Anda di halaman 1dari 19

Teori Precede Proceed

pada Malnutrisi Balita

By Kelompok 2
Anggota Kelompok 2:
Aisah Suciati (22020120120007)
Endah Dea Santi Eriska (22020120120013)
Hasna Kurnia Okta Muna (22020120130064)
Devi Anggraini (22020120140098)
Anisa Sofia Aryani (22020120140099)
Pengertian
Malnutrisi merupakan suatu kondisi dimana tubuh tidak mendapatkan asupan gizi
yang cukup, baik kekurangan atau kelebihan gizi maupun gizi tidak seimbang
(WHO,2020). Malnutrisi adalah kekurangan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak
dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Beberapa bentuk malnutrisi yang sering
ditemukan dan masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia yaitu gizi buruk, gizi
kurang, dan stunting (Kemenkes RI, 2018).
Penyebab
Malnutrisi
Penyebab Langsung: Penyebab tidak langsung:

01 Kurang adekuatnya intake makanan


yang mengandung protein dan 02 Pengetahuan dan pendidikan
ibu
kalori yang dibutuhkan tubuh
Penghasilan keluarga
Perbedaan sosial dan budaya
tentang kebiasaan makan yang Pola pengasuhan anak dan
mempengaruhi nutrisi riwayat pemberian ASI
Kurang pengetahuan tentang nutrisi eksklusif
Kelebihan makan, baik dalam Kelengkapan imunisasi
jumlah maupun kualitas yang tidak Riwayat Berat Bayi Lahir
dibutuhkan tubuh
Rendah (BBLR)
Adanya penyakit penyerta
Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi
buruk yang paling sering ditemukan pada
balita. Penyebab awal terjadinya marasmus ini
karena adanya kelainan kenaikan berat badan
yang mengakibatkan tubuh menjadi kurus
kering dan ditandai dengan hilangnya turgor
kulit sehingga menyebabkan kerutan dan
longgar karena subkutan hilang (Nelson, 2000).
Kwahiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk
malnutrisi protein yang berat disebabkan
oleh asupan karbohidrat yang normal atau
tinggi namun asupan protein yang tidak
adekuat (Liyansyah, 2015).
Marasmus-Kwashiorkor
Gambaran klinis yang dapat dilihat dari penderita marasmus dan
kwashiorkor ini merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
marasmus dan kwashiorkor s dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) <
60% baku median WHO-NCHS yang disertai dengan edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi (Liyansyah, 2015).
Menurut WHO, malnutrisi pada anak dapat diklasifikasikan berdasarkan
kelompok usia. Untuk anak 6 hingga 59 bulan:
1. Malnutrisi akut berat: MUAC kurang dari 115 mm, atau skor Z berat badan
terhadap tinggi badan di bawah -3, atau edema pitting bilateral
2. Malnutrisi akut sedang: MUAC 115 hingga 124 mm, atau skor Z berat
badan terhadap tinggi badan -2 hingga -3
3. Stunting derajat sedang: Skor Z tinggi atau panjang badan -2 hingga -3
4. Stunting derajat berat: Skor Z tinggi atau panjang badan di bawah -3
Tanda Gejala Malnutrisi
Berdasarkan artikel dari Kemenkes menyebutkan bahwa anak dengan kekurangan
gizi dapat ditandai dengan beberapa gejala, diantaranya adalah:

Tinggi badan balita tidak Berat badan rendah jika

01 sesuai dengan anak 03 dibandingkan dengan anak


seusianya
seusianya.

Proporsi tubuh cenderung


Pertumbuhan tulang
02 normal, tetapi anak tampak
lebih kecil dari anak seusianya
04 tertunda.
Faktor Risiko Malnutrisi
Pengetahuan Ibu
01 Asupan Makanan 05
Penyakit Penyerta
02 Status Sosial Ekonomi 06
Air Susu Ibu (ASI) Berat Badan Lahir
03 07 Rendah (BBLR)

Kelengkapan
04 Pendidikan Ibu
08 Imunisasi
Penatalaksanaan Malnutrisi
1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemia
2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia
3. Mencegah dan Mengatasi Dehindrasi
4. Koreksi Gangguan Elektrolit
5. Mencegah dan Mengatasi Infeksi
6. Mulai Pemberian Makan
7. Koreksi Kekurangan Zat Gizi Mikro
8. Memberikan Makanan untuk Tumbuh Kelenjar
9. Memberikan Stimulasi untuk Tumbuh
Kembang
10. Mempersiapkan untuk Tindak Lanjut di Rumah
Kasus
Di Indonesia masih terdapat banyak kasus gizi buruk pada balita. Beberapa diantaranya terjadi pada
Etnik Nias, Etnik Sasak, dan Etnik Abun. Berdasarkan laporan gizi Puskesmas sengkol, kabupaten Lombok Tengah
yang tertuang dalam hasil penelitian pada buku seri riset etnografi ada 34 Balita di 92 Bawah Garis Merah pada
April 2016 dan 8 (delapan) kasus gizi buruk dengan penyakit penyerta selama kurun waktu 2015. Penyakit
penyerta diantaranya TBC dan kelainan jantung bawaan. Sebagian besar balita Gizi Buruk mengalami
kwashiorkor dan marasmus - kwashiorkor. Kasus gizi buruk ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kurangnya
asupan nutrisi pada balita, lingkungan dan sanitasi yang buruk serta kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai asupan makanan yang diberikan.
Mayoritas orang tua dengan anak malnutrisi/gizi buruk bekerja sebagai petani di ladang dan pengasuhan
anak balitanya dipegang oleh nenek / kakeknya. Hal ini menyebabkan pengasuhan anak yang tidak maksimal.
Kebanyakan kasus malnutrisi ini tidak terjaring karena keluarga jarang memanfaatkan pelayanan kesehatan
dan kurang maksimalnya pelaporan dari bidan desa. Selain itu, beberapa masyarakat masih menganut tradisi
banyak anak sehingga program KB belum maksimal. Hal ini turut menunjang peningkatan angka kejadian gizi
buruk pada balita. Untuk mengatasi permasalahan yang ada diperlukan adanya pemberian intervensi yang
tepat, salah satunya yaitu Sosialisasi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta demonstrasi pembuatan
menu PMT.
Kerangka Preecede dan Proceed
Kerangka Preecede dan Proceed
Kerangka Preecede dan Proceed
Kerangka Preecede dan Proceed
Kerangka Preecede dan Proceed
Kesimpulan
Malnutrisi merupakan suatu kondisi dimana tubuh tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup,
baik kekurangan atau kelebihan gizi maupun gizi tidak seimbang (WHO, 2020). Tidak hanya tentang
faktor ekonomi, faktor lingkungan, pola asuh, pengetahuan orang tua, perilaku dan faktor lainnya
dapat menyebabkan kekurangan gizi pada balita.
Etnik Nias, Etnik Sasak, dan Etnik Abun merupakan tiga etnis yang berasal dari berbagai provinsi
di Indonesia. Ketiga etnik ini memiliki permasalahan mengenai gizi buruk yang dialami oleh balita.
Setiap etnis ini memiliki masing-masing faktor malnutrisi pada balita yang kemudian dirangkum
menggunakan teori precede phases, meliputi: fase pengkajian sosial, pengkajian epidemiologi,
pengkajian kebiasaan dan lingkungan, pengkajian edukasi dan ekologi, pengkajian peraturan
administrasi. Kemudian, dari berbagai pengkajian tersebut, dibentuk suatu kegiatan berupa health
promotion yang dievaluasi menggunakan teori proceed phases, meliputi: implementasi, proses
evaluasi, dampak evaluasi dan outcome dari evaluasi. Analisa menggunakan teori precede proceed
di tiga etnik ini diharapkan dapat berdampak pada peningkatan gizi anak karena pengetahuan dan
kesadaran orang tua juga meningkat.
Thank
you!

Anda mungkin juga menyukai