Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/340542138

Potensi Energi Terbarukan Dari Sistem Kogenerasi di Pabrik Gula Studi Kasus
Pabrik Gula Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur

Conference Paper · October 2015

CITATIONS READS

0 1,373

3 authors, including:

Ir. Fathur Rahman Rifai Agus Prasetya


Politeknik Perkebunan LPP Yogyakarta Universitas Gadjah Mada
1 PUBLICATION 0 CITATIONS 109 PUBLICATIONS 689 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

SINTESIS NANO-TiO2 DARI ILMENIT LOKAL MENGGUNAKAN METODE FUSI KAUSTIK DAN PELINDIAN DALAM ASAM KLORIDA View project

Thesis View project

All content following this page was uploaded by Ir. Fathur Rahman Rifai on 10 April 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Abstrak Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015
Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness
Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

Potensi Energi Terbarukan Dari Sistem Kogenerasi di Pabrik Gula


Studi Kasus Pabrik Gula Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur
Fathur Rahman Rifai1, Agus Prasetya 2, Sihana3
1
Program Magister Teknik sistem, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Jl. Teknika Utara No.3, Barek, Yogyakarta 55281
2
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta 55281
2
Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta 55281
*Corresponding Author : fathur.rahman.r@mail.ugm.ac.id

Abstrak
Kebutuhan energi untuk keperluan hidup manusia semakin meningkat sejalan semakin meningkatnya
dan berkembangnya kebutuhan manusia. Dengan semakin menipisnya sumber energi yang berbasis
energi fosil maka perlu dilakukanlah diversifikasi pemanfaatan sumber energi dengan mencari
alternatif sumber energi. Energi baru dan terbarukan (EBT) yang berasal dari produk samping pabrik
gula dari tebu berupa ampas (biomassa) merupakan salah satu solusinya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran potensi energi terbarukan (dinyatakan dalam bentuk energi listrik) yang
dapat dihasilkan dari Pabrik Gula dari produk samping berupa ampas yang digunakan sebagai bahan
bakar sistem kogenerasinya.
Penelitian ini mengambil obyek Pabrik Gula Gempolkerp yang merupakan salah satu dari pabrik-
pabrik gula di lingkungan PT. Perkebunan Nusantara X (Persero). Metode penelitian melalui
pengumpulan data, analisis data dan melakukan simulasi perhitungan potensi surplus energi dari
model neraca massa dan neraca energi di pabrik gula yang ditinjau.
Hasil analisis menunjukkan bahwa PG Gempolkrep memiliki potensi surplus energi dari kelebihan
produk samping berupa ampas sebanyak 11.44 Ton/jam, setara dengan 2149 kW (2.15 MW) atau 8.24
kWh/tc. Upaya optimasi dengan melakukan full elektrifikasi pada kondisi saat ini dapat meningkatkan
potensi surplus hingga menjadi 3.30 MW (12.66 kWh/tc) atau peningkatan sebesar 53.70 %. Optimasi
dengan mengganti tekanan ketel (tekanan uap baru) mencapai titik optimum pada tekanan 30 kg/cm 2a
dengan potensi surplus listrik menjadi 3.4 MW (13.04 kWh/tc). Upaya optimasi dengan meningkatkan
efisiensi ketel dan optimasi kondisi bahan bakar ampas yang lebih baik (kadar sabut tebu 16 %, zat
kering ampas 52 %, pol ampas 1 %), optimum hingga tekanan 80 kg/cm 2a dengan potensi surplus listrik
hingga 8.16 MW (31.27 kWh/tc).
Hasil simulasi perhitungan menunjukkan bahwa potensi surplus energi dari ampas pabrik gula yang
digunakan sebagai bahan bakar sistem kogenerasi di pabrik gula dapat dioptimalkan dengan
melakukan optimasi-optimasi terhadap sub-sistem sub-sistem dari pabrik gula baik sub-sistem
produsen energi maupun pemakai energi. Sehingga dengan optimalnya sub-sistem akan berdampak
pada optimumnya sistem pabrik gula secara keseluruhan yang dibuktikan dengan meningkatnya potensi
surplus energi yang dapat diekspor keluar pabrik gula. Kebaruannya adalah memberikan gambaran
riil potensi energi terbarukan di pabrik gula khususnya di Indonesia karena dalam studi ini
menggunakan data riil pabrik gula yang ditinjau.
Kata Kunci : energi terbarukan, kogenerasi, pabrik gula, ampas, biomassa

1. Pendahuluan

Konsumsi listrik per kapita di Indonesia masih relatif kecil, berdasarkan data Bank Dunia yang dilansir
Frost & Sullivan tahun 2012, konsumsi listrik Indonesia sekitar 750 kWh per kapita per tahun, jauh di
bawah Malaysia atau Singapura yang masing-masing sekitar 3.700 kWh per kapita dan 7.900 kWh per
kapita. Hal ini menunjukkan industri listrik di Indonesia mempunyai pasar yang besar untuk
dikembangkan karena kebutuhannya yang semakin bertambah besar. Kebutuhan listrik yang besar ini
Abstrak Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015
Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness
Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

menuntut pemerintah untuk bisa memenuhinya. Di pabrik gula, tebu diproses untuk menghasilkan gula,
batang tebu dicacah dan dihancurkan kemudian diperas sehingga diperoleh jus tebu (nira) yang
mengandung gula untuk menuju proses selanjutnya, sisa pemerasan berupa serat batang tebu yang
disebut ampas (bagasse) dikirim ke boiler sebagai bahan bakar untuk menyediakan energi uap dan listrik
yang dibutuhkan dalam proses produksi. Diyakini bahwa tanaman tebu mampu mencukupi sumber
energi sendiri untuk memproduksi gula dari tebu dimana energi diperoleh dari hasil samping berupa
ampas tebu (self-sufficiency energy) dan inilah yang menjadi ciri khas dari industri gula (Kurniawan
and Santoso 2009). Dengan kata lain, pabrik gula dan sistem kogenerasinya menghasilkan cukup uap
dan listrik untuk memenuhi kebutuhannya memproduksi gula bahkan bila prosesnya dilakukan secara
efisien akan menghasilkan surplus energi dalam bentuk listrik yang dapat dijual ke jaringan listrik
Negara (PLN).

Hasil penelitian oleh J. Raghu Ram dan Rangan Banerjee tentang energi dan kogenerasi di pabrik gula
kapasitas 5000 TCD di India (Ram and Banerjee 2003), diperoleh hasil bahwa surplus listrik optimum
yang dapat dihasilkan dari sistim kogenerasi pabrik gula yang ditinjau mencapai 26.8 MW atau 128.6
kWh/tc (ton cane processed) dengan menggunakan back pressure turbine dengan tekanan uap baru 45
bar dan suhu 600 oC. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran potensi energi terbarukan
(dinyatakan dalam bentuk energi listrik) yang dapat dihasilkan dari pabrik gula dari produk samping
berupa ampas sebagai bahan bakar sistem pembangkit (kogenerasi), bila proses produksi gula dari tebu
dilakukan secara lebih efisien dalam pemakaian energi, dengan studi kasus di Pabrik Gula (PG)
Gempolkrep milik PT Perkebunan Nusantara X (Persero). Sistem kogenerasi (cogeneration) yaitu
sistem produksi energi listrik dan energi termal secara bersamaan dari suatu proses pembakaran bahan
bakar (Goswami and Kreith 2007). Diagram alir porses dan energi di pabrik gula dengan sistem
kogenerasi model lama yang sebagian masih ada di pabrik gula di Indonesia seperti terlihat pada
Gambar 1. Ampas tebu dari proses ekstraksi digunakan sebagai bahan bakar di stasiun pembangkit
untuk menghasilkan energi uap dan energi listrik yang diperlukan untuk menjalankan semua peralatan
proses pabrikasi gula, hal ini diistilahkan sebagai sistem kogenerasi.
TEBU TEBU
Listrik Listrik
untuk proses
Surplus
untuk proses
listrik
AIR IMBIBISI
EKSTRAKSI PEMBANGKIT
AIR IMBIBISI
EKSTRAKSI PEMBANGKIT
ke PLN
AMPAS TEBU AMPAS TEBU
Cuttin g, Shredd ing & Cuttin g, Shredd ing &
Cogeneration System Cogeneration System
Extraction with Extraction with
(Boiler + Steam Turbine) (Boiler + Steam Turbine)
Milling or Diffuser Milling or Diffuser
1
Nira Mentah Nira Mentah
Ca(OH)2, SO2 Ca(OH)2, SO2
PEMURNIAN PEMURNIAN
Juice treament &
2 Juice treament &
Clarification Clarification 1

Nira Jernih Keterangan: Nira Jernih


PENGUAPAN Uap tekanan PENGUAPAN
2 menengah untuk
Multiple Effect Multiple Effect
Uap Eva poration 1 mesin turbin Uap Eva poration
Bleeding penggerak gilingan Bleeding
Keterangan:
Nira Kental (± 20 kg/cm2) Nira Kental
KRISTALISASI KRISTALISASI Uap tekanan rendah
Uap tekanan rendah 1 untuk proses
Boiling & Cooling untuk proses Boiling & Cooling
(Uap Jenuh 1,4 – 2 kg/cm2)
Crystallization 2 Crystallization
(Uap Jenuh 1,4 – 2
Masakan kg/cm2) Masakan 2
3 Strop (molasses) &
Strop (molasses) & 2
SENTRIFUGASI 3 SENTRIFUGASI Gula Low Grade
Gula Low Grade
Sugar Crystal Separation Sugar Crystal Separation
by Centrifug al by Centrifug al

Kristal Gula Kristal Gula


PENYELESAIAN Blotong Lahan/ PENYELESAIAN Blotong Lahan/
(Filter Cake) Kebun (Filter Cake) Kebun
Sugar Crystal Drying, Sugar Crystal Drying,
Weighing & Packaging Weighing & Packaging

TETES PABRIK TETES PABRIK


GULA PRODUK GULA PRODUK
(FINAL MOLASSES) ETANOL (FINAL MOLASSES) ETANOL

Gambar 1. Diagram alir proses pabrik gula Gambar 2. Diagram alir proses di pabrik gula
dengan sistem kogenerasinya (lama) dengan sistem kogenerasi modern

Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi pemakaian energi di pabrik gula adalah dengan merubah
skema pemakaian energi menjadi seperti pada Gambar 2, dimana energi uap dari pembakaran ampas
dioptimalkan untuk menghasilkan energi listrik untuk mencukupi seluruh kebutuhan energi untuk
menggerakkan mesin. Diketahui bahwa efisiensi konversi energi uap menjadi energi listrik dengan
menggunakan turbin pembangkit multi stage lebih tinggi dibandingkan konversi energi uap menjadi
Abstrak Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015
Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness
Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

energi gerak dengan menggunakan turbin penggerak single stage yang umumnya digunakan di pabrik
gula untuk turbin penggerak di stasiun gilingan.

Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi khususnya di stasiun pembangkit pabrik gula dengan
sistem kogenerasinya adalah dengan mengganti tekanan operasi dari boiler sehingga menghasilkan uap
dengan tekanan yang lebih tinggi sebagai sumber energi dari mesin turbin (mesin pembangkit).

Gambar 3 menunjukkan bahwa sistem kogenerasi


Uap baru > 20 Bar yang dioptimalkan dengan menggunakan boiler
(30 – 90 Bar) BOILER
Listrik untuk proses
termasuk penggerak gilingan
tekanan lebih tinggi untuk meningkatkan efisiensi
Bahan Bakar
thermal siklus energi, kerja yang dihasilkan oleh
T/A
(Generator)
Ampas Tebu turbin digunakan untuk menggerakkan generator
Uap Air
listrik untuk memenuhi seluruh kebutuhan listrik
Surplus listrik untuk dijual Air
Ke PLN Proses di pabrik termasuk kebutuhan listrik untuk
PROSES Pompa penggerak gilingan menggunakan elektromotor
Uap bekas BFW
1 – 2 Bar yang membutuhkan tenaga paling besar.
kondensat
Gambar 3. Sistem kogenerasi di pabrik gula Efisiensi siklus energi dari sistem kogenerasi di
yang lebih efisien (surplus energi listrik) pabrik gula umumnya dinyatakan dalam besarnya
nilai uap % tebu, yaitu prosen jumlah uap digunakan terhadap jumlah tebu diproses, umumnya berkisar
pada angka 30 – 60 % tergantung efisiensi pemakaian uap. Dengan menggunakan sistem kogenerasi,
distribusi dan penggunaan energi yang lebih efisien (uap % tebu yang lebih kecil) diharapkan mampu
menghasilkan surplus listrik yang dapat disalurkan ke jaringan listrik PLN, semakin efisien (uap % tebu
semakin kecil) maka surplus listrik yang dapat diekspor juga semakin besar.

2. Metodologi
Mulai Penelitian ini mengambil obyek Pabrik Gula
Gempolkerp yang merupakan salah satu dari
Penyiapan Data pabrik-pabrik gula di lingkungan PT.
Perkebunan Nusantara X (Persero) yang
Data Peralatan
Pembangkit &
Data Histori
Produksi PG
memiliki pabrik gula sebanyak 11 pabrik dan
Pemakai Energi Gempolkrep 1 pabrik etanol dari tetes. Metode penelitian
Penyusunan Diperoleh data:
melalui pengumpulan data, analisis data,
Neraca Massa
 St. Gilingan
 Potensi ampas sebagai
bahan bakar
melakukan simulasi dan membuat
 St. Pemurnian
 St. Penguapan
 Kebutuhan energi uap utk St.
Pemurnian, St. Penguapan &
kesimpulan seperti terlihat pada Gambar 4.
 St. Masakan St. Masakan

Potensi utama surplus energi terbarukan dari


Penyusunan
Neraca Energi pabrik gula adalah dari potensi banyak
 St. Pembangkit
 St. Gilingan sedikitnya ampas yang merupakan hasil
 St. Pemurnian
 St. Penguapan samping dari pemerahan tebu dimana ampas
 St. Masakan
digunakan sebagai bahan bakar utama di
Model (Format) pabrik gula untuk mencukupi kebutuhan
Perhitungan Neraca
Massa & Energi energi yang diperlukan dalam memproses
dari tebu menjadi produk gula (gula pasir).
Tidak
Balance? Untuk mengetahui potensi surplus energi dari
Ya
pabrik gula maka disusun neraca massa dan
Simulasi Potensi Beberapa
neraca energinya untuk menentukan jumlah
Surplus Energi dengan
Beberapa Skema
Alternatif Skema
Optimasi ampas yang dapat dihasilkan sebagai bahan
bakar dan besarnya energi yang diperlukan
Hasil untuk memproses tebu menjadi gula. Selisih
dari energi yang dapat dibangkitkan ampas
Selesai dengan energi yang digunakan dalam proses
produksi merupakan potensi surplus energi
Gambar 4. Metodologi dan alur penelitian terbarukan dari pabrik gula.
Abstrak Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015
Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness
Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

3. Hasil Diskusi
Neraca massa dalam penelitian ini disusun berdasarkan model generik untuk pabrik gula dengan proses
pemurnian sistem defekasi sulfitasi, sistem penguapan dengan quintiple effect (5 efek penguapan) full
bleeding untuk optimalnya penggunaan energi uap sesuai dengan prinsip Rillieux (Rein 2007) dan
sistem masak tiga tingkat. Penyusunan neraca massa ini menggunakan data dari pabrik gula
Gempolkrep (PG Gempolkrep). Perhitungan neraca massa di pabrik gula pada umumnya dilakukan pada
3 komponen utama yaitu neraca brix, pol dan air, sedangkan untuk mengetahui potensi ampas sebagai
bahan bakar yang dihasilkan dengan menghitung neraca sabut. Awalnya, perhitungan dilakukan dengan
menentukan kadar dan brix, pol dan sabut dengan analisa. Kadar brix (dalam % brix) mewakili
komponen kadar semua zat padat terlarut dalam larutan nira baik sukrosa (gula) maupun non-sukrosa
(bukan gula), kadar pol (dalam % pol) mewakili kadar sukrosa (gula) dalam larutan nira yang dapat
diambil sebagai Kristal gula, kadar sabut (dalam %) mewakili kadar sabut dalam tebu diproses yang
menentukan jumlah ampas dihasilkan. Perbandingan antara kadar sukrosa dalam % pol dengan kadar
zat padat terlarut dalam % brix disebut dengan kemurnian atau istilah di pabrik gula sering disebut
dengan harkat kemurnian yang disingkat dengan HK. Setelah kadar masing-masing komponen
diketahui maka jumlah total komponen serta kadar air dalam satuan berat dapat dihitung untuk
digunakan dalam menghitung kesetimbangan bahan masuk dan keluar tiap langkah proses (stasiun
proses). Beberapa persamaan dasar yang digunakan dalam perhitungan neraca massa di pabrik gula
antara lain sebagai berikut:
% pol
Kemurnian, % HK = x 100 (1)
% brix
% pol
Kadar brix, % brix = x 100 (2)
% HK
Kadar pol, % pol = (% HK x % brix) x 100 (3)
Berat Brix = % brix x Berat Bahan (4)
Berat Pol = % pol x Berat Bahan (5)
Berat Air = Berat Bahan – Berat Brix (6)
Berat Air
Kadar air, % air = x 100 (7)
Berat Bahan

Data digunakan dalam penyusunan neraca massa dalam penelitian ini menggunakan data rata-rata hasil
monitoring oleh divisi quality control di Pabrik Gula Gempolkrep dalam 4 tahun terakhir (2011 – 2014)
seperti pada Tabel 1. Selain itu juga digunakan data asumsi yang merupakan angka standar dalam
perhitungan proses pabrikasi di pabrik gula seperti pada Tabel 2.

Tabel 1. Data Monitoring Proses PG Tabel 2. Data Asumsi (Standar) Perhitungan Proses
Gempolkrep Tahun 2011-2014 Pabrikasi di Pabrik Gula
Data Rata-Rata Data Asumsi Nilai
Kapasitas Giling, TCD 6,261 Pemakaian kapur tohor (CaO) 1.20 kg CaO/Ton Tebu
Kadar Sabut Tebu, % sabut 13.01 Kekentalan Larutan Ca(OH)2 7 oBaume
tebu Pemakaian Belerang (S) 0.55 kg S/Ton Tebu
Imbibisi % Sabut 220.20 Pemakaian Flokulan 3 ppm nira
brix Nira Mentah, % brix 13.28 Pemakaian Bagasilo 7 kg/Ton Tebu
nira mentah (NM) Pemakaian Air Siraman 2 % Tebu
HK Nira Mentah, % HK 73.71 Filtrat dihasilkan/bersirkulasi 15 % Tebu
nira mentah (NM) Sasaran % brix Nira Kental 64 %
Zat Kering (ZK) Ampas, 47.22 Tekanan Uap Bekas 1.9 kg/cm2
% ZK ampas Vakum Evaporator Badan Akhir 64 cmHg
HK Ampas, % HK ampas 64.64 Panas Spesifik Nira 0.9 kcal/kg.oC
pol Ampas, % pol ampas 2.65 Efisiensi Pemanasan 0.95
pol Blotong, % pol 5.21 Pan Factor 1.74
Zat Kering Blotong, % ZK 35.71 Penurunan Suhu Nira Jernih dari JH 2 10 oC
HK Tetes, % HK 35.32 Kemurnian (HK) Gula Produk (SHS) 99.00 %
brix Tetes, % brix 89.80 Kadar brix (% brix) Gula Produk (SHS) 99.70 %
Kadar pol (% pol) Gula Produk (SHS) 98.70 %

Skema proses dan ringkasan hasil perhitungan neraca massa dari masing-masing stasiun proses di pabrik
gula terangkum dalam Gambar 5.
Abstrak Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015
Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness
Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

Neraca Massa Stasiun Gilingan


ringkasan hasil perhitungan neraca massa
stasiun gilingan:

Neraca Massa Stasiun Pemurnian


ringkasan hasil perhitungan neraca massa
stasiun pemurnian:

Neraca Massa Stasiun Penguapan


ringkasan hasil perhitungan neraca massa
stasiun penguapan:

Neraca Massa Stasiun Masakan dan Sentrifugasi


ringkasan hasil perhitungan neraca massa
stasiun masakan dan sentrifugasi:

Gambar 5. Skema proses tiap stasiun di pabrik gula dan ringkasan hasil perhitungan neraca massanya

Dari hasil perhitungan neraca massa dapat diketahui jumlah energi uap yang dibutuhkan di dalam proses
pabrikasi yang harus dicukupi dari stasiun pembangkit energi dengan sistem kogenerasinya. Hasil
perhitungan diperoleh bahwa jumlah uap bekas (uap jenuh) yang harus disuplai ke stasiun penguapan
adalah sebesar 99.97 Ton/jam.

Perhitungan neraca energi di pabrik gula dalam penelitian ini dimulai dari potensi bahan bakar dari
jumlah ampas yang dihasilkan dari perhitungan neraca massa berdasarkan kapasitas giling dan kadar
sabut (fiber) tebu digiling. Neraca energi juga disusun dengan model generik sistem kogenerasi pabrik
gula dimana ampas yang dihasilkan dari stasiun gilingan digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk
menghasilkan uap kemudian uap baru yang dihasilkan digunakan untuk menggerakkan turbin-turbin
penggerak di stasiun gilingan dan turbin penggerak generator listrik, selanjutnya uap keluar dari turbin-
Abstrak Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015
Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness
Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

turbin tersebut yang disebut uap bekas digunakan sebagai pemanas pada alat pemanas dan alat
penguapan dalam proses pabrikasi gula. Uap bekas digunakan sebagai pemanas dibuat pada kondisi
jenuh dengan menggunakan alat desuperheater sehingga dari alat-alat pemanas diperoleh kondensat
untuk digunakan kembali sebagai air umpan boiler (Boiler Feed Water, BFW).

Nilai kalor ampas (G.C.V. dan N.C.V.) merupakan fungsi dari kadar air (% moisture) ampas dan kadar
gula (% pol) dalam ampas, dihitung dengan rumus pendekatan (Hugot and Jenkins 1986):
G.C.V. = 4600.(1 – w) – 1200.s (8)
N.C.V. = 4250 – 4850.w – 1200.s (9)
dimana: G.C.V. = Nilai Gross Caloric Value dari ampas basah, kcal/kg
N.C.V. = Nilai Net Caloric Value dari ampas basah, kcal/kg
w = % kadar air (moisture)
s = % pol ampas (kadar gula ampas)
Kehilangan panas gas keluar cerobong (Hugot and Jenkins 1986):
q = [(1 – w)(1.4.m – 0.13) + 0.5].t (10)
dimana: q = panas hilang dalam gas buang cerobong, kcal/kg
t = suhu gas buang cerobong, oC
w = kandungan air (moisture) ampas per unit berat
m = rasio berat kebutuhan udara digunakan dalam pembakaran dengan berat udara
teoritis dibutuhkan
Jumlah panas tersisa untuk membangkitkan uap dihitung dengan persamaan, (Hugot and Jenkins 1986):
Mv = (4250 – 4850.w – 1200.s – q). .. (11)
atau: Mv = (N.C.V. – q). .. (12)
dimana: Mv = panas pembangkitan uap per kg ampas dibakar, kcal
w = % kadar air (moisture)
s = % pol ampas (kadar gula ampas)
q = panas hilang dalam gas buang cerobong, kcal/kg
Koefisien-koefisien kehilangan panas dalam operasional boiler:
Koefisien  : Koefisien akibat kehilangan panas yang dikarenakan adanya padatan bahan
bakar yang tidak sempat terbakar (unburnt losses), nilai  untuk dapur
pembakaran pada umumnya disekitar angka 0.98
Koefisien  : Koefisien akibat kehilangan panas yang dikarenakan radiasi dan konveksi dari
badan boiler ke lingkungan sekitar, nilai  berkisar 0.97 – 0.995
Koefisien  : Koefisien akibat kehilangan panas yang dikarenakan adanya pembakaran
tidak sempurnya, nilai  berkisar 0.8 – 0.99

Jumlah uap yang dapat dibangkitkan per kg bahan bakar ampas tergantung dari jumlah panas yang
dibutuhkan untuk membangkitkan uap dari air umpan boiler (BFW) dengan suhu tertentu menjadi uap
lewat jenuh (superheat) pada tekanan dan suhu yang diinginkan, dihitung dengan menghitung selisih
entalpi air umpan boiler (BFW) pada suhu air umpan masuk dengan entalpi uap lewat jenuh (superheat)
pada suhu dan tekanan uap keluar boiler (Hugot and Jenkins 1986).
Mv
rasio kg uap per kg ampas = (13)
h uap − h BFW
dimana: Mv = panas pembangkitan uap per kg ampas dibakar, kcal/kg ampas
h uap = entalpi uap (superheat) keluar boiler, kcal/kg uap
h BFW = entalpi air BFW masuk, kcal/kg air

Tabel 3. Ringkasan hasil perhitungan neraca energi Potensi surplus energi dari ampas
produksi uap di boiler dihitung dari selisih antara jumlah
energi yang dapat dihasilkan dari
pembakaran ampas dengan jumlah
energi yang digunakan untuk memenuhi
seluruh kebutuhan energi baik energi
uap maupun energi listrik dalam proses
pabrikasi gula di pabrik gula.
Abstrak Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015
Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness
Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

Tabel 4. Ringkasan hasil perhitungan neraca energi Berdasarkan hasil perhitungan neraca
pemakaian uap massa dan energi di boiler (Tabel 3)
diperoleh bahwa jumlah total energi uap
(uap baru) yang dapat dibangkitkan
ketel uap pada tekanan 20 kg/cm2(abs)
dan suhu 325 oC di PG Gempolkrep
adalah 151.42 Ton/jam atau
111,599,774 kcal/kg dari energi ampas
sebesar 164,555,069 kcal/jam dengan
efisiensi ketel (on G.C.V.) sebesar 67.82 %. Sedangkan jumlah total uap baru yang dibutuhkan untuk
mencukupi seluruh kebutuhan uap adalah 128.90 Ton/jam, Tabel 4. Dengan demikian terdapat selisih
dari jumlah uap dibangkitkan dengan jumlah uap digunakan dengan kelebihan sebesar 22.52 Ton/jam.

Kelebihan uap baru sebesar 22.52 Ton/jam ini merupakan potensi surplus energi dari sistem kogenerasi
di pabrik gula berbahan bakar ampas di PG Gempolkrep. Bila kelebihan uap baru tersebut disetarakan
dengan jumlah ampas yang disimpan, dimana dalam perhitungan produksi uap di boiler diketahui bahwa
rasio pembangkitan uap tekanan 20 kg/cm2(abs) dan suhu 325 oC dari ampas yang dibakar adalah 1.97
kg uap/kg ampas, maka jumlah ampas yang dapat disimpan sebagai cadangan energi di PG Gempolkrep
adalah sebesar 11.44 Ton/jam. Namun bila kelebihan uap tersebut digunakan untuk membangkitkan
listrik dengan menggunakan turbin generator yang memiliki nilai konsumsi uap spesifik (SSC) 10.48
kg/kWh, maka jumlah kelebihan listrik yang dapat dijual (diekspor) dari PG Gempolkrep adalah sebesar
2149 kW. Diagram alir neraca massa dan energi beserta potensi surplus energi listrik
yang ada di PG Gempolkrep dengan menggunakan data perhitungan di atas dapat dilihat seperti pada
Gambar 6.

Kg/cm2a Kcal/Kg
o Header Tebu Digiling
Ton/jam C 20 737
Uap Baru 260.88 Ton/jam
151.42 325 St. Gilingan (5 set)
(6261 TCD)
62.59 62.59 26.25 20 737 20 737 20 737 20 737 20 737 % Sabut = 13.01
Ton/jam Ton/jam Ton/jam 20 737 4.79 325 5.28 325 6.79 325 7.92 325 21.40 325
Ampas Cane Preparation
2.77 325
78.71
Turbin BFWP Ton/jam CC CC
BOILER BOILER Yoshimine I M5 M4 M3 M2 M1 HS
2 1
B1 B2 B3 2 661
2.77 150 2 661 2 661 2 661 2 661
338 kW 2 661
4.79 150 5.28 150 6.79 150 7.92 150 21.40 150
Gudang Ampas
465 kW 436 kW
(Bahan Bakar)

Live Steam
20 737 20 737 Excess 20 737
36.79 325 32.74 325 22.52 325
2149 kW Surplus
20 737 Jalur Gen. SNM Gen. Shinko Generator
BFW Listrik
10.44 325 Uap
TANK 3209 2412
Service Steam Suplesi kW kW Listrik untuk
(centrifuge, scale cleaning, 4383 kW
Kebutuhan
mill steaming, boiler soot Pressure
Pabrik
blowers etc.) Reducer
Deaerator 2 661 2 661 2 661
36.79 150 32.74 150 22.52 150
1.9 645
4.54 118
Sync

1.9 645 Desuperheater Header


JH 3 8.35 118 Uap Bekas
95 – 112.5 oC 1.15 640
Desup. 5.22 103 JH 1c
Water 75 – 85 oC
condens.
1.52 643 condens.
JH 2 10.76 111
0.81 636
85 – 105 oC 7.74 93 JH 1b
condens. 1.52 643 1.15 640 0.81 636 0.48 631 0.16 621 Kondensor 60 – 75 oC
43.53 111 38.31 103 30.57 93 15.31 80 15.31 55
condens.
St. Masakan
0.48 631
Evap Evap Evap Evap Evap 15.26 80 JH 1a
A 1.9 645 I II III IV V
1.52 643 30 – 60 oC
C 32.14 111 91.62 118
condens.
D
condens.

condens. condens. condens. condens. condens.

WTP
Sugar Free Condensate

Gambar 6. Diagram Alir Neraca Massa dan Energi dengan Potensi Surplus Energi Listrik
di PG Gempolkrep (2014)

Dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui akibat dari perubahan parameter-parameter proses
produksi terhadap perubahan kinerja sistem produksi dalam menghasilkan produk yang diinginkan.
Dalam penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai pengaruh
Abstrak Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015
Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness
Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

perubahan parameter sistem di PG Gempolkrep terhadap potensi kelebihan energi dalam bentuk listrik.
Analisisi sensitivitas dilakukan dengan melakukan simulasi dengan menggunakan model perhitungan
neraca massa dan energi yang telah dibuat sebelumnya dengan merubah beberapa parameter sistem
berdasarkan pilihan alternatif optimalisasi potensi surplus energi yang telah dijabarkan pada sub bab
sebelumnya. Secara garis besar simulasi dilakukan dalam 4 (empat) tahapan, yaitu :
1) Simulasi pemakaian energi setelah dilakukan elektrifikasi semua penggerak mula (prime movers)
yang menggunakan turbin uap kecuali turbin penggerak generator dengan menggantinya dengan
elektro motor. Sehingga seluruh uap baru difokuskan untuk menggerakkan generator pembangkit
listrik dan uap bekas dari turbin generator digunakan untuk mencukupi kebutuhan proses,
kekurangan dicukupi dengan menggunakan sistem suplesi uap. Konsumsi uap spesifik (SSC) turbin
generator pembangkit dalam sistem full elektrifikasi menggunakan efisiensi turbin 0.7.
2) Simulasi pengaruh tekanan uap baru (live steam) terhadap pembangkitan dan pemakaian energi
(listrik dan uap) dalam sistem yang sudah full elektrifikasi. Variasi tekanan uap baru di pabrik-pabrik
gula digunakan dalam simulasi adalah tekanan 20, 30, 43, 60 dan 80 kg/cm2a.
3) Dengan pola yang sama seperti pada no. 1 dan 2, namun dengan melakukan optimasi dari segi
pembangkitan uap di ketel dengan menaikkan suhu BFW hingga 110 oC dan menurunkan suhu gas
buang hingga menjadi 180 oC dengan memanfaatkan gas buang sebagai pemanas air BFW dengan
economizer dan sebagai pemanas udara pembakaran.
4) Melanjutkan optimalisasi dari no. 1, 2 dan 3 dengan melakukan optimasi dari bahan sisi baku
pembakaran yaitu ampas dengan menggunakan parameter karakteristik ampas yaitu kadar sabut (%
sabut) ampas adalah 16 %, zat kering ampas adalah 52 % serta kadar pol ampas adalah 1 %.

Hasil perhitungan neraca massa dengan data kondisi saat ini (2014), PG Gempolkrep memiliki potensi
surplus energi dari kelebihan produk samping berupa ampas sebanyak 11.44 Ton/jam, setara dengan
2149 kW (2.15 MW) atau 8.24 kWh/tc (Thailand 14.5 kWh/tc, Brazil 158 kWh/tc). Hasil simulasi
perhitungan analisis sensitivitas, upaya optimasi dengan melakukan full elektrifikasi pada kondisi saat
ini dapat meningkatkan potensi surplus hingga menjadi 3.30 MW (12.66 kWh/tc) atau peningkatan
sebesar 53.70 %. Optimasi dengan mengganti tekanan ketel (tekanan uap baru) mencapai titik optimum
pada tekanan 30 kg/cm2a dengan potensi surplus listrik menjadi 3.4 MW (13.04 kWh/tc). Upaya
optimasi dengan meningkatkan efisiensi ketel dengan menaikkan suhu BFW dan menurunkan
kehilangan energi dari gas buang cerobong ketel, maksimum pada tekanan 30 kg/cm2a dengan potensi
surplus listrik menjadi 4.14 MW (15.88 kWh/tc). Upaya optimasi dengan meningkatkan efisiensi ketel
dan optimasi kondisi bahan bakar ampas yang lebih baik (kadar sabut tebu 16 %, zat kering ampas 52
%, pol ampas 1 %), optimum pada tekanan hingga 80 kg/cm2a dengan potensi surplus listrik hingga
8.16 MW (31.27 kWh/tc).

4. Kesimpulan
Hasil dari upaya untuk meningkatkan potensi surplus energi dari optimasi sistem kogenerasi di pabrik
gula ditentukan oleh banyak faktor. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat direkomendasikan beberapa
hal sebagai berikut:
1) Optimasi sistem kogenerasi di pabrik gula dengan menggunakan tekanan boiler yang lebih tinggi
dari 30 kg/cm2 harus diimbangi dengan optimasi pada sub-sistem yang lain, yaitu optimasi kualitas
dan kuantitas ampas (yang merupakan fungsi dari kualitas bahan baku tebu) sebagai bahan bakar
boiler dan optimasi efisiensi boiler dengan menaikkan suhu air umpan dengan memanfaatkan gas
buang. Bila tidak dilakukan maka potensi surplus energi pada penggunaan tekanan boiler diatas 30
kg/cm2 akan cenderung menurun.
2) Untuk mendapatkan potensi surplus energi yang optimal, perlu dipastikan bahwa tiap titik sub-
sistem juga bekerja pada kondisi optimalnya sehingga pemakaian energi di titik tersebut juga
optimal dan secara keseluruhan efisiensi pemakaian energi seluruh sistem di pabrik gula akan
optimal.
3) Selanjutnya perlu dilakukan analisis ekonomi dalam pemilihan peralatan sistim kogenerasi yang
akan digunakan terutama terkait pemilihan tekanan boiler penghasil uap baru (superheated steam)
dimana semakin tinggi tekanan boiler maka semakin tinggi pula spesifikasi material bahan peralatan
yang disyaratkan sehingga semakin mahal harganya.
Abstrak Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015
Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness
Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

4) Penggunaan surplus ampas sebagai sumber bahan bakar untuk mencukupi kebutuhan energi listrik
diluar masa giling dari hasil perhitungan cukup menjanjikan, namun perlu dikaji lebih lanjut terkait
manajemen ampas dan aplikasinya di lapangan.

Daftar Pustaka
Goswami, D. Y. and F. Kreith. 2007. Handbook of Energy Efficiency and Renewable Energy. Taylor &
Francis.
Hugot, E. and G. H. Jenkins. 1986. Handbook of Cane Sugar Engineering. Amsterdam.
Kurniawan, Yahya and H. Santoso. 2009. “Listrik Sebagai Ko-Produk Potensial Pabrik Gula.” Litbang
Pertanian (28.1 : 3).
Ram, J. Raghu and Rangan Banerjee. 2003. “Energy and Cogeneration Targeting for a Sugar Factory.”
Applied thermal engineering 23(12):1567–75.
Rein, P. 2007. “Cane Sugar Engineering.” Verlag Dr. Albert Bartens.
Ganapathy, V. 1993. “Steam Plant Calculations Manual, 2E, Revised and Expanded.” Taylor & Francis.
Jenjariyakosoln, S. H. Gheewala, B. Sajjakulnukit, and S. Garivait, “Energy and GHG emission
reduction potential of power generation from sugarcane residues in Thailand,” Energy Sustain.
Dev., vol. 23, no. 0, pp. 32–45, Dec. 2014.
Srisovanna, P. 2004. “Thailand’s biomass energy.” Electr. Supply Ind. Transit. Issues Prospect Asia."

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai