Penyusun:
1. Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
dipahami oleh resipien/penerima pesan akan mengurangi potensi terjadinya kesalahan serta
meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan, tertulis dan
elektronik. Komunikasi yang paling banyak memiliki potensi terjadinya kesalahan adalah
pemberian instruksi secara lisan atau melalui telepon, pelaporan hasil kritis dan saat serah
terima. Latar belakang suara, gangguan, nama obat yang mirip dan istilah yang tidak
umum sering kali menjadi masalah (KepMenKes, 2022). Metode, formulir dan alat bantu
ditetapkan sesuai dengan jenis komunikasi agar dapat dilakukan secara konsisten dan
lengkap.
1) Metode komunikasi saat menerima instruksi melalui telepon adalah:
“menulis/menginput ke komputer - membacakan - konfirmasi kembali” (writedown,
read back, confirmation) kepada pemberi instruksi misalnya kepada DPJP.
Konfirmasi harus dilakukan saat itu juga melalui telepon untuk menanyakan apakah
“yang dibacakan” sudah sesuai dengan instruksi yang diberikan. Sedangkan metode
komunikasi saat melaporkan kondisi pasien kepada DPJP dapat menggunakan
metode misalnya Situation - background - assessment - recommendation (SBAR).
2) Metode komunikasi saat melaporkan nilai kritis pemeriksaan diagnostik melalui
telepon juga dapat dengan: “menulis/menginput ke komputer - membacakan -
konfirmasi kembali” (writedown, read back, confirmation). Hasil kritis didefinisikan
sebagai varian dari rentang normal yang menunjukkan adanya kondisi patofisiologis
yang berisiko tinggi atau mengancam nyawa, yang dianggap gawat atau darurat, dan
mungkin memerlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan nyawa atau
mencegah kejadian yang tidak diinginkan. Hasil kritis dapat dijumpai pada
pemeriksaan pasien rawat jalan maupun rawat inap. Rumah sakit menentukan
mekanisme pelaporan hasil kritis di rawat jalan dan rawat inap. Pemeriksaan
diagnostik mencakup semua pemeriksaan seperti laboratorium, pencitraan/radiologi,
diagnostik jantung juga pada hasil pemeriksaan yang dilakukan di tempat tidur pasien
(point of-care testing (POCT). Pada pasien rawat inap pelaporan hasil kritis dapat
dilaporkan melalui perawat yang akan meneruskan laporan kepada DPJP yang
meminta pemeriksaan. Rentang waktu pelaporan hasil kritis ditentukan kurang dari
30 menit sejak hasil di verifikasi oleh PPA yang berwenang di unit pemeriksaan
penunjang diagnostik.
3) Metode komunikasi saat serah terima distandardisasi pada jenis serah terima yang
sama misalnya serah terima antar ruangan di rawat inap. Untuk jenis serah terima
yang berbeda maka dapat menggunakan metode, formulir dan alat yang berbeda.
Misalnya serah terima dari IGD ke ruang rawat inap dapat berbeda dengan serah
terima dari kamar operasi ke unit intensif.
2. Serah Terima
Serah terima adalah suatu proses serah terima antara staf shift atau antara staf di
daerah klinis yang sama atau berbeda dengan mencatat pesan pesan yang perlu
diinformasikan. Petugas serah terima menyampaikan pesan pesan tersebut kepada petugas
selanjutnya secara lisan sambil menyerahkan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan
kedua belah pihak menandatangani proses serah terima pasien di rekam medis pasien. Jenis
serah terima (handover) di dalam rumah sakit dapat mencakup:
1) antara PPA (misalnya, antar dokter, dari dokter ke perawat, antar perawat, dan
seterusnya);
2) antara unit perawatan yang berbeda di dalam rumah sakit (misalnya saat pasien
dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang perawatan atau dari instalasi
gawat darurat ke ruang operasi); dan
3) dari ruang perawatan pasien ke unit layanan diagnostik seperti radiologi atau
fisioterapi.
Formulir serah terima antara PPA, tidak perlu dimasukkan ke dalam rekam medis.
Namun demikian, rumah sakit harus memastikan bahwa proses serah terima telah
dilakukan. misalnya PPA mencatat serah terima telah dilakukan dan kepada siapa tanggung
jawab pelayanan diserahterimakan, kemudian dapat dibubuhkan tanda tangan, tanggal dan
waktu pencatatan).
Manfaat serah terima yang baik bagi pasien:
● Keamanan terlindungi: penyimpangan dalam serah terima informasi dapat, dan
memang, menyebabkan kesalahan. Hal ini meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
● Lebih sedikit diskontinuitas perawatan: serah terima yang buruk dapat menyebabkan
fragmentasi dan ketidakkonsistenan perawatan.
● Pengurangan pengulangan: pasien tidak suka harus menjawab pertanyaan yang sama
berulang kali. Individu berbeda yang memberikan perawatan akan diterima selama
pengetahuan tim yang ada dipertahankan.
● Meningkatkan kepuasan pelayanan: setiap dokter yang merawat pasien dapat mulai
dari tempat terakhir ditinggalkan. Persepsi pasien tentang profesionalisme ditegaskan
kembali dan ditingkatkan.
4. SBAR
SBAR adalah kerangka teknik komunikasi yang disediakan oleh petugas dalam
menyampaikan kondisi pasien. SBAR merupakan metode terstruktur (Situation
Background Assessment Recommendation) untuk mengkomunikasikan informasi penting
yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang
efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga digunakan secara efektif pada
saat serah terima antar shift atau antar staf di daerah klinis yang sama atau berbeda,
melibatkan semua anggota tim kesehatan atau memberikan masukan kedalam situasi
pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi
antar anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya.
5. TBaK
Model teknik komunikasi TBaK memiliki manfaat yaitu untuk mengurangi insiden
keselamatan pasien. Barenfanger et al (2004) menemukan bahwa perawat membaca
kembali informasi ketika menelepon dokter dapat menurunkan risiko medical error dan
meningkatkan keselamatan pasien. Metode TBaK terdiri dari Tulis (writedown), Baca
ulang (read back), dan Konfirmasi ulang (confirmation) instruksi yang disampaikan
melalui lisan via telepon.
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Komunikasi Efektif
1. Kebijakan Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dilakukan secara akurat, lengkap,
dimengerti, tidak duplikasi, dan tepat kepada penerima informasi untuk mengurangi
kesalahan dan untuk meningkatkan keselamatan pasien. Pada dasarnya, komunikasi
dapat berlangsung secara lisan maupun tulisan, Secara lisan, dapat terjadi secara
langsung (tatap muka/tanpa melalui perantara) dan melalui suatu perantara dengan
media misalnya komunikasi melalui telepon. Pemberian perintah dalam pelayanan
kesehatan dilakukan melalui komunikasi lisan. Komunikasi lisan terdiri atas
komunikasi lisan tatap muka/langsung saat timbang terima (overan shift) perawat
menggunakan SBAR dan komunikasi via telepon pada saat pemberian perintah secara
lisan oleh dokter atau pelaporan hasil pemeriksaaan.
B. Serah Terima
1. Kebijakan Serah Terima
Adapun kebijakan-kebijakan yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan serah terima
adalah:
a. Serah terima dilakukan setiap pergantian jaga antar petugas kesehatan dalam satu
profesi atau pada saat serah terima antar unit pelayanan.
b. Serah terima dilakukan dengan menggunakan komunikasi efektif, informasi yang
disampaikan lengkap, akurat, jelas, mudah dipahami dan tepat waktu.
c. Serah terima untuk dokter dan perawat dan atau serah terima pasien antar ruangan /
antar unit dilakukan teknik SBAR
d. Serah terima antar shift yang dilakukan harus memperhatikan hal-hal berikut
1) Shift harus terkoordinasi
2) Waktu yang diikuti untuk timbang terima adekuat
3) Timbang terima dilakukan dengan kepemimpinan yang jelas
4) Tersedianya dukungan teknologi informasi yang adekuat
Pada saat mendengarkan perintah lisan melalui telepon tersebut, hal yang perlu
dilakukan oleh perawat yang menerima perintah/informasi adalah:
1. Menuliskan perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan
2. Membacakan kembali perintah atau hasil pemeriksaan dan bila keadaan tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau
ICU, pembacaan kembali diperbolehkan untuk tidak dilakukan
3. Mengkonfirmasi bahwa apa yang dituliskan dan dibacakan ulang sudah akurat
dan ditandatangani oleh dokter pemberi pesan/ perintah lisan.
BAB IV
DOKUMENTASI
Komunikasi efektif saat melakukan serah terima maupun komunikasi lisan via telepon
berkaitan dengan pelayanan berbasis keselamatan pasien dan menjadi standar akreditasi di rumah
sakit. Dalam hal ini, komunikasi lisan antar PPA dan pasien/keluarga menjadi hal yang utama
dalam pelayanan yang akan diberikan kepada pasien. Komunikasi secara lisan harus dilakukan
dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dokumen yang berkaitan dengan komunikasi secara lisan via telepon mmaupun serah
terima meliputi:
1) Dokumen Regulasi:
✔ Kebijakan RS tentang Sasaran Keselamatan Pasien
✔ Panduan Komunikasi Efektif
✔ SPO Serah Terima Antar Shift
✔ SPO Komunikasi Lisan Via Telepon
2) Dokumen Implementasi:
✔ Rekam Medis
✔ Form Serah Terima menggunakan SBAR
✔ Form Komunikasi Lisan Via Telepon
PENUTUP
Panduan ini mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari bagi
tenaga medis dan paramedis serta tenaga lainnya yang bertugas di unit terkait sehingga
meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien dapat terwujud. Penyusunan panduan
Komunikasi Efektif ini adalah langkah awal suatu proses yang panjang, sehingga memerlukan
dukungan dan kerjasama berbagai pihak dalam penerapannya untuk mencapai tujuan.
................................................
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2003. WA Health Clinical Handover Policy. Office of Safety & Quality in
Healthcare; Department of Health. Western Australia
Barenfanger J, Sautter RL, Lang DL, Collins SM, Hacek DM, and Peterson LR. Improving
Patient Safety by Repeating (Read-Back) Telephone Reports of Critical Information. American
Journal of Clinical Pathology. 2004; 121(6):801-803.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: KARS;2022.
Sutono, 2015. Dokumen Sasaran Keselamatan Pasien dalam Workshop Keselamatan Pasien dan
Manajemen Resiko Klinis Rumah Sakit. Jakarta