kemudian, divalidasi oleh
para ahli. Berdasarkan pada skor penilaian yang didapat melalui skor penilaian dari ahli materi
mendapatkan persentase 80% dengan kriteria layak, skor penilaian dari ahli media
memperoleh persentase 81,54% dengan kriteria sangat layak. Pada uji coba kelompok kecil
memperoleh persentase kemenarikan e-LKPD 88,7% dengan kriteria sangat layak dan skor
dari respon pendidik sebesar 88,42 % kategori sangat layak. Dari hasil validasi ahli dan uji coba
produk maka penulis dapat menyimpulkan bahwa e-LKPD Berbasis Potensi Lokal Hutan
Mangrove Klayan sangat layak untuk digunakan sebagai bahan ajar.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal:
Adi, J. S. (2013). Komposisi Jenis dan Pola Penyebaran Gastropoda Hutan Mangrove Blok Bedul
Segoro Anak Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Jurnal Ilmu Dasar, 14(2)
Fauziah, & Qomariyah. (2020). Kelayakan LKP Materi Sistem Pernapasan Untuk Melatihkan
Keterampilan Literasi Sains dan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas XI SMA. Jurnal Lunesa,
9(3).
Indrawati. (2018). Keefektifan Lembar Kerja Siswa ( LKS ) Berbasis Etnosains Pada Materi
Ekosistem. Jurnal Kumparan Biologi, 4(6)
Istofani, T. J. (2021). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Digital Sejarah Indonesia
Berbasis Flip-Html5 Pada Materi Penjajahan Belanda Di Indonesia. Jurnal Historia Vitae, 1(1).
Karlina, D. M., Pada, A. U. T., Artika, K. W., & Abdullah. (2021). Efektivitas Modul Elektronik
Berbasis Web Dipadu Problem Based Learning Terhadap Motivasi Belajar pada Materi
Pencemaran Lingkungan. Jurnal Pendidikan, 9(1).
Kusnandi. (2019). Mengartikulasikan Perencanaan Pendidikan Di Era Digital. Jurnal Wahana
Pendidikan, 2(5)
Littay, M., Darusalam., & Priosambodo, D. (2014). Struktur Komunitas Bivalvia di Kawasan
Mangrove Perairan Bontolebang Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi.
Jurnal Veteriner, 12(7).
Muhammad, S. N., Listiani, L., & Adhani, A. (2018). Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Materi
Ekosistem di SMA Negeri 3 Tarakan Kalimantan Utara. QUANTUM: Jurnal Inovasi
Pendidikan Sains, 9(2).
Martuti, N. (2013). Keanekaragaman mangrove di wilayah Tapak, Tugurejo, Semarang. Jurnal
MIPA, 36(2).
Riniatsih, Ita., & Kushartono, E.W. (2009). Substrat Dasar dan Parameter Oseanografi Sebagai
Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia Di Pantai Sluke Kabupaten Rembang.
Jurnal Ilmu Kelautan, 14 (1).
Senoaji. (2016). Peranan Ekosistem Mangrove Di Pesisir Kota Bengkulu Dalam Mitigasi Pemanasan
Global Melalui Penyimpanan Karbon. Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 23(3).
Setyawan, A. D., Winarno, K., & Purnama, P. C. (2005). Ekosistem Mangrove di Jawa: 1. Kondisi
Terkini. Jurnal Biodiversitas, 4(2).
Talakua. (2020). Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Biologi Berbasis Mobile Learning
terhadap Minat dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA Kota Masohi: Effect of the
used of Biology Learning Media Based on Mobile Learning on Learning Interest and
Creative Thinking Ability of High School Students in Masohi City. BIODIK, 6(1), 46-57.

JURNAL IPA TERPADU 16


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

Tania, L., & Susilowibowo, J. (2017). Pengembangan Bahan Ajar e-Modul Sebagai Pendukung
Pembelajaran Kurikulum 2013 Pada Materi Ayat Jurnal Penyesuaian Perusahaan Jasa Siswa
Kelas X Akuntansi SMK Negeri 1 Surabaya. Jurnal Pendidikan Dan Akuntansi, 1(9).
Usman. (2013). Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan AnggrekKabupaten
Gorontalo Utara. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1(9).
Vidanti, T., & Susilowibowo, J. (2021). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Aplikasi Pada Mata
Pelajaran Praktikum Akuntansi Lembaga Kelas XI. Jurnal Manajemen, 9(2).
Wahyuni, I., Supandi1, T., & Ekanara, B. (2019). Pengembangan Lks Digital Berbasis Android
Berdasarkan Keanekaragaman Gastropoda Di Hutan Mangrove Pulau Tunda Banten.
Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 14(2).

Buku:
Akbar, S. (2013). Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya
Aksornkoae, S. (1993). Ecology and Management of Mangroves. IUCN Wetlands Programme. IUCN,
Bangkok, Thailand. 176 hal.
Arief. A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius Yogyakarta.
Belawati, T. (2006). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
BSNP. (2014). Instrumen Penilaian Buku Teks Pelajaran Tahun 2014. Jakarta: Badan Standar Nasional
Pendidikan.
Cahyanto, T., & Kuraesin, R. (2013). Struktur Vegetasi Mangrove di Pantai Muara Marunda Kota
Administrasi Jakarta Utara Provonsi DKI Jakarta, 7(2).
Dedi, S., Mujizat, K., Adriani, S, Hawis, H., & Beginer, S., (2007). Ekosistem Mangrove. Artikel
Ekologi Laut Tropis. IPB .
Dharmawan, A. (2005). Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Odum, E. (1971). Fundamental of Ecology. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Hamalik, O. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Laksana, M. W. (2015). Psikologi Komunikasi; Membangun Komunikasi yang Efektif Dalam Interaksi
Manusia. Bandung: Pustaka Setia.
Pescod, M. B. (1973). Investigation of National Effluent and Streem Standard for Tropical Countries.
AIT Bangkok.
Rahim, S., & Baderan, D. W. K. (2017). Hutan Mangrove dan Pemanfaatannya. Deepublish.
Richey, R. C. (2001). Instructional Design Competencies: Standards. New York: Clearinghouse on
Instructional and Technology
Riduwan. (2016). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. PT. Raja
Grafindo
Sa’ud, U.S. (2015). Inovasi Pendidikan. Alfabeta, Bandung
Tomlinson, P. B. (1986). The Botany of Mangroves. Cambridge University Press Melbourne.

Prosiding:
Hayati, S., Budi, A. S., & Handoko, E. (2015) “Pengembangan media pembelajaran Flipbook Fisika
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik,” in Prosiding Seminar Nasional Fisika. 4(3)
Danial, M. (2022). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Elektronik Berbasis Masalah
pada Materi Larutan Asam dan Basa. Chemistry Education Review. 5(2).

Skripsi, Tesis, Disertasi:


Nurhidayati. (2016). Analisis Pelaksanaan Praktikum pada Pembelajaran Biologi Peserta Didik Kelas
XI di SMAN 7 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Lampung: Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung.

JURNAL IPA TERPADU 17


Nia 1, Lesmanawati 2, Ekanara 3 / JIT Vol 1. No 1. 2023
ISSN 2597-8977

Sambodo, R.A. (2014). Pengembangan Media Pembelajaran Mobile Learning (m-learning)


Berbasis Android untuk Siswa Kelas XI SMA/MA. Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga

JURNAL IPA TERPADU 18

Anda mungkin juga menyukai