Anda di halaman 1dari 6

Allahu Akbar, wa lillahilh hamd.....

Dengan bersyukur ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya pagi hari yang
berbahagia ini kita menyambut kedatangan hari yang agung, hari raya fitri, hari raya
kemuliaan dan kesucian.

Dengan rasa haru dan penuh ikhlas, kita semua melepas bulan Ramadhan, bulan
yang luhur dan mulia yang dipenuhi dengan ampunan dan karunia. Kita bertakbir,
mengagungkan Allah SWT dan menyucikan-Nya dengan bertasbih, menyucikan dari
segala sesuatu yang tidak layak pada-Nya.

Takbir, tahlil dan tahmid silih berganti, berkumandang di angkasa raya diucapkan
dengan lisan yang fasih dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan. Rona dan wajah
setiap Muslim menampakkan kebahagiaan yang cemerlang dan ketulusan yang
mendalam, jauh sampai ke lubuk hati. Melukiskan kesan yang kuat dan mengakar
ke dalam jiwa yang suci. Semua itu merupakan perwujudan dari pernyataan syukur
kita ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan nikmat-Nya, terutama karunia
yang paling agung berupa petunjuk dan hidayah-Nya. Hidayah itu membibing kita
meniti cahaya yang terang benderang, menuju kehidupan yang sukses, lahir dan
bathin. Kita bersyukur telah dapat melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh
dengan ketabahan dan keikhlasan

         
        
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, (albaqarah 185)

Pagi ini, kita merayakan Idul Fitri, hari raya kesucian yang dinantikan kehadirannya
oleh setiap insan yang beriman, dengan demikian kita kembali kepada fitrah, yaitu
kemurnian dan kesucian. Kembali kepada kemurnian dan kesucian berarti kita
kembali kepada suasana yang bersih telepas dari dosa dan kesalahan. Setiap orang
yang melaksanakan puasa Ramadhan sesuai denga petunjuk al-Qur’an dan al-
Sunnah akan terlepas dosa dan kesalahannya sehingga menjadi suci kembali,
seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Kesucian yang telah kita peroleh
dengan susah payah itu hendaklah terus dipertahankan sampai bulan-bulan
berikutnya dengan meingkatkan iman dan takwa kita serta bertaqarub kepada-Nya
dengan tunduk dan patuh.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Puasa Ramadhan yang baru saja kita jalani membentuk setiap diri umat Islam agar
memiliki kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat meningkatkan
potensi kesucian rohaninya. Ibadah shiyam dapat membentu jati diri Muslim yang
pari purna dengan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Iman dan
takwa itu dibuktikan dengan senantiasa berpegang teguh kepa petunjuk-Nya,
melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dengan
mempertahankan kelestarian iman dan taqwa, kita meniti jalan yang lurus untuk
mencapai keridhaan Allah SWT, keridhaan yang senantiasa didambakan oleh setiap
manusia yang beriman. Menuju keridhaan yang agung dan luhur itu harus ditempuh
dengan melaksankan ibadah dan amal shaleh secara ikhlas dan jujur, sesuai
dengan ikrar kita yang selalu kita ucapkan dalam do’a iftitah yang dibaca pada saat
awal melaksanakan shalat.

           
       

“katakan lah Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu baginya dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri (kepada Allah) (QS. al-
An’am : 162-163).

Pembentukan jati diri dalam ibadah shiyam merupakan aktivitas yang sangat penting
dalam kehidupan seorang mukmin, karena dengan jati diri itulah kita akan bersikap
istiqomah dalam menjalani ajaran agama. Ibadah shiyam yang kita laksanakan,
harus mampu membentuk jati diri setiap Muslim dan meningkatkan kualitasnya dari
tahapan yang paling rendah menuju tahapan yang paling tinggi.

jama’h sholat id yang dirahmati Allah.........

Pembentukan jati diri itu, menuju perubahan pada yang lebih sempurna,
sebagaimana yang dicontohkan oleh kehidupan para sahabat Nabi dan Tabiin
generasi awal. Perubahan yang sangat mendasar menuju jati diri yang sempurna
misalnya kita bisa mengambil contoh dari peristiwa berikut ini:

Pada suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW menerima tamu, seorang pria dari
kalangan musyrik Arab jahiliyah. Nabi menerima tamu itu sebagaimana layaknya
beliau menerima tamu yang lain, dihormati selayaknya dan dipersilahkan duduk di
ruang yang telah disediakan. Nabi SAW menyuguhkan kepada tamu itu segelas air
susu murni. Demikianlah kebiasaan dan kebangaan orang-orang Arab pada waktu
itu, mereka sangat berbahagia sekali apabila dapat menyuguhkan pada tamunya air
susu murni yang mereka perah dari kambing atau unta.
Setalah disuguhi segelas air susu, tamu itu meminumnya sampai habis. Kemudian
Nabi menyediakan gelas yang keduanya, itupun diminum sampai habis lalu Nabi
menyediakan gelas yang ketiga itupun diminum sampai habis. Hal itu terus
berlangsung sampai tujuh gelas. Pertemuan itu kemudian berlalu begitu saja, tidak
ada hal yang perlu dicatat, pria Arab jahiliyah kembali ke rumahnya dan Nabi pun
melaksanakan aktivitas dakwahnya sebagaimana biasa.

Kira-kira beberapa bulan setelah itu, pria Arab jahiliyah tadi masuk Islam, sebagai
seorang mualaf dia merasa ketinggalan dengan para sahabat lain, karena itu dia
terus mempelajari agama dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya dengan
baik. Dalam jangka waktu tidak begitu lama pria mualaf itu telah menjadi seorang
Muslim yang sangat baik. Setelah menjadi pria Muslim yang baik dia mengujungi
rumah Nabi kembali. Nabi menerima tamu mualaf ini, langsung teringat dengan
kunjungan yang pertama dulu, kemudian Nabi menyediakan segelas air susu,
sebagaimana dulu menyediakannya. Pria mualaf itu kemudian minum segelas air
susu yang disediakan oleh Nabi sebagaimana dulu ia meminumnya.

Ketika Nabi akan menyediakan gelas yang kedua, tiba-tiba pria mualaf itu
mengatakan, “Wahai Rasulullah cukup untukku, cukup untukku dengan segelas
susu itu.” Nabi SAW mengomentari sikap pria mualaf yang telah berubah drastis dari
kebiasaan jahiliyahnya dan menggantinya dengan jati diri seorang Muslim, beliau
mengatakan:

Seorang mukmin cukup meminum dengan satu gelas, sedangkan orang kafir baru puas
minum dengan tujuh gelas. (HR. Muslim. No Hadis: 3843)

Dari contoh itu kita bisa melihat secara langsung betapa besarnya perubahan sikap dan jati
diri dari seorang jahiliyah menjadi seorang mukmin. Pola hidup yang tadinya dipenuhi
dengan kerakusan digantinya dengan kesederhanaan. Kesederhanaan dalam pola makan,
dalam pola berpakaian dan bertingkah laku. Manusia mukmin yang melaksanakan ibadah
Ramadhan juga diarahkan agar melakukan perubahan yang besar dalam membentuk jati
dirinya, dari manusia yang berkualitas rendah menjadi berkualitas tinggi menuju
kesempurnaan sesuai dengan ajaran Islam. Puasa Ramadhan pada hakikatnya dapat
membentuk jati diri seseorang menjadi pribadi yang berkualitas dan memiliki kemampuan
yang tinggi dalam meraih kesuksesan di dunia dan akhirat. Salah satu jati diri manusia
mukmin adalah berpola hidup sederhana dan dapat mengendalikan nafsunya sehingga tidak
terjerembab dalam lembah kehinaan dan kehancuran.
Ada tiga macam nafsu yang sering menjerumuskan seseorang ke lembah kehinaan yaitu nafsu
dari dorongan perut, libido seksual, dan hawa nafsu yang menyesatkan. Nabi SAW sangat
mengkhawatirkan umatnya terjerembab dalam tiga macam nafsu yang menghancurkan itu,
sehingga beliau bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya aku mengkhawatiri kamu sekalian terjerembab dalam keinginan


hawa nafsu dari dorongan perutmu, dorongan seksualmu dan hawa nafsu yang menyesatkan.
(HR. Ahmad. No Hadis:18951)

Dalam kehidupan modern yang kita jalani sekarang, betapa banyakanya orang yang
telah terjerembab dalam lembah kenistaan dan kehinaan yang kita jumpai. Ada
sebagian dari masyarakat yang terjerembab ke dalam hawa nafsu perutnya
sehingga ia menjadi budak perutnya sendiri, maka ia pun makan secara berlebihan,
minum secara berlebihan, sehingga hidupnya hanya memenuhi dorongan perutnya.
Orang seperti ini tergolong dalam kelompok manusia yang paling buruk dari umat
Nabi Muhammad SAW.

Kalau orang pertama tadi menjadi budak perutnya sendiri, sehingga ia terjerembab
dalam kehinaan dan kehancuran, sedangkan kelompok kedua banyak orang yang
menjadi budak dari dorongan libidonya sehingga ia menjadi budak nafsu
seksualnya. Keadaan seperti ini lebih membahayakan lagi, karena akan
menimbulkan kerusakan dan kehinaan yang lebih parah. Banyak keluarga dan
masyarakat yang hancur karena menjadi budak libido dan nafsu seksualnya. Akibat
memperturutkan nafsu seksual banyak menyebabkan manusia bergelimang dengan
dosa, seperti; perselingkuhan, perzinahan, dan timbulnya deviasi seksual yang
mengerikan.

Kalau orang kedua tadi menjadi budak dari dorongan seksualnya sendiri, maka
kelompok yang ketiga, adalah manusia-manusia yang diperbudak oleh hawa
nafsunya sendiri, keadaan ini jauh lebih berbahaya lagi, karena memperturutkan
hawa nafsu akan mencampakkan pelakunya menuju kehancuran yang sangat
menakutkan. Bahkan terkadang hanya berapa detik saja orang tidak bisa
mengendalikan hawa nafusnya ia telah terjerumus dalam kerusakan dan kehancurn
dan penyesalan yang sangat berat selama-lamanya di dunia dan akhirat Karena itu
Nabi menyatakan: “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsumu yang
berada di antara kedua lambungmu sendiri” (Ihya’ Ulumuddin).

Al-Qur’an memperingatkan orang-orang yang terjerembab dalam kemauan hawa


nafsu yang menyesatkan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Ahqaf: 20.
        
       
         


20. dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka
dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu
(saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; Maka pada hari ini kamu dibalasi dengan
azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak
dan karena kamu telah fasik".

Berbagai kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat, karena manusia meuruti


hawa nafsunya sendiri. Ibadah puasa Ramadhan yang telah kita jalani dapat melatih
dan melindungi diri kita agar tidak terjerembab dalam kubangan hawa nafsu,
sebagaimana yang disebutkan di atas. Dengan demikian puasa dapat membentuk
jati diri yang paripurna, menjadi manusia Muslim yang beriman dan bertakwa.

Allahu Akbar, wa lillahil hamd ........

Hadirin dan hadirat yang dimuliakan Allah,

Kembali kepada fitrah yang suci dan bersih itulah yang sesungguhnya kita jalani
sekarang ini. Hari yang amat berbahagia ini dinamakan ‘Idul Fitri’, yaitu kesucian dan
keutuhan yang telah kita peroleh kembali setelah kita melakukan puasa Ramadhan
sebulan penuh. Karena itu hari ini adalah hari kemenangan dan kejayaan bagi kita
semua, karena kita telah berusaha meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah
SWT, ucapan yang paling tepat kita ikrarkan pada hari ini adalah suatu do’a:

َ‫اللّهُ َّم اجْ َع ْلنَا ِمنَ ْال َعآِئ ِد ْينَ َو ْالفَآِئ ِز ْينَ َو ْال َم ْقبُوْ لِ ْين‬

“Allah Tuhan kami jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah yang
memperoleh sukses dan kemenangan serta diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt”.

Semoga kita semua senantiasa dapat mengikuti petunjuk Allah dan senantiasa memperoleh
rahmat-Nya. Amiin.

Anda mungkin juga menyukai