Antara sifat hati-hati rakyat dan cara berpikir konstruktif menjadi perbedaan yang
sangat tipis dan menjadi sebuah fenomena ketakutan yang tidak beralasan. Secara
substansial bahwa pendewasaan berpikir mestinya sudah mulai tumbuh di rakyat tetapi
yang menjadi ironis mengapa tidak pernah berkembang menjadi kekuatan sosial politik.
Sikap mempertanyakan pada sesuatu yang “gelap” adalah awal mula diperlukannya
pemahaman politik, sikap kritis inilah yang diperlukan untuk kemudian diakumulasikan
menjadi pendidikan politik.
Pendidikan politik saat ini lebih dibutuhkan rakyat daripada hanya sekedar mobilisasi
politik yang biasanya dilakukan partai-partai politik demi kebutuhan pemilu sesaat atau
oleh kekuatan kuasa sosio-kultural dalam memenuhi kepentingan pribadinya.
Pendidikan politik (Dikpol) lebih menekankan pada proses pemahaman sikap politik
bersama antar individu yang mengikatkan diri (kelompok), sehingga penyamaan
persepsi dan pilihan langkah-langkahnya pun berdasarkan kemampuan dan
kesepakatan bersama demi tujuan yang dipahami ”terang/transparan” bersama.
Tuntutan taktis menjadi bahan dan amunisi dalam aksi dikpol, karena prosesnya
meliputi penyiapan data-data, alasan-alasan, massa aksi baru mobilisasi. Agar tetap
menjadi bahan penyadaran dikpol selalu mengacu pada aksi dan refleksi sehingga
evaluasi masih ditekankan dan sedapat mungkin diagendakan untuk dipecahkan.
Dikpol pun didasari dengan identifikasi masalah baru kemudian menghitung kekuatan
dan kelemahan tindakan serta mencari solusi (target) dan disusunlah cara
pencapaiannya. Target jangka pendek (taktis) merupakan tindakan yang biasanya akan
berimplikasi baik internal maupun eksternal. Implikasi dikpol bagi kelompok :
1. Merupakan sarana konsolidasi taktis, menggunakan isu pengikat dengan
pendekatan kasus yang lagi “in”, secara langsung kasus ini akan berakibat
munculnya solidaritas diantara orang-orang yang dikenainya.
2. Merupakan sarana penekan taktis bagi pihak eksternal (musuh), pendekatan
dengan pengerahan massa aksi ditunjukan sebagai usaha “show of force” pada
pihak musuh agar momentum ini lebih terasa perlu di “blow up” dengan
pembentukan opini umum melalui media pemberitaan (cetak, audio dan audio
visual) baik pers umum maupun alternatif.
Secara praktis dikpol akan menjelaskan posisi-posisi mana “musuh” dan mana “kawan”
dan melihat serta membaca pihak-pihak mana yang dapat diajak kerjasama nantinya
2
ataupun pihak mana saja yang justru menjadi kekuatan kontra produktif (lawan) dalam
usaha perjuangan kelompok ini.
b. Kelompok inti
Pergerakan massa aksi tidak terlepas adanya suatu kondisi yang belum sempat
terhitung sebelumnya (real lapangan) untuk itu perlu adanya pembentukan kelompok
inti pada waktu aksi (inti asli/bayangan). Kelompok inti nantinya diharapkan dapat
memimpin massa aksi plus massa pengikut (cair) sehingga dimungkinkan akan
memudahkan untuk koordinasi mengatur dan mengarahkan gerakan massa aksi. Ada
beberapa perangkat yang diperlukan misalnya :
1. KORAK (Koordinator Aksi), sebagai pemimpin aksi dilapangan.
2. JUBIR (Juru Bicara) sebagai juru bicara yang akan menerangkan aksi beserta
target opini yang akan ditekankan melalui aksi ini. Melayani konsumsi pers dan
solidaritas aksi. Sekaligus merupakan tim pembuat pernyataan sikap (publikasi).
3. JURDING (Juru Runding) sebagai personal yang dipercaya untuk melakukan
perundingan dengan pihak-pihak yang dituntut (musuh), pasca penguasaan
lapangan. Juru Runding atau Negosiator ini perlu bekal kepandaian omong dan
memahami masalah serta beusaha memperjuangkan tuntutan massa aksi,
koordinasinya dengan KORAK sebagai penekan.
4. KORSIMBAK (Koordinator Simpul Barisan Aksi) sebagai koordinator simpul
kelompok-kelompok aksi bertugas menjaga barisan aksi dan mendinamisir stamina
aksi sehingga selalu menunjang komando dari KORAK secara umum. Korsibak
(aster) ini juga berfungsi sebagai pengaman barisan dari susupan pihak eksternal
yang tidak diketahui asal-usulnya, mengenai rekomendasi penggabungan dengan
massa lainnya adalah tanggung jawab KORAK dengan koordinasi dengan
KORSIMBAK. Dalam kondisi yang aman koordinator simpul hanya menjadi
3
dinamisator dan mengamankan barisan tetapi jika kondisi sudah represif maka yang
perlu dilakukan adalah terutama mengamankan kelompok (savety) secara fisik dan
psikologis, sehingga mampu menenangkan barisan aksi (merapat).
5. KOIN (Kontra Intelejen), sebagai personal yang mempuyai tugas untuk mengamati
perkembangan aksi dari luar jalur, sehingga akan lebih dapat menilai tingkat
keberhasilan dan melihat beberapa faktor yang mengarah pada gangguan aksi.
Serta mampu mengamati setiap gerak-gerik oknum yang mencurigakan (susupan).
KOIN akan berbicara bila menghadapi situasi represif ia dapat mengagambil
tindakan untuk segera menyiapkan barisan Evakuasi (penyelamatan) dan kemudian
menyebarkan informasi pada jaringan solidaritas aksi. Atau pada saat pasca aksi
misalnya saat evaluasi aksi.
6. EVALOG (tim evakuasi dan logistik), sebagai barisan penyelamatan massa aksi jika
terjadi sikap represif dari musuh atau aparat keamanan, penyediaan barisan ini juga
penting agar tidak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan (kecelakaan fatal). Untuk
perlengkapannya bisa disediakan kelengkapan setingkat operasi PMR/P3K,
kendaraan pengangkut, makanan dan minuman, bisa juga tandu atau sejenisnya.
Dan penyediaan posko-posko disekitar lokasi aksi, baik dapur umum maupun
persiapan rumah-rumah/ tenda-tenda sebagai tempat perlindungan dan
pengamanan.
d. Opini Umum
pembentukan opini umum tentu saja berhubungan dengan konsumsi informasi aksi
pada kawan insan pers (wartawan), serta menghitung waktu yang tepat untuk
memunculkan isu dengan tiada lawan tanding mengenai “head line” hari itu agar
garapan aksi ini tidak basi dan tertutup/terlibas dengan isu lainnya yang lebih dahsyat
(Nasional atau kepentingan isu lokal). Penyampaian informasi aksi pada kawan
wartawan (baik media alternatif, lokal, Nasional, Internasional) dan kalangan pro aksi ini
sangat tergantung dengan kesepakatan dan pendekatan kelompok inti terutama
komunikasi Jubir aksi, kemudian untuk opini umumnya membuat statement/ pernyataan
sikap/ surat terbuka dan untuk memperkuat diperlukan pamflet, spanduk serta
beberapa variasi aksi (kesenian atau atraksi lainnya) sehingga kekuatan aksi tersebut
mampu mempengaruhi kondisi umum yang kebetulan terlibat dan menyepakati aksi ini.
Dan ekses yang akan muncul perlu diperhitungkan juga terhadap tanggapan yang akan
berkembang baik internal maupun eksternal, perlu ditanggapi atau tidak adalah
kebutuhan untuk mengantisipasi kondisi yang memungkinkan berbalik kearah aksi ini.
Untuk kebutuhan kedalam (internal) dibutuhkan sosialisasi tentang hasil aksi (media
kumpul, radio komunitas, cetakan sendiri) dan eksternalnya diperlukan sosialisasi
tentang kebutuhan opini selanjutnya kepada solidaritas kerja aksi (wartawan, kelompok
pendukung aksi dan pihak lain yang menanggapi aksi ini). Diharapkan akan muncul
4
kesepakatan kerja selanjutnya yang dimungkinkan selaras dan tidak timbul kontra
produktif yang tidak diinginkan bersama karena kesalahpahaman mengartikan makna
aksi.
e. Pendokumentasian
Selain mencatat kejadian aksi tersebut, sehingga terbuatlah kronologis aksi tetapi yang
perlu disiapkan juga perangkat pendokumentasian yang tidak sekedar arsip dan foto-
foto aksi. Pendokumentasian yang dimaksud adalah upaya penyediaan data base dan
analisa kejadian (penggalian data) sebagai tahap monitoring yang akan memberikan
signal untuk mencegah lebih dini terjadinya kesalahan yang mungkin telah muncul.
Secara eksternal dokumentasi yang dilakukan dapat berfungsi sebagai bahan advokasi
maupun sosialisasi kepada publik. Dan hasil pendokumentasian dapat dijadikan
referensi bagi penanganan kasus lain yang memiliki perspektif dimasa datang.
Sehinnga pemaknaan kejadian atau peristiwa yang terjadi mungkin memiliki pola yang
sama di masa lalu (pengulangan-pengulangan) dan tidak pernah menghasilkan
kemenangan yang berarti, atau justru muncul pandangan mengenai kecenderungan
yang berhubungan dengan kepentingan konstalasi politik elite yang kemudian
mengharuskan untuk menganalisisnya.
5
DIKPOL UNTUK ORGANISASI RAKYAT
1. PEMBENTUKAN GARIS-GARIS PERJUANGAN ORGANISASI RAKYAT
Pokok bahasan:
a. Hak petani sebagai warga negara,
Bahwa hak sebagai warga negara senantiasa harus menjadi dasar kesadaran petani.
Petani merupakan soko guru perekonomian negara Indonesia dalam penguatan
pembangunan di bidang agraris menuju kesejahteraan rakyat. Peran petani tidak bisa
disepelekan begitu saja keadilan Indonesia akan terwujud bila secara jelas dipetakan
hak-hak petani atas kekayaan agraria di bumi tercinta. Artinya jaminan hak petani atas
pengelolaan sumber-sumber daya agraria segera dapat diwujudkan demi
kesejahteraannya. Akan naif rasanya bila petani mati dilumbungnya sendiri,
ketimpangan penguasaan sumber-sumber tersebut mengakibatkan kebodohan,
kemiskinan dan ketidakberdayaan ini semua akibat dari ketidak adilan.
Tanah atau lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang tidak dapat
diperbaharui, memiliki fungsi yang strategis dalam kehidupan dan kelangsungan hidup
manusia disamping sumberdaya alam lainnya. Selain menjamin kelangsungan hidup,
tanah merupakan modal pokok yang harus tetap terus dijaga kelestariannya demi
jaminan ketersediaan pangan nasional, yang pada saat sekarang ini tampaknya mulai
mencapai titik kritisnya dalam artian jumlah luasannya semakin terbatas.
Tanah merupakan aset produksi, atau sebagai investasi yang langka dan jangka
panjang, kelangkaannya dapat dilihat dari sifatnya yang tetap dan dalam manajemen
modernpun harganya dapat semakin meningkat dan justru bertambah sesuai dengan
masanya. Proses keberlanjutan produksi ini yang sangat berkaitan erat dengan
kepemilikan terhadap tanah, dengan begitu sangat memungkinkan tabungan (investasi)
nilai tanah tersebut beriringan dengan potensi ketahanan pemiliknya. Tapi mengapa
justru semakin tahun tambah banyaknya angka kelahiran dan kematian yang terus
berjalan membuat tanah semakin menyempit saja. Siapakah sebenarnya yang serakah
memakan tanah ?
Filosofi kepemilikan lahan yang dahulu menjadi keyakinan yang sangat kuat ternyata
kini justru diragukan kekuatannya, berpengaruh aktivitas manusia dalam penggunaan
lahan. Pengaruh yang sangat berpotensi di rakyat untuk mempertahankan hak atas
tanah diantaranya:
a. Keyakinan di rakyat bahwa semua lahan itu subur dan sangat berkualitas sehingga
produksinya bagus,
b. amanat waris, dengan ikatan genealogis teritorial (tanah kelahiran dan mati pun
disini di tanah ini)
c. aktifitas sosial rakyat yang masih mengacu pada kolektifitas (clan/keluarga batih),
berarti secara tidak langsung siklus kehidupan di ekosistem masih terjaga demi
keseimbangan ekologi untuk proses produksi.
d. nilai lahan sebagai penyedia “keselamatan“ keluarga (subsisten) lahan beserta daya
dorong secara ekonomis menjadi pertahanan kepemilikan lahan dari
keterpengaruhan nilai-nilai komersial tanah.(plantation dan homogen)
e. pengaruh pengalaman dalam struktur sosial telah terkontaminasi oleh kolonialisme
yang mengakibatkan munculnya peristiwa-peristiwa perubahan politik elite di rakyat,
dan imbasnya pada kebijakan yang menyangkut pertanahan (domein vorklaring,
agrarisch wet, hak istimewa warga negara asing, dan yang terakhir sering didengar
yaitu distribusi lahan/ Landreform atau isu Revolusi Hijau), menjadi catatan
tersendiri di rakyat.
Semua aktifitas rakyat yang ada di atas tadi adalah gambaran sebuah keyakinan
filosofi kepemilikan lahan. Potensi keyakinan di rakyat merupakan dasar pandangan
bahwa membela dan memperjuangkan hak milik tanah rakyat menjadi penting untuk
diatur dan dikelola secara kerakyatan pula. Mengenai akar permasalahan kasus-kasus
tanah di Jawa Timur, terkait dengan sejarah kolonialisme Belanda, bahwa kolonialisme
telah menyebabkan filosofi pemilikan tanah di rakyat mengalami pergeseran bahkan
mengalami perubahan pemahaman dalam perjalanannya.
7
Perubahan-perubahan keyakinan ini mulai bergeser dari jaman kolonial karena muncul
pemahaman bahwa tanah semuanya ini bukanlah milik rakyat tetapi milik pemerintah
Hindia Belanda. Hutan-hutan dibuka menjadi perkebunan-perkebunan besar
(ondernemming) dan dikuasankan pada hak-hak istimewa (Previlaged) oleh orang-
orang Asing/ Eropa. Dan pada perjalanannya ketika saudara tua Asia masuk pun
wilayah negara di kuasai oleh Jepang dan banyak muncul pengelolaan tanah demi
kepentingan perang Asia Pasific. Tanah-tanah dikuasai untuk dijadikan perkebunan dan
perladangan bahan-bahan makanan dan bahan mentah sandang serta penghutan
jatian bukit-bukit ditengah-tengah tanah pemukiman rakyat. Perjalanan berlanjut pada
proses nasionalisasi perusahaan milik Asing oleh Soekarno dan rencana distribusi
tanah untuk penggarap, tetapi rencana tinggal rencana, semua menjadi impian saja
pasca Soekarno jatuh.
Muncul kebijakan-kebijakan Orde Baru utamanya Revolusi Hijau yang berakibat pada
penyempitan pemahaman pemilikan tanah rakyat secara langsung dapat
mempengaruhi hak-hak rakyat untuk mengelola tanah. Muncul lagi isu ketersedian
pangan, mengingat pertumbuhan penduduk yang cepat tetapi tidak diimbangi dengan
adanya produksi pertanian yang memadai. Sehingga yang terjadi adalah pengalihan
kepentingan pemilikan tanah menjadi semangat mekanik merekayasa tanah dan
bermimpi akan tingginya produktifitas, maka yang terjadi tanah rakyat tetap sempit dan
mengalami ketergantungan dengan input saprodi pertanian dari luar(pabrik) semakin
lunas sudah hak-hak rakyat terbeli oleh kepentingan elite politik ORBA.
Pokok bahasan :
8
Pemetaan potensi konflik baik internal maupun eksternal terutama dengan pembacaan
kondisi desa dan sekitarnya. Sehingga dimungkinkan untuk melakukan pembelajaran
analisa politik desa serta antisipasi akan adanya perubahan-perubahan kebijakan yang
akan menyentuh dan melibatkan rakyat. Uji material sebagai sarana latihannya adalan
analisa politik desa dengan subyek material Pilkades, misalnya.
Dan untuk pendidikan dan mempertajam wawasan tentang situasi politik diperlukan
analisa dan studi kebijakan baik lokal, regional maupun nasional. Kemudian tetap
dalam taapan penguatan wawasan studi kasus serta pengetahuan efek-efek
turunannya dari kasus tersebut perlu juga menjadi bahasan “focus discussed groups”
kebutuhan selainnya adalah untuk menguji pola pikir dan komitmen keperpihakan
terhadap kaum yang tertindas.
Pokok bahasan :
Akselerasi percepatan jaringan secara kuantitas dan kualitas SDM-nya.
Kelemahan organ yang terlalu terbuka dan cair. Kekurangannya bila organ gerakan
tersebut kaku dan terlalu tertutup. Yang diperlukan adalah suatu model organ gerakan
yang cukup terbuka tetapi terkontrol ketika dimungkinkan untuk mengadakan
percepatan pergerakannya( fleksibel) sehingga mudah bergerak serta terkoordinasi.
Untuk kepentingan hal ini yang perlu dipertimbangkan selain kedekatan sosio kultur dan
geografis kewilayahan adalah kesiapan organ tani, kapasitas dan kuantitas SDM aktivis
dan kader taninya serta kesiapan logistik pergerakan, sehingga jika semua parameter
itu terukur akan menjadi kekuatan “perubahan” yang konkrit.
(studi beberapa masalah yang dihadapi organ pergerakan tani, misalnya SPSU yang
mengcover satu propinsi, FSPJT, Papanjati dan sebagainya)
Pengantar Ansos
I
Ansos secara praktis bertujuan untuk mengetahui situaisi sosial yang ada di
masyarakat/ lingkungan. Ansos akan lebih dapat dijadikan bahan atau alat untuk
merinci realitas sosial dimana didalamnya terdapat golongan-golongan atau kelompok-
kelompok sosial. Hal ini akan lebih diartikan kita akan melihat struktur sosial dan
kekuasaan, ketika ada penguasa-penguasa yang dominan dan menjadi penentu
kebijakan dalam keseluruhan proses sosial di masyarakat. Sehingga jika Ansos
dilakukan secara mendetail tentu saja akan terlihat siapa pihak yang diuntungkan dan
siapa pihak yang dirugikan.
Ansos selain itu juga dimungkinkan untuk melihat struktur dan sistem yang berlaku di
masyarakat, dengan demikian akan selalu memunculkan penyikapan yang akan
berpihak pada siapa yang dikenai sistem tersebut, dan biasanya yang dirugikan adalah
kaum miskin atau rakyat kecil. Dalam pelapisan sosial rakyat kecil menjadi obyek
penguasa dan klas menengah atau kelompok yang diuntungkan oleh kebijakan,
9
semakin seringnya kebijakan itu mengenai rakyat maka semakin sering juga
penindasan menimpanya.
II
Keterbatasan melakukan Ansos adalah bahwa ansos tidak digunakan untuk menjawab/
memecahkan masalah secara langsung. Ansos tidak bisa benar-benar bebas nilai,
karena ansos sangat terkait dengan latar belakang yang dimiliki pelakunya. Bahwa hasil
analisa tersebut juga tidak terlalu berjangka waktu lama, perlu adanya penyesuaian
dalam data yang baru dan penambahan/ kekayaan referensi dan pengalaman
pelakunya. Bagaimana ansos digunakan adalah dengan mendekati realita yang ada
dan kontekstual pada masanya. Dalam langkah pendataan di lapangan seharusnya
lebih menekankan pada kekuatan kondisi real sehingga akan lebih memudahkan untuk
melakukannya bersama komunitas setempat (transek), pemetaan anatomi sosial politik
akan lebih dapat terbuka dengan menggunakan simpul-simpul komunitas setempat.
Tinggal dengan mematerialkan dengan perumpamaan yang jelas dalam penggalian
datanya, artinya jelas klasnya , status sosial atau jelas jabatan para kontak person
setempat.
III
Tetapi yang cukup membuat luas dan tidak terbatas bahwa ansos tersebut bukan
hanya milik para intelektual/ expert/ ahli, tetapi ansos bisa dilakukan siapa saja dan
dimana saja. Sehingga dalam analisanya mampu membuat personifikasi persoalan
atau materi yang belum jelas menjadi terbuka, jadi sangat dimungkinkan bahwa analisa
tersebut mampu berkembang sesuai dengan kebutuhan pelaku dan komunitas. Serta
penyajiannya bisa berupa data kuantitatif yang dijelaskan secara deskriptif maupun
data kualitatif yang bersifat naratif tergantung kebutuhan dalam penyajian dan
peruntukannya.
IV
Analisa sosial dan “perubahan”, bahwa setelah kita melakukan ansos adakah
perubahan yang nyata utamanya dalam diri kita. Justru bukan malah kita merasa lebih
jauh dari hasil analisa yang telah dilakukan, karena analisa sosial selain mengajak kita
untuk lebih mampu menyelami persoalan juga bagaimana kita bersikap atas realita
yang terbuka didepan mata. Ada pada posisi apa diri kita, kemampuan apa yang ada
pada kita, setelah melihat kenyataan tersebut apa yang akan kita impikan selanjutnya
dan yang terakhir apakah usaha kita untuk memimpikannya akan berefek pada
komunitas setempat. Sampai dimana keberpihakan kita akan diuji dalam aktualisasi
selanjutnya (dari tidak merasa apa-apa sampai kini mampu merasakan beberapa apa-
apa) dan yang patut untuk dihormati sebagai pilihan adalah langkah tindak lanjut
bersama komunitas atau berjalan sendiri (kemampuan intektual/ peneliti) dengan sikap
keberpihakan yang jelas-jelas mengangkat kaum tertindas dari keterpurukannya.
UNSUR-UNSUR ANSOS
Historisitas / dinamika Sejarah
Selain melihat perspektif kedepan juga sangat mungkin untuk membuka kisah lalu,
dengan semangat mengadakan perbandingan dengan situasi kekinian yang dialami
(realitas). Sehingga dengan demikian diharapkan mempunyai responbility terhadap
adanya “perubahan”. Historisitas tidak sekedar kronologis peristiwa tetapi lebih
menekankan seberapa efek yang akan ditimbulkan dengan adanya “perubahan” yang
menggejala ataupun menimpa langsung di kehidupan masyarakat, kemudian ketika kita
mulai mengerti duduk peristiwanya maka akibat apakah yang membuat kita merasakan
10
“perubahan “ dalam diri kita ? Penting sekali untuk dapat mengukur/ merasakan (sense)
perubahan di kita setelah mengerti keadaan yang menimpa masyarakat.
Pertanyaan yang dapat membantu:
Langkah-langkah apa saja yang diambil rakyat dalam situasi sekarang ini ?
Adakah penyikapan/ gerakan di rakyat ?
Apa pengaruh peristiwa-peristiwa besar (nasional/lokal) di rakyat ?
Adakah korban ?
Unsur-unsur struktur
Didalamnya ada sistem struktur pendidikan, kemasyarakatan, kekeluargaan, lembaga-
lembaga sosial, hukum, perdagangan, instansi pemerintahan, ketenagakerjaan, mata
pencarian yang nantinya akan mengarah pada analisis perubahan struktur atau sistem
sosial. Struktur (kerangka) yang dilihat meliputi ekonomi, politik sosial dan budaya.
Bagaimana kita melihat sistem perekonomian dengan persoalan akses “pasar” yang
selalu lekat kaitannya dengan kondisi “uang Internasional” apa mesti selalu begitu
keadaannya. Pendidikan apa yang ada sekarang ini sudah mewakili kekuatan
intelektual ataukah hanya formalitas belaka, apa tidak ada kerangka pikir lainnya
mengenai kebutuhan pendidikan atau metode pendidikan alternatif. Bagaimana dengan
kondisi hukum di negara ini bila mana keadan tersebut bisa berubah , kapan kita harus
selalu sepakat dengan hukum ? Kemudian akankah demokrasi akan muncul dengan
alamiah setelah beberapa syaratnya seperti tersebut diatas tadi berjalan dengan baik.
Mungkinkah tersisa persoalan yang muncul akibat struktur politik, agama dan budaya ?
mulailah dengan kekuatan analisis yang lebih dekat dengan pemikiran rakyat, lalu
kajian berikutnya adalah mengurai perbedaan-perbedaannya.
Pertanyaan yang membantu antara lain :
Siapa yang menentukan perekonomian di masyarakat dan bagaimana caranya
pengaturan sumber daya misalnya mengenai permodalan, produksi atau kebijakan –
kebijakan ?
Siapa yang mengatur sistem kekuasaan di masyarakat apakah partai politik, institusi
pemerintahan atau ada kekuatan yang lainnya ?
Apa yang anda ketahui dengan akronim neoliberal / multinational coorporation? apa
hubungannya dengan sistem ekonomi negara Indonesia dewasa ini ? Apa produk-
produknya ?
Siapa yang mengatur hubungan sosial antar anggota masyarakat, apa melalui
pendidikannya, jaringan komunikasi yang dijalin, suku adat atau lainnya ?
Bagaimana masyarakat mengatur sistem budaya dengan mengadakan pemaknaan
terhadap simbol-simbol. Apakah lewat tradisi-tradisi atau kesenian barangkali ?
Apa pendapat anda / komunitas tentang pengertian pasar ?
Derajat permasalahan
Analisis ini menyangkut seberapa pengaruhnya struktur sosial (sistem ) ini efektif
berlaku dimasyarakat berarti nanti pun akan masuk kewilayah secara teritorial. Mungkin
pengaruhnya sampai nasional, lokal, regional dan siapa-siapa saja yang terpengaruh
dengan pengambilan keputusan/ kebijakan tersebut. Berhubungan juga dengan siapa
yang akan dirugikan (segmen/sektor), bagaimana nasib buruh, petani penggarap, kaum
miskin kota ? atas dasar apa sistem itu diberlakukan, apa visi dan misinya. Mengukur
derajat permasalahan merupakan kemampuan mengolah data dan bagaimana cara kita
menganalisisnya, hal ini akan berkaitan dengan kondisi kekinian (kontekstual) pada
masanya.
Pernahkah kita rasakan bahwa peristiwa perubahan tersebut terjadi di Pusat kekuasaan
tetapi efeknya sampai juga ke daerah/ lokal dan sampai pada diri kita ? Mengapa
semua itu bisa terjadi ? Kira-kira apa pendapat rakyat lalu apa pendapat kita adalah
hubungan dari jawaban masing-masing ? Negara dalam arti yang terbatas adalah
akumulasi dari kekuatan-kekuatan politik yang berkuasa di panggung-panggung
nasional, bagaimana jika di daerah/ lokal sebatas mana kekuatan tersebut mampu
menjadi penekan ?
Bagaimana bila isu itu berasal dari rakyat mungkinkah ? Agama, ras dan golongan
apakah benar-benar bisa dipastikan muncul dari rakyat ? Menurut anda bagaimana itu
bisa terjadi, siapa-siapa saja pemicunya dan apa efek yang paling luas bila itu sempat
merembet ?
Materi-materi :
III
Analisa sosial dan “perubahan”, bahwa setelah kita melakukan ansos adakah
perubahan yang nyata utamanya dalam diri kita.
Ada pada posisi apa diri kita, kemampuan apa yang ada pada kita, setelah melihat
kenyataan tersebut apa yang akan kita impikan selanjutnya dan yang terakhir apakah
usaha kita untuk memimpikannya akan berefek pada komunitas setempat. Dengan
hasil pemetaan yang detail dan sikap serta pengetahuan pada posisi maka akan lebih
mudah kita menciptakankemenangan-kemenagan kecil.
UNSUR-UNSUR ANSOS
Historisitas / dinamika Sejarah
selain melihat perspektif kedepan juga sangat mungkin untuk membuka kisah lalu,
dengan semangat mengadakan perbandingan dengan situasi kekinian yang dialami
(realitas). Sehingga dengan demikian diharapkan mempunyai responbility terhadap
adanya “perubahan”. Historisitas tidak sekedar kronologis peristiwa tetapi lebih
menekankan seberapa efek yang akan ditimbulkan dengan adanya “perubahan” yang
menggejala ataupun menimpa langsung di kehidupan masyarakat, kemudian ketika kita
mulai mengerti duduk peristiwanya maka akibat apakah yang membuat kita merasakan
“perubahan “ dalam diri kita ? Penting sekali untuk dapat mengukur/ merasakan (sense)
perubahan di kita setelah mengerti keadaan yang menimpa masyarakat.
Pertanyaan yang dapat membantu:
Langkah-langkah apa saja yang diambil rakyat dalam situasi sekarang ini ?
Adakah penyikapan/ gerakan di rakyat ?
Apa pengaruh peristiwa-peristiwa besar (nasional/lokal) di rakyat ?
Adakah korban ?
Unsur-unsur struktur
Didalamnya ada sistem struktur pendidikan, kemasyarakatan, kekeluargaan, lembaga-
lembaga sosial, hukum, perdagangan, instansi pemerintahan, ketenagakerjaan, mata
pencarian yang nantinya akan mengarah pada analisis perubahan struktur atau sistem
15
sosial. Struktur (kerangka) yang dilihat meliputi ekonomi, politik sosial dan budaya.
Bagaimana kita melihat sistem perekonomian dengan persoalan akses “pasar” yang
selalu lekat kaitannya dengan kondisi “uang Internasional” apa mesti selalu begitu
keadaannya. Pendidikan apa yang ada sekarang ini sudah mewakili kekuatan
intelektual ataukah hanya formalitas belaka, apa tidak ada kerangka pikir lainnya
mengenai kebutuhan pendidikan atau metode pendidikan alternatif. Bagaimana dengan
kondisi hukum di negara ini bila mana keadan tersebut bisa berubah , kapan kita harus
selalu sepakat dengan hukum ? Kemudian akankah demokrasi akan muncul dengan
alamiah setelah beberapa syaratnya seperti tersebut diatas tadi berjalan dengan baik.
Mungkinkah tersisa persoalan yang muncul akibat struktur politik, agama dan budaya ?
mulailah dengan kekuatan analisis yang lebih dekat dengan pemikiran rakyat, lalu
kajian berikutnya adalah mengurai perbedaan-perbedaannya.
Pertanyaan yang membantu antara lain :
Siapa yang menentukan perekonomian di masyarakat dan bagaimana caranya
pengaturan sumber daya misalnya mengenai permodalan, produksi atau kebijakan –
kebijakan ?
Siapa yang mengatur sistem kekuasaan di masyarakat apakah partai politik, institusi
pemerintahan atau ada kekuatan yang lainnya ?
Apa yang anda ketahui dengan akronim neoliberal / multinational coorporation? apa
hubungannya dengan sistem ekonomi negara Indonesia dewasa ini ? Apa produk-
produknya ?
Siapa yang mengatur hubungan sosial antar anggota masyarakat, apa melalui
pendidikannya, jaringan komunikasi yang dijalin, suku adat atau lainnya ?
Bagaimana masyarakat mengatur sistem budaya dengan mengadakan pemaknaan
terhadap simbol-simbol. Apakah lewat tradisi-tradisi atau kesenian barangkali ?
Apa pendapat anda / komunitas tentang pengertian pasar ?
Derajat permasalahan
Analisis ini menyangkut seberapa pengaruhnya struktur sosial (sistem ) ini efektif
berlaku dimasyarakat berarti nanti pun akan masuk kewilayah secara teritorial. Mungkin
pengaruhnya sampai nasional, lokal, regional dan siapa-siapa saja yang terpengaruh
dengan pengambilan keputusan/ kebijakan tersebut. Berhubungan juga dengan siapa
yang akan dirugikan (segmen/sektor), bagaimana nasib buruh, petani penggarap, kaum
miskin kota ? atas dasar apa sistem itu diberlakukan, apa visi dan misinya. Mengukur
derajat permasalahan merupakan kemampuan mengolah data dan bagaimana cara kita
menganalisisnya, hal ini akan berkaitan dengan kondisi kekinian (kontekstual) pada
masanya.
Pernahkah kita rasakan bahwa peristiwa perubahan tersebut terjadi di Pusat kekuasaan
tetapi efeknya sampai juga ke daerah/ lokal dan sampai pada diri kita ? Mengapa
semua itu bisa terjadi ? Kira-kira apa pendapat rakyat lalu apa pendapat kita adalah
hubungan dari jawaban masing-masing ? Negara dalam arti yang terbatas adalah
akumulasi dari kekuatan-kekuatan politik yang berkuasa di panggung-panggung
nasional, bagaimana jika di daerah/ lokal sebatas mana kekuatan tersebut mampu
menjadi penekan ?
Bagaimana bila isu itu berasal dari rakyat mungkinkah ? Agama, ras dan golongan
apakah benar-benar bisa dipastikan muncul dari rakyat ? Menurut anda bagaimana itu
bisa terjadi, siapa-siapa saja pemicunya dan apa efek yang paling luas bila itu sempat
merembet ?
12. Keyakinan pemandu, bahwa melakukan kegiatan ini demi perkembangan pola
pikir peserta Ansos, jadi akan lebih bijaksana bila kemampuan pemandu
senantiasa tercurah dalam bangunan forum ini. Bila dalam proses tersebut
mengalami kesulitan untuk membangun suasana forum sangat dimungkinkan
untuk mencoba berdialog dengan peserta dikala rehat atau berdiskusi dengan
pemandu lainnya untuk memperoleh jalan keluar. Pemandu harus mempunyai
suatu ukuran dan keyakinan bahwa akibat yang paling sederhana/ minim telah
menjadi target proses ini, meskipun tidak perlu harus memaksakan kehendaknya
(memaksakan). Bahwa dalam prose belajar ini akan muncul “perubahan” dari
kondisi asalnya, keyakinan ini merupakan modal utama pemandu untuk
mencoba membangun alam kognisi peserta. Sabar dalam menggali dan
mengidentifikasi potensial forum dan kemampuan peserta akan mendukung
keberhasilan proses ini.
Tahap II
1. Manajemen konflik,
2. Ansos lanjutan (kesadaran kritis),
3. Pendokumentasian,
4. Tehnik pendampingan OT
5. Manajemen organisasi,
6. Kaderisasi OT,
7. Penguatan “kuasa” politik OT,
8. Pembangun jaringan pergerakan tani