Anda di halaman 1dari 37

PENGUATAN PE 1-2-5

PENGELOLA PROGRAM MALARIA


DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR
Parasit Malaria Life
Cycle
STRATEGI SPESIFIK ELIMINASI MALARIA
Strategi spesifik Sasaran Tujuan Kegiatan Utama
•Kampanye kelambu berinsektisida secara
massal
daerah endemis tinggi
menurunkan
(khususnya Papua, •IRS di desa dengan API > 20 ‰ &
AKSELERASI jumlah kasus
Papua Barat, NTT,
secepat mungkin pengendalian vektor lain sesuai bukti lokal
Maluku)
•Perluasan Diagnosis Dini - Pengobatan
tepat
•Kelambu berinsektisida untuk
focus/kelompok berisiko tinggi
daerah yang
•Penemuan Dini - Pengobatan tepat dan
mempunyai fokus- Menghilangkan
INTENSIFIKASI komplit
fokus (daerah endemis fokus aktif
•IRS pada KLB & pengendalian vektor lain
sedang)
sesuai bukti lokal
•Penemuan kasus aktif
•Penemuan Dini - Pengobatan tepat dan
menghentikan komplit serta jejaringnya
penularan • Penyelidikan Epid. setiap kasus &
ELIMINASI daerah endemis rendah setempat/ respons dengan formula 1-2-5
menghilangkan •Pengamatan daerah reseptif dan
kasus indigenus pengendalian vektor sesuai bukti lokal
•Penemuan kasus aktif - MBS
• Surveilans Migrasi
mencegah • Penyelidikan Epid. setiap kasus &
PEMELIHARAAN daerah bebas malaria munculnya respons dengan formula 1-2-5
penularan malaria • Penguatan jejaring tatalaksana kasus
•Pengamatan daerah reseptif dan
pengendalian vektor sesuai bukti lokal
Metode 1-2-5
1. Notifikasi Kasus Positif Malarian (1)

 Tujuan
untuk melakukan penanggulangan kasus secara
cepat sehingga tidak menimbulkan penularan.

 Waktu Pelaksanaan
Notifikasi kasus malaria pada daerah yang telah
masuk fase eliminasi dan pemeliharaan dalam
waktu 1X24 jam !

 Metode
Notifikasi diberikan dari semua fasyankes yang
dapat melakukan diagnostik malaria ke
Puskesmas atau Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Notifikasi kasus malaria pada daerah yang telah masuk fase eliminasi dan
pemeliharaan dalam waktu 1X24 jam !
1. Notifikasi Kasus Positif Malaria (2)

Alur Notifikasi

Notifikasi memuat informasi seperti nama penderita, jenis kelamin, hasil


diagnostik dll yang ada dalam formulir notifikasi kasus malaria
1. Notifikasi Kasus Positif Malaria (3)
2. Penyelidikan Epidemiologi
2. Penyelidikan Epidemiologi (1)
A. Penyelidikan Kasus

Tujua
n
Tujuan penyelidikan kasus adalah untuk mengetahui
klasifikasi kasus

Waktu
Waktu pelaksanaannya adalah selambat-lambatnya 1 hari
setelah kasus dinotifikasi.

Metode
Penyelidikan kasus malaria dilakukan dengan melakukan
wawancara kepada kasus menggunakan formulir wawancara
kasus. kegiatan wawancara dapat dilakukan di fasyankes saat
pasien datang maupun di tempat tinggal pasien.
2. Penyelidikan Epidemiologi
Klasifikasi Kasus

Klasifikasi Kasus

Indigenous
Transfusi/
Relaps Kongenital

Impor
2. Penyelidikan Epidemiologi (3)
B. Survai Kontak
Tujuan
Survei kontak dilakukan untuk mengetahui luasnya penularan atau kejadian malaria.

Waktu Pelaksanaan
Survei kontak dilakukan setelah kasus diklasifikasikan dan dalam rentang waktu 2-4
hari.

Metode
Klasifikasi kasus menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya yang harus
dilaksanakan, setelah kasus diklasifikasikan langkah selanjutnya adalah melakukan
kontak survai, namun tidak semua kasus perlu dilakukan kontak survai, hal tersebut
dapat lebih jelas terlihat pada bagan dibawah ini:
Kontak survai dilakukan pada kasus: Pengamatan faktor risiko dilakukan pada kasus:

1. penularan lokal (indigenous) 1. penularan lokal (indigenous)

2. kasus import di daerah reseptif 2. kasus import di daerah reseptif .

3. kasus impor yang datang secara berkelompok.


Kontak Survai pada Kasus Indigenous

Survai kontak pada kasus indigenous dilakukan di sekitar tempat yang


dicurigai sebagai tempat penularan

Seluruh anggota Tetangga yang Teman yang


keluarga/orang yang tinggal dalam radius bekerja/Beraktivitas
tinggal bersama 200 m atau 5 rumah dilingkungan yang
penderita sekitar penderita sama dengan
(indeks kasus). penderita
Kontak Survai pada Kasus Impor
Kontak survai pada kasus impor dilakukan berdasarkan reseptifitas
suatu daerah

Kontak survai di kontak survai pada


Daerah Reseptif daerah non-reseptif
dilakukan pada dilakukan pada seluruh
populasi berisiko anggota kelompok atau
(seperti pada kasus rombongan yang pergi
indigenous) bersama dengan kasus
2. Penyelidikan Epidemiologi (4)
C. Penyelidikan Faktor Risiko
 Tujuan
Mengetahui faktor risiko lingkungan dan perilaku yang berhubungan
dengan penularan malaria

 Waktu Pelaksanaan
Penyelidikan faktor risiko dilakukan dalam rentang waktu 2-5 hari

 Tempat
Dilaksanakan di sekitar tempat yang dicurigai menjadi tempat
penularan

 Metode
1. Pengamatan Lingkungan
2. Pengamatan Perilaku Masyarakat
C. Penyelidikan Faktor Risiko

Pengamatan lingkungan disekitar tempat


yang dicurigai sebagai tempat penularan
Pengamatan Perilaku
meliputi: Masyarakat
> Melakukan pemerikasaan jentik di tempat
perindukan nyamuk seperti lagoon, rawa, Pengamatan perilaku
mata air, sungai, sawah, dan genangan air masyarakat dilakukan
lainnya yang ada di alam serta pemetaannya.
Pengumpulan data entomologis. dengan:
> Bila reseptif tinggi (ditemukan tempat
perindukan yang positif larva Anopheles ≥1%
observasi perilaku penduduk
dan atau MBR-Man Biting Rate > 0,025 gigitan yang berpotensi terjadinya
nyamuk/orang/malam) dilakukan
pengendalian vektor yang sesuai
penularan malaria
>Pengamatan lingkungan disertai juga dengan
pengumpulan informasi mengenai upaya
program pengendalian malaria setempat (IRS,
pembagian kelambu, larvaciding)
2. Penyelidikan Epidemiologi (5)
C. Klasifikasi dan Pemetaan Fokus
Fokus diklasifikasikan menjadi tiga daerah fokus antara lain:
oFokus Aktif
Fokus aktif merupakan daerah reseptif yang masih terdapat
penularan setempat dalam waktu satu tahun berjalan.

oFokus Non Akif


adalah daerah reseptif malaria yang tidak terdapat penularan
dalam tahun berjalan hingga 2 tahun sebelumnya.

oFokus Bebas
Fokus Bebas adalah daerah reseptif yang tidak ada penularan
dalam waktu 3 tahun berturut-turut.
Klasifikasi Fokus
3. Penanggulangan
a. Penyelidikan Fokus

 Pengamatan Daerah Fokus


• Identifikasi populasi berisiko
• Identifikasi vektor (tempat perindukan, spesies,
bionomik, kerentanan terhadap insektisida,
intervensi vektor yang pernah dilakukan)

 Penilaian Intervensi Program


• Penilaian kinerja diagnostik
• Penilaian kinerja tatalaksana
• Penilaian kinerja pengendalian vektor
• Penilaian Kinerja surveilans
B. Pemetaan Fokus
• Kasus Malaria (Indigenous/Impor)
• Klasifikasi Fokus
• Tempat Perindukan Nyamuk
C. Penanggulangan Fokus
1. Fokus Aktif

a. Pemantauan minum obat dan follow up pengobatan pada hari ke 4-7-14-21-28-


(+90 untuk vivax)
b. Jika ditemukan kasus kedua yang berhubungan dengan kasus pertama dilakukan
kunjungan rumah setiap hari selama 1 bulan (2 kali masa inkubasi)
c. Pengendalian vektor dilakukan dengan pembagian kelambu dan pengendalian
vektor lainnya yang sesuai dengan kondisi setempat seperti IRS dan Larvaciding
serta manajemen lingkungan
d. Promosi kesehatan
e. Melakukan analisis kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan oleh lintas
program/sektor terkait sesuai permasalahan penularan malaria di daerah tersebut.
2. Fokus Non-Aktif

a. Pemantauan minum obat dan follow up pengobatan pada hari ke 4-7-14-21-28-


(+90 untuk vivax)
b. Jika ditemukan kasus kedua yang berhubungan dengan kasus pertama dilakukan
kunjungan rumah setiap hari selama 1 bulan (2 kali masa inkubasi)
c. Pengendalian vektor dilakukan dengan pembagian kelambu dan pengendalian
vektor lainnya yang sesuai dengan kondisi setempat seperti IRS dan Larvaciding
serta manajemen lingkungan
d. Promosi kesehatan
e. Melakukan analisis kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan oleh lintas
program/sektor terkait sesuai permasalahan penularan malaria di daerah tersebut.
f. Penguatan Surveilans Migrasi
3. Penanggulangan Daerah
Fokus Bebas
a. Penguatan Diagnostik Malaria
• Pemeriksaan Lab Menggunakan
Mikroskop
• Kemampuan Mikroskopis di fasyankes
minimal level 3.
• Menunjuk petugas uji silang melalui SK
kepala dinas di seluruh kab dan provinsi
• uji silang sediaan darah di laboratorium
rujukan kabupaten, bila hasil
pemeriksaan berbeda (discordence) uji
silang dilanjutkan di laboratorium
rujukan provinsi
b. Penguatan Tatalaksana malaria
dan jejaringnya
• Di wilayah (puskesmas) yang reseptif dan atau
vulnerabel, penemuan penderita secara dini
dilakukan secara Pasive Case Detection (PCD),
Active Case Detection (ACD) dilaksanakan pada
saat situasi khusus

• Perlu adanya penetapan Fasyankes dan Focal


point untuk diagnosis, tatalaksana kasus dan
logistik malaria.

• Perlu adanya hotline penatalaksanaan kasus.

• Audit kematian Malaria


c. Surveilans Vektor di daerah
reseptif
• Pemantauan nyamuk Anopheles (larva dan
ataunyamuk dewasa) secara berkala, minimal 6 bulan
sekali.

• Untuk daerah reseptif dan atau vulnerabel dilakukan


kegiatan pengendalian vektor yang sesuai
D. Penguatan Surveilans Migrasi
• Melakukan pengamatan terus menerus terhadap penduduk dengan
riwayat perjalanan atau sedang melakukan perjalanan baik dari atau ke
daerah endemis malaria

• Kegiatan yang dilakukan meliputi : penemuan kasus secara pasif


maupun aktif, dengan pengambilan dan pemeriksaan sediaan darah
pada pelaku perjalanan, penyuluhan, notifikasi silang, monitoring dan
evaluasi

• Berkoordinasi dengan KKP dalam kegiatan surveilans migrasi di pintu


masuk
 Logistik
 Laporan
 Notifikasi
 Pelatihan
 Surveilans Vektor
E. Penguatan kemandirian masyarakat dalam
mencegah munculnya kasus baru malaria.

• Melaksanakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)


untuk kebersihan lingkungan.
• Mengaktifkan peran keluarga dalam mengenali gejala
malaria dan pencegahannya.
• Mengaktifkan peran Kader/Juru Malaria Desa (JMD)
dalam pengamatan kasus, jentik, tempat perindukan,
migrasi (penduduk yang datang dan pergi) diwilayahnya.
• Mengaktifkan masyarakat terlibat dalam perencanaan dan
pemanfaatan dana desa.
• Penguatan organisasi masyarakat yang terintegrasi untuk
pencegahan penyakit tular vektor (Posmaldes, kelompok
pengajian, poskesdes, pos bindu, dsb)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai