Anda di halaman 1dari 58

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

ANALISIS SIFAT TERMAL KOMPOSIT HDPE MURNI


DAN HDPE DAUR ULANG DENGAN PENGUAT SERAT BAMBU

SKRIPSI

Oleh :
AGUNG PRASETIO
K2515006

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

JULI 2019

commit to user

i
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ANALISIS SIFAT TERMAL KOMPOSIT HDPE MURNI


DAN HDPE DAUR ULANG DENGAN PENGUAT SERAT BAMBU

Oleh :
AGUNG PRASETIO
K2515006

Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Teknik Mesin

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
JULI 2019
commit to user

iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK
Agung Prasetio. “ANALISIS SIFAT TERMAL HDPE MURNI DAN
HDPE DAUR ULANG DENGAN PENGUAT SERAT BAMBU”. Skripsi,
Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Juli 2019.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan sifat termal


(stabilitas termal) komposit HDPE murni dan HDPE daur ulang dengan penguat
serat bambu bagian kulit dan tengah dengan menggunakan metode TGA
(Thermogravimetric Analysis).
Komposit menggunakan bahan HDPE (High Density Polyethylene) dan
HDPE daur ulang sebagai matriks polimer serta serat bambu petung sebagai
penguat. Serat bambu tersebut diolah menjadi partikel dengan ukuran 20 mesh
dan kemudian direndam dengan 5% NaOH selama 2 jam sebelum pembuatan
komposit. Penelitian ini menggunakan komposisi serat bambu 10% dan 90% dari
matriks HDPE. Komposit dibuat menggunakan mesin kempa panas pada suhu
150°C, tekanan 50 bar selama 25 menit. Pengujian TGA dilakukan dengan berat
sampel 15-30 mg, kecepatan pemanasan 10°C/menit dan suhu pemanasan 30-
600°C dengan standar ASTM E1131.
Hasil analisis TGA menunjukkan bahwa komposit dengan matriks HDPE
murni mempunyai stabilitas termal yang lebih tinggi dari pada matriks HDPE
daur ulang. Sedangkan stabilitas termal komposit dengan penguat serat bambu
bagian kulit yang dicampurkan ke dalam matriks HDPE murni lebih tinggi
dibandingkan dengan serat bambu bagian tengah. Stabilitas termal tertinggi adalah
pada komposit matriks HDPE murni penguat serat bambu bagian kulit yaitu
dengan pengurangan berat 5% pada temperatur 301,01oC dan pengurangan berat
10% pada temperatur 336,79oC.

Kata kunci : Sifat Termal, HDPE, HDPE daur ulang, Termogravimetri Analisis

commit to user

vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT
Agung Prasetio. ANALYSIS OF TERMAL PROPERTIES PURE
HDPE AND RECYCLED HDPE COMPOSITE THE BAMBOO FIBER.
Skripsi, Surakarta : Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret
University Surakarta. July 2019.

This study aims to analyze the differences in thermal properties (thermal


stability) of pure HDPE and recycled HDPE composites with the bamboo fiber
from inner and outer layer using the Thermogravimetric Analysis (TGA) method.
Composite using High Density Polyethylene (HDPE) and recycled HDPE
as a polymer matrix and petung bamboo fiber as reinforcement. Those strips were
processed into particles with a size of 20 mesh and then treated with 5% of NaOH
for 2 hours priors to composite fabrication. It used a fixed bamboo loading of 10%
and 90% of HDPE matrix. Composite is made using a hot press machine at
150°C, a pressure of 50 bar for 25 minutes. TGA analysis was performed with
sample weight of 15-30 mg, a heating speed of 10°C/minute and a heating
temperature of 30-600°C with ASTM E1131 standard.
The results of TGA analysis indicated that composites with pure HDPE
matrix had higher thermal stability than recycled HDPE matrix. Whereas the
composite thermal stability with reinforcement of bamboo fiber from outer layer
mixed into the pure HDPE matrix is higher than bamboo fiber from inner layer.
The highest thermal stability is on pure HDPE matrix composites with bamboo
fiber from outer layer with a weight reduction of 5% at a temperature of 301,01oC
and a weight reduction of 10% at a temperature of 336,79oC.

Keywords: Thermal Properties, HDPE, HDPE Recycled, Thermogravimetric


Analysis

commit to user

vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan sholatmu


Sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”
(Al-Baqarah: 153)

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi
kamu mencintai sesuatu padahal ia amat buruk bagi kamu. Allah Maha
mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui”
(Al – Baqarah : 216)

“Barang siapa yang menghendaki dunia wajib atasnya dengan ilmu, barang siapa
mengehendaki akhirat maka wajib atasnya dengan ilmu dan barang siapa yang
menghendaki kedua-duanya maka wajib atasnya dengan ilmu”
(H. R Bukhari)

“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari


betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”
(Thomas Alva Edison)

commit to user

viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT yang memberikan rahmat, hidayah serta
inayah-Nya sehingga diberikan kesehatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Di
halaman ini saya mempersembahkan skripsi ini untuk :
1. Orang tua yang telah memberikan dukungan moral maupun material,
untuk kelancaran pengerjaan skripsi ini. Tanpa do’a yang dipanjatkan
orang tua niscaya skripsi ini tidak akan pernah selesai.
2. Teman-teman Kos Aqoib yang selalu memberikan dukungan, kebahagiaan
dan menjadi keluarga lain saat berada di solo.
3. Teman satu tim skripsi Material Komposit, Ganjar Pramudi, Navira Alya
Astadini dan Ryan Chandra A dan teman-teman satu perjuangan skripsi
yang lain.
4. Seluruh teman-teman Pendidikan Teknik Mesin angkatan 2015 khususnya
dan seluruh keluarga Pendidikan Teknik Mesin UNS.

commit to user

ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “ANALISIS SIFAT TERMAL KOMPOSIT HDPE
MURNI DAN HDPE DAUR LANG DENGAN PENGUAT SERAT
BAMBU”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Teknik Mesin,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Peneliti menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Mardiyana, M.Si, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Dr. Yuyun Estriyanto, S.T., M.T., Kepala Program Studi Pendidikan
Teknik Mesin Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sebelas Maret Surakarta
3. Dr. Indah Widiastuti, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing I yang
selalu memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Budi Harjanto, S.T., M.Eng selaku Dosen Pembimbing II yang selalu
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Budi Harjanto, S.T., M.Eng selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
selalu memberikan arahannya selama perkuliahan.
6. Seluruh teman-teman Pendidikan Teknik Mesin angkatan 2015 yang
selalu memberikan dukungan dalam menyelesaiakn skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan hal ini
antara lain karena keterbatasan peneliti. Meskipun demikian, peneliti berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu.
Surakarta, Juli 2019

commit to user
Penyusun

x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................... ii
HALAMAN PENGAJUAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................. v
HALAMAN ABSTRAK..................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................ x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 5
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 21
B. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 22
C. Prosedur Penelitian ........................................................................ 26
BAB IV PEMBAHASAN
A. Material Komposit ......................................................................... 31
commit to user
B. Pengujian TGA Komposit ............................................................. 32

xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN


A. Simpulan ........................................................................................ 38
B. Implikasi ........................................................................................ 38
C. Saran .............................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 40
LAMPIRAN

commit to user

xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Paticulate Composite ................................................................................... 10
2.2 Laminates Composites ................................................................................. 11
2.3 Hand Lay Up ................................................................................................ 14
2.4 Vacuum Bag ................................................................................................. 15
2.5 Pressure Bag ................................................................................................ 16
2.6 Filament winding ........................................................................................ 17
2.7 Analisis TGA variasi serat lignoselulosa ..................................................... 20
3.1 Cetakan Spesimen ........................................................................................ 22
3.2 Timbangan Digital ....................................................................................... 22
3.3 Mesin Hotpress ............................................................................................ 23
3.4 Oven ............................................................................................................. 23
3.5 Mesin Crusher .............................................................................................. 24
3.6 Mesin Ayakan .............................................................................................. 24
3.7 Diagram Alir Penelitian ............................................................................... 26
3.8 Spesimen Uji TGA ....................................................................................... 29
4.1 Komposit rHDPE-Serat Bambu Kulit (kanan) dan Komposit rHDPE-Serat
Bambu Tengah ............................................................................................. 31
4.2 Komposit HDPE-Serat Bambu Kulit (kanan) dan Komposit HDPE-Serat
Bambu Tengah ............................................................................................. 32
4.3 Grafik TGA Dari 4 Sampel Komposit ......................................................... 33
4.4 Grafik TGA Komposit HDPE-Serat Bambu Kulit ...................................... 34
4.5 Grafik TGA Komposit HDPE-Serat Bambu Tengah ................................... 35
4.6 Grafik TGA Komposit rHDPE-Serat Bambu Kulit ..................................... 35
4.7 Grafik TGA Komposit rHDPE-Serat Bambu Tengah ................................. 35

commit to user

xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Sifat Mekanik Serat Bambu .......................................................................... 9
3.1 Komposisi Komposit..................................................................................... 28
4.1 Stabilitas Termal Komposit dari 4 sampel .................................................... 36

commit to user

xiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan dan pemanfaatan material komposit di era sekarang
semakin bervariasi, seiring dengan meningkatnya kebutuhan material tersebut
yang semakin meluas. Komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang
mempunyai banyak kelebihan seperti ringan, kuat, tahan terhadap korosi,
ekonomis dan sebagainya. Dengan banyaknya pengembangan serat komposit,
untuk mengurangi dampak lingkungan hidup maka serat komposit menggunakan
alternatif serat alami. Penggunaan komposit serat alam lebih diminati karena
disamping biayanya relatif lebih terjangkau juga bersifat ramah lingkungan dan
bahan yang mudah diperbarui. Serat digunakan sebagai elemen penguat yang
sangat menentukan sifat mekanik dari komposit, karena campuran dari bahan
serat tersebut meneruskan beban yang didistribusikan oleh matriks. Dalam
orientasi ukuran, volume campuran bahan, dan bentuk serta material serat yang
sangat mempengarui kekuatan komposit tersebut. Serat alam yang di
kombinasikan dengan resin sebagai matriks akan dapat menghasilkan inovasi
komposit alternatif yang dapat digunakan untuk kebutuhan material industri,
otomotif, maupun kebutuhan rumah tangga (Sukoco, 2018).
Salah satu serat alam yang tersedia banyak di sekitar kita adalah bambu.
Bambu merupakan tanaman sebangsa rumput yang banyak tumbuh di negara kita.
Tanaman ini dapat tumbuh di daerah beriklim panas maupun dingin. Kebanyakan
di daerah pedesaan tanaman bambu dibiarkan tumbuh liar, walaupun tidak
mendapatkan perawatan, bambu dapat tumbuh dengan baik. Sampai saat ini
pemanfaatan bambu sebagai serat alam belum diolah secara besar-besaran oleh
para pengrajin bambu. Serat bambu sangat potensial digunakan sebagai penguat
bahan baru pada komposit. Beberapa keistimewaan pemanfaatan serat bambu
sebagai bahan baru rekayasa antara lain menghasilkan komposit alam yang ramah
lingkungan, harga lebih murah dibandingkan dengan serat sintetik, memiliki berat
commit to user

1
library.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

jenis rendah, memiliki kekuatan spesifik yang tinggi, mudah diperoleh dan
merupakan sumber daya alam yang dapat diolah kembali (Efendi, 2017).
Serat bambu merupakan salah satu jenis dari serat alam yang dapat
dijadikan bahan penguat komposit. Salah satu keunggulan serat alam yaitu elastis,
kuat, bahan baku melimpah, ramah lingkungan dan pembuatannya mengkonsumsi
energi sekitar 70% , yang lebih rendah dibandingkan dengan komposit polimer
serat gelas (Ramdhan, 2017).
Komposit polimer saat ini bersaing dengan komposit matriks logam
maupun keramik. Berbagai pemrosesan komposit terus dilakukan diarahkan ke
sasaran produk yang banyak diminati. Sebagai contoh untuk bahan alternatif atau
bahan pengganti material berbagai produk yang dihasilkan oleh industri,
khususnya industri manufaktur. Selama ini umumnya menggunakan bahan
polimer termoset tetapi karena sifatnya yang tidak bisa terurai dengan alam dan
tidak bisa didaur ulang, maka dengan ini bahan polimer dialihkan memakai HDPE
terutama yang dapat didaur ulang. High density polyethylene (HDPE) yang
dipakai merupakan limbah plastik yang tersedia melimpah dan belum
dimanfaatkan secara optimal, ini merupakan salah satu polimer terbesar yang
diproduksi untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Selain ringan, mudah
dibentuk, cukup keras, tahan goresan dan dapat didaur ulang, tetapi pada proses
pencetakannya perlu membutuhkan panas (Wiyono, Sunaryo & Mubtadi, 2016).
Dalam pembuatan komposit termoplastik dengan serat alam sebagai
pengisi atau penguat dimana prosesnya menggunakan panas maka suhu
pencampuran (blending) menjadi sangat penting. Analisis sifat termal komponen-
komponennya sebelum blending perlu dilakukan karena hasil analisis dapat
berguna untuk menentukan suhu yang dipilih sehingga pada suhu tersebut terjadi
pencampuran tetapi tidak sampai terjadi kerusakan (Sutiani, 2003).
Untuk barang komposit seperti rangka jendela, interior kamar mandi dan
sebagainya, maka sifat termal seperti kestabilan panas dari produk komposit juga
menjadi sangat penting. Misalnya bahan interior kamar mandi harus stabil dengan
adanya uap panas selama digunakan shower. Kestabilan panas dalam sistem
commit to user
komposit yang menggunakan pengisi dari serat alam dan termoplastik sebagai
library.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

matriks ditentukan oleh beberapa faktor yaitu suhu, rasio antar pengisi dan
matriks, dispersi dan ikatan serat dengan matriks. Suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan dekomposisi (Yang, et al., 2005).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji kekuatan dari komposit
polimer dengan penguat serat alam. Pengujian tersebut dilakukan untuk
mengetahui sifat mekanik, sifat dinamik, konduktivitas termal, sifat termal dan
sebagainya. Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto dan Johar (2009) mengenai
komposit polimer dengan penguat serat bambu dan serat gelas dengan fraksi
volume masing-masing yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, 10% dan 12,5% menunjukan
bahwa komposit berpenguat serat bambu maupun berpenguat serat gelas diperoleh
nilai karakteristik yang mendekati ideal pada masing-masing fraksi volume 2,5%,
komposit polimer berpenguat serat bambu pada fraksi volume 2,5% memiliki
karakteristik paling mendekati ideal yakni memiliki kekuatan tarik sebesar 38,57
MPa, modulus elastisitas sebesar 1326,92 MPa dan densitas sebesar 1,203
gram/ml. Pada penelitian tentang komposit resin poliester berpenguat serat bambu
dengan komposisi alumina 0%, 5%, 10%, 15 % dan 20% dengan menggunakan
metode hand lay up menyatakan bahwa sifat mekanik dari komposit seperti
kekuatan tarik dan kekuatan lentur sangat dipengaruhi oleh komposisi serat.
Dalam uji tarik dan uji lentur komposit, terjadi peningkatan kekuatan tarik dan
lentur secara bertahap dari komposit dengan alumina 0% sampai 15%, akan tetapi
kekuatan tarik dan lentur berkurang pada komposit dengan alumina 20%.
Kekuatan tarik dan lentur maksimum terjadi pada komposit dengan alumina 15%
(Reddy et al., 2018). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wang, et al.
(2017) tentang sifat mekanik (kekuatan flexural) komposit HDPE dengan penguat
serat bambu dengan fraksi massa 5, 10, 15, 20, 30, 50, 60 dan 70 wt%
menyatakan bahwa kekuatan flexural maksimum terjadi pada fraksi massa 30
wt% yaitu sebesar 58,99 MPa.
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui sifat termal komposit polimer
serat alam juga sudah mulai dikembangkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Balfas (2012) mengenai komposit polipropillen (PP) dengan filler nanopartikel
commit to user
serat kulit rotan, secara keseluruhan didapatkan bahwa ketahanan termal komposit
library.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

filler nanopartikel serat kulit rotan sebanding filler fiber glass, karena matriks
yang dominan berpengaruh pada ketahanan termal. Sedangkan Hung, et al. (2017)
melakukan penelitian terhadap empat jenis serat lignoselulosa (LFs), yaitu cemara
Cina (Cunninghamia lanceolata), pinus merah Taiwan (Pinus taiwanensis), trema
arang India (Trema orientalis) dan bambu makino (Phyllostachys makinoi) yang
dipilih sebagai filler dan dicampurkan dengan high density polyethylene (HDPE)
untuk memproduksi komposit kayu-plastik (WPC). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pinus merah Taiwan menunjukkan penurunan berat di atas 220°C,
sedangkan suhu penurunan berat cemara Cina sekitar 60°C lebih tinggi, hal ini
menunjukkan sifat termal cemara Cina dengan matriks HDPE lebih stabil. Hasil
ini mengungkapkan bahwa mekanisme dekomposisi termal dari bahan
lignoselulosa sangat berbeda. Pada penelitian yang dilakukan oleh Essabir (2015)
tentang analisis sifat termal komposit HDPE dengan penguat kulit kacang argan
(ANS) sebagai bio filler dengan konsentrasi berbeda, didapatkan hasil bahwa
terjadi perubahan suhu degradasi dengan memasukkan partikel ANS ke dalam
matriks HDPE. Penambahan partikel ke dalam matriks polimer mengurangi
kestabilan termal keseluruhan material.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian tentang komposit HDPE dan
HDPE daur ulang belum banyak ditemui, terutama dalam hal analisis sifat termal.
Padahal ketersediaan serat bambu dan limbah plastik HDPE masih melimpah
namun penggunaannya masih terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
tentang analisis sifat termal komposit HDPE dan HDPE daur ulang dengan
penguat serat bambu.
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Pemanfaatan tanaman bambu sebagai serat alam belum diolah secara optimal.
2. Limbah plastik HDPE yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal.
3. Penelitian tentang analisis sifat termal komposit serat alam masih jarang
dilakukan.

commit to user
library.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

C. Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Serat bambu yang digunakan adalah jenis bambu petung (Dendrocalamus
Asper).
2. Komposit penguat serat bambu dalam bentuk partikel. Perbandingan komposisi
matriks dan serat bambu adalah 90 : 10% wt.
3. Sifat termal yang di ukur adalah stabilitas termal, dimana analisis sifat termal
menggunakan metode TGA (Termogravimetry Analisis).
D. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : bagaimana
perbedaan sifat termal (stabilitas termal) dengan menggunakan metode TGA
(Termogravimetry Analisis) pada komposit HDPE murni dan HDPE daur ulang
dengan penguat serat bambu bagian kulit dan tengah?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : untuk menganalisis perbedaan
sifat termal (stabilitas termal) dengan menggunakan metode TGA
(Termogravimetry Analisis) pada komposit HDPE murni dan HDPE daur ulang
dengan penguat serat bambu bagian kulit dan tengah.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis dapat dipakai untuk mengetahui sifat termal komposit HDPE
murni dan HDPE daur ulang dengan penguat serat bambu.
2. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan dan referensi untuk melakukan penelitian tentang rekayasa
komposit serat alam.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka
1. Komposit Ramah Lingkungan
a. Komposit Serat Alam
Komposit adalah suatu jenis bahan baru yang terdiri dari dua atau
lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu dengan yang
lainnya, baik itu sifat kimia maupun fisiknya dan tetap terpisah dalam hasil
akhir bahan tersebut (Mawardi & Lubis, 2018). Sedangkan menurut Gibson
(1994) material komposit didefinisikan sebagai perpaduan dari bahan yang
dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusun
untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang unik dibandingkan sifat
material dasar sebelum dicampur dan terjadi ikatan permukaan antara
masing-masing material penyusun.
Serat alam sebagai filler komposit polimer mulai banyak digunakan
sebagai pengganti filler sintetis dalam kehidupan sehari-hari mengingat
serat alam ini mempunyai banyak kelebihan dibanding serat buatan.
Kelebihan-kelebihan utama menggunakan serat alam sebagai filler yaitu
densitas rendah, tidak mudah patah, variasi banyak, hemat energi dan murah
(Rowell et al., 1997). Menurut Chandrabakty (2011) terdapat beberapa
alasan menggunakan serat alam sebagai penguat komposit sebagai berikut:
1) Lebih ramah lingkungan dan biodegradable dibandingkan dengan serat
sintetis.
2) Berat jenis serat alam lebih kecil.
3) Memiliki rasio berat-modulus lebih baik dari serat E-glass.
4) Komposit serat alam memiliki daya redam akustik yang lebih tinggi
dibandingkan komposit serat E-glass dan serat karbon.
Disamping kelebihan-kelebihan di atas, komposit serat alam juga
memiliki beberapa kelemahan, Rowell et al. (1997) menyebutkan beberapa
commit to user
kelemahan komposit serat alam yaitu:

6
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

1) Penurunan karena faktor biologi, yaitu adanya organisme yang mungkin


tumbuh dan memakan karbohidrat yang terkandung dalam serat,
sehingga menimbulkan enzim khusus yang akan merusak struktur serat,
dan melepaskan ikatan antara serat dan matriks.
2) Penurunan kualitas karena panas.
3) Penurunan panas karena radiasi ultraviolet, hal ini terjadi karena
penyinaran ultraviolet akan menyebabkan meningkatnya karbohidrat dan
berkurangnya lignin.
4) Kekuatannya masih lebih rendah jika dibanding serat buatan.
Komposit polimer yang diperkuat dengan serat alam memiliki sifat
mekanik yang sebanding dengan komposit polimer yang diperkuat dengan
serat kaca (Sanjay et al., 2017). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keefektifan serat sebagai penguat pada komposit polimer serat alam seperti
rasio ukuran serat, ukuran partikel, bentuk partikel, distribusi ukuran
partikel, luas permukaan partikel, orientasi serat, volume serat, dan
komposisi kimia serat (Pickering, Efendi, & Le, 2016).
b. Penggunaan Plastik Daur Ulang
Bahan plastik sering digunakan sebagai bahan daur ulang untuk
menciptakan bahan baru. Proses daur ulang menjadi populer karena
merupakan prospek yang menjanjikan. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang telah dilakukan Putra, Munaji dan Malyadi (2015) yang menyatakan
bahwa ada banyak alternatif proses daur ulang, salah satunya mengkonversi
sampah plastik menjadi bahan padat. Hal tersebut bisa dilakukan karena
pada dasarnya plastik mudah dibentuk pada temperatur rendah, sehingga
tinggal dikembalikan ke bentuk semula.
Menurut Zamzami (2014) yang menyatakan bahwa salah satu cara
memanfaatkan limbah plastik adalah dengan mendaur ulang menjadi produk
baru antara lain komposit kayu plastik. Plastik mempunyai sifat hidrofobik,
sehingga komposit yang dihasilkan lebih tahan terhadap air dan
kelembaban. Selain itu bahan plastik tidak disukai rayap, sehingga tanpa
commit to user
library.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

perlakuan pengawetan, papan komposit berbahan plastik tidak akan


dimakan rayap, bebas emisi dan ramah lingkungan.
Salah satu jenis plasik yang dapat didaur ulang adalah plastik HDPE.
HDPE (High Density Polyethylene) terbentuk dari gabungan dari banyak
molekul-molekul kecil/monomer yang akan membentuk makro molekul,
maka disebut juga polymer. Polymer terbentuk dari gabungan banyak
molekul yang sama atau mirip jenisnya. Proses pembuatan polymer ini
disebut polimerisasi, yang melibatkan energi panas dan katalisator untuk
memisahkan ikatan dalam suatu molekul agar dapat terjadi ikatan dengan
molekul-molekul lain yang sejenis (Billmeyer, 1994).
Polietilena berdensitas tinggi (High density polyethylene) adalah
polietilena termoplastik yang terbuat dari minyak bumi. HDPE dapat didaur
ulang, dan memiliki nomor 2 pada simbol daur ulang. HDPE memiliki
percabangan yang sangat sedikit, hal ini dikarenakan pemilihan jenis katalis
dalam produksinya (katalis Ziegler-Natta) dan kondisi reaksi karena
percabangan yang sedikit, HDPE memiliki kekuatan dan gaya antar molekul
yang tinggi. HDPE juga lebih keras dan bisa bertahan pada temperatur
tinggi (130oC). HDPE sangat tahan terhadap bahan kimia sehingga memiliki
aplikasi yang luas, diantaranya botol plastik, kantong plastik, pembungkus
kabel, sistem perpipaan gas alam dan pipa air (Wang, Hsu & Zheng, 2009).
c. Serat Bambu Sebagai Pengisi Komposit
Bambu termasuk dalam klasifikasi rumput tinggi yang memiliki
batang seperti kayu. Tanaman ini memiliki struktur batang dengan lubang
pada bagian dalam di sepanjang batangnya. Tunas bambu dapat tumbuh
hingga memiliki panjang 10-30 meter dalam beberapa bulan dengan
diameter sebesar 5 sampai 30 cm pada musim hujan, tergantung dari tipe,
lokasi, dan iklim, laju pertumbuhan tahunan bambu. Dalam 3-4 tahun,
bambu dapat mulai dipanen dengan selektif. Bambu dapat berregenerasi
secara alami, dan merupakan renewable raw materials (Liese, 2015).
Menurut Ria (2009) menyatakan bahwa bambu memliki beberapa
commit to user
kelebihan dan kelemahan, kelebihan bambu antara lain (a) pertumbuhannya
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

cepat, dapat diolah dan ditanam dengan cepat sehingga dapat memberikan
keuntungan secara kontinyu, (b) memiliki sifat mekanis yang baik, (c)
hanya memerlukan alat yang sederhana, dan (d) kulit luar mengadung silikat
yang dapat melindungi bambu. Sedangkan kelemahannya antara lain (a)
keawetan bambu relatif rendah sehingga memerlukan upaya pengawetan,
(b) bentuk bambu yang tidak benar-benar silinder melainkan taper, (c)
sangat rentan terhadap resiko api, dan (d) sulit dalam proses penyambungan.
Sifat mekanik penguat yaitu bambu dijelaskan oleh Ifannossa, Hadi
dan Kusni (2010) dapat dilihat pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1 Sifat Mekanik Serat Bambu
Sifat yang diuji Bambu
Modulus elastisitas 18 GPa
Kuat tarik 150 MPa
Kuat lentur 39 MPa
Kekuatan bending 76 MPa
Massa jenis 300-400 kg/m3

Dari Tabel 2.1 dapat diketahui harga kuat tarik adalah 150 MPa dan
nilai modulus elastisitasnya adalah 18 GPa. Komposit dalam penelitian ini
berasal dari bambu dengan menggunakan matriks polimer.
d. Bentuk Filler dalam Komposit
Berdasarkan bentuk komponen strukturalnya, bentuk-bentuk
komponen utama yang digunakan dalam material komposit dapat dibagi
atas tiga kelas, yaitu: (Gibson, 1994)
1) Komposit Serat (Fibrous Composites)
Komposit serat adalah komposit yang terdiri dari fiber dalam
matriks. Secara alami serat yang panjang mempunyai kekuatan yang
lebih dibanding serat yang berbentuk curah (bulk). Serat panjang
mempunyai struktur yang lebih sempurna karena struktur kristal tersusun
sepanjang sumbu serat dan cacat internal pada serat lebih sedikit daripada
commit to user
material dalam bentuk curah. Kebutuhan akan penempatan serat dan arah
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

serat yang berbeda menjadikan komposit diperkuat serat dibedakan lagi


menjadi beberapa bagian diantaranya: (Gibson, 1994)
a) Continous fiber composite (komposit diperkuat dengan serat kontinyu)
b) Woven fiber composite (komposit diperkuat serat anyaman)
c) Chopped fiber composite (komposit diperkuat serat pendek/acak)
d) Hybrid composite (komposit diperkuat serat kontinyu dan acak)
2) Komposit Partikel (Particulate Composite)
Merupakan komposit yang menggunakan partikel serbuk sebagai
penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya (Gibson,
1994). Skema komposit partikel diperlihatkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Particulate Composite (Gibson, 1994)


3) Komposit Lapis (Laminates Composites)
Merupakan jenis komposit terdiri dari dua lapis atau lebih yang
digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memilki karateristik sifat
sendiri (Gibson, 1994). Skema komposit lapis diperlihatkan pada Gambar
2.2.

Gambar 2.2 Laminates Composites (Gibson, 1994)


e. Matriks Polimer
Matriks berfungsi commit
sebagaito user
material pengikat pada komposit
berpenguat serat yakni, menjaga serat agar tidak terjadi dislokasi atau
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

terdeformasi, meneruskan tegangan antar serat, melindungi serat dari


kelembaban dan bahan kimia. Matriks pada komposit polimer terbagi
menjadi dua jenis yakni, termoplastik dan termoset. Matriks termoset seperti
epoxy, polyester dan vynil ester pada umumnya digunakan sebagai matriks
continuous dan long fibers reinforced composites, karena mudah dalam
proses pembuatannya dan memiliki viskositas rendah. Sedangkan matriks
termoplastik seperti polypropylene, PVC (polyvynil chloride), LDPE (low
density polyethylene), HDPE (high density polyethylene) pada umumnya
digunakan sebagai matriks short fibers reinforced composites dikarenakan
dalam proses pembuatannya menggunakan mesin injection molding.
Namun, perkembangan teknologi komposit sangat pesat, sehingga dapat
dikembangkan continuous fibers composites bermatriks termoplastik
(Mallick, 2007).
PMC adalah salah satu jenis komposit yang menggunakan polimer
sebagai pengikat. Matrik merupakan bagian terbesar dalam komposit. Untuk
memperoleh sifat komposit seperti yang diinginkan maka kita perlu
mempelajari sifat dari matriks yang akan kita pakai. Dengan pengetahuan
akan sifat dari matriks yang akan kita gunakan, maka selanjutnya kita dapat
menentukan material apa yang akan kita tambahkan ke dalam matriks
tersebut. Pada dasarnya matriks meneruskan tegangan yang diberikan pada
partikel pengisi sehingga ketahanan komposit bertambah. Karakteristik
utama suatu material komposit ditentukan oleh matriksnya, namun bahan
pengisi (filler) juga mempunyai peranan yang sangat penting untuk
memperbaiki karakteristik material komposit. Bahan pengisi biasanya
digunakan untuk mengurangi biaya produksi, selain itu filler juga berfungsi
sebagai bahan penguat sehingga nantinya akan diperoleh sifat baru berupa
gabungan sifat unggul dari matriks dan filler yang digunakan bahkan lebih
unggul dari gabungan keduanya (Syarif, 2008).

commit to user
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

2. Perlakuan Serat Bambu


a. Jenis perlakuan fisik dan kimia
Perlakukan fisik dan kimia pada serat bambu dilakukan untuk
mengetahui kemampuan serat bambu sebagai bahan penguat pada komposit.
Pada penelitian yang dilakukan Kosjoko (2017) menunjukkan bahwa
penambahan fraksi volume serat 20%, 30%, 40% dan perlakuan
perendaman 5% NaOH, per 1 liter aquades dapat meningkatkan daya rekat
antar muka antara serat dan matrik. Kekuatan tarik tertinggi pada perlakuan
perendaman 5% NaOH selama 120 menit komposit serat alam bambu
dengan fraksi volume 40% sebesar 44,7 kN/mm2. Sedangkan kekuatan
Bending tertinggi pada komposit serat bambu pada perlakuan perendaman
5% NaOH selama 120 menit dengan fraksi volume 40% sebesar 21,9
kN/mm2.
Dari penelitian lain yang dilakukan oleh Rizqiani (2016) yang
menambahkan asam asetat pada serat bambu, menghasilkan bahwa
penambahan larutan asam asetat pada bambu dapat menurunkan kadar
holoselulosa dan lignin pada bambu. Pada percobaan tersebut kadar
holoselulosa dapat turun hingga pada kadar 79,87% dengan penambahan
asam asetat 5%. Sedangkan pada kadar lignin turun hingga kadar 11,53 %
pada penambahan asam asetat 5%.
b. Pengaruh perlakuan serat bambu terhadap sifat mekanik dan
kemampuan menyerap air
Penelitian tentang material komposit telah banyak dilakukan seperti
penelitian Sesa (2012) pada pembuatan papan semen-gipsum berserat
bambu. Serat bambu yang digunakan berasal dari bambu apus dengan fraksi
volume serat yang digunakan adalah 5% serat dan diameter 0,1-0,5 mm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai densitas, daya serap air, kuat
lentur dan kuat tekan berturut-turut sebesar 1,39 g/cm3; 20,01%; 25,50
kgf/cm2 dan 122,23 kgf/cm2. Hidayat, Ismeddiyanto dan Kurniawan (2016)
juga melakukan penelitian mengenai penambahan serat kulit bambu apus
commit to user
pada beton. Pada variasi 0,6% serat mampu meningkatkan kuat tekan, kuat
library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

tarik belah dan kuat lentur beton sebesar 28,86 MPa; 3,30 MPa dan 5,39
MPa.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yunita dan Mahyudin (2017)
tentang pengaruh persentase serat bambu terhadap sifat fisik dan mekanik
papan beton ringan dihasilkan komposisi optimum serat 2,5% menghasilkan
nilai kuat lentur sebesar 56,25 kgf/cm2, sedangkan nilai kuat tekan bernilai
91 kgf/cm2. Selanjutnya, untuk nilai densitas diperoleh sebesar 1,43 g/cm3,
sedangkan nilai daya serap air, yaitu 16,61% dan nilai porositas sebesar
23,7%. Nilai daya serap air meningkat hingga 19,19% pada persentase serat
1,2% sebagai densitas tertinggi. Hal ini dikarenakan serat bambu
mengandung selulosa sebesar 42,4-53,6%.
3. Proses Pembuatan Komposit
a. Metode Pembuatan Komposit
Menurut Mawardi dan Lubis (2018) secara garis besar metode
pembuatan material komposit terdiri dari atas dua cara, yaitu: a) Proses
Cetakan Terbuka (open mold process), b) Proses Cetakan Tertutup (closed
mold process).
1) Proses Cetakan Terbuka
a) Hand Lay Up
Hand lay up adalah metode yang paling sederhana dan
merupakan proses dengan metode terbuka dari proses fabrikasi
komposit (Gambar 2.3). Adapun proses dari pembuatan dengan
metode ini adalah dengan cara menuangkan resin ke dalam serat
berbentuk anyaman, rajutan atau kain, kemudian memberi tekanan
sekaligus meratakannya menggunakan rol atau kuas. Proses tersebut
dilakukan berulang-ulang hingga ketebalan yang diinginkan tercapai.
Pada proses ini resin langsung berkontak dengan udara dan biasanya
proses pencetakan dilakukan pada temperatur kamar. Kelebihan
penggunaan metode ini: 1) mudah dilakukan, 2) cocok digunakan
untuk komponen yang besar, 3) volumenya rendah. Aplikasi dari
commit to user
pembuatan produk komposit menggunakan hand lay up ini biasanya
library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

digunakan pada material atau komponen yang sangat besar, seperti


pembuatan bodi kapal, bodi kendaraan, bilah turbin angin, bak mandi,
perahu, dan lain-lain (Mawardi & Lubis, 2018: 76).

Gambar 2.3 Hand Lay Up (Mawardi & Lubis, 2018: 77)


b) Vacuum Bag
Proses vacuum bag merupakan penyempurnaan dari hand lay-
up, penggunaan dari proses vakum ini adalah untuk menghilangkan
udara yang terperangkap dan kelebihan resin (Gambar 2.4). Pada
proses ini digunakan pompa vakum untuk menghisap udara yang ada
dalam wadah/tempat dimana komposit akan dilakukan proses
pencetakan. Dengan divakumkan udara dalam wadah maka udara
yang ada di luar penutup plastik akan menekan ke dalam. Hal ini akan
menyebabkan udara yang terperangkap dalam spesimen komposit
dapat diminimalkan. Dibandingkan dengan hand lay-up, metode
vakum memberikan penguatan konsentrasi yang lebih tinggi, adhesi
yang lebih baik antara lapisan, dan kontrol yang lebih terhadap rasio
resin / kaca. Aplikasi dari metoda vacuum bag ini adalah pembuatan
kapal pesiar, komponen mobil balap, perahu, dan lain-lain (Mawardi
& Lubis, 2018: 77).

commit to user
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.4 Vacuum Bag (Mawardi & Lubis, 2018: 78)


c) Pressure Bag
Pressure bag memiliki kesamaan dengan metode vacuum bag,
namun cara ini tidak memakai pompa vakum tetapi menggunakan
udara atau uap bertekanan yang dimasukkan malalui suatu wadah
elastis (Gambar 2.5). Wadah elastis ini yang akan berkontak pada
komposit yang akan dilakukan pemrosesan. Biasanya tekanan yang di
berikan pada proses ini adalah sebesar 30 sampai 50 psi. Aplikasi dari
metoda Pressure bag ini adalah pembuatan tangki,wadah, turbin
angin, vessel (Mawardi & Lubis, 2018: 78).

Gambar 2.5 Pressure Bag (Mawardi & Lubis, 2018: 78)


d) Spray-up
Spray-up merupakan metode cetakan terbuka yang dapat
menghasilkan bagian-bagian yang lebih kompleks dan lebih ekonomis
commit to user
dari hand lay-up. Proses spray-up dilakukan dengan cara
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

penyemprotan serat (fibre) yang telah melewati tempat pemotongan


(chopper). Sementara resin yang telah dicampur dengan katalis juga
disemprotkan secara bersamaan. Wadah tempat pencetakan spray-up
telah disiapkan sebelumnya. Proses selanjutnya adalah dengan
membiarkannya mengeras pada kondisi atsmosfer standar. Teknologi
ini menghasilkan struktur kekuatan yang rendah, yang biasanya tidak
termasuk pada produk akhir. Spray-up ini juga digunakan secara
terbatas untuk mendapatkan fiberglass splash dari alat transfer.
Aplikasi penggunaan dari proses ini adalah panel-panel, bodi karavan,
bak mandi, sampan (Mawardi & Lubis, 2018: 79).
e) Filament Winding
Fiber tipe roving atau single strand dilewatkan melalui wadah
yang berisi resin, kemudian fiber tersebut akan diputar sekeliling
mandrel yang sedang bergerak dua arah, arah radial dan arah
tangensial (Gambar 2.6). Proses ini dilakukan berulang, sehingga cara
ini didapatkan lapisan serat dan sesuai dengan yang diinginkan.
Bagian yang paling sering dibuat oleh metode ini adalah pipa silinder,
drive shaft, tangki air, tangki tekanan bola dan tiang-tiang kapal pesiar
(Mawardi & Lubis, 2018: 80).

Gambar 2.6 Filament winding (Mawardi & Lubis, 2018: 80)


2) Proses Cetakan Tertutup
a) Proses Cetakan Tekan (compression molding)
Proses cetakan ini menggunakan hydraulic sebagai
commit to user
penekannya. Serat yang telah dicampur dengan resin dimasukkan ke
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

dalam rongga cetakan, kemudian dilakukan penekanan dan


pemanasan. Aplikasi dari proses compression molding ini adalah alat
rumah, kontainer besar, alat listrik, kerangka sepeda dan jet ski
(Mawardi & Lubis, 2018: 81).
b) Injection Molding
Metode injection molding juga dikenal sebagai reaksi
pencetakan cairan atau pelapisan tekanan tinggi. Fiber dan resin
dimasukkan ke dalam rongga cetakan bagian atas, kondisi temperatur
dijaga supaya tetap dapat mencairkan resin. Resin cair beserta fiber
akan mengalir ke bagian bawah, kemudian injeksi dilakukan oleh
mandrel ke arah nozel menuju cetakan (Mawardi & Lubis, 2018: 81).
c) Continuous Pultrusion
Fiber jenis roving dilewatkan melalui wadah berisi resin,
kemudian secara kontinyu dituangkan ke cetakan dan diawetkan
(cure), kemudian dilakukan pengerolan sesuai dengan dimensi yang
diinginkan atau juga bisa disebut sebagai penarikan serat dari suatu
jaring atau creel melalui bak resin, kemudian dilewatkan pada cetakan
yang telah dipanaskan. Fungsi dari cetakan tersebut ialah mengontrol
kandungan resin, melengkapi pengisian serat, dan mengeraskan bahan
menjadi bentuk akhir setelah melewati cetakan (Mawardi & Lubis,
2018: 82).
b. Karakteristik Proses Pembuatan Komposit
Menurut Febrianto (2011) Vacuum Assited Resin Infusion
merupakan metode pembuatan material komposit dengan aplikasi tekanan
rendah untuk mengatur jalannya resin menjadi laminer. Material yang
menjadi matriks diletakan disebuah cetakan kemudian dilakukan vakum
untuk menarik resin masuk dan mengalir ke dalam matriks. Setelah matriks
teraliri resin, maka tabung vakum akan menghisap sisa resin yang tertinggal,
sehingga tebalnya sama. Metode Vacuum Assited Resin infusion ada 2 jenis,
metode Surface Infusion dan metode Interlaminar Infusion. Pada Surface
commit to user
Infusion, resin di alirkan melewati permukaan lamina, dengan kerugian
library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

terbesar pada biaya pengoperasian mesin dan kompleksitas yang meningkat


jika aplikasi ini digunakan pada skala besar. Sedang pada metode
Interlaminar Infusioni, resin dialirkan di antara lamina, sehingga ketebalan
resin tetap terjaga pada ruang antar lamina dan aliran resin lebih cepat
karena melewati ruang yang sama rata. Oleh sebab itu, metode ini memiliki
keuntungan yang besar jika diaplikasikan pada skala besar.
Menurut Nyior dan Mgbeahuru (2018) bahan komposit yang
diproses dengan menggunakan metode compression moulding menghasilkan
sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan dengan komposit yang
diproduksi dengan metode hand lay-up. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kekuatan tarik dan modulus Young dari sampel yang dihasilkan oleh
metode compression moulding masing-masing meningkat sebesar 77% dan
47% (pada komposisi serat yang optimal) dibandingkan dengan metode
hand lay-up. Hasil lain juga menunjukkan bahwa kekuatan impak dari
komposit dengan metode compression moulding lebih besar yaitu 11,5
kJ/m2 dibandingkan metode hand lay-up yang mempnyai kekuatan impak 7
kJ / m2.
Proses pembuatan komposit dapat dilakukan dengan proses
pressured sintering. Pressured sintering adalah suatu metode yang
mengaplikasikan proses kompaksi dan sintering. Penelitian tentang
komposit HDPE-sampah organik dengan variasi suhu sintering HDPE
menghasilkan bahwa peningkatan waktu sintering dari 5 menit sampai
dengan 20 menit akan meningkatkan ikatan antar partikel serbuk. Semakin
meningkatnya ikatan antar partikel serbuk maka akan meningkatkan
kekuatan bending, kekuatan impak dan kekuatan geser tekan berturut-turut
sebesar 61,50%; 109,43% dan 80,84% (Ibnuwibowo, 2012).
4. Pengujian Sifat Termal Komposit
Sifat termal suatu bahan merupakan salah satu sifat yang cukup penting,
untuk diketahui agar bahan dapat dimanfaatkan secara optimal. Untuk
mengetahui sifat termal suatu bahan diperlukan suatu metode pengukuran yang
commit to user
disebut analisis termal. TGA merupakan pengukuran perubahan berat suatu
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

bahan sebagai fungsi waktu. Hasil analisis berupa rekaman diagram yang
kontinu dimana reaksi dekomposisi. Berat suatu bahan yang dibutuhkan saat
dianalisis beberapa milligram, yang dipanaskan pada laju konstan
(Rahmayanti, 2016).
Pada umumnya ada dua metode pemanasan sampel yang digunakan
untuk mengetahui sifat termal material. Dengan metode termogravimetri
isotermal (statis), sampel akan dipanaskan pada suhu konstan. Sedangkan
metode termogravimetri un-isotermal (dinamis), perubahan berat sampel akan
diamati seiring dengan perubahan waktu dan suhu. Suhu atau temperatur akan
meningkat pada kecepatan yang hampir sama dan mewakili kecepatan
pemanasan (°C.min-1). Kurva analisis termogravimetri (TGA) menunjukkan
hubungan penurunan berat terhadap suhu. Analisis termal memungkinkan
pemantauan reaksi, kecepatan degradasi, penurunan berat sampel, perubahan
suhu degradasi, perubahan eksotermik dan endotermik (Markova et al., 2018).
Analisis termogravimetri (TGA) sering digunakan untuk mempelajari
stabilitas dan degradasi polimer. Dalam TGA, massa sampel dipantau secara
terus-menerus sementara sampel diletakkan dalam keadaan atmosfer yang
terkendali dengan suhu terprogram pada tingkat pemanasan yang konstan.
Kehilangan massa pada awal pemanasan, biasanya disebut sebagai awal
degradasi. Degradasi polimer adalah proses kompleks yang mungkin
melibatkan kombinasi dari depolimerisasi dan mekanisme lainnya. Pemanasan
secara konstan TGA berguna untuk mengidentifikasi dan mengukur komponen
dalam sampel, akan tetapi hal itu tidak mungkin terjadi ketika dekomposisi
komponen terjadi secara bersamaan (Artiaga et al., 2002).
Sebagian besar material mengalami perubahan fisika dan kimia ketika
panas diberikan kepada material tersebut, dan dalam hal ini biasanya
merupakan perubahan yang tidak diinginkan terhadap sifat dari material
tersebut. Terdapat dua perbedaan dalam perubahan ini, yaitu dekomposisi
termal dan degradasi termal. Dekomposisi termal merupakan proses perubahan
struktur kimia yang disebabkan oleh termal. Sedangkan degradasi termal
commit to user
merupakan proses dimana panas menyebabkan kenaikan temperatur dari suatu
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

material, yang menyebabkan kehilangan atau perubahan sifat fisik, mekaik,


atau elektrik (Beyler & Hirschler, 2002).
Pada penelitian yang dilakukan Hung et al. (2017) Analisis TGA
digunakan untuk mengetahui perilaku dekomposisi termal dari empat jenis
bahan lignoselulosa. Empat jenis serat lignoselulosa (LFs) yaitu cemara Cina
(Cunninghamia lanceolata), pinus merah Taiwan (Pinus taiwanensis), trema
arang India (Trema orientalis) dan bambu makino (Phyllostachys makinoi),
dipilih dan dimasukkan ke dalam high-density polyethylene (HDPE) untuk
memproduksi komposit kayu-plastik (WPC) dengan metode Flat Platen
Pressing.

Gambar 2.7 Analisis TGA variasi serat lignoselulosa (Hung et al., 2017)
Pada Gambar 2.7 menunjukkan kurva TGA dari bahan lignoselulosa
pada laju pemanasan 20°C /menit. Diantara material, pinus merah Taiwan
menunjukkan penurunan berat yang jelas di atas 220°C, sedangkan suhu
penurunan berat cemara Cina sekitar 60°C lebih tinggi, menunjukkan sifat
termal lebih stabil. Hasil ini mengungkapkan bahwa mekanisme dekomposisi
termal dari bahan lignoselulosa sangat berbeda.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu:
a. Laboratorium Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas
Kegurunan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta
sebagai tempat pembuatan spesimen komposit.
b. Laboratorium Terpadu FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk
pengujian sifat termal spesimen komposit menggunakan metode TGA
(Termogravimetric Analisis).
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama 8 bulan, yaitu mulai
Desember 2018 sampai Juli 2019 yang terbagi dalam tiga tahap yaitu tahap
awal, tahap eksperimen dan tahap akhir dengan rincian sebagai berikut:
a. Tahap Awal
Tahap awal dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Desember 2018
sampai bulan Februari 2019 dengan kegiatan pengajuan judul, penyusunan
proposal dan seminar proposal.
b. Tahap Eksperimen
Tahap eksperimen dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Maret
2019 sampai bulan Mei 2019 dengan kegiatan pelaksanaan penelitian dan
analisis data.
c. Tahap Akhir
Tahap akhir dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Juni 2019
sampai bulan Juli 2019 dengan kegiatan penyusunan laporan skripsi, ujian
skripsi dan revisi laporan skripsi.

commit to user

21
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

B. Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat Penelitian
a. Cetakan Spesimen
Cetakan spesimen terbuat dari besi yang digunakan dalam proses
pembuatan komposit untuk mendapatkan bentuk dan dimensi yang sesuai
keinginan. Cetakan yang digunakan memiliki ukuran panjang 30 cm, lebar
18 cm, dan tinggi 4 cm. Cetakan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar
3.1.

Gambar 3.1 Cetakan Spesimen


b. Timbangan Digital
Timbangan digital berfungsi untuk mengukur massa serat bambu,
serbuk HDPE dan rHDPE yang akan digunakan. Timbangan digital
berkapasitas 200 gram dengan ketelitian 0,001 gram. Timbangan digital
yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Timbangan Digital


commit to user
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

c. Jangka Sorong
Jangka sorong merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur
dimensi spesimen uji.
d. Mesin Hotpress
Pencetakan spesimen memakai mesin hotpress seperti pada gambar
3.3 yang dilengkapi dengan kontrol temperatur dan tekanan. Kapasitas
mesin ini adalah 10 ton, temperature maksimal 200 oC, dan tekanan
maksimal 350 kg/cm2.

Gambar 3.3 Mesin Hotpress


e. Oven
Oven pada gambar 3.4 digunakan untuk mempercepat proses
pengeringan pada serat bambu.

Gambar 3.4 Oven

commit to user
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

f. Mesin Crusher
Mesin Crusher pada gambar 3.5 digunakan untuk menghaluskan
HDPE, rHDPE dan serat bambu menjadi ukuran yang lebih kecil dan relatif
seragam.

Gambar 3.5 Mesin Crusher


g. Mesin Ayakan
Mesin Ayakan pada gambar 3.6 digunakan agar ukuran cacahan
HDPE dan rHDPE homogen menjadi 20 mesh.

Gambar 3.6 Mesin Ayakan


h. Mesin Uji TGA
Mesin uji TGA yang digunakan adalah mesin uji yang digunakan
untuk mengetahui sifat termal komposit. Standar pengujian yang dipakai
adalah ASTM E1131. Pengujian dilakukan di Laboratorium Terpadu
FMIPA Universitas Sebelas Maret.
commit to user
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

2. Bahan Penelitian
a. HDPE
Bahan HDPE murni pada gambar 3.7 digunakan sebagai matriks
dalam pembuatan komposit yang didapatkan dalam bentuk biji plastik.

Gamba 3.8 HDPE Murni


b. HDPE daur ulang
Bahan HDPE daur ulang pada gambar 3.8 digunakan sebagai
matriks dalam pembuatan komposit. HDPE daur ulang diperoleh dalam
bentuk serpihan/ cacahan.

Gambar HDPE Daur Ulang


c. Serat Bambu
Serat bambu pada gambar 3.9 digunakan sebagai penguat yang
dipakai dalam pembuatan benda uji komposit adalah serat bambu petung.

commit to user
Gambar 3.9 Serat Bambu
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

d. Larutan NaOH
Larutan natrium hidroksida (NaOH) digunakan untuk
menghilangkan lignin yang terkandung dalam bambu. NaOH yang
digunakan yaitu 5% NaOH berbanding dengan volume air yang digunakan.
NaoH dapat dilihat pada gambar 3.10.

Gambar 3.10 NaOH


e. Wax
Wax pada gambar 3.11 digunakan untuk melumasi cetakan komposit
agar komposit tidak menempel pada cetakan.
a

Gambar 3.11 Wax


C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Persiapan
Untuk dapat melaksanakan pengujian, terlebih dahulu dilakukan
persiapan alat dan bahan. Tahap persiapan penting untuk dilakukan, karena
dapat mempengaruhi hasil pengujian dan dapat mempengaruhi hasil dari
analisa dan pembahasan yang kita lakukan.
2. Tahap Eksperimen dan Pengumpulan Data
Tahap eksperimen dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan
commit to user
diagram alir sebagaimana pada gambar 3.12 berikut:
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

Mulai

Studi Lapangan dan Studi Pustaka

Persiapan Alat dan Bahan

Perlakuan Awal HDPE


Perlakuan Serat Bambu
dan rHDPE
Direndam NaOH 5%

Pencampuran Bahan Spesimen komposisi 90 : 10


1. HDPE serat bambu (kulit)
2. HDPE serat bambu (tengah)
3. rHDPE serat bambu (kulit)
4. rHDPE serat bambu (tengah)

Pembuatan Komposit

Pengujian TGA (Termogravimetry Analisis)

Analisis Pengolahan Data

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.12 Diagram Alir Penelitian


commit to user
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

Adapun langkah-langkah eksperimen sebagai berikut:


a. Tahap Pembuatan Spesimen
1) Penyiapan Matriks HDPE dan HDPE Daur Ulang
HDPE murni dalam bentuk biji plastik. Sedangkan HDPE daur
ulang yang digunakan dalam bentuk serpihan. Langkah pertama adalah
melakukan penyortiran agar rHDPE terpisah dari pengotor lalu dicuci
agar kondisi rHDPE semakin bersih. Setelah proses pencucian maka
dilakukan proses pengeringan dengan cara dijemur di bawah sinar
matahari langsung. Bahan rHDPE yang sudah bersih dan kering
kemudian digiling dengan mesin crusher agar berbentuk butiran dan
kemudian diayak dengan ukuran mesh 20.
2) Penyiapan Serat Bambu
Bambu yang digunakan adalah jenis bambu petung
(Dendrocalamus Asper) yang berusia sekitar 3-4 tahun. Bambu dipotong
sepanjang 30 cm dengan gergaji. Bagian bambu yang diambil adalah
kulit bambu dan bagian tengah. Setelah dipotong, bambu dipukul-pukul
hingga hancur dan serat terpisah dengan ligninnya secara makro satu
sama lain. Serat bambu yang telah dipukul-pukul direndam dengan
larutan NaOH 5% selama 2 jam untuk mengurangi kandungan ligninnya,
sehingga serat dapat dengan mudah dipisahkan satu dengan yang lain.
Serat dicuci bersih dengan air, lalu dikeringkan (Heazer, 2016). Proses
pengeringan dengan menggunakan oven suhu 60°C dalan waktu 12 jam.
(Zhang et al., 2018). Setelah kering serat bambu dihluskan menggunakan
mesin crusher, kemudian dilakukan proses pengayakan menggunakan
ayakan ukuran mesh 20.
3) Komposisi Komposit
Perbandingan komposisi antara matriks dan serat bambu yaitu
90% : 10%. Spesimen yang akan dibuat berjumlah 4 buah dengan
matriks berupa HDPE dan HDPE daur ulang dengan penguat serat
bambu yang diambil bagian kulit dan tengah bambu. Adapun komposisi
commit to user
dalam pembuatan komposit dapat dilihat pada tabel 3.1.
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

Tabel 3.1 Komposisi Komposit


Komposisi Spesimen
No Serat bambu serat bambu
HDPE rHDPE
(kulit) (tengah)
1 90% - 10% -
2 90% 10%
3 - 90% 10% -
4 - 90% - 10%

4) Pembuatan Komposit
Langkah awal pembuatan spesimen dengan menimbang bahan
matriks dan serat bambu sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan.
Lapisi cetakan dan plastik astralon dengan menggunakan wax agar hasil
cetakan tidak menempel pada permukaan cetakan. Bahan komposit tadi
dimasukkan ke dalam cetakan dan disusun secara merata sehingga
membentuk lapisan matriks dan serat bambu. Masukkan cetakan ke
dalam mesin hotpress dan diatur pada tekanan 50 bar, temperatur 150 °C
dengan waktu penahanan 25 menit. Setelah itu, matikan mesin hotpress
dan biarkan proses pendinginan sampai pada suhu ruangan. Setelah
proses pendinginan selesai, keluarkan hasil cetakan (Purnama, 2016).
b. Tahap Pengujian Komposit
Setelah spesimen komposit selesai dibuat, maka dilakukan pengujian
TGA (Termogravimetry Analisis). Sifat termal yang akan diukur yaitu
stabilitas termal. Pengujian TGA bertujuan untuk menganalisa perubahan
secara fisik dan kimia pada material dengan cara memaksa terjadinya reaksi
dengan penggunaan panas. Spesimen uji akan dipanaskan secara bertahap dan
diukur seberapa banyak perubahan massanya seiring dengan pertambahan
temperatur.
Spesimen uji komposit mempunyai berat 15-30 mg. Pengujian
commit to user
dilakukan pada suhu terprogram yaitu 30°C-600°C dengan kecepatan
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

pemanasan 10°C/menit. Pengujian TGA ini dilakukan berdasarkan standard


ASTM E1131.
3. Analisis data
Penulis menggunakan teknik analisis data berupa analisis deskriptif
kuantitatif, yaitu dengan mengamati secara langsung keadaan penelitian dan
hasil pengujian spesimen. Analisis sifat termal (stabilitas termal) dengan
pengujian TGA (Termogravimetry Analisis) menghasilkan data berupa grafik
uji TGA dan data mentah pengujian. Setelah data didapat dari hasil
eksperimen, kemudian data dapat dianalisis perbedaan sifat termal (stabilitas
termal) dari 4 spesimen komposit yang diujikan dan dapat ditarik
kesimpulannya.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Material Komposit
Pada penelitian ini akan menjelaskan sifat termal (stabilitas termal)
komposit HDPE murni dan HDPE daur ulang dengan penguat serat bambu.
Komposit dibuat dengan menggunakan HDPE murni dan HDPE daur ulang
dengan penguat serat bambu petung dengan ukuran 20 mesh karena menghasilkan
ukuran yang lebih homogen dibandingkan ukuran yang masih dalam bentuk
cacahan.
Untuk menghasilkan komposit dengan ketebalan 3 mm, diperlukan massa
total antara matriks (HDPE atau rHDPE) dan penguat (serat bambu) yaitu 50 gram
dengan perbandingan matriks dan penguat 90:10 untuk masing-masing spesimen
komposit. Susunan komposit dibuat secara lapisan karena dalam percobaan
menghasilkan kekuatan yang lebih baik dibandingkan susunan yang lain.
Pencetakan komposit dilakukan dengan menggunakan mesin hotpress pada
tempetatur 150°C, tekanan 50 bar dan waktu penahanan 25 menit. Kondisi ini
dipilih karena dalam percobaan menghasilkan komposit yang lebih baik secara
visual maupun kekuatannya. Spesimen uji TGA yang terdiri dari 4 spesimen
komposit ditunjukkan pada gambar 4.1 dan 4.2.

Gambar 4.1 Komposit rHDPE-Serat Bambu Kulit (kanan) dan


Komposit rHDPE-Serat Bambu Tengah
commit to user

31
library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

Gambar 4.2 Komposit HDPE-Serat Bambu Kulit (kanan) dan


Komposit HDPE-Serat Bambu Tengah

B. Analisis TGA Komposit


Tantangan dalam pemanfaatan serat alam sebagai penguat dalam komposit
polimer adalah stabilitas panasmya yang rendah, dimana proses manufaktur
polimer umumnya sangat terkait dengan perlakuan panas seperti ekstruksi,
thermofoming dan injection moulding. Sehingga stabilitas serat alam menjadi
prasyarat mutlak untuk aplikasi dari serat alam dalam polimer komposit.
Pada pengujian TGA (termogravimetri analisis) ini dilakukan untuk
mengetahui sifat termal terutama stabilitas termal dari spesimen komposit. Laju
temperatur pemanasan 10o/menit dimulai dari temperatur 30oC sampai 600oC
(Hung et al, 2017). Spesimen komposit memiliki ukuran berat 15-30 mg. Analisis
TGA (termogravimetri analisis) berdasarkan standard ASTM E1131.
Hasil pengujian TGA pada 4 sampel yaitu HDPE-Serat Bambu Kulit,
HDPE-Serat Bambu Tengah, rHDPE-serat bambu kulit dan rHDPE-serat bambu
tengah dapat dilihat pada gambar 4.3. Pada Gambar 4.3 menunjukkan weight loss
dari komposit pada range temperatur 30-600oC.

commit to user
library.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Gambar 4.3 Grafik TGA Dari 4 Sampel Komposit


Terdapat 3 region temperatur yaitu temperatur dibawah 250°C, 250-
475°C, dan diatas 475°C. Pada region temperatur dibawah 250 oC % weight loss
untuk komposit relatif lebih stabil. Sedangkan pada region temperatur dengan
range 250-475oC menunjukan perbedaan % weight loss yang berbeda-beda, pada
komposit HDPE-serat bambu tengah menunjukkan % weight loss yang mencapai
12,26% pada temperatur 475°C. Sedangkan komposit lainnya pada temperatur
yang sama yaitu komposit HDPE-serat bambu kulit memiliki % weight loss
sebesar 18.67%, komposit HDPE-serat bambu tengah memiliki % weight loss
sebesar 18,35%, dan komposit rHDPE-serat bambu kulit memiliki % weight loss
sebesar 13,11%.
Pada region temperatur diatas 475°C pengurangan massa pada komposit
HDPE dan rHDPE penguat serat bambu terus berlanjut, dengan adanya
penambahan serat bambu menunjukkan adanya massa sisa atau residu dari serat
bambu. Hal ini dikarenakan decomposition dari serat bambu lebih sulit
dibandingkan dengan HDPE yang menyebabkan pengurangan massa sampai
temperatur 500°C bahkan sampai 700°C (Zakikhani et al, 2016).

commit to user
library.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

Penyusutan massa pada polimer terjadi oleh karena lepasnya atom-atom


hidrogen dari ikatan hidrokarbon polimer. Terlepasnya atom hidrogen ini
disebabkan dari energi input yang berasal dari panas. Terlepasnya hidrogen dari
ikatan hidrokarbon akan semakin meningkat dengan kenaikan temperatur
sehingga massa polimer semakin lama akan semakin berkurang (Beyler &
Hirschler, 2002).
Dengan mengetahui penyusutan massa terhadap temperatur, dapat
diketahui performa material komposit HDPE danrHDPE dengan penguat serat
bambu. Perbedaan komposisi serat memberikan perbedaan ketahanan komposit
terhadap temperatur. Komposit HDPE-serat bambu kulit terjadi penurunan berat
secara terus menerus sampai pada temperatur 300°C. Temperatur tersebut
merupakan suhu awal terjadinya dekomposisi termal pada komposit. Sedangkan
pada komposit HDPE-serat bambu tengah mengalami penurunan berat sampai
pada temperatur 288°C. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.4 dan 4.5.
Sedangkan pada gambar 4.6 dan 4.7, komposit rHDPE-serat bambu kulit dan
rHDPE-serat bambu tengah, berturut-turut terjadi penurunan berat yaitu sampai
pada temperatur 263°C dan 276° C.

Gambar 4.4 Grafik TGA Komposit HDPE-Serat Bambu Kulit

commit to user
library.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Gambar 4.5 Grafik TGA Komposit HDPE-Serat Bambu Tengah

Gambar 4.6 Grafik TGA Komposit rHDPE-Serat Bambu Kulit

commit to user
Gambar 4.7 Grafik TGA Komposit rHDPE-Serat Bambu Tengah
library.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

Tabel 4.1 menunjukkan stabilitas termal komposit HDPE dan HDPE daur
ulang dengan penguat serat bambu dengan kehilangan berat 5% dan 10%. Pada
spesimen komposit HDPE-serat bambu kulit mengalami pengurangan berat 5%
pada temperatur 301,01oC dan 10% berat pada temperatur 336,79oC. Sedangkan
pada spesimen komposit HDPE-serat bambu tengah mengalami penguranan berat
5% pada temperatur 288,43oC dan 10% pada temperatur 323,17oC. Temperatur
pengurangan berat 5% spesimen komposit rHDPE-serat bambu kulit adalah pada
263,23oC dan temperatur pengurangan berat 10%nya pada 293,50oC. Spesimen
komposit rHDPE-serat bambu tengah mengalami pengurangann berat 5% pada
275,86oC dan 10% pada 310,61oC.
Tabel 4.1 Stabilitas Termal Komposit dari 4 sampel
Stabilitas Termal
Spesimen Temperatur Temperatur
Komposit Kehilangan Berat Kehilangan Berat
5% (°C) 10% (°C)
HDPE-Bambu Kulit 301,01 336,79
HDPE-Bambu Tengah 288,12 323,17
rHDPE-Bambu Kulit 263,23 293,50
rHDPE-Bambu tengah 275,86 310,61

Stabilitas termal dapat ditentukan sebagai temperatur yang mengakibatkan


penurunan berat sebesar prensentase tertentu. Suatu stabilitas termal dikatakan
tinggi apabila pengurangan berat terjadi pada temperatur yang lebih tinggi.
Stabilitas termal dari polimer dipengaruhi oleh 5% atau 10% pengurangan berat
awal. Semakin tinggi temperatur yang dibutuhkan untuk menghasilkan 5% atau
10% pengurangan berat, semakin stabil jenis polimer tersebut (Zhang, Li & Yang,
2011). Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa temperatur pengurangan
berat 5% dan 10% yang paling tinggi yaitu pada komposit HDPE-bambu kulit,
sehingga komposit HDPE-serat bambu kulit memiliki stabilitas termal terbaik dari
4 sampel yang di uji TGA.
commit to user
library.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Pada penelitian yang dilakukan oleh Wirawan, et al. (2012) tentang


komposit HDPE dengan penguat serat eceng gondok menyatakan bahwa stabilitas
termal tertinggi terdapat pada komposit HDPE dengan serat eceng gondok 10%,
dimana terjadi pengurangan berat 10% pada temperatur 278oC. Sedangkan
stabilitas termal pada komposit dengan matriks resin epoxy yang diperkuat
dengan serat kaca atau woven glass fiber terjadi pada temperature 350oC
(Rahman, Rangari & Jeelani, 2015). Berdasarkan penelitian tersebut, dapat
diketahui bahwa komposit HDPE dengan penguat serat bambu memiliki stabilitas
termal yang lebih baik dari pada komposit HDPE dengan serat eceng gondok akan
tetapi memiliki stabilitas termal lebih rendah dari komposit resin epoxy yang
diperkuat serat kaca.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan analisis data
penelitian, maka dapat diterik kesimpulan sebagai berikut: menurut hasil
pengujiaan TGA (Termogravimetri Analisis), komposit dengan matriks HDPE
murni mempunyai stabilitas termal yang lebih tinggi dari pada matriks HDPE
daur ulang. Sedangkan stabilitas termal pada komposit dengan penguat serat
bambu bagian kulit yang dicampurkan ke dalam matriks HDPE murni lebih tinggi
dibandingkan dengan serat bambu bagian tengah, tetapi saat dicampurkan dengan
HDPE daur ulang, serat bambu bagian kulit mempunyai stabilitas termal yang
lebih rendah dibandingkan dengan serat bambu bagian tengah.
Stabilitas termal tertinggi terjadi pada komposit matriks HDPE murni
penguat serat bambu bagian kulit yaitu dengan pengurangan berat 5% pada
temperatur 301.01oC dan pengurangan berat 10% pada temperatur 336.79oC.
Sedangkan stabilitas termal terendah terjadi pada komposit matriks HDPE daur
ulang penguat serat bambu bagian kulit dengan pengurangan berat 5% pada
temperatur 263.23oC dan pengurangan berat 10% pada temperatur 293.50oC.
B. Implikasi
Berikut ini merupakan implikasi yang dapat dijabarkan dari hasil penelitian
yang telah dilakukan. Hasil pembahasan memberikan informasi mengenai sifat
termal dari komposit HDPE murni dan HDPE daur ulang dengan penguat serat
bambu. Sifat termal komposit (stabilitas termal) dengan matriks HDPE murni
lebih baik dibandingkan dengan matriks rHDPE. Stabilitas termal dikatakan tinggi
apabila penurunan berat pada material terjadi pada temperatur yang tinggi.
Semakin tinggi temperatur pada saat penurunan berat, menunjukan stabilitas
termal material semakin baik.

commit to user

38
library.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

C. Saran
Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan pada peneliti selanjutnya sebagai berikut:
1. Hendaknya peneliti perlu menambah variabel dengan menggunakan variasi
massa serat bambu untuk mengetahui perubahan stabilitas termal komposit.
2. Perlu mencoba menggunakan pengujian yang serupa dengan bahan komposit
lain untuk mengetahui perbandingan sifat termal komposit.

commit to user
library.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Artiaga, R., et al. (2002). Separation of Overlapping Processes from TGA Data
and Verification by EGA. Journal of ASTM International Vol XX, No. X.
Balfas, A. (2012). Analisis Termal Bionanokomposit Filler Serat Kulit Rotan.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Beyler & Hirschler, M. M. (2002). Thermal Decomposition of Polymers.
Billmeyer, F. (1994). Text Book of Polimer Science, New York.
Chandrabakty, S. (2011). Pengaruh Panjang Serat Tertanam terhadap Kekuatan
Geser Interfacial Komposit Serat Batang Melinjo-Matriks Resin Epoxy.
Jurnal Mekanikal, Vol. 2 No. 1, 1-9.
Efendi, R. (2017). Pengembangan Komposit Berbahan Ebonit dengan Kandungan
Sulfur 40 PHR yang Diperkuat Serat Bambu untuk Komponen Otomotif.
Publikasi Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Essabir, H., et all (2015). Morphological, Structural, Thermal and Tensile
Properties of High Density Polyethylene Composites Reinforced with
Treated Argan Nut Shell Particles. Journal of Bionic Engineering, 12,
129–141.
Febrianto, S. (2011). Penggunaan Metode Vacuum Assisted Resin Infussion pada
Bahan Uji Komposit Sandwich untuk Aplikasi Kapal Bersayap Wise-8.
Skripsi. Universitas Indonesia, Bogor.
Gibson, R. F. (1994). Principles of Composite Material Mechanics. , USA.
Haezer, H. E. (2016). Analisa Sifat Akustik dan Morfologi Material Komposit
Polypropylene Berpenguat Serat Bambu dan Rami. Tugas Akhir. Institut
Teknologi Surabaya, Surabaya.
Hidayat, M. E., Ismeddiyanto & Kurniawan, A. (2016). Pengaruh Penambahan
Serat Kulit Bambu terhadap Sifat Mekanik Beton. Jurnal Fakultas Teknik,
Vol. 3, No. 1.
Hung, K., et al. (2017). Characterization of Wood-Plastic Composites Made with
Different Lignocellulosic Materials that Vary in Their Morphology,
commit to user
library.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

Chemical Composition and Thermal Stability. Journal Polymers 2017, 9,


726, 1-22.
Ibnuwibowo, A. (2012). Pengaruh Waktu Sintering Terhadap Karakteristik
Mekanik Komposit HDPE – Sampah Organik. Skripsi. Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Ifannossa, A. A. E., Hadi, B. K. & Kusni, M. (2010). Analisis Kekuatan Tarik
Komposit Serat Bambu Laminat Helai dan Wooven yang Dibuat dengan
Metode Manufaktur Hand Lay-Up. Seminar Nasional Tahunan Teknik
Mesin (SNTTM) ke‐9, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Kosjoko. (2017). Pengaruh Perlakuan Alkali terhadap Kekuatan Tarik dan
Bending Bahan Komposit Serta Bambu Tali (Gigantochloa Apus)
Bermatrik Polyester. Prosiding SENSEI, Fakultas Teknik Unmuh Jember,
Jember.
Liese, W. (2015). Bamboo The Plant and Its Uses, Germany: University of
Humburg.
Mallick, P. K. (2007). Fiber-reinforced Composites Materials Manufacturing,
and Design, 3rd ed. CRC Press Taylor & Francis Group. .
Marková, I., et al. (2018). Thermal Parameters of Beech Wood Dust Journal
Bioresources 13(2), 3098-3109.
Mawardi, I. & Lubis, H. (2018). Proses Manufaktur Plastik dan Komposit,
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nyior, G. B. & Mgbeahuru, E. C. (2018). Effects of Processing Methods on
Mechanical Properties of Alkali Treated Bagasse Fibre Reinforced Epoxy
Composite. Journal of Minerals and Materials Characterization and
Engineering, 06, 345-355.
Pickering, K. L., Efendy, M. G. A. & Le, T. M. (2016). A review of recent
developments in natural fibre composites and their mechanical
performance. Jornal Composites: Part A 83, 98–112.
Porwanto, D. A., Johar, L (2009). Karakterisasi Komposit Berpenguat Serat
Bambu dan Serat Gelas Sebagai Alternatif Bahan Baku Industri. Jurnal
commit to user
komposit Vol. 1 No.12.
library.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

Putra, W., Munaji & Malyadi, M. (2015). Analisa Kekuatan Maksimal Bata
Plastik Hasil Pengepresan Jenis Polyethelene Terephthalate. Proceeding
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV), Universitas
Muhammadiyah Ponorogo, Ponorogo.
Rahman, A. S., Rangari, V. & Jeelani, S. (2015). Thermal and Mechanical
Properties of Woven Glass Fiber Reinforced Epoxy Composites with
Carbon Nanotubes Grown in-Situ. The International Journal Of
Engineering And Science (IJES), 4, 54-61.
Rahmayanti, D. (2016). Karakteristik Sifat Termal (DTA-TGA) dan Konduktifitas
Termal Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi dengan
Penambahan Alumina (0, 20, 25, dan 30 wt%). Skripsi. Universitas
Lampung, Bandar Lampung.
Ramdhan. (2017). Analisis Pengaruh Perlakuan Alkali dan Bleaching pada Serat
Bambu Petung untuk Bahan Pembuatan Kerangka Sepeda (MTB)
Komposit Sandwich. Tugas Akhir Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Yogyakarta.
Reddy, S. K. B., et al. (2018). Mechanical Properties of Bamboo Fabric with
Alumina as a Filler Material in Polyester Composite. International
Journal of Pure and Applied Mathematics, Volume 119 911-916.
Ria, D. S. (2009). Ketahanan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyamn
Bambu Betung (Dendrocalamus Asper (Schult f.) Backer ex Heyne)
Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren).
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rizqiani, K. D. (2016). Pengaruh Prehidrolisis Asam Asetat terhadap Komposisi
Kimia Bambu Duri (Bambusa blumeana J.A. and J.H. Schultes).
Prosiding Seminar Lignoselulosa, Balai Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Serat Tanaman Hutan, Riau.
Rowell, R. M., et al. (1997). Utilization of Natural Fibers in Plastic Composites :
Problems and Opportunities. Journal of Thermoplastic Composites
Materials, 15, 281-300.
commit to user
library.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

Sanjay, M. R., et al. (2017). Characterization and Properties of Natural Fiber


Polymer Composites: A Comprehensive Review. Journal of Cleaner
Production 172, 566-581.
Sesa, D. (2012). Pengaruh Proporsi Semen dengan Gipsum terhadap Sifat Fisis
dan Mekanik Papan Semen-Gipsum Berserat Bambu. Skripsi. Jurusan
Fisika, Universitas Andalas, Padang.
Sukoco, B. A. B. (2018). Komposit Skin Hybrid Berpenguat Serat Bambu Acak
50% dan Serat Rami Anyaman 50% Bermatriks Polyester terhadap
Kekuatan Tarik Bending dan Impact. Publikasi Ilmiah. Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Sutiani. (2003). Degradasi Poliblend Po1istiren-Pati Menggunakan Bacteri
Pseudomonas F1uorescens. Prosiding Seminar, Bandung, Departemen
Kimia FMIPA ITB.
Syarif, R. (2008). Analisis Pengaruh Komposisi Pengisisi terhadap Karakteristik
Komposit Polipropilena-Serbuk Kayu. Skripsi. Universitas Indonesia,
Depok.
Wang, C., et al. (2017). Mechanical Properties and Prediction for Nanocalcium
Carbonate-Treated Bamboo Fiber/High-Hensity Polyethylene Composites.
J Mater Sci 52, 11482–11495.
Wang, M. W., Hsu, T. C. & Zheng, J. R. (2009). Sintering Process and
Mechanical Property of MWCNTs/ HDPE Bulk Composite. Polymer-
Plastics Technology and Engineering, 48, 821–826.
Wirawan, R., et al. (2012). Stabilitas Termal Komposit Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes) dengan Matriks HDPE. Proceeding Seminar
Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV
Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Wiyono, T., Sunaryo, Mubtadi, B.I (2016). Pengaruh Siklus Panas pada Komposit
Limbah Plastik HDPE-Serat Cantula sebagai Bahan Material Alternatif
Melalui Uji Mekanik. POLITEKNOSAINS, Vol. XV, No 2, 22-29.

commit to user
library.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

Yang, H. S., et al. (2005). Thermal Properties of Lignocellulosic Filler-


Thermoplastic Polymer Bio-Composites. Journal of Thermal Analysis and
Calorimetry, 82, 157-160.
Yunita, D. & Mahyudin, A. (2017). Pengaruh Persentase Serat Bambu terhadap
Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan. .Jurnal Fisika Unand, Vol.
6, No. 4, Universitas Andalas.
Zamzami, H. R. (2014). Kualitas Papan Komposit Plastik dari Limbah Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Dan Polipropilena Daur Ulang. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Zakikhani, P., et al. (2016). Thermal Degradation of Four Bamboo Species.
Journal BioResources,11(1), 414-425.
Zhang, W., Li, X., Yang, R. (2011). Pyrolysis and Fire Behavior of Epoxy Resin
Composites Based on a Phosphorus-Ontaining Polyhedral Oligomeric
Silsesquioxane (DOPO-POSS). Polymer Degradation and Stability,
96(10), 1821-1832.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai