Anda di halaman 1dari 4

Tijauan Filosofi Tentang Sistem Among

Selama ini pendidikan terutama di sekolah telah banyak menerapkan berbagai


sistem dan metode pendidikan dan pembelajaran yang berasal dari negara-negara barat.
Memang sistem tersebut dapat berhasil, namun tidak sedikit pula karena tidak sesuai
dengan nilai dan budaya bangsa Indonesia atau bahkan bertentangan maka sistem
tersebut tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Dengan demikian, praktik teori
dan filsafat pendidikan tersebut masih juga dianggap kurang memuaskan baik di luar
negeri, seperti Amerika Serikat (Gess-Newsome, dkk:2003) maupun di Indonesia
(Tafsir, 2007:8). Dari perspektif ini maka perlu dicari model pelaksanaan teori
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan Indonesia, dengan kata lain
bersifat kontektual.
Sementara itu, masyarakat Indonesia masih banyak yang lupa bahwa bangsa
Indonesia mempunyai sistem dan metode pendidikan asli Indonesia, ciptaan putra
Indonesia sendiri yang disebut dengan Sistem Among yang merupakan teori atau
gagasan dari Ki Hadjar Dewantara. Sistem Among berasal dari bahasa Jawa yaitu mong
atau momong, yang artinya mengasuh anak. Para guru atau dosen disebut pamong yang
bertugas untuk mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu dengan kasih sayang.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, Sistem Among merupakan metode yang sesuai untuk
pendidikan karena merupakan metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada
asih, asah dan asuh (care and dedication based on love).
Pendidikan Sistem Among bersendikan pada dua hal yaitu, pertama kodrat alam
sebagai syarat untuk mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya sistem among juga berkaitan dengan
kodrat alam. Kodrat alam merupakan ajaran Ki Hadjar Dewantara yang berarti setiap anak
pada hakekatnya sebagai makhluk Tuhan yang diberikan bakat sejak lahir. Oleh karena itu
dalam pembelajaran sistem among, seorang guru harus mengetahui setiap bakat yang
dimiliki oleh anak. Selanjutnya tugas guru adalah membimbing serta mengarahkan bakat
yang dimiliki setiap anak sesuai dengan bidangnya masing-masing agar bakat tersebut
dapat berkembang dan menjadi jalan untuk berprestasi.
Kedua, kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan
kekuatan lahir batin anak agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta
bertindak merdeka. Kemerdekaan tersebut sebagai karunia Tuhan yang diberikan kepada
manusia untuk mengatur dirinya sendiri. Kemerdekaan harus menjadi dasar untuk
mengembangkan bakat yang dimiliki manusia sejak lahir agar bakat yang dimiliki dapat
berkembang dengan sebebas-bebasnya. Akan tetapi di dalam dasar kemerdekaan yang
diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara kebebasan disini bukan berarti bebas melakukan
apapun tanpa adanya batasan-batasan tertentu. Sebaliknya, kebebasan yang dimaksud
adalah kebebasan yang tetap mengenal dan menjalankan syarat tertib damainya hidup
bermasyarakat. Artinya kemerdekaan yang dimiliki oleh setiap anak tetap harus
menjalankan aturan yang ada, dimana hidup di lingkungan sekolah maupun masyarakat
pasti mempunyai aturan-aturan tertentu dan aturan-aturan tersebut harus di patuhi.
Tujuan dari Sistem Among adalah membangun anak didik untuk menjadi manusia
beriman dan bertaqwa, merdeka lahir dan batin, budi pekerti luhur, cerdas dan
berketrampilan, serta sehat jasmani dan rohani agar menjadi anggota masyarakat yang
mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya.
Dalam pelaksanaan Sistem Among, setelah anak didik menguasai ilmu, mereka didorong
untuk mampu memanfaatkannya dalam masyarakat, didorong oleh cipta, rasa, dan karsa.
Sistem Among sering dikaitkan dengan Tut Wuri Handayani, bahkan menurut Ibid dalam
Firdiansah dan Agus (2013: 608) sistem among disebut juga sistem Tut Wuri Handayani.
Tut Wuri Handayani mempunyai semboyan yang berbunyi: Ing ngarso sung tuladha, Ing
madya mangun karsa, Tut Wuri Handayani. Asas ini telah banyak dikenal oleh masyarakat
daripada Sistem Among sendiri, karena banyak dari anggota masyarakat yang belum
memahaminya. Menurut Ki Hajar Dewantara, Sistem Among memang dapat menuju
tercapainya insan yang merdeka lahir-batin. Ki Hajar Dewantara kemudian merumuskan
sebagai berikut:
1. Ing Ngarso Sung Tulodo, yang berarti di depan memberikan contoh atau teladan.
Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari ialah saat guru mengajar
menggunakan metode ceramah atau memberikan nasihat, ia harus benar-benar siap
dan tahu bahwa apa yang diajarkannya tersebut adalah baik dan benar.
2. Ing Madyo Mangun Karso, yang berarti di tengah membimbing, memotivasi, dan
memberikan semangat. Hal ini ini dapat tercermin saat kegiatan belajar mengajar guru
menggunakan metode diskusi. Sebagai pendidik, guru diharapkan dapat memberikan
masukan atau arahan yang relevan dan berguna bagi anak didiknya.
3. Tut Wuri Handayani, yang berarti di belakang memberikan dorongan. Contoh
pelaksanaan ini dapat terlihat saat guru mengamati, mengikuti, dan mengarahkan anak
didik dari belakang dalam mengimplementasikan apa yang dipelajarinya.

Penerapan Sistem Among di Sekolah Dasar


Guru merupakan orang yang dapat mempengaruhi sukses atau tidak pendidikan di
sekolah. Seperti halnya keberhasilan penerapan sistem among di sekolah juga tergantung
dari guru di sekolah tersebut. guru dapat memberikan kesempatan dan dorongan kepada
anak didik untuk menunjukkan kemampuannya, pembinaan anak didik berdasarkan
kemauan sendiri, pemahaman sendiri dan usaha sendiri, guru memfasilitasi bakat anak.
Berkaitan dengan hal tersebut dapat diberikan contoh ketika seorang anak sering melakukan
perkelahian maka sikap dan tindakan guru adalah menegur dan menasehati anak tersebut.
Selain itu guru harus mengarahkan anak untuk mengikuti ekstrakulikuler pencak silat yang
ada di sekolah. Agar kebiasaan anak yang buruk seperti berkelahi dapat tersalurkan kedalam
kegiatan yang lebih positif untuk meraih prestasi sesuai dengan kebiasaannya.
Di sekolah guru judapat mengarahkan anak didiknya pada pembelajaran yang kreatif
untuk menciptakan suatu produk hasil pembelajaran. Contohnya, pada mata pelajaran
SBdP guru bukan hanya mengajarkan bagaimana mengajarkan Tari Saman yang baik dan
benar, akan tetapi guru membimbing anak untuk dapat menciptakan tari- tarian sesuai
dengan apa yang dilihat dan dilakukan setiap harinya. Misalnya anak menciptakan Tari
Burung. Selain itu, guru juga untuk mengasah kepekaan anak terhadap hal-hal yang positif
seperti etika, moral, positive thinking agar anak terdorong atau memiliki kepedulian untuk
selalu berbuat baik dan benar kepada orang lain. Contohnya ketika salah satu anak didik
tidak membawa pensil pada saat guru memberikan tugas menggambar mata pelajaran SBdP,
maka guru memberikan nasehat kepada seluruh anak didiknya. Nasehat tersebut dapat berupa
penjelasan bahwa ketika diri kita mengalami hal yang serupa yaitu tidak membawa pensil
ketika hendak menggambar, maka kita akan merasa takut dan gelisah sebab tidak akan
mendapat nilai menggambar. Oleh sebab itu jika ada yang mempunyai pensil lebih dari satu
maka sebaiknya salah satu pensil tersebut dipinjamkan untuk teman yang sedang
membutuhkan. Dari contoh tersebut akan membiasakan anak untuk saling tolong menolong
dalam hal kebaikan.
DAFTAR PUSTAKA

Boentarsono, B., dkk. (2018). Taman Siswa Badan Perjuangan Kebudayaan dan
Pembangunan Masyarakat. (6 ed.) Yogyakarta: UST-Press.
Firdiansah, Fikri & Agus Suprijono. (2013). Pendekatan Sistem Among pada Proses
Pembelajaran di SMK Taman Siswa Kediri Tahun 2006 2012/2013 dalam
Dinamika Modernisasi. Avatara, e-Journal Pendidikan Sejarah 1(3), 607-614.
Suwarjo. (1999). Pendidikan Among Sistem. (1 ed.) Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa.
Pratomo, Wachid. (2018). Modul Kepramukaan. (1 ed.) Yogyakarta: UST.
Rharjo, Sabar Budi. (2010). Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak
Mulia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 16(3), 229-238.
Tanaka, Ahmad. (2018). Sistem Among, Dalton, dan Shanti Niketan: Kajian Komparatif
Historikal Sistem Pendidikan Indonesia, Amerika, dan India serta Implikasinya
bagi Kemajuan Pendidikan di Indonesia Konteks Kekinian. Jurnal Teknologi
Pendidikan Madrasah 1(1), 53-73.
Tim Dosen Ketamansiswaan. (2014). Materi Kuliah Ketamansiswaan. Yogyakarta: UST.
Wangid, Muhammad Nur. (2009). Sistem Among Pada Masa Kini Kajian Konsep dan
Praktis Pendidikan. Jurnal Kependidikan 39(2), 129-140.
Wardani, Kristi. (2010). Peran Guru dalam Pendidikan Karakter Menurut Konsep
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Proceding of the 4 International Conference on
Teacher Education; Join Conferences yang diselenggarakan oleh UPI dan UPSI,
tanggal 8-10 November 2010. Bandung: UPI.

Anda mungkin juga menyukai