Anda di halaman 1dari 26

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Penderita


Nama : Nn. TAWD
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kayu Ara No.144
Tanggal kunjungan : 14 Juni 2023

1.2 Data Dasar


A. Anamnesis
Keluhan Utama : Bercak merah bersisik disertai gatal di telapak tangan kanan
dan kedua jari tangan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Bercak merah bersisik di telapak tangan kanan dan kedua jari tangan
yang memberat sejak 1 minggu lalu di sertai gatal dan perih terutama setelah
kontak dengan sabun detergen mrek Boom. Bercak merah awalnya berukuran
sebesar koin dibeberapa bagian kemudian semakin melebar ketika pasien sering
mencuci baju dengan tangan dan saat pasien mencuci piring.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Pasien mengaku mempunyai riwayat keluhan yang sama saat pasien SMP,
dan berulang terutama jika pasien kontak dengan sabun detergen, sembuh
jika berobat.

 Pasien mengaku tidak memiliki riwayat sakit kulit yang lain

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa (-)

1
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 14 Juni 2023
Keadaan umum : sadar (GCS 15, E4M6V5)
Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg RR : 18x/mnt
N : 76x/menit, regular T : 36,4ºC
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : napas cuping (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Dada : simetris, statis, dinamis,
Cor : bunyi jantung I – II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-)
Abdomen : kembung, supel, BU (+) N . Hepar dan lien tak teraba

Ekstremitas Superi Inferi


or or
Akral dingin - -
Sianosis - -
Cap. Refill <2” <2”

Status Lokalis
Regio palmaris dextra et regio digiti manus dextra et sinistra
Tampak plak eritem multipel disertai skuama kasar sedang, likenifikasi
dan fisura.

2
C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

1.3 Diagnosis Banding


1. Dermatitis kontak alergi kronik ec sabun detergen
2. Dermatitis kontak iritan kronik
3. Dermatitis dishidrosis
4. Tinea manus

1.4 Diagnosa Kerja


Dermatitis kontak alergi kronik ec sabun detergen

1.5 Penatalaksanaan
a. KIE
 Menghindari paparan alergen yang dicurigai sebagai penyebab
 Tidak menggaruk atau menambah luka pada daerah lesi
b. Sistemik
 Cetirizine tab 2 x 10mg selama 7 hari
 Metil prednisolon tab 3 x 4mg selama 7 hari

c. Topikal:
 Clobetasol propionate cream 0,5mg 3 kali sehari
 Soft U derm forte 20% 3x sehari

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon


terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis kontak adalah dermatitis yang
disebabkan oleh bahan yang menempel pada kulit.

Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan
(DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA); keduanya dapat bersifat akut maupun
kronik.1 Dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang yang telah mengalami
sensitisasi terhadap suatu alergen. Ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV
atau tipe lambat.2

Dermatitis kontak alergi (DKA) merupakan penyakit yang umum dikeluhkan


dalam praktik klinis sehari-hari dimana prevalensi dalam beberapa tahun terakhir
ini terjadi peningkatan. Secara klinis dari gejala yang ditimbulkan biasanya
ditandai dengan adanya eritema, vesikulasi, pengelupasan pada lapisan superficial
kulit dan likenifikasi.

2.2 Epidemiologi
Bila dibandingan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat sensitif. Dahulu diperkirakan
bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%, tetapi data baru
dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat
kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen.
Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA akibat kerja tiga kali
lebih sering daripada DKA akibat kerja.1

4
Perbedaan jenis kelamin dalam perkembangan terjadinya dermatitis kontak alergi tidak
sepeuhnya diketahui karena hanya sedikit penelitian yang mempelajari induksi sensitasi bahan
alergen pada laki-laki dan wanita.3

Angka kematian dermatitis kontak akibat kerja menurut laporan dari beberapa
negara berkisar 20-90 dari penyakit kulit akibat kerja. Ada variasi yang besar oleh
karena tergantung pada derajat dan bentuk industrialisasi suatu negara dan minat
dokter kulit setempat terhadap dermatitis kontak akibat kerja. Di Amerika Serikat
penyakit kulit akibat kerja perseribu pekerja paling banyak dijumpai berturut-turut
pada pekerja pertanian 2,8%, pekerja pabrik 1,2%, tenaga kesehatan 0,8% dan
pekerja bangunan 0,7%. Menurut laporan Internasional Labour Organization
terbanyak dijumpai pada tukang batu & semen 33%, pekerja rumah tangga 17%
dan pekerja industri logam dan mesin 11% sedangkan tenaga kesehatan 1%.4

2.3 Etiologi
Banyak agen yang telah dicurigai sebagai penyebab dari dermatitis kontak
alergi termasuk lebih dari 3000 bahan kimia seperti kosmetik, bahan makanan,
tumbuhan, obat-obatan topikal, dan bahan kimia. Alergen penyebab tertinggi pada
tahun 2009-2012 yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah
detergen, kemudian kosmetik, perhiasan, bahan yang terbuat dari kulit, jam logam,
salep kulit (obat topikal), adukan semen, minyak rambut, makanan laut, balsam
dan minyak kayu putih, karet, asam salisilat, shampo, minyak tawon, kunyit yang
dicampurkan minyak, daging ayam, rumput, lipstick. 5,11 Detergen sebagai
alergen penyebab tertinggi memiliki 2 jenis yaitu laundry detergent dan dish
detergent dimana kedua bahan ini dapat ditemukan pada sabun dan alat pembersih
rumah tangga lainnya. Perbedaan jenis detergen tersebut adalah pada laundry
detergent biasanya mengenai seluruh tubuh sedangkan untuk jenis lainnya
biasanya mengenai tangan. Bahan yang terkandung dalam deterjen antara lain
bahan aktif (surfactant), bahan pengental (filler) dan bahan tambahan (addictive).
Bahan aktif yang sering terdapat di deterjen adalah adalah alkylbenzenesulfonates
(ABS), Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS), dan Sodium Lauryl Sulfate (SLS).
Bahanbahan ini dapat menyebabkan kerusakan pada stratum korneum pada
epidermis sehingga bahan kimia seperti deterjen dan yang lainnya ketika terpapar
ke kulit dapat masuk ke dalam kulit dan menyebabkan timbulnya keluhan pada
kulit.1

5
2.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon
imun yang diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV suatu
hipersensitivitas tipe lambat.1,6 Reaksi ini melalu dua fase yaitu fase sensitisasi dan
fase eksitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitasi dapat menderita
DKA.1
Terdapat dua tahap dalam terjadinya dermatitis kontak alergi, yaitu tahap
induksi (sensitivitasi) dan tahap elisitasi.1,2

Gambar 1. Mekanisme dermatitis kontak alerg

Fase Sensitisasi
i 5

Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan


ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis dan diproses secara
kimiawi oleh enzim lisosom serta dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi
antigen lenkap. Setelah keratinosit terpajan oleh hapten, akan melepaskan IL-1
yang akan mengaktifkan sel Langerhans sehingga mampu menstimulasi sel-T. 1 Di
kelenjar limfe, kompleks yang terbentuk akan merangsang sel limfosit T di daerah
parakorteks untuk memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi sel T efektor
dan memori.7 Interleukin 2 yang dihasilkan oleh sel T akibat pelepasan IL-1 oleh
sel Langerhans akan mengakibatkan proliferasi sel T memori yang akan
bersirkulasi ke seluruh tubuh dan akan memasuki fase eksitasi bila kontak
6
berikut dengan

7
alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan
belum terdapat ruam pada kulit.1

Gambar 2. Fase Sensitisasi


Fase elisitasi
Fase kedua hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten). Seperti pada fase
sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel Langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen,
diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan di permukaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR
antigen akan dipresntasikan kepada sel T yang terlah tersensitisasi (sel T memori) baik di kulit maupun
di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktifasi.
1

8
Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk
mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1
dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1
(intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan
lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan
permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit
seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.4

Gambar 3. Fase Elitisasi

9
2.5 Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan
klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit yang ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi
riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,
kosmetik, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi.1

1. Anamnesis
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk
mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan
tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi,
baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.1,4

Tabel 2. Penelurusan riwayat DKA


2. Pemeriksan Fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul
dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis
yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak
berbatas
10
tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh
sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka
predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan
diagnosis.

Tabel 3. Berbagai lokasi terjadinya DKA


Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat
diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel
atau bula. Wujud kelainan kulit dapat dilihat pada beberapa gambar berikut :

11
a. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena
alergi terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada
lokasi kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang
popular). Lesi eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang
dijumpai pada lokasi kontak langsung.

Gambar 4. DKA pada lengan dengan pemakaian jam tangan


b. Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick.
Pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir.

Gambar 5. DKA pada bibir karena lipstick

c. Telinga.
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak
pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata,
cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat
mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-
anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya yang
terbuat dari nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga
mungkin menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang
bisa mengarah pada dermatitis kontak kronik. Dermatitis kontak alergi

12
subakut pada telinga dan sebagian leher. Akhirnya diketahui bahwa
pasien alergi terhadap bahan plastic

Gambar 6. DKA pada telinga akibat plastik


d. Badan.
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut
atau pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena pasien
alergi pada karet dari celananya Terlihat adanya eritema yang berbatas
tegas sesuai dengan daerah yang terkena alergen.

Gambar 7. DKA pada perut akibat karet pada celana

13
e. Genitalia.
Penyebabnya data antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen.
Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi pada
cream yang mengandung neomisin, terlihat eritema

Gambar 7. DKA pada vulva akibat cream

f. Paha dan tungkai bawah.


Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci
(nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada
gambar dermatitis kontak alergi yang terjadi karena Quaternium-15,
bahan pengawet pada pelembab. Kaki mengalami skuama, krusta

Gambar 8. DKA pada kaki akibat bahan pengawet

14
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Uji Tempel ( Skin Patch Test).
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis
banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI).
Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan
untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi1.
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung
digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin
dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi,
harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air
diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral.
Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh
diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau
sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel
dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam
dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan
ditempelkan di kulit dengan memakai Finn Chamber, dibiarkan
sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan
alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk
menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.1

Gambar 9. Uji Tempel

15
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel1:
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan
akut atau berat dapat terjadi reaksi “angry back‟ atau “excited skin‟
reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang
dideritanya semakin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji
tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20
mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat
menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik
tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan
kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan
hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya
dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah
dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita
yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria
type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi
anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur
khusus
6.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas.
Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek
tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya
dicatat seperti berikut:1
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

16
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT=non tested)

Gambar 10. Hasil uji tempel setelah 72 jam

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,


biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting
untuk membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan juga
mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif
dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan
kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu
setelah aplikasi.1
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi
dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi
lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau
++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan
cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo).1

17
2.6 Diagnosis Banding
A. Dermatitis kontak alergi

B. Dermatitis kontak iritan


Perbedaan DKA dan DKI
Perbedaan DKI DKA
Keluhan Akut Perih, Gatal → nyeri
menyengat,
nyeri
Kronis nyeri Gatal/nyeri
Akut Eritema → Vesikel Eritema →
Lesi → Erosi → Papul→
Krusta Vesikel → Erosi
→ Sisik → Krusta →
Sisik
Kronis Papul, plak, fisura, Papul, plak, sisik,
sisik, krusta krusta

Lokasi lesi dan Akut Tajam, berbatas Tajam, berbatas pada


batas tegas area paparan sekitar,
namun dapat
menyebar
Kronis Tidak jelas Tidak jelas, menyebar

Perkembangan Akut Cepat (beberapa Sedang (12 – 72


jam setelah jam setelah
paparan) paparan)

Kronis Hitungan bulan Hitungan bulan


hingga tahun atau lebih, kambuh
dengan paparan setiap paparan
berulang

Bahan Tergantung Tidak bergantung


penyebab kandungan bahan jumlah paparan, dapat
dan kondisi kulit, kambuh pada
muncul hanya saat kandungan yang
diatas ambang batas sangat rendah namun
bergantung pada
derajat sensitisasi
Dapat terjadi pada
Insiden Hanya terjadi pada
semua orang
orang yang
tersensitisa
18
si
Tabel 1. Perbedaan DKA dan DKI8

19
G. Dermatitis dishidrosis
Erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan
telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
H. Tinea manus
Kronik dermatofitosis bagian tangan, biasanya unilateral dan muncul pada
tangan yang dominan. Gejala berupa gatal – gatal dan nyeri jika kulitnya
terkelupas. Lesi berupa hiperkeratosis difusa pada telapak tangan dan sela-sela
jari berbatas tegas atau berupa sisik yang tidak merata pada bagian punggung
tangan. Jika kronis, sering juga dijumpai tinea unguium.

2.7 Penatalaksanaan
A. Non medikamentosa
1. Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak alergik adalah
dengan mengidentifikasikan penyebab dan menghindari penyebab
tersebut, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya, dan
perlindungan terhadap kulit.
2. Pasien disarankan untuk melakukan pencegahan, antara lain dengan
cara penggantian asesoris yang berbahan nikel dengan bahan
lainyang tidak menyebabkan alergi, penggunaan detergen sesuai
petunjuk, dan mengganti sarung tangan karet dengan sarung tangan
plastic.
3.
Tidak menggaruk atau menambah luka pada daerah lesi.1,2,4
B. Medikamentosa
Topikal Sistemik

Pemberian Glukokortikoid topikal Indikasi pemberian Glukokortikoid


zalf atau gel efektif untuk lesi non- sistemik adalah pada kasus DKA
bula. Ditambah kompres basah berat. Dapat diberikan Prednison
dengan Burow Solution yang diganti dengan dosis awal 70 mg (dewasa)
setiap 2 – 3 jam. dan diturunkan sebanyak 5 – 10
mg/hari selama 1 – 2 minggu.
2.8 Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya
dapat disingkirkan.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab
dermatitis kontak, kapan terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari
20
faktor pencetusnya, terjadinya kontak ulang dan adanya faktor individual seperti

21
atopi.
Dengan adanya uji tempel maka prognosis dermatitis kontak alergik lebih
baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih baik daripada DKI
kronis yang bersifat kumulatif dan susah disembuhkan.4

22
BAB III
ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


pasien diduga mengalami dermatitis kontak. Hal ini berdasarkan keluhan dialami
pasien berinisial Nn. TAWD berusia 20 tahun. OS datang ke Poli Kulit & Kelamin
RSUD Sekayu pada tanggal 14 Juni 2023 dengan keluhan terdapat bercak merah
bersisik pada telapak tangan kanan dan di kedua jari-jari tangan yang memberat
sejak 1 minggu SMRS. Didapatkan riwayat penyakit, bercak merah bersisik
pertama kali dirasakan setelah OS mencuci baju dan piring sejak OS SMP sekitar
7 th lalu. OS sudah sering berobat ke praktik dokter, sempat sembuh namun
keluhan sering berulang terutama setelah OS mencuci baju dan piring.
Adanya keluhan bercak merah bersisik setelah mencuci baju/piring
menunjukkan bahwa OS mengalami dermatitis kontak. Dermatitis kontak terbagi
menjadi dua yaitu dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan.3
Berdasarkan keluhan yang dialami pasien, pasien mengeluh bercak kemerahan
disertai rasa gatal dan nyeri terutama saat menggunakan tangan kanannya.
Keluhan ini membaik jika pasien berobat namun kambuh kembali saat pasien
melakukan kegiatan yang sama, yaitu mencuci baju dan piring.
Keluhan bercak kemerahan disertai rasa gatal dan nyeri yang dirasakan
pertama kali saat pasien menggunakan sabun detergen merk BOOM menandakan
dermatitis kontak ini merupakan jenis dermatitis kontak alergi.
Pada kasus dermatitis kontak alergi, faktor paparan berulang sangatlah
berpengaruh besar dalam memicu kambuhnya dermatitis kontak. Dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien merupakan seorang perempuan yang sering bekerja atau
memiliki kegiatan di dapur, yaitu mencuci, dalam kasus ini mencuci baju dan
piring. Hal ini berhubungan dengan etiologi dermatitis kontak alergi, dimana
terdapat kontak berulang dengan sabun.
Hasil pemeriksaan fisik pada penderita juga mendukung diagnosis dermatitis
kontak alergi. Dari keadaan umum, pasien tampak sakit ringan. Pada telapak
tangan kanan

23
dan kedua jari tangan ditemukan plak eritem multipel disertai dengan skuama
kasar sedang likenifikasi dan fisura.
Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi pengobatan sistemik dan
topikal. Tatalaksana sistemik berupa pemberian cetirizine tablet 2 x 10mg disertai
Metil prednisolon tablet 3 x 4mg. Tatalaksana topikal berupa pemberian
Clobetasol propeonat cream 0,5mg 3x sehari disertai Soft U derm forte 20% 3x
sehari. Selain itu penting untuk memberikan edukasi ke pasien berupa
menghindari bahan penyebab munculnya DKA, pada kasus ini yaitu sabun
detergen.

24
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien Nn. TAWD, perempuan, usia 20 tahun, datang ke Poli Kulit &
Kelamin RSUD Sekayu dengan keluhan bercak merah bersisik pada telapak
tangan kanan dan pada jari-jari kedua tangan, disertai rasa gatal dan perih.
Keluhan ini pertama kali dirasakan waktu pasien SMP sekitar 7 th lalu, saat
pertama kali menggunakan sabun detergen merk BOOM.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan pada regio palmaris dextra
et regio digiti manus dextra et sinistra tampak plak eritem multipel disertai
dengan skuama kasar sedang, likenifikasi dan fisura, pasien didiagnosis dengan
dermatitis kontak alergi kronik ec sabun detergen . Telah ditatalaksana dengan
tatalaksana sistemik dan topikal dan edukasi pada 14 Juni 2023.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. 2005. Dermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta.. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

2. Bramer, E. and Anderson. 2006. Dermatitis (Exzema). Dermatopathology.


Swedia. Springer

3. Cohen, David E. and Jacob, Sharon E. 2008. Allergic Contack Dermatitis


in Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine 7th ed.
United States of America. The McGraw-Hill.

4. Trihapsoro, Iwan . 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat


Jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan.
http://library.usu.ac.id/download/fk/kulit-iwan.pdf.

5. Shimizu, H. 2007. Immunity, Allergic reactions in Shimizu's Tectbook of


Dermatology. Japan. Hokkaido University Press.

6. Beck, M.H. and Wilkinson, S.M. 2004. Contact Dermatitis Allergic.


Rook's Textbook of Dermatology. USA. Blackwell Publishing.

7. Roesyant, Irma D.; Mahadi. 2000. Ekzema dan Dermatitis. Dalam:


Marwali, Harahap. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates.

8. Wolff, K. and Johnson, R.A. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of
Clinicar Dermatology Sixth Edition. New York: Mc Graw Hill Medical.

26

Anda mungkin juga menyukai