Disusun oleh :
sebagai suatu kegiatan pengumpulan data yang sistematis dan menggunakan informasi
sebagai otak dan sistem saraf untuk program pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Fakta menunjukkan jumlah balita penderita gizi buruk di Banten masih cukup
tinggi yakni sekitar 7.213 balita dan balita gizi kurang mencapai 53.680 balita, dari
jumlah total balita di Banten pada 2012 sebanyak 1.124.758 balita. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012, sebanyak 60.893 balita di Banten
mengalami gangguan masalah gizi dan sebanyak 7.213 balita diantaranya mengalami
Angka penderita gizi buruk di wilayah Provinsi Banten masih tinggi dan
memprihatinkan. Secara nasional angka penderita gizi buruk di Banten tertinggi ketiga
setelah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Timur. Anak balita di Provinsi
Banten yang mengalami gizi buruk mencapai 50.092 orang. Jumlah terbanyak terdapat
di kota Tangerang, kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang. Berdasarkan fakta itu,
pemerintah pusat telah menetapkan Banten masuk dalam peringkat ketiga untuk kasus
gizi buruk setelah NTT dan Jawa Timur. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
(Dinkes) Provinsi Banten, dari total balita yang mengalami gizi sebanyak 50.092 orang,
yang mengalami gizi kurang sebanyak 45.438 orang dan gizi buruk 4.654 orang. Secara
rinci, jumlah gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Tangerang sebanyak 10.352 (gizi
kurang sebanyak 8.974 orang dan gizi buruk sebanyak 1.154 orang).
Daerah yang paling banyak balita gizi buruk dan kekurangan gizi di Banten
berada di wilayah Selatan yakni kabupaten Pandeglang dan Lebak. Selain kedua daerah
itu ternyata gizi buruk terjadi di Kota Tangerang Selatan yang wilayahnya berbatasan
yang mengalami penderitaan gizi buruk berusia antara 2-3 tahun. Penyakit gizi buruk
yang diderita terdiri dari dua kategori yakni gizi buruk murni dan gizi buruk penyakit
penyerta. Terkait hal itu, Dinas Kesehatan telah melakukan program penanganan secara
tahap berkala dan dapat disembuhkan dengan proses tiga bulan. Tetapi, apabila gizi
buruk dengan penyakit penyerta, kadang kondisinya menjadi lebih sulit. Dari 25
penderita gizi buruk, 11 diantaranya korban dengan penyakit penyerta. Namun, hingga
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai
2. Gambaran epidemiologi penyakit gizi buruk di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk
ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana seseorang
dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada
dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan
kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumya dipakai
oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila
pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar
organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut
bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi
buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau
Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi
buruk atau tidak. Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang
terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel seperti kulit, rambut, atau mata. Misalnya pada balita marasmus kulit akan
menjadi keriput sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih
antara lain pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa
pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai dengan usia
yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak
hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-
sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari
ketiganya (Dewi,2012).
Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih
merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000):
Cengeng, rewel
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi
untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat
badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes
RI, 2000).
Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah menyebutkan ada tiga hal yang
saling kait-mengkait dalam hal gizi buruk, yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan
kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan
di rumah tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan
Ketersediaan Penyebab
UNICEF
Perilaku/asuhan Pelayanan
Pangan tingkat Ibu dan Anak kesehatan TAK
Rumah Tangga LANGSUNG
dalam Soekirman
KEMISKINAN, PENDIDIKAN RENDAH, Masalah
KETERSEDIANAN PANGAN, KESEMPATAN KERJA UTAMA
Masalah
KRISIS POLITIK DAN EKONOMI DASAR
(2002) juga telah memperkenalkan dan sudah digunakan secara internasional mengenai
1. Penyebab langsung : makanan tidak seimbang untuk anak dan penyakit infeksi
yang mungkin di derita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi
diserang diare atau infeksi, nafsu makan menurun, akhirnya dapat menderita,
gizi kurang. Sebaliknya, anak yang makan tidak cukup baik, daya tahan tubuh
dan berperilaku hidup bersih dan sehat akan menentukan tingginya kejadian
penyakit infeksi.
keluarga baik dalam jumlah maupun dalam komposisi zat gizinya. Kedua, pola
pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberikan
Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan mental), status gizi,
dan pengasuh lainnya. Ketiga, faktor pelayanan kesehatan yang baik, seperti;
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh asupan makanan yang kurang atau
anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup
mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan
kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya
saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang
gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
status gizi diperlukan ada batasan-batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan
ini disetiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di
Negara tersebut, berdasarkan data empiris dan keadaan klinis. Klasifikasi menurut
dan
Penanggulangan
Menurut laporan Surveilans epidemiolodi gizi buruk diwilayah provinsi NTT dan
NTB yang ditulis oleh Andi Zulkifli, adapun program-program upaya penanggulangan
masalah gizi buruk dapat dilakukan baik ditingkat pusat (pemerintah) maupun tingkat
dan puskesmas
Meningkatkan jangkauan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di rumah
Pendampingan keluarga
BAB III
RANCANGAN SURVEILANS
1. Untuk mengetahui pengumpulan data, alur pelaporan data, pengolahan dan analisis
data penyakit gizi buruk di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan
kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan
tahun 2014.
3. Untuk mengetahui distribusi penyakit gizi buruk berdasarkan waktu di wilayah kerja
Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan tahun
2014
3.2 Metode
a. Pengumpulan Data
Jenis data yang diperoleh dalam laporan Surveilans Epidemiologi ini berupa data
sekunder karena diperoleh dengan cara menelaah dokumen yaitu meminta data
surveilans gizi buruk pada Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan tahun 2012
sampai dengan tahun 2014. Sumber data berasal dari laporan setiap puskesmas dan
rumah sakit yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan yang
formulir W2 dan data primer melalui wawancara kepada petugas surveilans gizi
microsoft excel. Data yang telah diolah, dianalisis secara univariat dengan
mendeskripsikan nilai kasus berdasarkan tempat dan waktu. Penyajian data dalam
BAB IV
HASIL SURVEILANS
Pengumpulan data dilakukan bukanlah dari sistem pelaporan rutin karena tidak
pada tanggal yang sama di setiap bulannya, melainkan dengan sistem pelaporan dari
puskesmas dan rumah sakit yang dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 5, jika
terjadi keterlambatan pelaporan dari pihak puskesmas dan rumah sakit, Dinas Kesehatan
kota Tangerang Selatan akan menghubungi pihak puskesmas atau pihak rumah sakit
tetapi tidak ada sanksi yang diberikan. Selain dari pelaporan puskesmas dan rumah sakit,
pengumpulan data juga dilakukan dengan validasi data dengan mengunjungi rumah
balita yang dilaporkan gizi buruk. Alat pengumpulan data yang digunakan pada saat
pendataan balita gizi buruk di posyandu dan puskesmas adalah register yaitu dengan
menuliskan nama, umur, jenis kelamin, berat badan serta alamat dari balita tersebut (by
Alur pelaporan dilakukan setiap minggu, para balita rutin ditimbang Berat Badan
dan Tinggi Badan di Posyandu dengan bantuan kader dan petugas puskesmas kemudian
hasil pengukuran dilaporkan ke pihak puskesmas dan di rekap oleh puskesmas kemudian
dilaporkan ke Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan dalam bentuk formulir W2 yang
dilaporkan setiap bulan. Begitu juga pihak rumah sakit melaporkan ke Dinas Kesehatan
Tangerang Selatan dalam bentuk formulir W2 setiap bulan jika ada balita kasus gizi
buruk yang berobat ke rumah sakit. Jika terjadi kasus gizi buruk baru yang ditemukan
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan mirosoft excel dan
buku pedoman WHO Antropometri 2005. Dimana pertama-pertama berat badan dan
tinggi badan balita akan ditulis di mirosoft excel tersebut yang kemudian secara otomatis
akan terlihat berdasarkan standar penilaian status gizi dari buku pedoman WHO
Antropometri 2005 yang telah ditetapkan tersebut apakah balita itu mengalami gizi
Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi di
Puskesmas Keranggan dan Pondok Betung sebanyak 14 balita pada masing-masing puskesmas
dan terendah pada Puskesmas Serpong, Jombang, Setu, Rengas, Benda Baru dan Situ Gintung
dengan tidak ada kasus gizi buruk yang terjadi. Sementara, kasus kematian balita karena gizi
buruk pada tahun 2012 terjadi di Puskesmas Pamulang dan Rawa Buntu sebanyak 1 balita pada
masing-masing puskesmas. Pada semua rumah sakit di Kota Tangerang Selatan tidak ada
jumlah kasus gizi buruk dan kasus kematian karena gizi buruk yang diterjadi pada Tahun 2012.
Puskesmas Pondok Pucung sebanyak 15 balita dan terendah pada Puskesmas Pamulang,
Ciputat, Jombang, Perigi, Keranggan, Rengas, Pondok Betung, Benda Baru, Situ Gintung dan
Rawa Buntu dengan tidak ada kasus gizi buruk yang terjadi. Sementara, kasus kematian balita
karena gizi buruk pada tahun 2013 terjadi di Puskesmas Serpong dan Ciputat Timur sebanyak 1
Jumlah kasus kesakitan gizi buruk juga terjadi di RS Asobirin sebanyak 4 balita, di RSIA
Buah Hati sebanyak 1 balita, di RSUD Tangerang Selatan sebanyak 17 balita, RS Medika BSD
sebanyak 1 balita dan RSIA R.P Soeroso sebanyak 2 balita. Sementara, kasus kematian karena
gizi buruk terjadi di RS Medika BSD sebanyak 1 balita dan di RSIA R.P Soeroso sebanyak 2
Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi di
Puskesmas Pondok Jagung dan Jurang Mangu sebanyak 2 balita pada masing-masing
puskesmas pada Tahun 2014. Sementara, tidak ada kasus kematian balita karena gizi buruk pada
tahun 2014.
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi di
RSUD Tangerang Selatan sebanyak 7 balita pada Tahun 2014. Sementara, kasus kematian balita
karena gizi buruk pada tahun 2014 juga terjadi di RSUD Tangerang Selatan sebanyak 1 balita.
Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi
pada bulan mei sebanyak 16 balita dan terendah terjadi pada bulan agustus sebanyak 2 balita
pada tahun 2012. Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk pada tahun 2012 terjadi
pada bulan september dan november sebanyak 1 balita pada masing-masing bulan.
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi
pada bulan februari sebanyak 22 balita dan terendah pada bulan agustus dan desember karena
tidak terjadi kasus pada tahun 2013. Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk cukup
tinggi pada tahun 2013 terjadi pada bulan februari, maret, dan agustus sebanyak 1 balita pada
Dari grafik di atas, diketahui bahwa pencatatan kasus gizi buruk pada tahun 2014 baru sampai
pada bulan april sehingga jumlah kasus kesakitan gizi buruk terjadi pada bulan februari dan
maret sebanyak 6 balita pada masing-masing bulan tahun 2014. Sementara, kasus kematian
balita karena gizi buruk terjadi pada bulan februari sebanyak 1 balita pada tahun 2014.
BAB V
PEMBAHASAN
wawancara adalah untuk mencapai target MDGs dalam soal kemiskinan dan kelaparan,
terkait target lain yaitu mengurangi jumlah anak-anak gizi kurang atau gizi buruk sehingga
setiap penderita gizi buruk mendapat perawatan baik itu rawat inap atau rawat jalan,
mendapatkan informasi mengenai status gizi balita di tingkat puskesmas dan rumah sakit
berdasarkan BB/TB, dan balita ditimbang setiap bulan secara teratur. Indikator surveilans
yang digunakan untuk menyatakan balita mengalami gizi buruk atau tidak, dengan melihat
hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan dengan pedoman buku WHO Antropometri
2005. Indikator yang digunakan untuk menyusun SIMK, adanya tenaga manajemen data
gizi, adanya proses pengumpulan data, adanya proses pengolahan data, adanya proses
pembuatan laporan, adanya proses sosialisasi dan advokasi, tersedianya informasi gizi
buruk, dan tersedianya informasi balita yang ditimbang berat badannya. Dalam hal ini tidak
ada proses pengambilan sampel, karena gizi buruk merupakan penyakit yang jarang,
Data yang digunakan sudah berorientasi pada tindakan layak dan berkesinambungan
karena hasil dari analisis data sudah di gunakan sebagai dasar membuat program
(makanan yang sudah sesuai dengan gizi standar), pengumpulan data sudah dalam konteks
lokal, dan pengumpulan data tetap dapat berjalan tanpa sokongan dari luar, tetapi program
ini belum berhasil karena kasus gizi buruk masih terus meningkat. Adapun indikator
keberhasilan program yang ditetapkan Dinas kesehatan kota Tangerang Selatan adalah
pelaporan dari puskesmas setelah pemberian PMT dan makanan formula dalam 3 bulan
sekali, penimbangan balita setiap seminggu sekali, dan adanya penurunan jumlah kasus gizi
buruk. Selain indikator keberhasilan program terdapat juga indikator tujuan umum
surveilans yang digunakan adalah relevansi, validitas, reliabilitas, ketepatan waktu, dan
kelengkapan data.
Data yang disajikan menurut kami sudah relevan karna sesuai dengan data laporan
mingguan yang didapatkan dari dinas kesehatan tangerang selatan hanya saja kami
menampilkannya dalam bentuk bulanan dan pengelompokkan tempat yaitu puskesmas dan
rumah sakit.Penyimpanan data terjamin tidak hilang karena setiap dibuat laporan mingguan,
bulanan, dan tahunan maka akan disimpan dalam bentuk softcopy dan hardcopy. Serta data
softcopy tersebut dibackup dalam satu email yang telah ditentukan. Diagnosis penyakit
dapat dipercaya karena dilakukan oleh orang yang memang berkompeten dibidangnya,
seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa ketika dilaporkan ada kasus gizi buruk
maka petugas gizi atau pihak dinkes akan turun kelapangan untuk melakukan pengukuran
kembali untuk memastikan apakah kasus tersebut benar-benar kasus gizi buruk atau tidak.
kualitas data. Seperti hanya melaporkan kejadian penyakit gizi buruk dan meninggal
sehingga lebih bersifat kuratif, tidak melaporkan kriteria balita yang mengalami gizi buruk
sehingga tidak dapat diketahui variabel independentnya. Ketepatan dan kelengkapan data
surveilans gizi buruk ini masih kurang karena masih banyak puskesmas dan rumah sakit
yang terlambat melaporkan bahkan ada beberapa yang tidak melaporkan. Data yang
diterima oleh Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tidak tepat waktu karena tidak ditetapkan
tanggal yang pasti hanya diinformasikan paling lambat tanggal 5. Sedangkan apabila terjadi
keterlambatan pelaporan, pihak dinkes hanya mengingatkan melalui telephone atau sms
tanpa adanya sanksi. Namun setiap akhir bulan kepala dinkes akan melakukan evaluasi
Tabel 1. Daftar Rumah Sakit yang Melaporkan Kasus Gizi Buruk ke Dinas Kesehatan
Dapat dilihat dari tabel di atas, bahwa masih banyak rumah sakit yang tidak melaporkan
Banyak terjadi bias informasi, seleksi dan counfounding seperti jumlah kasus yang ada
di data mingguan per puskesmas berbeda dengan jumlah kasus yang ada pada rekapan pertahun,
balita yang mengalami gizi buruk tiba-tiba menghilang karena wilayah Tangsel masih banyak
wilayah urban dan bukan merupakan warga dengan KTP Tangsel yang memungkinkan
Di Indonesia, salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi saat
ini adalah beban ganda masalah gizi. Hal itu terbukti bahwa kasus gizi buruk masih belum
ada peningkatan pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa program pemerintah belum
berhasil dalam menanggulangi penyakit gizi buruk dan gizi kurang. Di Provinsi Sumatera
Selatan pun terjadi peningkatan status Gizi buruk yang cukup drastis dimana tercatat pada
tahun 2011 terdapat 112 balita mengalami status gizi buruk, pada tahun berikutnya terjadi
peningkatan sebesar 62 balita sehingga kasus pada tahun 2012 tercatat 174 balita menderita
status gizi buruk. Hal itu diperparah dengan meningkatnya kasus gizi buruk pada tahun
2013 dimana terdapat 209 balita menderita status gizi buruk di provinsi Sumatera Selatan
Namun dari hasil pelaporan kepada Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan
menunjukkan adanya penurunan dari tahun 2012-2013 yaitu ditemukannya kasus gizi buruk
pada tahun 2012 sebesar 90 kasus dan tahun 2013 sebesar 78 kasus,yang artinya program
yang dilakukan oleh dinas kesehatan tangerang selatan sudah berjalan dengan baik sehingga
Tetapi dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan terdapat perbedaan hasil
laporan yang dikeluarkan secara Nasional dan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Tangerang. Dimana secara nasional provinsi banten menjadi provinsi tertinggi ke tiga
jumlah kasus gizi buruk setelah NTT dan Jawa Timur sedangkan data yang kami dapat di
daerah tangsel mengalami penurunan kasus gizi buruk. Dari hasil analisa yang kami
penurunan kasus yang dikarenakan program penanggulangan gizi buruk di wilayah tangsel
yang memang sudah berhasil. Kedua, laporan dinas kesehatan tangsel yang diterima tidak
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data dilakukan dengan laporan puskesmas dan rumah sakit dalam bentuk
formulir W2 setiap bulan paling lambat tanggal 5 dilaporkan ke Dinas Kesehatan kota
Kesehatan kota Tangerang Selatan. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan
sistem komputer program microsoft excel sesuai dengan pedoman WHO Antro 2005.
2. Distribusi gizi buruk pada tahun 2012-2014 berdasarkan tempat yang mengalami kasus
gizi buruk tertinggi terjadi di puskesmas Pondok Pucung sebanyak 15 balita dan di
RSUD Tangerang Selatan sebanyak 17 balita pada tahun 2013. Sementara, kasus
kematian karena gizi buruk tertinggi terjadi di puskesmas Pamulang dan Rawa Buntu
sebanyak 2 balita dan di RSIA R.P Soeroso sebanyak 2 balita pada tahun 2013.
3. Distribusi gizi buruk pada tahun 2012-2014 berdasarkan waktu yang mengalami kasus
gizi buruk tertinggi terjadi pada bulan Februari sebanyak 22 balita pada tahun 2013.
Sementara, kasus kematian karena gizi buruk tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebanyak
3 balita.
B. Saran
pasti dan pemberian sanksi yang tegas terhadap pukesmas dan RS yang terlambat
memberikan laporan.
2. Perlu adanya penambahan jumlah SDM untuk melakukan surveilans gizi buruk ini,
karena jumlah SDM masih sangat sedikit sehingga hasilnya kurang maksimal.
3. Perlu adanya kerjasama antara Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dan RS sekitar
untuk kasus gizi buruk, karna masih banyak RS yang tidak memberikan laporan
Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
A.Z. Muttaqin. Gizi Buruk di Banten tersebar dari Lebak sampai Tangsel. 18 Desember 2013
buruk-di-banten-tersebar-dari-lebak-sampai-tangsel.html
NTB.file:///C:/Users/user/Downloads/surveilans%20Epidemiologi%20gizi%20buruk%20NTT
%20NTB%202007.pdf
SEMARANG.http://eprints.undip.ac.id/37466/1/DEWI_NOVITASARI_A,_G2A008052,_LAP
ORAN_KTI.pdf
Ganet. Gizi Buruk Menjadi Masalah Penting di Banten. 3 Maret 2013 20:39 diakses
http://banten.antaranews.com/berita/18536/gizi-buruk-menjadi-masalah-penting-di-banten 4
Nency Y, Arifin M.T., 2005. Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang. Diakses