PROGRAM PENGENDALIAN
PENYAKIT MALARIA
PUSKESMAS WAJO
TAHUN 2019
PROGRAM PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT MALARIA
P No. Dokumen :
E No. Revisi :
D Tanggal terbit :
O Halaman :
M
A
N
PEMERINTAH KOTA PUSKESMAS WA
BAUBAU
P E D O M A N
PROGRAM PENGENDALIAN
PENYAKIT MALARIA
PUSKESMAS WAJO
LEMBAR PENGESAHAN
PEDOMAN
PUSKESMAS WAJO
Baubau, 2 Januari
2019
Mengetahui,
Kepala Puskesmas Wajo
RABIA. M, AMK
NIP: 19850911 201101 1 010
PEDOMAN
PROGRAM MALARIA DI PUSKESMAS WAJO
KOTA BAUBAU
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
C. SASARAN
1. Pengelola program malaria di puskesmas.
2. Pengelola program kesehatan yang lain dan lintas
sektor terkait, dalam hal ini Laboratorium,
Surveilans, Kesling, Promkes dan sebagainya.
3. Pengambil kebijakan di provinsi, kabupaten/kota.
D. RUANG LINGKUP
Pedoman ini mencakup kebijakan manajemen dan
teknis program dalam upaya pengendalian malaria
menuju eliminasi , bagi manajer program di semua
tingkatan ( Puskesmas, Kabupaten, Provinsi ). Pedoman
ini di harapkan menjadi acuan kepada :
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/kota
2. Kasubdin Provinsi dan kabupaten/kota
3. Kepala Bidang P2 Dinkes Provinsi dan
Kabupaten/kota
4. Pengelola program
5. Kepala Puskesmas
6. Sector Swasta,LSM dan pihak lain yang terkait
E. BATASAN OPERASIONAL
• Standar ketenagaan adalah menyangkut kebutuhan
minimal dalam hal jumlah dan jenis tenaga yang
terlatih untuk terselenggaranya kegiatan program
malaria oleh suatu unit pelaksana kegiatan (UPK),
Dinas kesehatan maupun instansi terkait agar dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
• Penemuan kasus malaria adalah kegiatan rutin
maupun khusus dalam penemuan kasus malaria
dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan
gejala khas daerah setempat, melalui pengambilan
sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya.
• Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas/
kader menemukan kasus dengan mencari
kasus secara aktif dengan mendatangi rumah
p en d u du k s e ca r a ru t i n
tert e n t u b e r d a sa r k n ti ng k a t
dala m s iklus waktu kasusmalaria di daerah
in si de n
tersebut.
• Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya
menemukan kasus yang dating berobat di unit
pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan
SD tebal terhadap semua kasus malaria suspek dan
kasus gagal pengobatan.
• Malariometric Survey (MS) adalah kegiatan untuk
mengukur endemisitas dan prevalensi malaria di
suatu wilayah.
• Mass fever survey (MFS) merupakan kegiatan
pengambilan sediaan darah (mikroskopis atau RDT)
pada semua orang yang menunjukkan gejala demam
disuatu wilayah yang diikuti dengan pemberian obat
malaria terhadap kasus yang positif (Mass Fever
Treatment/MFT), sesuai dengan jenis plasmodium
yang ditemukan.
• Malaria merupakan salah satu penyakit menular
yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang
menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini di
tularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina.
• Surveilans migrasi adalah kegiatan pengambilan SD
pada orang-orang yang menunjukkan suspek
malaria yang datang dari daerah endemis malaria
• Survey kontak (kontak survey) adalah kegiatan
pengambilan SD pada orang-orang yang tinggal
serummah dengan kasus positif malaria dan atau
orang-orang yang berdiam di dekat tempat tinggal
kasus malaria (berjarak kurang lebih 5 rumah
disekitar rumah kasus malaria).
F. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang kesehatan no. 4 tahun 1984 tentang
wabah.
2. Undang-undang kesehatan no, 36 tahun 2009
tentang kesehatan.
3. PP no. 40 tahun 1991 tentang penanggulangan
wabah penyakit menular.
4. Keputusan menteri kesehatan
no.99a/Menkes/SK/III/1982 tanggal 12 maret 1982
tentang berlakunya system kesehatan nasional
5. Keputusan menteri kesehatan RI no.
1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang pedoman
penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan.
6. Keputusan menteri kesehatan RI
no.1647/Menkes/SK/XII/2005 tentang pedoman
jejaring pelayanan Laboratorium kesehatan.
7. Permenkes no 1575/MENKES/PER/XI/2005
tentang organisasi dan tata kerja departemen
kesehatan sebagaimana telah di ubah dengan
peraturan menteri kesehatan no.
1295/Menkes/Per/XII/2007.
8. Keputusan menteri kesehatan RI no.
41/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman
penatalaksanaan kasus malaria.
9. Keputusan menteri kesehatan RI no.
042/Menkes/SK/I/2007 tentang pengobatan
malaria.
10. Keputusan menteri kesehatan RI no.
043/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman pelatihan
malaria.
11. Peraturan menteri kesehatan no.
275/MENKES/III/2007 tentang surveilans malaria.
12. Keputusan menteri kesehatan RI no.
293/Menkes/SK/IV/2009 tentang eliminasi malaria
di Indonesia.
13. Permenkes no. 161/MENKES/PER/I/2010 tentang
registrasi tenaga kesehatan
14. Peraturan menteri kesehatan no.
1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis penyakit
menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah
dan upaya penanggulangan.
15. Surat edaran menteri dalam negeri no 443.41/465/SJ
tahun 2010 tentang pelaksanaan Program Eliminasi
Malaria di Indonesia.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
C. JADWAL KEGIATAN
STANDAR FASIITAS
A. DENA RUANG
Koordinasi pelaksanaan kegiatan program
malaria di lakukan oleh Penanggung Jawab program
dan dibantu oleh tenaga pelaksana lainnya (dokter,
laboran, perawat atau bidan) yang menempati ruang
pelayanan dari gedung Puskesmas. Pelaksanaan rapat
koordinasi dilakukan di Aula ruang rapat Puskesmas
Wajo atau di ruang P2
B. STANDAR FASILITAS
TATALAKSANA PELAYANAN
BENTUK KEGIATAN
l a p ng an d p at d ik u r ang i . H al i i
dil a k u ka b ila A C D , PC D d an
penyelidikan epidemiologi tidak berhasil
menurnkan kasus.
Criteria pelaksanaan :
□ MFS konfirmasi
Dilakukan pada saat puncak fluktuasi
kasus malaria dan bila hasil pemantauan
SKD menunjukkan tidak ada
kecenderungan kenaikan kasus di daerah.
□ MFS khusus
Dilakukan sebelum puncak fluktuasi
untuk mencegah KLB (SKD KLB) dan
bila pemantauan SKD bulanan ada
kecenderungan kenaikan kasus di desa
focus.
d. Malariometric Survey (MS)
Adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas
dan prevalensi malaria di suatu wilayah.
Tujuan :
□ Menentukan prevalensi malaria di suatu
daerah.
□ Mendapatkan data dasar dan stratifikasi
masalah malaria di suatu wilayah, yaitu
dengan membandingkan endemisitas dan
prevalensi malaria di beberapa daerah
yang masing-masing mewakili suatu
daerah kesatuan epidemiologi yang
berbeda sehingga dapat dibuat peta
endemisitas bagi wilayah tersebut.
□ Menilai hasil kegiatan dari program
pemberantasan malaria di suatu wilayah.
2. Diagnosis Malaria
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik
- Suhu tubuh aksiler > 37,5 °C
- Konjungtiva atau telapak tangan pucat
- Sklera ikterik
- Pembesaran Limpa (splenomegali)
- Pembesaran hati (hepatomegali)
C. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal
dan tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah
sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
a). Ada tidaknya parasit malaria (positif
atau negatif).
b). Spesies dan stadium plasmodium.
c). Kepadatan parasit/jumlah parasit.
2. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat
(Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan
deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda
imunokromatografi. Sebelum
menggunakan RDT perlu dibaca
petunjuk penggunaan dan tanggal
kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan
RDT tidak digunakan untuk
mengevaluasi pengobatan.
D. Pengobatan malaria
pe r w a ta n .
J i ka p u sk e smas/klinik tidak
memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria
berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang
lebih lengkap. Sebelum dirujuk berikan artemeter
intramuscular dosis awal (3,2 mg/kg BB)
b. Pengobatan malaria di puskesmas/klinik
perawatan atau RS.
Artesunat intravena merupakan pilihan
utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan
artemeter intramuskuler atau kina drip. Bila
kasus sudah bisa minum obat (per oral), setelah
pemberian Artesunat intravena atau artemeter
intramuskuler atau kina drip maka pengobatan
dilakukan dengan regimen DHP + primakuin
selama 3 hari atau artesunat + Amodiakuin +
primakuin selama 3 hari.
Kina drip bukan merupakan obat pilihan
utama untuk malaria berat. Obat ini diberikan
pada daerah yang tidak tersedia artesunat
intravena/artemeter intramuskuler dan pada ibu
hamil trimester pertama.
Dikemas dalam bentuk ampul kina dihiroklorida
25 %. Satu ampul berisi 500 mg/2 ml. setelah
pemberian kina drip maka pengobatan
dilanjutkan dengan kina tablet per oral dengan
dosis 10 mg/kg BB/kali diberikan tiap 8 jam.
Kina oral diebrikan bersama doksisiklin, atau
tertasiklin pada orang dewasa atau klindamisin
pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari
dihitung sejak pemberian kina perinfus yang
pertama.
Catatan :
➢ Kina tidak boleh diberikan secara bolus
intravena , karena toksik bagi jantung
a n d a p a t m e ni m b u lk a k e m a t ia n .
➢ o s i s k i n a m a k si m u n u n tu k d e wasa :
2.000 mg/hari.
1. Pemantauan pengobatan
a. Rawat jalan
Pada kasus rawat jalan evaluasi pengobatan
dilakukan pada hari 4, 7, 14, 21 dan 28 dengan
pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala
klinis selama masa pengobatan dan evaluasi,
kasus segera dianjurkan dating kembali tanpa
menunggu jadwal tersebut diatas.
b. Rawat inap
Pada kasus rawat inap, evaluasi pengobatan
dilakukan setiap hari hingga tidak ditemukan
parasit dalam sediaan darah selama 3 hari
berturut-turut, dan setelahnya dievaluasi seperti
pada kasus rawat jalan.
2. Pengendalian vector
Malaria merupakan salah satu penyakit berbasis
lingkungan yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik,
biologi dan social budaya. Jenis intervensi
pengendalian vector malaria yang dapat dilakukan
b erd as a r a n h as il
a . M e l ak u k a n rumah dengan
a n a l is i s s i t u s i :
p e n y e m p r o ta n
insektisida.
Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah
suatu cara pengendalian vector dengan
menempelkan racun serangga dengan dosis
tertentu secar merata pada permukaan dinding
yang disemprot.
Tujuan : memutuskan rantai penularan dengan
memperpendek umur populasi, sehingga
nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk
muda atau belum infektif (belum menghasilkan
sporozoid di dalam kelenjar ludahnya)
b. Memakai kelambu.
Memakai kelambu berguna untuk mencegah
terjadinya penularan (kontak langsung manusia
dengan nyamuk) dan membunuh nyamuk yang
hinggap pada kelambu. Saat ini upaya
pengendalian malaria menggunakan kelambu
berinsektisida (long lasting insectisidal
nets/LLINs) yang umur residu infektifnya
relative lama yaitu lebih dari 3 tahun.
c. Malakukan larviciding
Kegiatan ini dilakukan antara lain dengan
menggunakan jasad renik yang bersifat pathogen
terhadap larva nyamuk sebagai biosida seperti :
Bacillus thuringiensis subsp. Israelensis (Bti)
dan larvisida Insect growth regulator (IGR)
d. Melakukan penebaran ikan pemakan larva
Penebaran ikan merupakan upaya pengendalian
larva secara biologi yang menggunakan
predator/pemangsa larva nyamuk. Pengendalian
vector jenis ini merupakan kegiatan yang ramah
lingkungan.
e. Penutup badan
BAB V
LOGISTIK
Pengelolaan logistik dapat diartikan sebagai tahapan
proses pengaturan ketersediaan barang mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pada
kegiatan penyaluran dan penyimpanan barang dan jasa
serta informasi terkait mulai dari titik asal sampai titik
komsumsi yang bertujuan memenuhi kebutuhan
pemakai.
Pengelolaan logistic secara umum dapat dibagi
menjadi empat kelompok besar kegiatan, yaitu :
1. Seleksi produk
Barang yang akan digunakan/dipakai dalam
kegiatan program pengendalian malaria harus sesuai
dengan standar nasional Indonesia dan untuk obat
dan peralatan kesehatan yang diadakan harus ada
prakualifikasi WHO dan BPOM maupun Binfar dan
Alkes, sedangkan produk pestisida harus ada
rekomendasi dari WHOPES dan KOMPES.
2. Perencanaan dan pengadaan
Dalam tahap ini dilakukan perhitungan untuk
menentukan jumlah kebutuhan yang ideal, termasuk
memperkirakan ketersediaan selama masa transisi
sebelum pengadaan ditahun berikutnya (buffer
stock)
3. Pengelolaan persediaan
Pengelolaan persediaan adalah rangkaian kegiatan
untuk mengatur
pengiriman barang dan
yangmemastikan
berkualitas ketersediaan
yang dapat
diandalkan dan tidak terputus untuk unit-unit yang
membutuhkan. Dengan system pengelolaan
persediaan barang , diharapkan permasalahan seperti
putus stock (stock out) dapat dihindari. Untuk itu
diharapkan :
➢ Persediaan barang di fasilitas pelayanan
kesehatan mencukupi untuk 3 bulan
kedepan.
➢ Persediaan barang di kabupaten mencukupi
untuk 6 bulan kedepan
➢ Persediaan barang di propinsi mencukupi
untuk 12 bulan kedepan
➢ Persediaan barang di pusat mencukupi untuk
18 bulan kedepan
4. Pemakaian yang rasional
Penggunaan atau pemanfaatan barang harus sesuai
dengan kebijakan program. Komoditas yang
diadakan harus dipantau mulai dari awal pengadaan
sampai barang tersebut diterima di gudang dan
dipergunakan di lapangan. Setiap pemantauan dan
evaluasi harus menggunakan draf/formulir
monitoring dan pelaporan yang terstandar sesuai
kebutuhan.
Tugas pengelolaan logistic malaria disetiap
tingkatan :
a. Kabupaten/kota
□ Mengumpulkan data dari LPLPO yang
diterima Dinkes tiap bulannya dari
puskesmas dan data dari kartu stok yang
ada di gudang farmasi dan gudang P2M.
□ Mengorganisasikan data tersebut
kedalam laporan LOGMAL-2 untuk
dikirim ke pusat atau propinsi, tanggal
10 tiap bulannya.
s b. Propin
□ Mengumpulkan data dari kartu stok yang
ada di gudang farmasi dan P2M serta
laporan LOGMAL-2
□ Mengorganisasikan data tersebut
kedalam laporan LOGMAL-3, untuk
dikirim ke pusat, tanggal 15 setiap
bulannya.
Jenis-jenis logistic malaria :
a. Obat anti malaria (OAM)
Primakuin 15 mg base, sulfadoxine
pirimethamine, kina tablet, kina injeksi,
Artesunate dan Amidiaquine, dihydroartemisinin
(DHA) dan piperaquine (PPQ), Artemether
injeksi, Artesunate injeksi.
b. Alat dan bahan diagnostic
• Peralatan : mikroskop binokuler, suku
cadang mikroskop, kit pewarnaan, slide
box
• Bahan : Giemsa, minyak imersi, object
glass, vaccinostyle, Rapid Diagnostics
Test
c. Alat dan bahan pengendalian vector.
• Peralatan : spraycan, suku cadang
spraycan, mistblower.
• Bahan : insektisida untuk penyemprotan
rumah, larvasida, long lasting insectisidal
nets (LLINs)
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN
KESELAMATAN KERJA
PENGENDALIAN MUTU
PENUTUP
k se h a ta n p r o gr am al r i a d i
sek to r t er k a i t d la m ra n g k a
Pu s k e e s m s da n n l in
m e n i n n g kat k an k k u a l itas
pelayanan di Puskesmas Wajo . Untuk menigkatkan
efektifitas pemanfaatan Pedoman Pelayanan program
Puskesmas ini, hendaknya tenaga kesehatan puskesmas
dapat menjabarkannya dalam Protab (prosedur tetap)
yang berisi langkah-langkah dari setiap kegiatan sesuai
kondisi Puskesmas.
Selain itu, dengan pedoman ini diharapkan dapat
digunakan sebagai dasar advokasi bagi pemegang
kebijakan untuk peningkatan mutu pelayanan di
Puskesmas.