Anda di halaman 1dari 13

Pengaruh Intensitas Komunikasi Menggunakan Ponsel terhadap

Intensitas Komunikasi Interpersonal Remaja


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi menjadi aktivitas penting yang dilakukan oleh setiap individu yang
ada. Komunikasi menurut Pratikno (1982:49) merupakan suatu kegiatan usaha manusia
untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan ataupun
pengalamannya kepada orang lain. Jika manusia merupakan mahluk sosial yang selalu
membangun interaksi antara sesamanya maka komunikasi adalah merupakan sarana
utamanya. Oleh sebab itu, komunikasi adalah bagian terpenting dalam kehidupan
manusia.
Individu yang berkomunikasi tentunya memiliki tujuan yaitu agar apa yang ingin
disampaikan bisa berhasil dipahami oleh lawan bicaranya. Tetapi, untuk mencapai hal
tersebut kita membutuhkan komunikasi interpersonal. Dimana, komunikasi ini tidak
hanya berlangsung satu arah saja. Tetapi, komunikasi interpersonal mampu
mengakomodasi tiap individu yang berada dalam relasi komunikasi tersebut untuk
saling berpartisipasi secara aktif dan hubungan yang ada di dalamnya tidak sekadar
hubungan asal saling kenal saja.
Setiap orang memerlukan komunikasi interpersonal sebagai salah satu cara dalam
kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun. Komunikasi
interpersonal merupakan komunikasi yang mempunyai efek besar dalam mempengaruhi
orang lain terutama perindividu. Hal ini disebabkan biasanya pihak-pihak yang terlibat
dalam komunikasi bertemu secara langsung, tidak menggunakan media dalam
penyampaian pesannya sehingga tidak ada jarak yang memisahkan antara komunikator
dengan komunikan (face to face). Oleh karena saling berhadapan muka, maka masing-
masing pihak dapat langsung mengetahui respon yang diberikan, serta mengurangi
tingkat ketidak jujuran ketika sedang terjadi komunikasi.
Perkembangan komunikasi tentu saja akan terus terjadi di era saat ini. Salah satu
media untuk berkomunikasi saat ini adalah teknologi. Teknologi yang ada pada saat ini
diciptakan untuk membuat aktivitas yang dilakukan oleh manusia menjadi semakin
mudah dan nyaman. Kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat hampir tidak
ada bidang kehidupan manusia yang bebas dari penggunaannya, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Hal ini ditambah dengan arus globalisasi yang menuntut
kebutuhan pertukaran informasi yang cepat sehingga peranan teknologi komunikasi
menjadi sangat penting.
Databoks melansir data yang menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat
ketiga di Asia Pasifik sebagai kategori pengguna ponsel terbesar. Hal ini dibuktikkan
bahwa 65,2 juta orang penduduk Indonesia dari keseluruhan total populasi penduduk
Asia Pasifik sebesar 600 juta orang telah menggunakan ponsel saat ini. Urutan pertama
dikuasai oleh Cina dengan total pengguna ponsel sebesar 563,3 juta, urutan selanjutnya
adalah India dengan total pengguna ponsel sebesar 204,1 juta.
Hal ini menunjukkan bahwa teknologi komunikasi adalah faktor utama perubahan
masyarakat karena menimbulkan transformasi berskala luas dalam kehidupan manusia.
Transformasi tersebut telah memunculkan perubahan dalam berbagai pola hubungan
antar manusia, yang pada hakikatnya adalah interaksi antar pribadi (interpersonal
relations). Pertemuan tatap muka secara berhadapan dapat dilaksanakan dalam jarak
yang sangat jauh melalui teknologi.
Teknologi komunikasi berupa ponsel merupakan alat yang pasti dimiliki oleh setiap
individu. Ponsel menjadi alat yang mudah dibawa kemana saja dan tidak lagi mengenal
usia dan kalangan, bahkan disebut sekarang ini ponsel telah menjadi “teknologi yang
merakyat”.
Penggunaan ponsel menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan saat ini
karena ponsel mampu mengiringi mobilitas manusia yang tinggi. Fasilitas-fasilitas yang
terdapat didalamnya pun tidak hanya terbatas pada fungsi telepon dan SMS (Short
Messages Service) saja. Ponsel dapat digunakan sebagai penyimpan berbagai macam
data, sarana bisnis, sarana musik/hiburan, alat dokumentasi, dan memperluas koneksi.
Berbagai macam merk ponsel pun membanjiri pasar yang ada saat ini, misalnya saja
Oppo, Apple, Samsung, Vivo, Infinix, Huawei, dan lain-lain. Masing-masing tidak
berhenti bersaing mencari pangsa pasar melalui produk terbaru hanya dalam kurun
waktu yang relatif singkat.
Dilansir dari e-journal “Acta Diurna” Volume IV. No.4. Tahun 2015 ponsel dapat
disebut sebagai serba fungsi. Serba fungsi itu dapat menjadi suatu suasana yang lebih
hidup dan luas fungsinya. Dengan satu ponsel yang canggih saja, kita dapat
mendengarkan musik, bermain games, internet, berfoto, menonton video, dan lain-lain
meskipun kita berada dalam satu ruangan sendirian tanpa ada apapun.
Dari sekian kelebihan yang telah ditawarkan dari suatu ponsel, terdapat juga banyak
dampak negatif bermunculan di kalangan remaja. Misalnya, komunikasi yang
seharusnya bersifat dinamis dan memiliki hubungan timbal balik sering tersendat atau
tidak bisa berjalan dengan lancar karena teknologi menjadi sebuah penghalang. Ini
artinya, tak menutup kemungkinan bahwa penggunaan ponsel menyebabkan
menurunnya kualitas dan kuantitas interaksi tatap muka.
Kualitas komunikasi menjadi hal penting dalam perkembangan teknologi saat ini.
Kemajuan teknologi berupa penggunaan ponsel akan membuktikan apakah sebuah
kualitas komunikasi interpersonal makin meningkat atau makin menurun.
1.2 Perumusan Masalah
Kemajuan teknologi yang ditandai dengan keberadaan ponsel memberi kemudahan
seperti mepermudah kegiatan belajar, meningkatkan kreativitas dan menjadi sumber
motivasi serta inspirasi bagi penggunanya. Ponsel seharusnya dapat sejalan dengan
komunikasi interpersonal yang terjalin di dalamnya karena kemudahan untuk
berinteraksi dan berelasi.
Hal ini ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh databoks dan eMarketer
pada tahun 2019 menunjukkan bahwa pengguna ponsel di Indonesia meningkat menjadi
92 juta dari 83,5 juta pada tahun 2018. Ini artinya, terdapat kenaikan jumlah kuantitas
orang di Indonesia yang menggunakan ponsel sebesar 8,5 juta orang.
Namun, Jurnal Sleep Medicine menyatakan bahwa pada tahun 2015, 4 dari 10 remaja
tidur kurang dari tujuh jam semalam. Kondisi itu meningkat 58 persen sejak tahun 1991
dan 17 persen lebih dibandingkan tahun 2009. Angka itu melonjak saat ponsel menjadi
suatu hal yang umum dimiliki. Hal ini menyumbang 18,3% faktor penyebab yang
mempengaruhi kegiatan komunikasi individu dalam berkomunikasi ketika individu
tersebut diperhadapkan pada keberadaan ponsel dan bagaimana menggunakan ponsel
untuk berkomunikasi dengan sesamanya.
Ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara intensitas penggunaan ponsel
terhadap intensitas komunikasi interpersonal yang terjalin dalam kehidupan remaja.
Remaja cenderung menjadi tertutup di dunia nyata dan menjadi lebih terbuka pada saat
berelasi dengan individu lain. Apa yang dibagikan di ponsel terkadang belum tentu
merepresentasikan diri individu itu apa adanya. Berdasarkan permasalahan tersebut
maka peneliti ingin mengkaji apakah terdapat pengaruh intensitas penggunaan ponsel
terhadap intensitas komunikasi interpersonal remaja.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan tersebut, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh intensitas penggunaan ponsel
terhadap intensitas komunikasi interpersonal remaja.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini antara lain:
a. Manfaat akademis
Bagi pihak Program Studi Ilmu Komunikasi , diharapkan penelitian ini dapat
memberikan kontribusi pada pengembangan penelitian di bidang disiplin Ilmu
Komunikasi, khususnya yang berhubungan dengan interaksi sosial.
Bagi pihak lain diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi
positif bagi perkembangan komunikasi, untuk dijadikan acuan penelitian
lanjutan dan memberikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Komunikasi,
khususnya yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan dan pertimbangan
bagi para remaja dalam memanfaatkan ponsel, sehingga remaja dapat
mengembangkan sikap yang bijak dalam penggunaan ponsel di kehidupan
sehari-hari dan juga dapat menambah pemahaman pembaca serta menjadi
referensi tambahan bagi peneliti lain yang tertarik dengan masalah intensitas
penggunaan ponsel terhadap intensitas komunikasi interpersonal remaja.
c. Manfaat sosial
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara sosial kepada
masyarakat luas terkhusus remaja dalam menanggapi masalah yang sering
terjadi saat ini berkenaan dengan penggunaan ponsel di kehidupan sehari-hari
remaja. Penelitian ini diharap mampu memberikan kontribusi besar kepada
masyarakat dalam memperoleh solusi dari hasil penelitian ini nantinya.
BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 State of The Arts
Penelitian serupa mengenai intensitas penggunaan ponsel terhadap intensitas
komunikasi interpersonal telah banyak dilakukan oleh peneliti lainnya. Dari sekian
banyak penelitian yang dilakukan, yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya
adalah :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dekinus Kogoya pada tahun 2015 “Acta
Diurna” Volume IV. No.4 dengan judul DAMPAK PENGGUNAAN
HANDPHONE PADA MASYARAKAT (Studi Pada Masyarakat Desa
Piungun Kecamatan Gamelia Kabupaten Lanny Jaya Papua). Teori yang
digunakan adalah teori S – O- R (stimulus – Organism – Respon). Asumsi
dasar dari model ini adalah: media massa menimbulkan efek yang terarah,
segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau S-R
theory. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-
reaksi. Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non
verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon
dengan cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau
negatif; misal jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum ini merupakan
reaksi positif, namun jika tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini
merupakan reaksi negatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif-kualitatif. Peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif.
Dimana data yang sudah ada diperoleh dari interview dan proses menjalankan
quisioner kemudia diolah dengan table frekuensi dan porsentase setelah itu di
gambarkan dan dideskripsikan dalam bentuk kalimat, dan untuk hasil
wawancara digunakan untuk menjelaskan hasil penelitian yang diperoleh
dengan kuisioner dan angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 78,1%
responden memanfaatkan keberadaan ponsel sebagai salah satu jenis produk
yang berkaitan dengan lifestyle, tetapi fitur ponsel belum digunakan secara
maksimal. Kesamaan yang dimiliki oleh penelitian ini dengan penelitian yang
akan peneliti lakukan adalah fokus dari pengaruh intensitas penggunaan ponsel.
Sedangkan, perbedaan yang ada dari kedua penelitian ini adalah subjek
penelitian beserta metode yang digunakan. Di sini, peneliti menggunakan
metode kuantitatif-eksplanatori dengan subjek penelitian mahasiswa Ilmu
Komunikasi Undip tahun 2018.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ike Devi Sulistyaningtya pada tahun 2009
dengan judul PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI
KOMUNIKASI TERHADAP TINGKAT KEINTIMAN KOMUNIKASI
INTERPERSONAL. Teori yang dipakai adalah teori penetrasi sosial dalam 2
dimensi menurut West & Turner (2008:200) yaitu: keluasan (breadh) yang
merujuk kepada berbagai topik yang didiskusikan dalam suatu hubungan dan
kedalaman (depth) yang merujuk kepada tingkat keintiman yang mengarahkan
diskusi mengenai suatu topik. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif-eksplanatori. Hasil penelitian
ini adalah besarnya presentase pengaruh intensitas penggunaan teknologi
komunikasi terhadap keterbukaan diri sebesar 55,8% dan sisanya sebesar
44,2%. Presentase sisa tersebut menunjukkan ada beberapa faktor lain yang
tidak diteliti mempengaruhi keterbukaan diri selain dari faktor intensitas
penggunaan teknologi komunikasi. Kesamaan yang dimiliki oleh penelitian ini
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah metode yang
digunakan beserta fokus dari penelitian berkenaan dengan ponsel dan model
komunikasi interpersonal. Sedangkan, perbedaan yang dimiliki oleh penelitian
ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah subjek dari
penelitian yang dilakukan. Selain itu, dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan variabel intervening berupa variabel z, yaitu keterbukaan diri.
Sedangkan, dalam penelitian pengaruh intensitas penggunaan ponsel terhadap
intensitas komunikasi interpersonal remaja tidak menggunakan variabel
intervening.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Nurlaelah Syarif pada tahun 2015 dengan judul
PENGARUH PERILAKU PENGGUNA SMARTPHONE TERHADAP
KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA SMK TI AIRLANGGA
SAMARINDA. Teori yng digunakan adalah teori New Media. Teori media baru
merupakan sebuah teori yang dikembangkan oleh Pierre Levy, yang
mengemukakan bahwa media baru merupakan teori yang membahas mengenai
perkembangan media. Dalam teori media baru, terdapat dua pandangan,
pertama yaitu pendangan interaksi sosial, yang membedakan media menurut
kedekatannya dengan interaksi tatap muka. Pierre Levy memandang World
Wide Web (WWW) sebagai sebuah lingkungan informasi yang terbuka,
fleksibel dan dinamis, yang memungkinkan manusia mengembangkan orientasi
pengetahuan yang baru dan juga terlibat dalam dunia demokratis tentang
pembagian mutual dan pemberian kuasa yang lebih interaktif dan berdasarkan
pada masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
kuantitatif asosiatif (hubungan/pengaruh). Hasil dari penelitiannya adalah Ho
ditolak dan Ha diterima. Artinya ada pengaruh yang signifikan antara perilaku
pengguna smartphone terhadap komunikasi interpersonal siswa. Hal ini
mengakibatkan komunikasi interpersonal siswa mulai mengalami keterbatasan
dalam berinteraksi secara langung sehingga berkurangnya sosialisasi antar
siswa khususnya pada siswa kelas 3 yang ada di SMK TI Airlangga Samarinda.
Kesamaan yang dimiliki dalam penelitian ini dengan penelitian yang akan
peneliti lakukan adalah metode yang digunakan beserta fokus dari penggunaan
ponsel dan komunikasi interpersonal itu sendiri. Sedangkan, perbedaannya
terdapat pada subjek penelitian dan limitasi dari penelitian ini yang hanya
berupa smartphone dan tidak ponsel secara menyeluruh.

2.1.2. Intensitas Penggunaan Ponsel


Intensitas merujuk pada tingkat atau ukuran, menurut Nurkholif Hazim,
Intensitas adalah kebulatan tenaga yang meliputi kemampuan, daya konsentrasi,
tingkat keseringan, dan kedalaman cara, yang dikerahkan untuk suatu usaha
(Hazim, 2005:191).

Pada kegiatan sehari-hari manusia secara tidak sadar melakukan sebuah kegiatan
secara berulang-ulang dan dapat diukur jumlahnya. Kegiatan yang intensif atau
berulang-ulang biasanya adalah kegiatan yang sudah menjadi kebutuhan seseorang.
Hal tersebut juga dapat dilihat dalam penggunaan ponsel yang memang sekarang ini
seolah-olah sudah menjadi kebutuhan pokok seseorang dan tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan mereka.

Gambar 1.1. Pengguna Ponsel dan Penetrasi Media Sosial (Jan 2017)
(https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/08/29/pengguna-ponsel-indonesia-
mencapai-142-dari-populasi)

Kebutuhan akan ponsel tidak hanya melanda orang dewasa saja namun juga
melanda remaja. Kebanyakan remaja saat ini menggunakan ponsel sebagai alat
komunikasi utama dan merupakan kebutuhan utama mereka. Bahkan, beberapa
remaja memiliki lebih dari satu buah ponsel. Ponsel sudah menjadi hal yang sangat
dekat dengan remaja saat ini. Mereka menggunakan ponsel dengan berbagai alasan
seperti, ingin mengikuti gaya hidup yang ada sekarang ini, bermain game,
berselancar di dunia maya untuk mengakses informasi apapun yang dibutuhkan
dengan mudah, dan aktif di berbagai media sosial. Dengan menggunakan ponsel,
hal itu makin mudah karena ponsel memiliki fitur yang memfasilitasi para
penggunanya untuk lebih mudah terhubung dengan siapa saja dan dimana saja.

Hal ini akan berkaitan dengan Dependency Theory (Teori Ketergantungan).


Teori ketergantungan adalah teori tentang komunikasi massa yang menyatakan
bahwa ketika seseorang semakin bergantung pada suatu media untuk memenuhi
kebutuhannya, media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu (Saverin
and Tankard, 1992). Teori ini diperkenalkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin
Defleur. Mereka memperkenalkan model yang menunjukkan hubungan integral tak
terpisahkan antara pemirsa, media, dan sistem sosial yang besar.

2.1.3 Intensitas Komunikasi Interpersonal


Intensitas komunikasi merupakan istilah atau terminologi yang diartikan dari
social penetration theory (Devito, 2009). Teori ini menjelaskan bahwa diri individu
terdiri dari sejumlah lapisan seperti pengalaman, pengetahuan, ide, sikap,
pemikiran, dan tingkah laku. Sementara itu, definisi intentitas yaitu ukuran tingkat
seseorang yang meliputi faktor frekuensi berkomunikasi, durasi yang digunakan
untuk berkomunikasi, perhatian yang diberikan saat berkomunikasi, keteraturan
dalam berkomunikasi, tingkat keleluasan pesan saat berkomunikasi, serta tingkat
kedalaman pesan saat berkomunikasi (Devito, 2009).
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau
lebih (Tan dalam Liliweri (1991)). Komunikasi antarpribadi diartikan (Verderber
& Berryman-Fink, 2007); Proses dalam mana seseorang menciptakan dan
mengelola relasi, menguji respons timbal balik ketika merekamenciptakan makna
bersama. Meskipun komunikasi antarpribadi banyak melibatkan hanya dua atau tiga
orang, tetapi yang paling membedakan komunikasi antarpribadi adalah kualitas
tertentu, atau karakter dan interaksinya. Dan komunikasi antarpribadi merupakan
komunikasi yang paling ampuh dalam mempersuasi orang lain untuk mengubah
sikap, opini, perilaku komunikan dan jika dilakukan secara tatap muka langsung
akan lebih intensif karena terjadi kontak pribadi yaitu antara pribadi komunikator
dengan pribadi komunikan.
Dalam komunikasi interpersonal yang terpenting adalah bukan intensitas
dalam berkomunikasi namun bagaimana komunikasi itu terjalin. Bagaimana
komunikasi itu dapat berjalan dengan baik maka perlu adanya faktor-faktor
pendukung. Rakhmat (2007:129-133) menyebutkan ada beberapa faktor yang
menumbuhkan hubungan interpersonal meliputi percaya ( trust ), sikap suportif, dan
sikap terbuka. Menurut Joseph A. Devito (1997:259-264) komunikasi interpesonal
yang efektif dimulai dengan lima kualitas umum yang perlu dipertimbangkan yang
dimulai dari keterbukaan, sikap empati, sikap mendukung, sikap positif dan
kesetaraan.
Jadi, intensitas komunikasi antarpribadi adalah bagaimana tiap individu yang
saling berhubungan dan berkomunikasi di dalamnya dalam jangka waktu tertentu
memiliki kedalaman dan keleluasan pesan yang sama serta mampu menangkapnya
baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal.
2.1.4 Self Disclouser Theory
Komunikasi sangatlah penting untuk mengembangkan suatu hubungan.
Hubungan papda awalnya akan dengan pertukaran informasi yang sifatnya umum.
Semakin akrabnya hubungan, pengungkapan diri (self-disclouser) akan semakin
mendalam. Self-Disclosure menandai keintiman dan kedekatan hubungan. Hal ini
sesuai dengan teori penetrasi sosial bahwa jika hubungan berkembang ke tingkat
yang lebih akrab, maka self-disclouser, baik keleluasaan maupun kedalaman akan
meningkat. Pada umumnya self-disclosure bersifat saling berbalas (reciprocal).
Pada tahap awal hubungan interpersonal, individu yang berkomunikasi akan
menyesuaikan tingkat keterbukaan dirinya dengan tingkat keterbukaan yang
diberikan orang lain. Bilsa salah satu pihak terbuka maka akan menstimulasi pihak
lain untuk terbuka juga. Namun, bila hubungan sudah semakin akrab dan mapan,
reciprocal dalam pengungkapan diri akan semakin berkurang dan lebih
menginginkan adanya perhatian, dukungan, dan dipahami oleh pasangan
(Laurenceau et al) dalam Wisnuwardhani (2012:50).
Jendela Johari adalah konsep komunikasi yang diperkenalkan oleh Joseph
Luth dan Harry Ingram. Jendela Johari menggambarkan tingkat saling pengertian
antar individu yang berinteraksi. Jendela ini menggambarkan tingkat keterbukaan
yang dibagi dalam empat kuadran (Rakhmat, 2009:107-108), yakni:
Open area atau daerah terbuka (kuadran 1)
Daerah ini menggambarkan keadaan atau hal yang diketahui diri sendiri dan orang
lain. Hal-hal tersebut meliputi motivasi, sifat dan perasaan. Pada open area,
individu melakukan pengelolaan kesan dan berusaha menampilkan diri dalam
bentuk topeng. Ketika seseorang berkenalan dengan orang baru, ukuran kuadran 1
yang tidak terlalu besar akan membuka seiring pertukaran informasi.
Blind area atau daerah buta (kuadran 2)
Disebut “blind” karena individu tersebut tidak mengetahui sifat, perasaan dan
motivasi diri sendiri padahal orang lain mampu melihatnya. Bila berada dalam
daerah ini, komunikasi cukup sulit terjalin karena komunikasi menuntut
keterbukaan dari pihak-pihak yang terlibat, sementara salah seorang individu tidak
memahami dirinya sendiri.
Hidden area atau daerah tersembunyi (kuadran 3)
Sedangkan daerah ini merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang
diketahui oleh diri kita sendiri, tetapi tidak diketahui oleh orang lain. Hal-hal yang
disimpan di bersifat sangat pribadi atau rahasia yang memang sengaja
disembunyikan dari orang lain. Apabila seseorang dapat memperlebar kuadran ini,
maka terjadilah proses self-disclosure. Apabila seorang indiviu telah
mengungkapkan dirinya, diharapkan terjadi umpan balik (feedback) dari orang lain.
Jika proses ini berlangsung secara seimbang, pengungkapan diri akan berlangsung
dengan baik yang kemudian akan menjadi hubungan yang saling terbuka.
Unknown area atau daerah tidak dikenal (kuadran 4)
Daerah ini merupakan bagian yang merujuk kepada perilaku, perasaan, dan
motivasi yang tidak diketahui, baik oleh diri kita sendiri ataupun oleh orang lain.
Ini adalah informasi yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang luput
dariu perhatian.
Melihat teori self-disclouser dari Jendela Johari ini maka ketika Open Area
(kuadran 1) individu lebih lebar dari Hidden Area (kuadran 3) maka hubungan
antarpribadi akan terjadi, karena self-disclosure yang terjadi lebih banyak. Namun,
ketika Hidden Area (kuadran 3) lebih lebar dari Open Area (kuadran 1) maka akan
terjadi hubungan antarpribadi akan jarang terjadi karena self-disclosure yang
dilakukan lebih sedikit.

2.1.5 Definisi Remaja


Menurut Lewin (dalam F.J. Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono,
2006:260), fase remaja ada di dalam tempat marginal. Masa remaja ialah masa
transisi atau masa peralihan karena masa ini belum bisa memperoleh status orang
dewasa tetapi juga tidak lagi memiliki status anak-anak (menurut Calon dalam F.J.
Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono, 2006 : 260). Sehingga bisa
dikatakan status mereka berada pada peralihan antara anak-anak dan dewasa.
Peralihan status mereka ini bisa juga disebut galau, maka tidak heran para remaja
sekarang sering galau.
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahaun 2014, remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah.(www.depkes.go.id) Masa remaja adalah masa peralihan atau masa
transisi dari anak menuju masa dewasa. Pada masa ini begitu pesat mengalami
pertumbuhan dan perkembangan baik itu fisik maupun mental. Sehingga dapat
dikelompokkan remaja terbagi dalam tahapan: pra remaja (11 atau 12-13 atau 14
tahun), remaja awal (13 atau 14 tahun - 17 tahun), remaja lanjut (17-20 atau 21
tahun). (Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Penerbit
Pustaka Setia, 2003), h.134.)
Remaja tidak hanya ditandai dari umurnya saja, tetapi terlihat pula pada
perubahan fisik yang terjadi pada fase remaja, misalnya perubahan pada
karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang untuk
anak perempuan sedangkan anak laki-laki tumbuhnya kumis, jenggot serta
perubahan suara yang semakin dalam. Perubahan mentalpun mengalami
perkembangan. Pada fase ini pencapaian identitas diri sangat menonjol, pemikiran
semakin logis, abstrak, dan idealistis, dan semakin banyak waktu diluangkan di luar
keluarga. (John W Santrock, Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup,
(Jakarta: Erlangga, 2002), Ed.5 Jilid 1, h. 23)

2.1.6 Intensitas Penggunaan Ponsel terhadap Intensitas Komunikasi


Antarpribadi Remaja
Penggunaan ponsel dalam kehidupan sehari-hari selalu dilakukan oleh
remaja. Perkembangan jaman dan globalisasi membuka peluang lebih besar bagi
perusahaan ponsel untuk menambah berbagai macam fitur layanan yang ada di
dalam ponsel tersebut. Hal ini tentu saja akan membuat remaja makin betah untuk
menggunakan ponsel karena teknologi berada pada satu genggaman. Ada banyak
sekali hal yang dilakukan oleh remaja tatkala dirinya menggunakan teknologi
bernama ponsel. Tak hanya berbagi pesan saja, ponsel juga memiliki
kecenderungan untuk menjadi alat hiburan seperti misalnya bermain game,
berswafoto, mendengarkan musik, dan kegiatan lainnya.
Keberadaan ponsel secara tidak langsung akan memberikan dampak yang
signifikan terhadap proses komunikasi yang dilakukan oleh individu dalam hal ini
peneliti berfokus pada remaja. Hal ini tentu menjadi faktor penentu berubahnya
perilaku individu dalam kegiatan sehari-hari khususnya dalam berkomunikasi
dengan individu lain karena perilaku komunikasi menetapkan siapa bicara dengan
siapa, tentang apa, dan bagaimana.
Idealnya, komunikasi memungkinkan proses yang bersifat dinamis dan
adanya timbal balik secara langsung. Cara terbaik untuk memastikan hal tersebut
adalah dengan adanya umpan balik dari pesan tersebut. Selain itu, cara seseorang
mendengarkan dan menanggapi lawan bicara sengat penting dalam berkomunikasi.
Menanggapi lawan bicara dengan memberikan tanggapan penuh pemahaman dapat
menghindari kecenderungan kesalahpahaman komunikasi antara pihak terkait.
Salah satu teori yang bisa menjelaskan keterkaitan antara teknologi dengan
komunikasi adalah Social Information Processing Theory (SIP) of CMC. Teori
pemrosesan informasi sosial komunikasi yang dimediasi komputer (CMC)
menjelaskan bagaimana individu dan kelompok mengembangkan komunikasi
relasional melalui komunikasi elektronik berbasis teks. Pendekatan CMC fokus
pada kualitas pesan dan bagaimana karakteristik saluran berinteraksi secara
interpersonal dan menghasilkan pola sistematis interaksi melalui saluran yang
dimediasi serta bagaimana pengguna menyesuaikan saluran dan karakteristik
teknologinya agar sesuai dengan tujuan komunikatif mereka.
Dalam teori ini, SIP menjelaskan bahwa akan ada kecenderungan bahwa
teknologi dalam hal ini ponsel bisa saja menciptakan sebuah hubungan yang
bersifat interpersonal. Hal ini mungkin agak sedikit berbeda di bagian durasi
dengan face to face communication dalam mencapai hubungan yang interpersonal.
Jika dalam face to face communication durasi untuk mencapai hubungan yang
interpersonal dapat dilakukan dalam beberapa kali berkomunikasi, hal ini mungkin
berbeda ketika menggunakan ponsel yang berdurasi lebih panjang.

2.2 Kerangka Penelitian


Perkembangan teknologi komunikasi saat ini cukup pesat baik di Indonesia maupun
dunia. Ponsel merupakan bukti konkrit dari perkembangan teknologi komunikasi
tersebut. Selain digunakan untuk alat komunikasi, ponsel telah berkembang dan dapat
digunakan untuk menyimpan data, sarana hiburan, sarana dokumentasi, dan lain
sebagainya. Tidak hanya kaya akan fasilitas, harga yang terjangkau membuat ponsel
dapat digunakan oleh semua lapisan masyarakat. Dalam hal ini, pengguna ponsel
terbanyak datang dari kalangan remaja yang tinggal di perkotaan terutama pada pulau
Jawa.
Tingkat penggunaan ponsel pada remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi jenis kelamin, status ekonomi keluarga, dan aktivitas
dari remaja tersebut:
 Jenis kelamin
Remaja putri cenderung memiliki gaya hidup lebih konsumtif daripada remaja
pria. Selain itu, remaja putri lebih intens berkomunikasi melalui ponsel dengan
temannya.
 Status ekonomi keluarga
Semakin tinggi pendapatan orang tua maka diduga dapat meningkatkan
penggunaan ponsel pada remaja.
 Aktivitas remaja
Semakin banyak aktivitas remaja yang berkaitan dengan ponsel maka semakin
tinggi pula tingkat penggunaan ponsel pada remaja tersebut.
Sedangkan, faktor eksternal meliputi pengaruh lingkungan dan terpaan (exposure)
dari media massa.
 Pengaruh lingkungan
Pada masa remaja, kelompok persahabatan memegang peranan penting dalam
sosialiasi remaja. Hal ini menyebabkan remaja cenderung mengikuti dan
bergantung pada lingkungan teman sebayanya
 Terpaan media massa
Melalui media, remaja dapat memperoleh berbagai informasi mengenai ponsel.
Semakin sering intensitas terpaan media massa tentang ponsel maka diduga
mempunyai pengaruh penting terhadap tingkat penggunaan ponsel pada remaja
Tingkat penggunaan ponsel pada remaja dapat dilihat dari 4 hal yaitu intensitas
penggunaan, pemanfaatan fasilitas, biaya pengeluaran, dan pihak yang diajak
berkomunikasi.
Tingkat penggunaan ponsel diduga dapat mempengaruhi interaksi sosial pada
remaja. Penggunaan ponsel justru menurunkan interaksi tatap muka antara remaja
dengan lingkungan sosial seperti keluarga dan teman sebaya. Interaksi tatap muka
sendiri dapat dilihat dari waktu serta variasi topik pembicaraan dalam interaksi itu
sendiri.

2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan, maka dapat disusun
hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga remaja memiliki tingkat penggunaan ponsel yang cenderung tinggi
2. Diduga karakteristik internal dan eksternal mempengaruhi penggunaan ponsel
pada remaja
3. Diduga penggunaan ponsel pada remaja mempengaruhi intensitas komunikasi
interpersonal remaja.

Anda mungkin juga menyukai