Kaum muslimin dan muslimat jamaah shalat Ied yang dimuliakan Allah SWT
Dalam suasana yang berbahagia ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Kuasa. Dengan siraman rahmat dan
karuniaNya kita dapat menyambut hari yang agung ini, hari Raya Idul Fitri 1 Syawal
1443 H dengan tertib, aman, khidmat dan lancar.
Tumbuhnya rasa syukur dan bahagia ini terpancar nyata pada wajah-wajah kita
sekalian kaum muslimin, karena telah mampu memenuhi kewajiban ibadah puasa
sebulan penuh disertai dengan qiyamu ramadhan. Kita telah menyemarakakan suasana
ramadhan dengan melaksanakan shalat tarawih berjamaah, bertadarrus al-qur’an,
beri’tikaf dan diakhiri dengan mengeluarkan zakat fitrah untuk disampaikan kepada
yang berhak menerimanya. Semuanya itu kita laksanakan atas dasar keimanan dan
keikhlasan semata-mata hanya mengharap ridha Allah SWT, tidak karena terpaksa dan
tidak pula karena dipaksa oleh yang lain.
Hal ini sesuai dengan ikrar yang senantiasa kita ucapkan: Radhiitu billaahi rabbaa,
wa bil islaami diinaa, wa bimuhammadin nabiyyaa wa rasuulaa. Artinya: Aku ridha
Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabi dan
Rasulku.
Keridhaan dan kelapangan dada dalam menerima dan mengamalkan ajaran Islam ini
sesungguhnya merupakan indikasi bahwa hidayah Allah SWT telah dapat kita terima.
Tetapi sebaliknya jika hati masih merasa berat dalam menerima dan menerapkan
ajaran islam, maka ini menunjukkan bahwa hidayah Allah SWT belum dapat diterima
secara sempurna.
Firman Allah SWT dalam alquran:
Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya petunjuk, niscaya Dia melapangkan
dadanya untuk (memeluk agama) islam. Dan barang siapa dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia
sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang
tidak beriman. (QS. Al-an’am : 125)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu
Saudara-saudara Kaum Muslimin dan Muslimat sidang jamaah Ied yang dirahmati Allah
SWT
Hari ini merupakan hari yang diberkahi, dimuliakan dan merupakan hari maghfirah
(ampunan) Allah. Untuk itu marilah kita masing-masing mengintrospeksi diri terhadap
kesalahan dan dosa-dosa kita, baik kepada sesama manusia maupun dosa kepada
Allah SWT. Mudah-mudahan puasa yang telah kita laksanakan sebulan lamanya
menjadi wasilah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam upaya meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT, pada
kesempatan ini tidak ada salahnya bila kita mengenang serpihan kisah tentang detik-
detik terakhir menjelang Rasulullah SAW wafat. Dengan harapan mudah-mudahan
menjadi bahan pertimbangan dan pedoman hidup kita masa kini dan untuk masa yang
akan datang.
Pada kesempatan melaksanakan haji wada, Rasulullah SAW berkhotbah dan beliau
menyinggung tentang wahyu terakhir yang baru saja diterimanya dari Malikat Jibril.
Rasulullah SAW mengatakan bahwa Jibril tidak akan datang lagi menemuinya.
Mendengar berita itu, para sahabat menjadi sangat gembira sebab menganggap bahwa
Islam telah sempurna. Sebaliknya, Abu Bakar justru tidak memperlihatkan
kegembiraan. Ia nampak sedih dan menahan duka yang mendalam. Saat itu juga ia
langsung pulang dan mengunci diri dalam kamar sambil menumpahkan segala
kesedihannya.
Melihat Abu Bakar bersikap demikian, para sahabat cepat memburu ke rumahnya dan
menanyakan kepada Abu Bakar mengapa ia bersedih dan tidak menampakkan
kegembiraan. Abu Bakar menjawab : “Apakah kalian tidak tahu bahwa agama ini telah
sempurna kata Rasulullah ? apakah kalian juga tidak menyadari jika datang
kesempurnaan itu pertanda akan datang kekurangan ? Tidakkah kalian sadari bahwa
hal itu merupakan isyarat bahwa tidak lama lagi Rasulullah bakal berpisah dengan kita
selamanya ? Bila Rasulullah telah tiada, apa yang akan terjadi ? Tiada lain, akan
muncul berbagai persoalan baru. Sanggupkah kita mengatasi berbagai persoalan itu ?
itulah yang aku pikirkan “ kata Abu Bakar panjang lebar.
Mendengar perkataan Abu Bakar tersebut, para sahabat kemudian bergegas menemui
Rasulullah SAW dan bertanya : “Benarkah apa yang dikatakan Abu Bakar itu ya
Rasul?” “Benar” jawab Rasulullah. Mendengar jawaban tersebut, para sahabat tak
kuasa menahan tangis. Mereka merasakan kesedihan yang mendalam karena akan
ditinggalkan oleh manusia yang amat mereka cintai.
Tak lama setelah itu rasulullah pun sakit keras dan berada dalam keadaan kritis.
Rasulullah saat itu sangat tidak berdaya berada di pangkuan putrinya Siti Fatimah.
Sesaat ketika malaikat maut menjemput, Rasulullah SAW masih sempat berwasiat
dengan ucapan : “Ummati, ummati, ummati (Ummatku, ummatku, ummatku)”.
Beliaupun kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir, kembali ke haribaan
yang menciptakannya. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’un.
DISUSUN OLEH :
R. KH. FAIS, S. HI