Anda di halaman 1dari 45

PENGENDALIAN

PENYAKIT MALARIA P E D O M A N
PROGRAM

PUSKESMAS SEMPOL
DINAS KESEHATAN KABUPATEN
BONDOWOSO
TAHUN 2022
PROGRAM PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT MALARIA
P No. Dokumen :
E No. Revisi :
D Tanggal terbit :
O Halaman :
M
A
N
PUSKESMAS SEM

PEDOMAN
PROGRAM PENGENDALIAN
PENYAKIT MALARIA

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BONDOWOSO


PUSKESMAS SEMPOL
LEMBAR PENGESAHAN

PEDOMAN
PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT MALARIA
PUSKESMAS SEMPOL
KECAMATAN IJEN
KABUPATEN BONDOWOSO
Ijen, 3 Januari 2022

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Sempol

Pengelola Program Malaria

Drg. RUDY ISWOYO, MM


ROSI HARDIANTO, Amd.Kep
NIP: 19700823 200501 1 006
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha
Esa, atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga penyusunan
Pedoman Program Pengendalian Malaria dapat diselesaikan
dengan baik.
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada
kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil. Selain
itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat
menurunkan produktivitas kerja.
Pengendalian malaria dilakukan secara komprehensif
dengan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, hal
ini bertujuan untukmenurunkan angka kesakitan dan kematian
serta mencegah KLB.Untukmencapai hasil yang optimal dan
berkualitas upaya tersebut harus dilakukan terintegrasi dengan
layanan kesehatan dasar dan program lainnya.Penitikberatan
pada penatalaksanaan kasus malaria yang berkualitas
diharapkan akan memberikan kontribusi langsung upaya
menuju bebas malaria di Indonesia.
Pedomam Program Pengendalian Penyakit malaria ini
merupakan acuan bagi petugas kesehatan di Puskesmas Sempol
dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit
malaria di wilayah kerja Puskesmas.
Kami menyadari bahwa pedoman pelayanan ini masih
jauh kesempurnaaan dan masih banyak kekurangan, untuk itu
masukan dan saran sangat kami harapkan untuk
kesempurnaannya dimasa yang akan datang.
Harapan kami semoga Pedoman ini dapat bermanfaat
bagi para petugas kesehatan dalam melaksanakan pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit malaria di Puskemas
Sempol.

PEDOMAN

PROGRAM MALARIA DI PUSKESMAS SEMPOL

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BONDOWOSO

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pemerintah memandang malaria masih sebagai


ancaman terhadap status kesehatan masyarakat terutama
pada rakyat yang hidup di daerah terpencil. Hal ini
tercermin dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden
Nomor: 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional tahun 2015- 2019 dimana
malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu
ditanggulangi.Salah satu tantangan terbesar dalam
upaya pengobatan malaria diIndonesia adalah terjadinya
penurunan efikasi pada penggunaan beberapa obat anti
malaria, bahkan terdapat resistensi terhada pklorokuin.
Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh karena
penggunaan obat anti malaria yang tidak rasional. Sejak
tahun 2004 obat pilihan utama untuk malaria falciparum
adalah obat kombinasi derivat Artemisinin yang dikenal
dengan Artemisininbased Combination Therapy (ACT).
Kombinasi artemisinin dipilih untuk meningkatkan
mutu pengobatan malaria yang sudah resisten terhadap
klorokuin dimana artemisinin ini mempunyai efek
terapeutik yang lebih baik.
Gambar 1. Peta Endemisitas Malaria di
Indonesia Tahun 2016
Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium
yang menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini
di tularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina. Penyebab malaria adalah
parasit dari genus plasmodium dan terdiri dari 4 spesies:
plasmodium falciparum,plasmodium vivax,plasmodium
malariae,dan plasmodium ovale.
Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan
sejak tahun 1952-1958,pada akhir periode ini yaitu pada
tanggal 12 november 1959 di Yogyakarta, presiden
pertama RI yaitu presiden Soekarno telah
mencanangkan dimulainya program pembasmian
malaria yang di kenal dengan sebutan “komando
operasi pembasmian malaria” (KOPEM) dan hari
tersebut ditetapkan sebagai hari Kesehatan Nasional.
Untuk Kota Baubau sejak 2017 telah eliminasi
Malaria .

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Sebagai pedoman dalam upaya pengendalian
malaria menuju periode mempertahankan eliminasi
malaria di wilayah Kota Baubau khususnya di
wilayah kerja Puskesmas Wajo
2. Tujuan khusus
a. Menemukan kasus secara dini agar segera di
lakukan pengobatan yang cepat dan tepat sesuai
standar,sehingga dapat menyembuhkan kasus
dari penyakitnya,dan mencegah terjadinya
penularan.
b. Memantau fluktuasi malaria,MOPI (Monthly
Parasite Incidence), kasus pada bayi,kasus
indigenous dan persentase P.falciparum pada
daerah dan waktu tertentu.
c. Alat bantu untuk menentukan musim penularan.
d. Menilai hasil kegiatan pengendalian di suatu
wilayah.
e. Peringatan dini terhadap kemungkinan
terjadinya KLB (SKD-KLB).

C. SASARAN
1. Pengelola program malaria di puskesmas.
2. Pengelola program kesehatan yang lain dan lintas
sektor terkait, dalam hal ini Laboratorium,
Surveilans, Kesling, Promkes dan sebagainya.
3. Pengambil kebijakan di provinsi, kabupaten/kota.

D. RUANG LINGKUP
Pedoman ini mencakup kebijakan manajemen dan
teknis program dalam upaya pengendalian malaria
menuju eliminasi , bagi manajer program di semua
tingkatan ( Puskesmas, Kabupaten, Provinsi ). Pedoman
ini di harapkan menjadi acuan kepada :
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/kota
2. Kasubdin Provinsi dan kabupaten/kota
3. Kepala Bidang P2 Dinkes Provinsi dan
Kabupaten/kota
4. Pengelola program
5. Kepala Puskesmas
6. Sector Swasta,LSM dan pihak lain yang terkait

E. BATASAN OPERASIONAL
 Standar ketenagaan adalah menyangkut kebutuhan
minimal dalam hal jumlah dan jenis tenaga yang
terlatih untuk terselenggaranya kegiatan program
malaria oleh suatu unit pelaksana kegiatan (UPK),
Dinas kesehatan maupun instansi terkait agar dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
 Penemuan kasus malaria adalah kegiatan rutin
maupun khusus dalam penemuan kasus malaria
dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan
gejala khas daerah setempat, melalui pengambilan
sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya.
 Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas/
kader menemukan kasus dengan mencari
kasus secara aktif dengan mendatangi rumah
penduduk secara rutin dalam siklus waktu
tertentu berdasarkan tingkat insiden
kasusmalaria di daerah tersebut.
 Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya
menemukan kasus yang dating berobat di unit
pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan
SD tebal terhadap semua kasus malaria suspek dan
kasus gagal pengobatan.
 Malariometric Survey (MS) adalah kegiatan untuk
mengukur endemisitas dan prevalensi malaria di
suatu wilayah.
 Mass fever survey (MFS) merupakan kegiatan
pengambilan sediaan darah (mikroskopis atau RDT)
pada semua orang yang menunjukkan gejala demam
disuatu wilayah yang diikuti dengan pemberian obat
malaria terhadap kasus yang positif (Mass Fever
Treatment/MFT), sesuai dengan jenis plasmodium
yang ditemukan.
 Malaria merupakan salah satu penyakit menular
yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang
menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini di
tularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina.
 Surveilans migrasi adalah kegiatan pengambilan SD
pada orang-orang yang menunjukkan suspek
malaria yang datang dari daerah endemis malaria
 Survey kontak (kontak survey) adalah kegiatan
pengambilan SD pada orang-orang yang tinggal
serummah dengan kasus positif malaria dan atau
orang-orang yang berdiam di dekat tempat tinggal
kasus malaria (berjarak kurang lebih 5 rumah
disekitar rumah kasus malaria).

F. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang kesehatan no. 4 tahun 1984 tentang
wabah.
2. Undang-undang kesehatan no, 36 tahun 2009
tentang kesehatan.
3. PP no. 40 tahun 1991 tentang penanggulangan
wabah penyakit menular.
4. Keputusan menteri kesehatan
no.99a/Menkes/SK/III/1982 tanggal 12 maret 1982
tentang berlakunya system kesehatan nasional
5. Keputusan menteri kesehatan RI no.
1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang pedoman
penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan.
6. Keputusan menteri kesehatan RI
no.1647/Menkes/SK/XII/2005 tentang pedoman
jejaring pelayanan Laboratorium kesehatan.
7. Permenkes no 1575/MENKES/PER/XI/2005
tentang organisasi dan tata kerja departemen
kesehatan sebagaimana telah di ubah dengan
peraturan menteri kesehatan no.
1295/Menkes/Per/XII/2007.
8. Keputusan menteri kesehatan RI no.
41/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman
penatalaksanaan kasus malaria.
9. Keputusan menteri kesehatan RI no.
042/Menkes/SK/I/2007 tentang pengobatan
malaria.
10. Keputusan menteri kesehatan RI no.
043/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman pelatihan
malaria.
11. Peraturan menteri kesehatan no.
275/MENKES/III/2007 tentang surveilans malaria.
12. Keputusan menteri kesehatan RI no.
293/Menkes/SK/IV/2009 tentang eliminasi malaria
di Indonesia.
13. Permenkes no. 161/MENKES/PER/I/2010 tentang
registrasi tenaga kesehatan
14. Peraturan menteri kesehatan no.
1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis penyakit
menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah
dan upaya penanggulangan.
15. Surat edaran menteri dalam negeri no 443.41/465/SJ
tahun 2010 tentang pelaksanaan Program Eliminasi
Malaria di Indonesia.
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

Yang dimaksud standar ketenagaan disini adalah


menyangkut kebutuhan minimal dalam hal jumlah dan jenis
tenaga yang terlatih untuk terselenggaranya kegiatan
program malaria oleh suatu unit pelaksana kegiatan (UPK),
Dinas kesehatan maupun instansi terkait agar dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

Keberhasilan dan keberlangsungan suatu


program sangat ditentukan oleh kemampuan
pelaksananya yaitu kompetensi yang dimiliki. Karena
itu pengembangan SDM akan menjadi sesuatu yang
sangat strategis bagi tujuan program dan menjadi
kegiatan prioritas.
Penyusunan kebutuhan tenaga malaria perlu
memperhatikan kekuatan dan kelemahannya,
mempertimbangkan kebutuhan epidemiologi,
permintaan akibat beban pelayanan kesehatan, sarana
upaya pelayanan yang ditetapkan, dan standar atau nilai
tertentu. Dalam penyusunan perencanaan tenaga malaria
harus memperhatikan factor-faktor :
1. Jenis, kualifikasi, jumlah, pengadaan, dan distribusi
tenaga kesehatan.
2. Penyelenggaraan upaya kesehatan.
3. Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Kemampuan pembiayaan.
5. Kondisi geografis dan social budaya.
Untuk meningkatkan pengetahuan, katerampilan
dan kemampuan, memperbaiki, mengatasi
kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan agar
sesuai dengan standar kebijakan program maka
tenaga malaria harus dilatih secara khusus.
Jenis palatihan :
1. Pelatihan case manajemen bagi dokter.
2. Pelatihan case manajemen bagi paramedis (bidan
dan perawat)
3. Pelatihan parasitologi malaria (mikroskopis dari
pusat sampai puskesmas/UPT)
4. Pelatihan manajemen dan epidemiologi malaria
(basic training)
5. Pelatihan juru malaria desa (JMD) atau kader.

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN

Pendayagunaan tenaga malaria meliputi


penyebaran yang merata dan berkeadilan,
Pemanfaatan, dan pengembangan termasuk peningkatan
karirnya. Pendayagunaan tenaga malaria di daerah
tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK)
dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), perlu
memperoleh perhatian khusus. Pengembagan tenaga
malaria dilakukan melalui peningkatan motivasi tenaga
malaria untuk mengembangkan diri, dan mempermudah
memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelatihan
yang berkelanjutan.
Peningkatan pelatihan tenaga malaria dilakukan
melalui pengembangan standar pelatihan tenaga malaria
guna memenuhi standar kompetensi yang diharapkan
pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk
Indonesia.

Prinsip pendayagunaan tenaga malaria adalah :


1. Merata, serasi, seimbang (pemerintah, swasta,
masyarakat) local maupun pusat.
2. Pemerataan : keseimbangan hak dan kewajiban
3. Pendelegasian wewenang yang proporsional.

C. JADWAL KEGIATAN

Jadwal pelaksanaan kegiatan program malaria di


Puskesmas di susun bersama dengan pengelola program
kesehatan lainnya dan sektor yang terkait dalam
kegiatan program malaria sedangkan untuk pelayanan
kesehatan malaria di dalam gedung dilakukan setiap
hari.
BAB III

STANDAR FASIITAS

A. DENA RUANG

Koordinasi pelaksanaan kegiatan program


malaria di lakukan oleh Penanggung Jawab program
dan dibantu oleh tenaga pelaksana lainnya (dokter,
laboran, perawat atau bidan) yang menempati ruang
pelayanan dari gedung Puskesmas. Pelaksanaan rapat
koordinasi dilakukan di Aula ruang rapat Puskesmas
Sempol atau di ruang P2

B. STANDAR FASILITAS

1. Buku pedoman atau buku saku penatalaksanaan


kasus malaria di Indonesia ada 1 buah.
2. Mikroskop binokuler.
3. Buku pedoman manajemen malaria ada 1 buah.
4. Uji Diagnosis Cepat (RDT), dalam jumlah sesuai
pemakaian.
5. kit pewarnaan
6. slide box
7. Giemsa
8. minyak imersi
9. object glass
10. vaccinostyle
11. obat anti malaria sesuai dengan pemakaian.
12. Buku register malaria
Ketersediaan sarana dan prasarana mengacu pada
standar, tetapi dapat disiapkan bertahap sesuai
dengan kondisi tempat.
BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN

Kegiatan program malaria dibagi menjadi 3 kelompok


kegiatan :

1. Kelompok kegiatan tata laksana kasus dan pencegahan


Kelompok kegiatan ini merupakan kegiatan utama
program yang merupakan “core bussines”
 Penemuan dan diagnosis malaria
 Pengobatan malaria dan pemantauannya.
 Tata laksana kasus malaria di masyarakat
 Pengendalian vector (ITN, IRS,LSM).
 Pencegahan malaria (kemoprolaksis, etc)
2. Kelompok kegiatan pendukung : manajemen program
Kelompok kegiatan ini merupakan kelompok
pendukung (supporting) bagi terlaksananya kegiatan
utama “core bussines” maupun kelompok kegiatan
program yang komprehensif.
 Perencanaan dan pembiayaan program
 Pengorganisasian program
 Pengelolaan logistic program malaria
 Pengembangan ketenagaan program malaria.
 Regulasi, advokasi dan promosi program.
 Monitoring dan evaluasi program.
3. Kelompok kegiatan ekspansi dan sustainabilitas :
pengendalian malaria komprehensif.
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat
ekspansif agar kegiatan bermutu dan berkalanjutan
(sustainabilitas).
 Kemitraan program malaria
 Penguatan layanan dan jejaring laboratorium
malaria
 Ekspansi layanan kesehatan (public private mix)
 Kolaborasi malaria-imunisasi, kesehatan ibu dan
anak.
 Upaya layanan malaria berbasis masyarakat
(pomaldes, mobilisasi social)
 Monitoring mutu obat malaria : uji efikasi obat,
uji resistensi obat, pharmacovigilance, dan uji
mutu obat.
 Pendekatan tata laksana malaria terpadu
(IMCI/MTBS, IMAI/MTDS, dan lain-lain)

 LINGKUP KEGIATAN PROGRAM MALARIA

1. Penemuan kasus malaria adalah kegiatan rutin


maupun khusus dalam penemuan kasus malaria
dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan
gejala khas daerah setempat, melalui pengambilan
sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya.
 Tujuan
- Menemukan kasus secara dini agar segera
dilakukan pengobatan yang cepat dan tepat
sesuai standar, sehingga dapat
menyembuhkan kasus dari penyakitnya, dan
mencegah terjadinya penularan.
- Memantau fluktuasi malaria, MOPI
(Monthly Parasite Incidence), kasus pada
bayi, kasus indigenous dan persentase
P.falciparum pada daerah dan waktu
tertentu.
- Alat bantu untuk menentukan musim
penularan.
- Menilai hasil kegiatan pengendalian disuatu
wilayah.
- Peringatan dini terhadap kemungkinan
terjadinya KLB (SKD-KL

BENTUK KEGIATAN

a. Active case detection (ACD)


Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah
petugas/ kader menemukan kasus
dengan mencari kasus secara aktif dengan
mendatangi rumah penduduk
secara rutin dalam siklus waktu tertentu
berdasarkan tingkat insiden kasus
malaria di daerah tersebut.
Metode dan sasaran : pengambilan sediaan
darah (SD) pada semua kasus suspek malaria
yang ditemukan.
b. Passive case detection (PCD)
Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah
upaya menemukan kasus yang
dating berobat di unit pelayanan kesehatan
(UPK) dnegan pengambilan SD
tebal terhadap semua kasus malaria suspek dan
kasus gagal pengobatan.
Rincian Kegiatan :
 Semua kasus suspek malaria dan gagal
pengobatan yang dating ke puskesmas
diambil sediaan darahnya. Bila hasilnya
positif diberikan pengobatan sesuai
jenis plasmodiumnya. Kasus gagal
pengobatan apabila SDnya masih positif
diberi pengobatan lini berikutnya.
 Di daerah endemis malaria, dilakukan
pemeriksaan limpa untuk semua kasus
umur 2-9 tahun yang dating ke puskesmas
untuk mengumpulkan data jumlah
kasus dengan pembesaran limpa per desa
dalam rangka skrining lokasi desa
indeks malariometric survey (MS) dasar.
 Setiap puskesmas di daerah endemis malaria
harus mempunyai fasilitas laboratorium
mikroskopdan petugas mikroskop malaria.
 Apabila di wilayah tersebut tidak ada JMD
maka jumlah SD yang dikumpulkan melalui
kagiatan PCD tidak boleh < 5% dari
penduduk cakupan pukesmas per tahun.

c. Mass fever survey (MFS)


Merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah
(mikroskopis atau RDT) pada
semua orang yang menunjukkan gejala demam
disuatu wilayah yang diikuti dengan pemberian
obat malaria terhadap kasus yang positif (Mass Fever
Treatment/MFT), sesuai dengan jenis
plasmodium yang ditemukan.
Tujuan :
 Memastikan bahwa desa yang kasusnya
nol atau rendah, memang benar-benar
telah mempunyai tingkat transmisi yang
rendah
 Mengintensifkan pencarian dan
pengobatan kasus agar reservoir parasit
di lapangan dapat dikurangi. Hal ini
dilakukan bila ACD, PCD dan
penyelidikan epidemiologi tidak berhasil
menurnkan kasus.
Criteria pelaksanaan :
 MFS konfirmasi
Dilakukan pada saat puncak fluktuasi
kasus malaria dan bila hasil pemantauan
SKD menunjukkan tidak ada
kecenderungan kenaikan kasus di daerah.
 MFS khusus
Dilakukan sebelum puncak fluktuasi
untuk mencegah KLB (SKD KLB) dan
bila pemantauan SKD bulanan ada
kecenderungan kenaikan kasus di desa
focus.
d. Malariometric Survey (MS)
Adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas
dan prevalensi malaria di suatu wilayah.
Tujuan :
 Menentukan prevalensi malaria di suatu
daerah.
 Mendapatkan data dasar dan stratifikasi
masalah malaria di suatu wilayah, yaitu
dengan membandingkan endemisitas dan
prevalensi malaria di beberapa daerah
yang masing-masing mewakili suatu
daerah kesatuan epidemiologi yang
berbeda sehingga dapat dibuat peta
endemisitas bagi wilayah tersebut.
 Menilai hasil kegiatan dari program
pemberantasan malaria di suatu wilayah.

Cara pemeriksaan malariometric survey :


 Survey limpa
 Survey darah
e. Mass Blood Survey (MBS) atau survey
darah missal (SDM)
Adalah upaya pencarian dan penemuan kasus
malaria secara missal melalui survey di daerah :
 Endemis dan daerah yang diduga
endemis malaria.
 Endemis tinggi dimana kasus tidak lagi
menunjukkan gejala klinis yang
spesifik.
 Yang belum terjangkau unit pelayanan
kesehatan.
 Yang sedang terjadi peningkatan kasus.
Tujuan :
 Menemukan dan mengobati semua
kasus positif malaria pada waktu dan
tempat tertentu.
 Meningkatkan cakupan pengobatan
kasus malaria dengan konfirmasi
laboratorium secara rapid diagnostic
(RDT) dan mikroskopik
 Membantu memutuskan rantai
penularan malaria.

Metode penentuan lokasi :


 Dipilih desa dengan kasus malaria
tertinggi berdasarkan hasil analisis data
kasus puskesmas per-desa 3-5 tahun
terakhir.
 Banyak ditemukan kasus demam yang
dicurigai malaria berdasarkan laporan
masyarakat.
 Di daerah yang sedang terjadi KLB.
Waktu :
Pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan pada
beberapa kondisi :
 Idealnya dilaksanakan pada saat puncak
kasus.
 Pada keadaan tertentu (survey khusus)
f. Surveilans migrasi
Adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-
orang yang menunjukkan suspek malaria yang
dating dari daerah endemis malaria. Merupakan
bagian dari program surveilans malaria, yaitu
suatu strategi program peningkatan
kewaspadaan terhadap timbulnya malaria.

g. Survey kontak (kontak survey)


Adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-
orang yang tinggal serummah dengan kasus
positif malaria dan atau orang-orang yang
berdiam di dekat tempat tinggal kasus malaria
(berjarak kurang lebih 5 rumah disekitar rumah
kasus malaria).

2. Diagnosis Malaria

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari


ringan sampai membahayakan jiwa. Gejala utama
demam sering didiagnosis dengan infeksi lain:
seperti demam typhoid, demam
dengue,leptospirosis, chikungunya, dan infeksi
saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering
didiagnosis dengan leptospirosis,demam dengue
atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik
bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa
hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran
dengan demam sering juga didiagnosis sebagai
infeksi otak atau bahkan stroke.
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria
maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah
endemis malaria padasetiap penderita dengan
demam harus dilakukan. Diagnosis malaria
ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Untuk malaria berat
diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO
Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan
MTBS namun pada daerah endemis rendah dan
sedang ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah
endemis dan transfusi sebelumnya. Pada MTBS
diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk
dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Diagnosis
pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan
sediaan darah secara mikroskopis atau uji diagnostik
cepat (Rapid Diagnostic Test = RDT).
A. Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:

1. Keluhan: demam, menggigil, berkeringat dan


dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,
diare dan nyeri otot atau pegal pegal.
2. Sakit malaria dan riwayat minum obat
malaria.
3. Riwayat berkunjung ke daerah endemis
malaria.
4. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.
Setiap penderita dengan keluhan demam atau
riwayat demam harus selalu ditanyakan
riwayat kunjungan ke daerah endemis
malaria.

B. Pemeriksaan fisik
- Suhu tubuh aksiler > 37,5 °C
- Konjungtiva atau telapak tangan pucat
- Sklera ikterik
- Pembesaran Limpa (splenomegali)
- Pembesaran hati (hepatomegali)
C. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal
dan tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah
sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
a). Ada tidaknya parasit malaria (positif
atau negatif).
b). Spesies dan stadium plasmodium.
c). Kepadatan parasit/jumlah parasit.
2. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat
(Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan
deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda
imunokromatografi. Sebelum
menggunakan RDT perlu dibaca
petunjuk penggunaan dan tanggal
kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan
RDT tidak digunakan untuk
mengevaluasi pengobatan.

D. Pengobatan malaria

Pengobatan malaria yang dianjurkan oleh


program saat ini adalah dengan ACT (Artemisinin
Based Combination Therapy). Pemberian kombinasi
ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah
resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan
ACT oral. Malaria berat diobati dengan injeksi
Artesunat atau Artemeter kemudian dilanjutkan
dengan ACT oral. Disamping itu diberikan
primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.
a. Malaria falciparum dan malaria vivax
Pengobatan malaria falciparum dan malaria
vivax saat ini menggunakan ACT ditambah
primakuin. Dosis ACT untuk malaria falciparum
sama dengan malaria vivax, untuk malaria
falciparum primakuin hanya diberikan pada hari
pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kg BB, dan
untuk malaria vivax selama 14 hari dengan dosis
0,25 mg/kg BB.
 Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks yang relaps
(kambuh) di berikan dengan regimen ACT
yang sama tapi dosis primakuin ditingkatkan
menjadi 0,,5 mg/kgbb/hari

b. Pengobatan malaria ovale


Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan
ACT yaitu DHP atau kombinasi artesunat +
amodiakun.dosis pemberian obatnya sama
dengan untuk malaria vivaks
c. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P.malariae cukup di berikan ACT 1
kali perhari selama 3 hari,dengan dosis sama
dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak di
berikan primakuin
d. Pengobatan infeksi campur P.FALCIPARUM +
P.VIVAKS/P.OVALE
Pada kasus dengan infeksi campur diberikan
ACT selama 3 hari serta primakindengan dosis
0,25 mg/kg/BB/hari selama 14 hari
e. Pengobatan malaria pada ibu hamil
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu
hamil sama dengan pengobatan pada
orangdewasa umumnya, perbedaannya adalah
pada pemberian obat malaria berdasarkan umur
kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan
primakuin. Semua obat anti malaria tidak boleh
diberikan dalam keadaan perut kosong karena
bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu kasus
harus makan dahulu setiap akan minum obat anti
malaria.

Pengobatan Malaria Berat

Semua kasus malaria berat harus ditangani di


Rumah Sakit atau di Puskesmas perawatan. Bila
fasilitas atau tenaga kurang memadai, maka kasus
harus dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang
lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung
kecepatan atau ketepatan diagnosis serta
pengobatan.
a. Pengobatan malaria di puskesmas/klinik non
perawatan.
Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas
rawat inap, pasien malaria berat harus langsung
dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum
dirujuk berikan artemeter intramuscular dosis
awal (3,2 mg/kg BB)
b. Pengobatan malaria di puskesmas/klinik
perawatan atau RS.
Artesunat intravena merupakan pilihan
utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan
artemeter intramuskuler atau kina drip. Bila
kasus sudah bisa minum obat (per oral), setelah
pemberian Artesunat intravena atau artemeter
intramuskuler atau kina drip maka pengobatan
dilakukan dengan regimen DHP + primakuin
selama 3 hari atau artesunat + Amodiakuin +
primakuin selama 3 hari.
Kina drip bukan merupakan obat pilihan
utama untuk malaria berat. Obat ini diberikan
pada daerah yang tidak tersedia artesunat
intravena/artemeter intramuskuler dan pada ibu
hamil trimester pertama.
Dikemas dalam bentuk ampul kina dihiroklorida
25 %. Satu ampul berisi 500 mg/2 ml. setelah
pemberian kina drip maka pengobatan
dilanjutkan dengan kina tablet per oral dengan
dosis 10 mg/kg BB/kali diberikan tiap 8 jam.
Kina oral diebrikan bersama doksisiklin, atau
tertasiklin pada orang dewasa atau klindamisin
pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari
dihitung sejak pemberian kina perinfus yang
pertama.
Catatan :
 Kina tidak boleh diberikan secara bolus
intravena , karena toksik bagi jantung
dan dapat menimbulkan kematian.
 Dosis kina maksimun untuk dewasa :
2.000 mg/hari.

c. Pengobatan malaria berat pada ibu hamil.


Pengobatan malaria berat pada ibu hamil
dilakukan dengan memberikan kina HCL drip
intravena pada trimester pertama dan
artesunat/artemeter injeksi untuk trimester 2 dan
3.

1. Pemantauan pengobatan
a. Rawat jalan
Pada kasus rawat jalan evaluasi pengobatan
dilakukan pada hari 4, 7, 14, 21 dan 28 dengan
pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala
klinis selama masa pengobatan dan evaluasi,
kasus segera dianjurkan dating kembali tanpa
menunggu jadwal tersebut diatas.
b. Rawat inap
Pada kasus rawat inap, evaluasi pengobatan
dilakukan setiap hari hingga tidak ditemukan
parasit dalam sediaan darah selama 3 hari
berturut-turut, dan setelahnya dievaluasi seperti
pada kasus rawat jalan.

2. Pengendalian vector
Malaria merupakan salah satu penyakit berbasis
lingkungan yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik,
biologi dan social budaya. Jenis intervensi
pengendalian vector malaria yang dapat dilakukan
berdasarkan hasil analisis situasi :
a. Melakukan penyemprotan rumah dengan
insektisida.
Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah
suatu cara pengendalian vector dengan
menempelkan racun serangga dengan dosis
tertentu secar merata pada permukaan dinding
yang disemprot.
Tujuan : memutuskan rantai penularan dengan
memperpendek umur populasi, sehingga
nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk
muda atau belum infektif (belum menghasilkan
sporozoid di dalam kelenjar ludahnya)
b. Memakai kelambu.
Memakai kelambu berguna untuk mencegah
terjadinya penularan (kontak langsung manusia
dengan nyamuk) dan membunuh nyamuk yang
hinggap pada kelambu. Saat ini upaya
pengendalian malaria menggunakan kelambu
berinsektisida (long lasting insectisidal
nets/LLINs) yang umur residu infektifnya
relative lama yaitu lebih dari 3 tahun.
c. Malakukan larviciding
Kegiatan ini dilakukan antara lain dengan
menggunakan jasad renik yang bersifat pathogen
terhadap larva nyamuk sebagai biosida seperti :
Bacillus thuringiensis subsp. Israelensis (Bti)
dan larvisida Insect growth regulator (IGR)
d. Melakukan penebaran ikan pemakan larva
Penebaran ikan merupakan upaya pengendalian
larva secara biologi yang menggunakan
predator/pemangsa larva nyamuk. Pengendalian
vector jenis ini merupakan kegiatan yang ramah
lingkungan.

e. Mengelola lingkungan (pengendalian secara


fisik)
Mengelola lingkungan dapat dilakukan dengan
cara modifikasi dan manipulasi lingkungan
untuk pengendalian larva nyamuk :
 Modifikasi lingkungan yaitu mengubah
fisik lingkungan secara permanen
bertujuan mencegah, menghilangkan
atau mengurangi tempat perindukan
nyamuk dengan cara penimbunan,
pengeringan, pembuatan tanggul, dll
 Manipulasi lingkungan yaitu mengubah
lingkungan bersifat sementara sehingga
tidak menguntungkan bagi vector untuk
berkembang biak seperti pembersihan
tanaman air yang mengapung (ganggang
atau lumut) di lagun, pengubahan kadar
garam, pengaturan pengairan sawah
secar berkala, dll

3. Pencegahan penularan malaria.


Upaya pencegahan agar terhindar dari penularan
malaria, antara lain :
a. Penggunaan kelambu biasa.
b. Penggunaan insektisida rumah tangga
c. Pemasangan kawat kasa
d. Penggunaan repelan
e. Penutup badan

4. Perencanaan dan pembiayaan


Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat
ditentukan oleh kualitas proses penyusunan
perencanaan dan penganggaran, namun hingga saat
ini belum sepenuhnya dapat terlaksana sesuai
harapan. Oleh sebab itu perlu dilakukan
perencanaan secara optimal dengan pendekatan
pemecahan masalah melalui pembahasan secara
lintas program dan lintas sector pada lokakarya mini
puskesmas.

5. Pelaporan dan evaluasi


Secara berkala dilakukan monitoring dan
evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang
berhubungan dengan upaya percepatan eliminasi
malaria. Beberapa hal yang dapat digunakan sebgai
panduan dalam melakukan monitoring dan evaluasi
adalah :
 Rumusan masalah pengendalian malaria
 Pemecahan masalah yang dihadapi
 Keterlibatan dan kontribusi aktif lintas
program, lintas sector, swasta dan
masyarakat terkait dalam pemecahan
masalah.
 Hasil yang sudah dicapai.
 Membuat laporan melalui E-SISMAL

BAB V

LOGISTIK

Pengelolaan logistik dapat diartikan sebagai tahapan


proses pengaturan ketersediaan barang mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pada
kegiatan penyaluran dan penyimpanan barang dan jasa
serta informasi terkait mulai dari titik asal sampai titik
komsumsi yang bertujuan memenuhi kebutuhan
pemakai.
Pengelolaan logistic secara umum dapat dibagi
menjadi empat kelompok besar kegiatan, yaitu :
1. Seleksi produk
Barang yang akan digunakan/dipakai dalam
kegiatan program pengendalian malaria harus sesuai
dengan standar nasional Indonesia dan untuk obat
dan peralatan kesehatan yang diadakan harus ada
prakualifikasi WHO dan BPOM maupun Binfar dan
Alkes, sedangkan produk pestisida harus ada
rekomendasi dari WHOPES dan KOMPES.
2. Perencanaan dan pengadaan
Dalam tahap ini dilakukan perhitungan untuk
menentukan jumlah kebutuhan yang ideal, termasuk
memperkirakan ketersediaan selama masa transisi
sebelum pengadaan ditahun berikutnya (buffer
stock)
3. Pengelolaan persediaan
Pengelolaan persediaan adalah rangkaian kegiatan
untuk mengatur dan memastikan ketersediaan
pengiriman barang yang berkualitas yang dapat
diandalkan dan tidak terputus untuk unit-unit yang
membutuhkan. Dengan system pengelolaan
persediaan barang , diharapkan permasalahan seperti
putus stock (stock out) dapat dihindari. Untuk itu
diharapkan :
 Persediaan barang di fasilitas pelayanan
kesehatan mencukupi untuk 3 bulan
kedepan.
 Persediaan barang di kabupaten mencukupi
untuk 6 bulan kedepan
 Persediaan barang di propinsi mencukupi
untuk 12 bulan kedepan
 Persediaan barang di pusat mencukupi untuk
18 bulan kedepan
4. Pemakaian yang rasional
Penggunaan atau pemanfaatan barang harus sesuai
dengan kebijakan program. Komoditas yang
diadakan harus dipantau mulai dari awal pengadaan
sampai barang tersebut diterima di gudang dan
dipergunakan di lapangan. Setiap pemantauan dan
evaluasi harus menggunakan draf/formulir
monitoring dan pelaporan yang terstandar sesuai
kebutuhan.
Tugas pengelolaan logistic malaria disetiap
tingkatan :
a. Kabupaten/kota
 Mengumpulkan data dari LPLPO yang
diterima Dinkes tiap bulannya dari
puskesmas dan data dari kartu stok yang
ada di gudang farmasi dan gudang P2M.
 Mengorganisasikan data tersebut
kedalam laporan LOGMAL-2 untuk
dikirim ke pusat atau propinsi, tanggal
10 tiap bulannya.
b. Propinsi
 Mengumpulkan data dari kartu stok yang
ada di gudang farmasi dan P2M serta
laporan LOGMAL-2
 Mengorganisasikan data tersebut
kedalam laporan LOGMAL-3, untuk
dikirim ke pusat, tanggal 15 setiap
bulannya.

Jenis-jenis logistic malaria :


a. Obat anti malaria (OAM)
Primakuin 15 mg base, sulfadoxine
pirimethamine, kina tablet, kina injeksi,
Artesunate dan Amidiaquine, dihydroartemisinin
(DHA) dan piperaquine (PPQ), Artemether
injeksi, Artesunate injeksi.
b. Alat dan bahan diagnostic
 Peralatan : mikroskop binokuler, suku
cadang mikroskop, kit pewarnaan, slide
box
 Bahan : Giemsa, minyak imersi, object
glass, vaccinostyle, Rapid Diagnostics
Test
c. Alat dan bahan pengendalian vector.
 Peralatan : spraycan, suku cadang
spraycan, mistblower.
 Bahan : insektisida untuk penyemprotan
rumah, larvasida, long lasting insectisidal
nets (LLINs)
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN

Mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan


kegiatan program malaria di Puskesmas Sempol perlu
diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan
identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang
dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya
pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan
untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pemberdayaan masyarakat adalah cara untuk
menumbuhkan dan mengembangkan norma yang
membuat masyarakat mampu untuk berperilaku hidup
bersih dan sehat dalam kaitan penanggulangan penyakit
malaria. Pemberdayaan masyarakat sangat ditentukan
oleh pemahaman, kemahiran dan semangat dalam
menerapkan pendekatan social kemasyarakatan. Secara
keseluruhan pendekatan gerakan masyarakat dilakukan
melalui promosi, pengembangan institusi masyarakat,
pendekatan hukum dan regulasi, penghargaan serta
pendekatan ekonomi produktif (income generation).
Kesemuanya itu dilakukan demi keselamatan
sasaran program. Sedangkan untuk keselamatan petugas
malaria perlu melakukan proteksi terhadap resiko
penularan penyakit malaria melalui upaya-upaya
pencegahan terutama dalam pengambilan sediaan darah
ada kemungkinan resiko penularan penyakit yang
lainnya melalui darah. Hal-hal tersebut harus
diperhatikan agar tidak ada lagi kekuatiran akan tertular
penyakit baik itu penyakit malaria atau penyakit lainnya
yang menular melalui cairan tubuh/darah.
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Mengingat besarnya resiko penularan penyakit


malaria, tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan sering kontak dengan suspek maupun
penderita, maka perlu dilakukan berbagai upaya
pencegahan demi keselamatan tenaga kesehatan.
Profesionalisme dalam bekerja (bekerja sesuai dengan
standar) merupakan upaya meminimalkan resiko
pekerjaan yang kita lakukan.
Dalam pelaksanaan kegiatan program sangat
dibutuhkan tenaga kesehatan yang professional
dibidangnya dan memiliki keterampilan yang lain yang
terkait seperti kemampuan berkendara sebagai
pendukung terlaksananya kegiatan. Mengadakan
pelatihan untuk tenaga kesehatan malaria dan tenaga
kesehatan yang lain yang terkait dengan program
malaria demi keselamatan kerja. Meningkatkan
kerjasama lintas program dan lintas sektor sehingga
kecelakaan kerja dapat diminimalisir.
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU
Kinerja pelaksanaan program malaria di Puskesmas
dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan
indikator sebagai berikut :
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jenis
dan jadwal.
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan.
3. Tercapainya indikator tiap kegiatan pelayanan di
Puskesmas.
4. Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan
lokakarya mini tiap bulannnya
5. Pencatatan dan pelaporan melalui Sstem E-Sismal
yang dilaporkan setiap bulannya.
BAB IX

PENUTUP

Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi tenaga


kesehatan program malaria di Puskesmas dan lintas
sektor terkait dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan di Puskesmas Wajo . Untuk menigkatkan
efektifitas pemanfaatan Pedoman Pelayanan program
Puskesmas ini, hendaknya tenaga kesehatan puskesmas
dapat menjabarkannya dalam Protab (prosedur tetap)
yang berisi langkah-langkah dari setiap kegiatan sesuai
kondisi Puskesmas.
Selain itu, dengan pedoman ini diharapkan dapat
digunakan sebagai dasar advokasi bagi pemegang
kebijakan untuk peningkatan mutu pelayanan di
Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai