Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH PERILAKU PHUBBING TERHADAP KUALITAS

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI GENERASI Z:


SURVEI PADA MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI DI WILAYAH
JAKARTA

Proposal Penelitian

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Seminar Proposal Penelitian

Anna Maria
00000015070

PROGRAM STUDI STRATEGIC COMMUNICATIONS


KONSENTRASI MARKETING COMMUNICATIONS

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MULTIMEDIA


NUSANTARA

TANGERANG 2019
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………3

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………...6

1.3 Pertanyaan Penelitian…………………...…………………………………...6

1.4 Tujuan Penelitian…………..………………………………………………...7

1.5 Kegunaan Penelitian………..…………………………………………...…...7

1.6 Batasan Masalah………..…………………………………………………....8

BAB II: KERANGKA TEORI


2.1 Penelitian Terdahulu………..………………………………………………..9

2.2 Kerangka Teori………..……………………………………………...……..13

2.2.1 Teori Ketergantungan Sistem Media (Media Dependency Theory)…...13

2.2.2 Perilaku Phubbing……………………………………………………..15

2.2.3 Komunikasi Antarpribadi……………………………………………...17

2.2.4 Kualitas Komunikasi Antarpribadi…………………………………….20

2.2.5 Generasi Z………………………………………………………………22

2.3 Hipotesis Teoritis……………………………………………………………..28

2.4 Alur Penelitian………………………………………………..………………29

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..………...…30

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai mahluk hidup yang dikaruniai dengan akal dan kecerdasan,

manusia terus berkarya. Salah satu alasan yang mendorong manusia untuk terus

berkarya adalah agar dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungan sekitar

nya. Teknologi merupakan salah satu bentuk hasil karya manusia yang terus

dikembangkan untuk memudahkan kehidupan masyarakat. Dalam beberapa dekade

belakangan, teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Kemajuan pesat dalam bidang teknologi telah menghasilkan berbagai inovasi yang

membantu masyarakat memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan nyata.

Komunikasi merupakan salah satu aspek dalam kehidupan masyarakat yang paling

mengalami imbas dari ada nya perkembangan teknologi. Kehadiran teknologi

komunikasi modern telah mengubah cara kita memperoleh, mengolah, menyimpan,

mengingat, dan menyebarkan informasi atau data (Fardiaz, 1981:150).

Masyarakat modern, khususnya di Ibukota Jakarta, kini lebih banyak

berkomunikasi menggunakan media internet. Salah satu perangkat yang paling

banyak digunakan untuk mengakses internet dan berkomunikasi sehari-hari adalah

smartphone atau ponsel pintar. Fitur-fitur pada smartphone menawarkan

kemudahan dan kecepatan dalam berinteraksi, sehingga penggunanya dapat

berkomunikasi dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Penggunaan

smartphone sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-

3
hari, tidak hanya untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk bekerja serta memenuhi

kebutuhan aktualisasi diri. Jumlah penggunanya pun terus meningkat dari waktu ke

waktu. Berdasarkan data dari Statista, tingkat penetrasi smartphone terhadap

jumlah penduduk Indonesia di tahun 2019 mencapai 28%. Angka ini telah

meningkat sebesar 2% dari tahun sebelumnya. Jika ditelusuri lebih lanjut, ternyata

pengguna smartphone di Indonesia didominasi oleh para anggota Generasi Z.

Menurut Pew Research Center, Generasi Z didefinisikan sebagai kelompok

generasi setelah Generasi Milenial, yang lahir mulai pada tahun 1997 hingga 2012.

Dari survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),

pengguna smartphone di Indonesia didominasi oleh remaja berusia 15-19 tahun;

rentang usia yang dapat dikategorikan dalam Generasi Z. Berbeda dari generasi-

generasi pendahulunya, para anggota generasi Z dapat dikatakan telah berinteraksi

dengan kecanggihan teknologi dan smartphone bahkan sejak mereka lahir.

Akibatnya, timbul suatu keterikatan antara Generasi Z dengan smartphone yang

mereka gunakan. Sebuah survei yang dilakukan oleh situs media online Tirto.id

menunjukkan bahwa sebesar 34,1 persen Generasi Z mengakses internet selama 3-

5 jam per hari, dengan Instagram sebagai aplikasi media sosial yang paling sering

dikunjungi. Angka tersebut dapat dikatakan cukup memakan sebagian besar waktu.

Tingginya intensitas penggunaan smartphone oleh Generasi Z

menimbulkan efek samping berupa pergeseran dalam pola komunikasi, terutama

komunikasi antarpribadi. Effendy (1993:61) mendefinisikan komunikasi

4
antarpribadi sebagai komunikasi antara dua individu yand di dalamnya terjadi

kontak langsung dalam bentuk percakapan, baik secara tatap muka langsung (face-

to-face) maupun melalui media seperti telepon. Ketika seseorang lebih

memerhatikan smartphone dibandingkan lawan bicara nya, maka terjadi

ketidaksesuaian dalam proses komunikasi antarpribadi yang sedang berlangsung.

Istilah ‘mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat’ menjadi lebih nyata.

Pada tahun 2012, Macquarie Dictionary meluncurkan sebuah campaign

yang menghasilkan terciptanya kata baru untuk menjelaskan fenomena sosial yang

diakibatkan adiksi smartphone, yaitu kata phubbing. Istilah phubbing merupakan

penggabungan dari kata phone dan snubbing. Afdal, et al. (2018) mendeskripsikan

perilaku phubbing sebagai penggunaan smartphone secara konstan yang

menyebabkan kurangnya interaksi manusia atau sebuah sikap melukai orang lain

yang menjadi lawan bicara dengan penggunaan smartphone berlebih. Sedangkan

Haigh (2012) mendefinisikan phubbing sebagai tindakan mengabaikan atau

menghina seseorang dalam keadaan sosial dengan cara lebih memerhatikan

smartphone daripada berbicara langsung dengan orang terdekat.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan melakukan

phubbing dapat menciptakan reaksi-reaksi negatif dalam komunikasi, seperti:

berkurangnya kualitas interaksi sosial (Ranie & Zickuhr, 2015), berkurangnya

kepuasan orang-orang terhadap interaksi mereka (Abeele, Antheunis, & Schouten,

2016), berkurangnya kepercayaan terhadap interaksi pasangan (Cameron

5
&Webster, 2011), perasaan kurang dekat dengan partner dalam berinteraksi

ditengah penggunaan gawai (Misra, Cheng, Genevie, & Yuan, 2014), pengalaman

cemburu (Krasnova, et al., 2016), serta hilangnya suasana hati yang baik (Roberts

& David, 2016).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melaksanakan

penelitian dengan judul “Pengaruh Perilaku Phubbing Terhadap Kualitas

Komunikasi Generasi Z: Survei Terhadap Mahasiswa Ilmu Komunikasi Di

Jakarta”. Topik ini penting untuk diteliti lebih dalam karena perkembangan

teknologi yang semakin pesat menimbulkan pergeseran pola komunikasi di

kalangan masyarakat dan Generasi Z sebagai generasi muda yang merupakan

digital natives dapat memberikan gambaran dan pemahaman lebih dalam mengenai

fenomena yang terjadi, dampak positif dan negatif yang mengikutinya, serta

cerminan dinamisme komunikasi antarpribadi di era digital.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh perilaku phubbing terhadap kualitas komunikasi

antarpribadi Generasi Z?

1.3 Pertanyaan Penelitian

1.3.1 Apa saja faktor yang menyebabkan perilaku phubbing di kalangan Generasi

Z?

1.3.2 Apakah terdapat pengaruh dari perilaku phubbing terhadap kualitas

komunikasi antarpribadi mahasiswa Ilmu Komunikasi di wilayah Jakarta?

6
1.3.3 Seberapa besar pengaruh perilaku phubbing terhadap kualitas komunikasi

antarpribadi mahasiswa Ilmu Komunikasi di wilayah Jakarta?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan perilaku phubbing di

kalangan Generasi Z.

1.4.2 Untuk mengetahui pengaruh perilaku phubbing terhadap kualitas

komunikasi antarpribadi mahasiswa Ilmu Komunikasi di wilayah Jakarta.

1.4.3 Untuk mengetahui besar pengaruh perilaku phubbing terhadap kualitas

komunikasi antarpribadi mahasiswa Ilmu Komunikasi di wilayah Jakarta.

1.5 Kegunaan Penelitian

1.5.1 Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi

mahasiswa, dosen, maupun peneliti lain untuk memahami pengaruh perilaku

phubbing terhadap kualitas komunikasi antarpribadi mahasiswa Ilmu

Komunikasi di wilayah Jakarta.

1.5.2 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu para praktisi dalam berbagai

bidang, khususnya bidang komunikasi, untuk memahami pengaruh perilaku

7
phubbing terhadap kualitas komunikasi antarpribadi mahasiswa Ilmu

Komunikasi di wilayah Jakarta

1.6 Batasan Masalah

1.6.1 Perilaku phubbing yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku

mengabaikan lawan bicara karena lebih memfokuskan perhatian kepada

smartphone.

1.6.2 Kualitas komunikasi antarpribadi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

keefektifan dan keberhasilan komunikasi tatap muka yang dilakukan dua atau

lebih individu dalam situasi social.

1.6.3 Generasi Z yang dimaksud dalam penelitian ini adalah generasi setelah

Generasi Milenial yang lahir pada tahun 1995-2012, disebut juga sebagai iGen

atau Net Generation.

1.6.4 Objek penelitian dibatasi pada mahasiswa Ilmu Komunikasi di Wilayah

Jakarta.

8
BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan, peneliti perlu mencari dan menganalisa hasil

penelitian terdahulu yang relevan. Hal ini penting agar peneliti dapat menganalisa

dan mengkritisi teori, masalah, hingga metode yang digunakan sebagai

perbandingan. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan tersebut, antara lain:

Penelitian terdahulu pertama ditulis oleh Nurlaelah Syarif pada tahun 2015

dengan judul “Pengaruh Perilaku Pengguna Smartphone Terhadap Komunikasi

Interpersonal Siswa SMK TI Airlangga Samarinda”. Penelitian tersebut bertujuan

untuk mengetahui besar pengaruh perilaku pengguna smartphone terhadap

komunikasi interpersonal siswa SMK TI Airlangga Samarinda. Konsep dan teori

yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Teori Komunikasi Interpersonal,

Teori New Media, efektivitas komunikasi interpersonal, serta perilaku pengguna.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif asosiatif dengan

teknik kuesioner sebagai instrumen penelitian.

Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini terdapat pada

perilaku penggunaan teknologi komunikasi berupa smartphone sebagai variabel

bebas (X), dengan frekuensi dan durasi penggunaan sebagai indikator. Persamaan

kedua terdapat pada variabel Y, yaitu komunikasi antarpribadi. Perbedaan antara

penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah objek penelitian. Penelitian

9
terdahulu memiliki objek yaitu siswa SMK TI Airlangga Samarinda, sedangkan

penelitian ini memilih mahasiswa Ilmu Komunikasi di Jakarta sebagai objek

penelitian. Hasil penelitian terdahulu adalah terdapat pengaruh signifikan antara

perilaku pengguna smartphone terhadap komunikasi interpersonal siswa khususnya

pada siswa kelas 3 di SMK TI Airlangga Samarinda.

Penelitian terdahulu kedua adalah penelitian dengan judul “Pengaruh

Perilaku Phubbing Akibat Penggunaan Smartphone Berlebihan Terhadap Interaksi

Sosial Mahasiswa” yang ditulis oleh Yuna Yusnita dan Hamdani M. Syam pada

tahun 2017. Teori utama yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Teori

Dependensi Media. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif analisis

deskriptif dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi dan

penyebaran kuesioner. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah

pemilihan perilaku phubbing sebagai variabel bebas (X).

Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada

variabel terikat yang digunakan. Penelitian terdahulu menggunakan interaksi sosial

sebagai variabel terikat, sedangkan penelitian ini menggunakan kualitas

komunikasi antarpribadi. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat pengaruh

sebesar 62,5% dari perilaku phubbing yang diakibatkan penggunaan smartphone

berlebih terhadap interaksi sosial mahasiswa.

10
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Kategori Penelitian I: Penelitian II: Penelitian Penulis:


Nurlaelah Syarif, Yuna Yusnita dan Anna Maria,
Universitas Hamdani M. Syam, Universitas
Mulawarman Universitas Syiah Multimedia Nusantara
Kuala

Judul Pengaruh Perilaku Pengaruh Perilaku Pengaruh Perilaku


Penelitian Pengguna Phubbing Akibat Phubbing Terhadap
Smartphone Penggunaan Kualitas Komunikasi
Terhadap Smartphone Generasi Z: Survei
Komunikasi Berlebihan Terhadap Mahasiswa
Interpersonal Siswa Terhadap Interaksi Ilmu Komunikasi Di
SMK TI Airlangga Sosial Mahasiswa Jakarta
Samarinda

Rumusan Bagaimana Apakah terdapat a. Apa saja


Masalah pengaruh perilaku pengaruh yang faktor yang
pengguna signifikan dan menyebabkan
smartphone positif dari perilaku perilaku phubbing di
terhadap phubbing akibat kalangan Generasi Z?
komunikasi penggunaan
interpersonal siswa smartphone
SMK TI Airlangga berlebihan terhadap
Samarinda? interaksi sosial
mahasiswa?

b. Apakah terdapat
pengaruh dari
perilaku phubbing
terhadap kualitas
komunikasi
antarpribadi
mahasiswa Ilmu
Komunikasi di
wilayah Jakarta?

c. Seberapa besar
pengaruh perilaku
phubbing terhadap
kualitas komunikasi
antarpribadi

11
mahasiswa Ilmu
Komunikasi di
wilayah Jakarta?

Tujuan Untuk mengetahui Untuk mengetahui a. Untuk


Penelitian pengaruh perilaku adanya pengaruh memahami faktor-
pengguna perilaku phubbing faktor yang
smartphone akibat penggunaan menyebabkan
terhadap smartphone perilaku phubbing di
komunikasi berlebihan terhadap kalangan Generasi Z
interpersonal siswa interaksi sosial
SMK TI Airlangga mahasiswa
Samarinda

b. Untuk mengetahui
pengaruh perilaku
phubbing terhadap
kualitas komunikasi
antarpribadi
mahasiswa Ilmu
Komunikasi di
wilayah Jakarta

c. Untuk mengetahui
besar pengaruh
perilaku phubbing
terhadap kualitas
komunikasi
antarpribadi
mahasiswa Ilmu
Komunikasi di
wilayah Jakarta

Konsep Teori Komunikasi Teori Dependensi Teori Computer


dan Teori Interpersonal, Teori Media, Konsep Mediated
Penelitian New Media, Komunikasi Communication,
efektivitas Interpersonal, Perilaku Phubbing,
komunikasi Konsep Perilaku, Komunikasi,
interpersonal, serta Konsep Phubbing, Komunikasi
perilaku pengguna Konsep New Antarpribadi, Kualitas
Media, Konsep Komunikasi
Smartphone, Antarpribadi,
Konsep Interaksi Generasi Z
Sosial

12
Hasil terdapat pengaruh Terdapat pengaruh
Penelitian signifikan antara sebesar 62,5% dari
perilaku pengguna perilaku phubbing
smartphone yang diakibatkan
terhadap penggunaan
komunikasi smartphone
interpersonal siswa berlebih terhadap
khususnya pada interaksi sosial
siswa kelas 3 di mahasiswa.
SMK TI Airlangga
Samarinda.

2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Teori Ketergantungan Sistem Media (Media Dependency Theory)

Teori Ketergantungan Sistem Media pertama kali diajukan oleh Ball-Rokeach

dan DeFleur pada tahun 1976. Keduanya menjelaskan perbedaan antara efek media

massa terhadap individu dengan pengaruh media massa terhadap masyarakat. Teori

ini merupakan penggabungan dari berbagai disiplin komunikasi. Teori

Ketergantungan mengintegrasikan berbagai perspektif: pertama, menggabungkan

perspektif dari psikologi dengan bahan dari teori kategori sosial. Kedua, hal tersebut

terintegrasi dalam perspektif sistem dengan unsur-unsur dari pendekatan kausal.

Ketiga, memadukan unsur-unsur penelitian penggunaan dan gratifikasi dengan

orang-orang dari tradisi efek media (Rafiq, 2012)

Media dependency theory menyatakan bahwa semakin bergantung

seseorang terhadap media untuk memenuhi kebutuhan nya, maka semakin penting

media bagi orang tersebut. DeFleur dan Ball-Rokeach (1976) mendeskripsikan

ketergantungan sebagai hubungan berkorelasi antara konten media, sifat alami

masyarakat, dan perilaku audiens. Teori ini menguji baik factor makro dan mikro

13
yang memengaruhi motif, strategi mencari informasi, penggunaan media dan

alternative fungsional, serta ketergantungan pada media tertentu (Rubin and

Windahl, 1982).

Seperti yang disarankan oleh DeFleur dan Ball-Rokeach (1989), penggunaan

media untuk mencapai tujuan dari para ‘active selectors’ akan menghasilkan

kebergantungan pada media tersebut. Littlejohn (2002) juga menjelaskan bahwa

orang-orang akan menjadi lebih bergantung pada media yang memenuhi sejumlah

keperluan mereka, dibandingkan dengan media yang hanya dapat menyediakan

sebagian pemenuhan kebutuhan. Jika seseorang menemukan sebuah media yang

menyediakan mereka dengan beberapa fungsi yang menjadi pusat keinginan

mereka, mereka akan menjadi lebih cenderung untuk terus menggunakan media

tersebut secara khusus di masa depan (Rossi, 2002).

Intensitas ketergantungan pada media bergantung pada seberapa banuak

prang yang memperseprikan bahwa media yang mereka pilih akan memenuhi

tujuan mereka. Tujuan-tujuan tersebut dikategorikan oleh DeFleur dan Ball-

Rokeach (1989) menjadi tiga dimensi yang meliputi sejumlah besar tujuan

individual, di antaranya:

1. Social and self understanding (mempelajari tentang diri sendiri,

mengetahui tentang dunia)

2. Interaction and action orientation (memutuskan apa yang dibeli,

mendapatkan petunjuk tentang cara menangani berita atau situasi yang sulit)

14
3. Social and solitary play (bersantai ketika sedang sendirian, pergi ke

bioskop dengan keluarga atau teman)

DeFleur dan Ball-Rokeach (1989) juga mengusulkan bahwa lebih dari satu

jenis tujuan dapan diaktifasi (dan dipenuhi) dengan media yang sama.

Ketergantungan terhadap sebuah media yang spesifik dipengaruhi oleh

jumlah sumber media yang tersedia bagi seorang individual. Individu- individu

seharusnya menjadi lebih bergantung pada media yang tersedia jika akses kepada

media alternative terbatas. Semakin banyak alternative yang tersedia untuk seorang

individu, semakin berkurang ketergantungan terhadap dan pengaruh dari sebuah

media yang spesifik (Sun et al.,1999)

2.2.2 Perilaku Phubbing

Phubbing adalah gabungan dari kata phone dan snubbing, menurut Haigh

(2015) diartikan sebagai tindakan menyakiti orang lain dalam interaksi sosial

karena lebih berfokus pada smartphone-nya. Karadag, et, al (2015) menyebutkan

bahwa phubbing dapat digambarkan sebagai individu yang melihat telepon

genggamnya saat berbicara dengan orang lain, sibuk dengan smartphonenya dan

mengabaikan komunikasi interpersonalnya.\

Istilah phubbing merupakan dari kata ‘phone’ dan ‘snubbing’. Pathak (2012)

menyebutkan bahwa istilah tersebut pertama kali muncul dalam sebuat campaign

yang dilakukan oleh Macquarie Dictionary untuk menjelaskan fenomena

permasalahan sosial yang disebabkan oleh penggunaan smartphone berlebih.

Dalam penelitiannya, Chotpitayasunondh dan Douglas (2016) menggunakan istilah

“phubber” untuk merujuk pada orang yang melakukan tindakan pengabaian

15
terhadap seseorang dalam situasi sosial dengan cara memerhatikan smartphone-

nya, dan istilah “phubbee” untuk merujuk pada orang yang diabaikan lawan

bicaranya dalam situasi sosial karena lawan bicaranya lebih memilih menggunakan

atau memeriksa smartphone. Perilaku phubbing, phubbers, dan phubbee dapat

ditemukan di berbagai tempat dan situasi dalam masyarakat modern masa kini.

(Haigh, 2015)

Berbagai penelitian yang mengkaji fenomena phubbing dan kecanduan

terhadap smartphone menunjukkan bahwa seperti kecanduan terhadap internet,

penggunaan smartphone yang bermasalah dikaitkan dengan penarikkan,

intoleransi, perilaku kompulsif, dan gangguan fungsional (Lin et al., 2014; Mok et

al., 2014; Takao, Takahashi, & Kitamura, 2009). Penggunaan smartphone berlebih

dan pemeriksaan smartphone secara compulsive juga dikaitkan dengan masalah-

masalah hubungan interpersonal seperti inhibisi kedekatan interpersonal dan

pengembangan kepercayaan (Przybylski & Weinstein, 2013), interferensi kegiatan

sosial lainnya (Walsh, White, & Young, 2008), dan ketidakpercayaan dalam

hubungan romantic (Kuss & Griffiths, 2011).

Dalam psikologi sosial, konsep reciprocity (timbal balik) memainkan peran untuk

memahami interaksi manusia dan pertukaran sosial (Berg, Dickhaut, & McCabe,

1995; Cialdini, 1993; Falk & Fischbacher, 2006). Reciprocity terjadi ketika

seseorang membalas sebuah tindakan sosial yang memiliki konsekuensi positif

untuk orang lain (Pelaprat & Brown, 2012) atau membalas dengan sebuah tindakan,

yang menghasilkan konsekuensi yang negatif (Keysar, Converse, Wang, & Epley,

2008). Dalam istilah phubbing, mengabaikan lawan bicara akibat penggunaan

16
smartphone dapat menyebabkan perilaku yang demikian untuk dibalas baik secara

sengaja maupun tidak sengaja.

2.2.3 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal.

Dalam buku nya yang berjudul The Interpersonal Communication Book, Joseph A.

Devito menjelaskan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan proses pengiriman

dan penerimaan pesan antara dua individu atau lebih dalam kelompok dengan

beberapa efek dan umpan balik yang bersifat segera (Devito, 1989:4). Sedangkan

Lievrouw dalam Syarif (2015) mendefinisikan komunikasi antarpribadi

sebagai adanya komunikasi secara langsung atau face to face communication pada

waktu yang sama. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi adalah

komunikasi yang melibatkan dua orang atau lebih dan tiap pihak yang terlibat dapat

menjadi pemberi dan pengirim pesan sekaligus pada waktu yang sama. Dalam

pertemuan komunikasi antarpribadi, reaksi lawan bicara (feedback) dapat diterima

secara langsung. Syvia Moss dan Steward L.Tubbs dalam Mulyana (2005:142)

menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yaitu partisipan komunikasi

berada dalam jarak yang cukup dekat dan partisipan komunikasi dapat mengirim

serta menerima pesan, baik verbal maupun non-verbal, secara spontan juga

simultan.

17
Menurut Devito dalam Rakhmat (2005:15), terdapat lima tujuan utama dari

komunikasi antarpribadi, yaitu:

a. Untuk mempelajari tentang diri, orang lain, dan dunia

b. Untuk berhubungan dengan orang lain dan menjalin hubungan

c. Untuk memengaruhi atau mengatur perilaku dan sikap orang lain

d. Untuk bermain atau menikmati diri

e. Untuk membantu orang lain

Mulyana (2008:150) menyebutkan bahwa fungsi komunikasi antarpribadi

terdiri atas:

a. Fungsi sosial, karena proses komunikasi beroperasi dalam konteks social

yang di dalamnya orang-orang berinteraksi satu sama lain. Adapun aspek-

aspek yang terkandung dalam fungsi sosial komunikasi antarpribadi

adalah:

i. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan biologis dan

psikologis

ii. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban social

iii. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik

iv. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri

sendiri

v. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik

b. Fungsi pengambilan keputusan, karena komunikasi antarpribadi bersifat

memengaruhi opini, sikap, dan pandangan seseorang. Manusia sering

18
mengambil keputusan setelah mendengar pendapat, saran, pengalaman,

gagasan, pikiran maupun perasaan orang lain. Pengambilan keputusan

meliputi

i. Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi

ii. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain

Menurut Departemen Pendidikan Kebudayaan dalam Sugiyo (2005:4),


komunikasi antarpribadi memilki ciri:

a. Adanya partisipasi dalam arus komunikasi.

b. Terjadinya dialog antar individu bukan monolog.

c. Adanya interaksi selama terjadinya komunikasi.

d. Adanya ikatan psikologis yang melibatkan kedua belah pihak.

Komunikasi antarpribadi merupakan aspek yang sangat penting dalam

menjalin hubungan sosial. Menurut Suranto A.W (2011:9) komponen-komponen

komunikasi interpersonal yaitu :

a. Sumber/komunikator

b. Encoding

c. Pesan

d. Saluran

e. Penerima/ komunikan

f. Decoding

g. Respon

h. Gangguan (noise)

19
2.2.4 Kualitas Komunikasi Antarpribadi

William Schutz (1958) mengatakan bahwa setiap manusia memiliki tiga

kebutuhan antarpribadi yaitu inklusi, kontrol, dan afeksi. Schutz memiliki argumen

bahwa setiap manusia pasti membutuhkan orang lain sebagai makhluk sosial, dan

adanya hubungan yang terjadi antarindividu harus menghadirkan sesuatu dalam

kondisi tertentu agar dapat menghasilkan sesuatu yang menyenangkan. DeVito

(2015: 7) menyebutkan bahwa komunikasi yang efektif bukan hanya sekedar

adanya hubungan atau kedekatan yang terbangun, ataupun kepuasan relasional

tetapi komunikasi yang efektif terjadi jika kedua penerima menginterpretasikan

pesan yang diterima mempunyai makna yang sama dengan maksud pesan yang

disampaikan oleh pengirim pesan.

Orang lebih disibukkan dengan gadget atau smartphone-nya dibandingkan

berinteraksi dengan lawan bicara atau membangun hubungan dengan lingkungan.

Padahal, salah satu bentuk indikator suatu komunikasi dikatakan efektif adalah

kesamaan pemahaman antara pengirim dengan penerima pesan (DeVito, 2015: 7).

Jika salah satu individu menggunakan smartphone saat terlibat perbincangan bukan

tidak mungkin bahwa mereka tidak dapat menyerap informasi secara maksimal dan

sebagai akibatnya lawan bicara mereka harus mengulang pernyataan yang sama.

Ketidakmampuan seseorang dalam menerima informasi secara utuh

disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adanya distorsi yang mengganggu

pengoptimalan pesan di proses secara sempurna. Robert Kaunt (dalam Sparks,

2013:261) menyatakan bahwa indvidu yang mengunakan hp nya secara berlebihan

akan mengalami short attention span atau gangguan pemusatan perhatian. Selain

20
terisolasi dari lingkungan, disebutkan pula sejumlah efek negatif yang ditimbulkan

seperti menyajikan privasi secara berlebihan di sosial media, adanya gangguan

kesehatan seperti tidak bisa lepas dari handphone atau yang dikenal dengan

nomophobia (no mobile phone phobia), dan lain sebagainya (Sparks, 2013: 275-

276).

Terdapat beberapa faktor yang menentukan kualitas komunikasi

antarpribadi. Salah satu nya adalah efektifitas komunikasi antarpribadi. Menurut

Devito (1997), efektifitas komunikasi antarpribadi dimulai dengan lima kualitas

umum yang dipertimbangkan, yaitu:

a. Keterbukaan (openness)

b. Empati (emphaty)

c. Sikap mendukung (supportiveness)

d. Sikap positif (positiveness)

e. Kesetaraan (equality)

Menurut Suranto A. W (2011: 86), faktor-faktor yang menghambat

komunikasi antarpribadi adalah

a. Kredibilitas komunikator rendah

b. Kurang memahami latar belakang sosial dan budaya

c. Kurang memahami karakteristik komunikan

d. Prasangka buruk prasangka negatif antara pihak-pihak yang terlibat komunikasi

e. Komunikasi hanya berupa penjelasan verbal berupa kata-kata

21
f. Komunikasi satu arah dari komunikator kepada komunikan terus menerus dari

awal sampai akhir

g. Tidak digunakan media yang tepat

h. Perbedaan bahasa

i. Perbedaan persepsi

2.2.5 Generasi Z

Menurut Kupperschmidt (dalam Putra, 2016) Generasi adalah sekelompok

orang yang memiliki kesamaan tahun lahir, umur, lokasi dan juga pengalaman

historis atau kejadian-kejadian dalam individu tersebut yang sama yang memiliki

pengaruh signifikan dalam fase pertumbuhan mereka. Jadi, dapat dikatakan pula

bahwa generasi adalah sekelompok individu yang mengalami peristiwa – peristiwa

yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.

Generasi Z atau yang disebut juga dengan iGeneration adalah kelompok

generasi setelah Generasi Milenial (Generasi Y). Pew Research Center

mendefinisikan anggota Generasi Z sebagai mereka yang lahir pada tahun 1997-

2012. Sedangkan dalam penelitian Bencsik, Horváth-Csikós, dan Juhász (2016),

generasi dikelompokkan sesuai tabel berikut:

22
Tabel 2.2
Pengelompokkan Generasi

Veteran generation 1925 - 1946

Baby boom generation 1946 - 1960

X generation 1960 - 1980

Y generation 1980 - 1995

Z generation 1995 - 2010

Alfa generation 2010 +

Sumber: Bencsik, A., Horváth-Csikós, G., & Juhász, T. (2016). Y and Z Generations at
Workplaces. Journal of Competitiveness, 8(3).

Dapat disimpulkan bahwa Generasi Z merupakan generasi setelah Milenial,

yang lahir pada pertengahan 1990an hingga sekitar tahun 2010 dan disebut juga

dengan iGen atau Net Generation. Hasil penelitian Bencsik & Machova (2016)

menunjukkan perbedaan karakteristik antara Generasi Z dengan generasi-generasi

sebelumnya, yang dipaparkan dalam tabel berikut:

23
Tabel 2.3
Generational behavioural characteristics of different age-groups

Baby Boom X Y Z
Generation Generation Generation

View Communal, Self-centred Egotistical, No sense of


unified and medium- shortterm commitment,
thinking term be happy
with what
you have and
live for the
present

Relationship First and Personal and Principally Virtual and


foremost virtual virtual, superficial
personal networks network

Aim Solid existence Multi- Rivalry for Live for the


environment, leader present
secure position
position

Self- Conscious Rapid Immediate Questions the


realization carrier building promotion need for it at
all

IT It is based on Uses with Part of its Intuitive


self-instruction confidence everyday life
and incomplete

Values Patience, soft Hard work, Flexibility, Live for the


skills, respect open ness, mobil ity, present, rapid
for traditions, respect for broad but reaction to
EQ, hard work diversity, superficial everything,
curiosity, knowledge, initiator,
practicality success brave, rapid
orientation, information
creativity, access and
freedom of content
information search
takes priority

Other possible Respect for Rule Desire for Differing


characteristics hierarchy, abiding, independence, viewpoints,

24
exaggerated materialistic, no respect for lack of
modesty or fair play, tradition, thinking,
arrogant less respect quest for new happiness,
inflexibility, for forms of pleasure,
passivity, hierarchy, knowledge, divided
cynicism, has a sense inverse attention,
disappointment of relativity, socialization, lack of
need to arrogant, consequential
prove home office thinking, no
themselves and part-time desire to
work, interim make sense
management, of things, the
undervalue boundaries of
soft skills and work and
EQ entertainment
overlap, feel
at home
anywhere

Sumber: Bencsik & Machova (2016)

25
Dalam artikel berjudul ‘True Gen’: Generation Z And Its Implications For

Companies yang ditulis oleh Tracy Francis and Fernanda Hoefel pada November

2018 dan diterbitkan oleh McKinsey & Company, Generasi Z disebutkan sebagai

“the true digital natives”.

“Members of Gen Z—loosely, people born from 1995 to 2010—


are true digital natives: from earliest youth, they have been exposed to the
internet, to social networks, and to mobile systems. That context has
produced a hypercognitive generation very comfortable with collecting
and cross-referencing many sources of information and with integrating
virtual and offline experiences.” (Francis & Hoefel, 2018)

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa Generasi Z telah terekspos pada

internet, jaringan sosial, dan sistem mobile sejak titik paling awal masa muda

mereka. Konteks tersebut telah menghasilkan generasi hypercognitive yang sangat

nyaman dengan mengumpulkan informasi dan melakukan referensi silang dari

banyak sumber, serta dengan mengintegrasikan pengalaman virtual dan offline.

Di Indonesia, teori tersebut didukung oleh riset yang dilakukan oleh Tirto.id

pada tahun 2017 dengan jumlah responden 1.201 orang berusia antara 7 – 21 tahun,

smartphone merupakan gadget yang dominan digunakan oleh Generasi Z untuk

mengakses internet, yaitu sebesar 89,10% dari responden. Sebesar 34,10% bagian

dari total responden mengakses internet dengan durasi 3-5 jam.

26
Tabel 2.4
Gadget yang digunakan Generasi Z untuk mengakses Internet

Gadget Persen

Handphone/Smartphone 89,10%

Laptop 5,20%

Tablet 3,20%

PC 2,50%

Sumber: https://tirto.id/bagaimana-teknologi-memengaruhi-masa-depan-
generasi-z-cFHP

Tabel 2.5
Durasi penggunaan internet oleh Generasi Z

Waktu Persen

3 – 5 jam 34,10%

< 2 jam 32,40%

6 – 8 jam 19,30%

> 12 Jam 7,30%

9 – 11 jam 6,90%

Sumber: https://tirto.id/bagaimana-teknologi-memengaruhi-masa-depan-
generasi-z-cFHP

27
2.3 Hipotesis Teoritis dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian dan kerangka konsep serta teori yang ada,

maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini, antara lain:

Ho: Tidak ada pengaruh perilaku phubbing terhadap kualitas komunikasi

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Di Jakarta

Ha: Ada pengaruh perilaku phubbing terhadap kualitas komunikasi

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Di Jakarta

28
2.4 Alur Penelitian

Dalam penelitian ini, kerangka pemikiran teoritis merujuk pada penelitian

terdahulu yang membahas mengenai hubungan antarvariabel dalam konteks

komunikasi antarpribadi. Berikut adalah kerangka pemikiran yang dikembangkan

oleh peneliti berdasarkan rujukan yang ada:

Gambar 1.1
Kerangka pemikiran

Ketergantungan Sistem
Media

Durasi penggunaan Intensitas penggunaan


smartphone smartphone

Perilaku Phubbing

Kualitas Komunikasi
Antarpribadi

29
DAFTAR PUSTAKA

Aw, S. (2011). Komunikasi interpersonal.

Bagaimana Teknologi Memengaruhi Masa Depan Generasi Z (2018) Diakses dari


https://tirto.id/cFHP pada tanggal 5 Oktober 2019.

Bencsik, A., Horváth-Csikós, G., & Juhász, T. (2016). Y and Z Generations at


Workplaces. Journal of Competitiveness, 8(3).

Chotpitayasunondh, V., & Douglas, K. M. (2016). How “phubbing” becomes the


norm: The antecedents and consequences of snubbing via smartphone. Computers
in Human Behavior, 63, 9-18.

DeVito, J. A. (2013). Interpersonal Communication Book, The, 13/E. New York,


NY: United.

Francis T. & Hoefel F. (2016) ‘True Gen’: Generation Z and its implications for
companies. Diakses dari McKinsey.com pada tanggal 6 Oktober 2019.

Hanika, I. M. (2015). Fenomena phubbing di era milenia (ketergantungan


seseorang pada smartphone terhadap lingkungannya). Interaksi: Jurnal Ilmu
Komunikasi, 4(1), 42-51.

Mulyana, D. (2005). Human communication: konteks-konteks


komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Putra, Y. S. (2017). Theoritical review: Teori perbedaan generasi. Jurnal Ilmiah


Among Makarti, 9(18).

Sudharto, A. R. (2018). Fenomena Game Online Mobile Legends di Kalangan


Mahasiswa (Studi Kasus Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara).

Yusnita, Y. (2017). Pengaruh Perilaku Phubbing Akibat Penggunaan Smartphone


Berlebihan Terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa (STUDI PADA MAHASISWA
UNIVERSITAS SYIAH KUALA). ETD Unsyiah.

30

Anda mungkin juga menyukai