STATUS PASIEN
1
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 14 Juni 2023
Keadaan umum : sadar (GCS 15, E4M6V5)
Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg RR : 18x/mnt
N : 76x/menit, regular T : 36,4ºC
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : napas cuping (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Dada : simetris, statis, dinamis,
Cor : bunyi jantung I – II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-)
Abdomen : kembung, supel, BU (+) N . Hepar dan lien tak teraba
Status Lokalis
Regio palmaris dextra et regio digiti manus dextra et sinistra
Tampak plak eritem multipel disertai skuama kasar sedang, likenifikasi
dan fisura.
2
C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
1.5 Penatalaksanaan
a. KIE
Menghindari paparan alergen yang dicurigai sebagai penyebab
Tidak menggaruk atau menambah luka pada daerah lesi
b. Sistemik
Cetirizine tab 2 x 10mg selama 7 hari
Metil prednisolon tab 3 x 4mg selama 7 hari
c. Topikal:
Clobetasol propionate cream 0,5mg 3 kali sehari
Soft U derm forte 20% 3x sehari
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan
(DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA); keduanya dapat bersifat akut maupun
kronik.1 Dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang yang telah mengalami
sensitisasi terhadap suatu alergen. Ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV
atau tipe lambat.2
2.2 Epidemiologi
Bila dibandingan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat sensitif. Dahulu diperkirakan
bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%, tetapi data baru
dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat
kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen.
Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA akibat kerja tiga kali
lebih sering daripada DKA akibat kerja.1
4
Perbedaan jenis kelamin dalam perkembangan terjadinya dermatitis kontak alergi tidak
sepeuhnya diketahui karena hanya sedikit penelitian yang mempelajari induksi sensitasi bahan
alergen pada laki-laki dan wanita.3
Angka kematian dermatitis kontak akibat kerja menurut laporan dari beberapa
negara berkisar 20-90 dari penyakit kulit akibat kerja. Ada variasi yang besar oleh
karena tergantung pada derajat dan bentuk industrialisasi suatu negara dan minat
dokter kulit setempat terhadap dermatitis kontak akibat kerja. Di Amerika Serikat
penyakit kulit akibat kerja perseribu pekerja paling banyak dijumpai berturut-turut
pada pekerja pertanian 2,8%, pekerja pabrik 1,2%, tenaga kesehatan 0,8% dan
pekerja bangunan 0,7%. Menurut laporan Internasional Labour Organization
terbanyak dijumpai pada tukang batu & semen 33%, pekerja rumah tangga 17%
dan pekerja industri logam dan mesin 11% sedangkan tenaga kesehatan 1%.4
2.3 Etiologi
Banyak agen yang telah dicurigai sebagai penyebab dari dermatitis kontak
alergi termasuk lebih dari 3000 bahan kimia seperti kosmetik, bahan makanan,
tumbuhan, obat-obatan topikal, dan bahan kimia. Alergen penyebab tertinggi pada
tahun 2009-2012 yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah
detergen, kemudian kosmetik, perhiasan, bahan yang terbuat dari kulit, jam logam,
salep kulit (obat topikal), adukan semen, minyak rambut, makanan laut, balsam
dan minyak kayu putih, karet, asam salisilat, shampo, minyak tawon, kunyit yang
dicampurkan minyak, daging ayam, rumput, lipstick. 5,11 Detergen sebagai
alergen penyebab tertinggi memiliki 2 jenis yaitu laundry detergent dan dish
detergent dimana kedua bahan ini dapat ditemukan pada sabun dan alat pembersih
rumah tangga lainnya. Perbedaan jenis detergen tersebut adalah pada laundry
detergent biasanya mengenai seluruh tubuh sedangkan untuk jenis lainnya
biasanya mengenai tangan. Bahan yang terkandung dalam deterjen antara lain
bahan aktif (surfactant), bahan pengental (filler) dan bahan tambahan (addictive).
Bahan aktif yang sering terdapat di deterjen adalah adalah alkylbenzenesulfonates
(ABS), Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS), dan Sodium Lauryl Sulfate (SLS).
Bahanbahan ini dapat menyebabkan kerusakan pada stratum korneum pada
epidermis sehingga bahan kimia seperti deterjen dan yang lainnya ketika terpapar
ke kulit dapat masuk ke dalam kulit dan menyebabkan timbulnya keluhan pada
kulit.1
5
2.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon
imun yang diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV suatu
hipersensitivitas tipe lambat.1,6 Reaksi ini melalu dua fase yaitu fase sensitisasi dan
fase eksitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitasi dapat menderita
DKA.1
Terdapat dua tahap dalam terjadinya dermatitis kontak alergi, yaitu tahap
induksi (sensitivitasi) dan tahap elisitasi.1,2
Fase Sensitisasi
i 5
7
alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan
belum terdapat ruam pada kulit.1
8
Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk
mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1
dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1
(intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan
lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan
permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit
seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.4
9
2.5 Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan
klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit yang ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi
riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,
kosmetik, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi.1
1. Anamnesis
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk
mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan
tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi,
baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.1,4
11
a. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena
alergi terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada
lokasi kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang
popular). Lesi eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang
dijumpai pada lokasi kontak langsung.
c. Telinga.
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak
pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata,
cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat
mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-
anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya yang
terbuat dari nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga
mungkin menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang
bisa mengarah pada dermatitis kontak kronik. Dermatitis kontak alergi
12
subakut pada telinga dan sebagian leher. Akhirnya diketahui bahwa
pasien alergi terhadap bahan plastic
13
e. Genitalia.
Penyebabnya data antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen.
Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi pada
cream yang mengandung neomisin, terlihat eritema
14
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Uji Tempel ( Skin Patch Test).
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis
banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI).
Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan
untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi1.
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung
digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin
dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi,
harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air
diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral.
Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh
diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau
sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel
dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam
dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan
ditempelkan di kulit dengan memakai Finn Chamber, dibiarkan
sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan
alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk
menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.1
15
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel1:
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan
akut atau berat dapat terjadi reaksi “angry back‟ atau “excited skin‟
reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang
dideritanya semakin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji
tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20
mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat
menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik
tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan
kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan
hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya
dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah
dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita
yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria
type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi
anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur
khusus
6.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas.
Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek
tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya
dicatat seperti berikut:1
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
16
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT=non tested)
17
2.6 Diagnosis Banding
A. Dermatitis kontak alergi
19
G. Dermatitis dishidrosis
Erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan
telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
H. Tinea manus
Kronik dermatofitosis bagian tangan, biasanya unilateral dan muncul pada
tangan yang dominan. Gejala berupa gatal – gatal dan nyeri jika kulitnya
terkelupas. Lesi berupa hiperkeratosis difusa pada telapak tangan dan sela-sela
jari berbatas tegas atau berupa sisik yang tidak merata pada bagian punggung
tangan. Jika kronis, sering juga dijumpai tinea unguium.
2.7 Penatalaksanaan
A. Non medikamentosa
1. Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak alergik adalah
dengan mengidentifikasikan penyebab dan menghindari penyebab
tersebut, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya, dan
perlindungan terhadap kulit.
2. Pasien disarankan untuk melakukan pencegahan, antara lain dengan
cara penggantian asesoris yang berbahan nikel dengan bahan
lainyang tidak menyebabkan alergi, penggunaan detergen sesuai
petunjuk, dan mengganti sarung tangan karet dengan sarung tangan
plastic.
3.
Tidak menggaruk atau menambah luka pada daerah lesi.1,2,4
B. Medikamentosa
Topikal Sistemik
21
atopi.
Dengan adanya uji tempel maka prognosis dermatitis kontak alergik lebih
baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih baik daripada DKI
kronis yang bersifat kumulatif dan susah disembuhkan.4
22
BAB III
ANALISIS KASUS
23
dan kedua jari tangan ditemukan plak eritem multipel disertai dengan skuama
kasar sedang likenifikasi dan fisura.
Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi pengobatan sistemik dan
topikal. Tatalaksana sistemik berupa pemberian cetirizine tablet 2 x 10mg disertai
Metil prednisolon tablet 3 x 4mg. Tatalaksana topikal berupa pemberian
Clobetasol propeonat cream 0,5mg 3x sehari disertai Soft U derm forte 20% 3x
sehari. Selain itu penting untuk memberikan edukasi ke pasien berupa
menghindari bahan penyebab munculnya DKA, pada kasus ini yaitu sabun
detergen.
24
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien Nn. TAWD, perempuan, usia 20 tahun, datang ke Poli Kulit &
Kelamin RSUD Sekayu dengan keluhan bercak merah bersisik pada telapak
tangan kanan dan pada jari-jari kedua tangan, disertai rasa gatal dan perih.
Keluhan ini pertama kali dirasakan waktu pasien SMP sekitar 7 th lalu, saat
pertama kali menggunakan sabun detergen merk BOOM.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan pada regio palmaris dextra
et regio digiti manus dextra et sinistra tampak plak eritem multipel disertai
dengan skuama kasar sedang, likenifikasi dan fisura, pasien didiagnosis dengan
dermatitis kontak alergi kronik ec sabun detergen . Telah ditatalaksana dengan
tatalaksana sistemik dan topikal dan edukasi pada 14 Juni 2023.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. 2005. Dermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta.. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
8. Wolff, K. and Johnson, R.A. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of
Clinicar Dermatology Sixth Edition. New York: Mc Graw Hill Medical.
26