Anda di halaman 1dari 5

Nama : Lutfi Hamdani Sutikno

Asal PTK : Politeknik Statistika STIS


Judul : Keutamaan Sifat Pemaaf

ُ‫علَ ْي ُك ْم َو َر ْح َمةُ هللاِ َو َب َركَاتُه‬


َ ‫سالَ ُم‬
َّ ‫ال‬

Hadirin yang dirahmati Allah SWT


Tiada kata yang lebih indah dan pantas untuk kita ucapkan di pagi yang indah ini, selain ucapan syukur
ke hadirat Allah SWT. Karena atas nikmat sehat dan nikmat sempatNya, kita bisa hadir dalam acara
Lomba Da’i FOKRI Games PTK 2019 dalam keadaan sehat wal ‘afiat.. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, karena atas perjuangan beliaulah kita
dapat keluar dari gelapnya hati menuju terangnya cahaya iman dan islam.

Hadirin Rahimakumullah
Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwasanya
“Sifat pemaaf ibarat amalan shadaqah yang pada hakikatnya tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah
Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas seorang hamba karena memaafkan orang yang menyakitinya
kecuali dengan kemuliaan”. Memaafkan juga dapat diibaratkan laksana cinta, yang menerima,
merangkul, dan meliputi segalanya. Di hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda:

“Ada tiga golongan yang aku berani bersumpah untuknya, tidaklah berkurang harta karena
shodaqoh, dan tidaklah menambah bagi seorang pemaaf melainkan kemuliaan, dan tidaklah
seseorang bertawadhu’ (rendah hati) melainkan akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.”
(HR.Tirmidzi)
Melalui muqaddimah tersebut, saya akan menyampaikan tausiyah yang berjudul “Keutamaan Sifat
Pemaaf”.

Hadirin Rahimakumullah
Pemaaf adalah sifat yang sangat terpuji yang Allah sifatkan kepada hamba-hamba-Nya yang
bertaqwa. Karena beratnya amalan ini, sehingga Allah Subhanahu Wata’ala mengutip secara khusus
dalam Surat Ali Imron ayat 133-134:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.”

Hadirin Rahimakumullah
Islam mengajarkan pada umatnya bahwa memberi maaf tak menunjukkan seseorang itu lemah karena
tidak mampu membalas. Sebab memaafkan orang lain terutama ketika seseorang tersebut mampu
membalas, merupakan kemuliaan. Saya teringat kisah akhlak pemaaf Rasulullah SAW yang luar biasa
yang patut kita jadikan teladan dalam peristiwa hijrah ke Thaif dan Fathu Mekkah.

Sesudah Abu Thalib dan Siti Khadijah meninggal dunia, Nabi Muhammad SAW melihat
penganiayaan kafir Quraisy terhadap beliau dan para sahabat makin menjadi-jadi. Beliau yakin bahwa
Kota Mekkah tidak sesuai lagi dijadikan sebagai pusat dakwah. Karena itu, dibuatlah rencana untuk
menjalankan seruan agama Islam keluar Kota Mekkah, dengan harapan akan dapat menemukan
tempat lain yang sesuai untuk dijadikan pusat dakwah. Akhirnya sampailah Nabi Muhammad SAW
bersama Zaid bin Haritsah di negeri Thaif, yang terkenal berhawa sejuk dan keramahan penduduknya
terhadap tamu yang datang. Di Thaif, Nabi menyeru orang-oang terkemuka di kota itu agar
menyembah Allah SWT. Namun penduduk Thaif menolak sambil mengusir kedatangan Nabi
Muhammad SAW, mereka mencaci-maki, menyoraki, dan melempari Rasulullah dengan batu. Nabi
pun menderita luka-luka. Untuk membersihkan darah yang mengalir, Nabi berteduh di kebun anggur,
kemudian Malaikat Jibril datang menjumpainya memohon agar beliau mengizinkan untuk
menghimpit penduduk negeri Thaif dengan dua buah gunung. Tapi, apa jawaban beliau? Beliau justru
menolak dan berdoa:

Artinya: Ya Allah ampunilah umatku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui

Pun begitu dengan peristiwa Fathu Mekkah. Pada tahun ke-7 H, Rasulullah dan kaum muslimin
kembali ke Mekkah setelah hijrah ke Madinah pada 1 H. Rasulullah SAW dan kaum muslimin
kembali ke Mekkah untuk melaksanakan umrah. Rasulullah dan kaum muslimin berharap dapat
beribadah dengan aman dan khusyu’. Rasulullah dan kaum muslimin juga dengan ikhlas dapat
menerima dan mengamalkan perjanjian Hudaibiyah. Yaitu perjanjian antara kaum muslimin dan kafir
Quraisy yang terjadi ketika kaum muslimin hendak memasuki Kota Mekkah, namun dihalangi kaum
kafir Quraisy. Rasulullah meminta agar kaum kafir Quraisy mengizinkan kaum muslimin masuk Kota
Mekkah, dan akhirnya terjadilah perjanjian Hudaibiyah. Akan tetapi, kaum kafir Quraisy menghianati
perjanjian Hudaibiyah. Pengkhianatan kafir Quraisy Mekkah itu menjadi penyebab Nabi Muhammad
SAW bersama kaum muslimin menyerbu Mekkah. Bersama 10.000 tentara, Rasulullah dan kaum
muslimin berangkat menuju Kota Mekkah.

Kekuatan muslim yang sangat besar membuat kafir Quraisy merasa takut dan gentar. Kaum kafir
Quraisy merasa bersalah telah melanggar perjanjian Hudaibiyah. Mereka mengutus Abu Sufyan untuk
menghadap Rasulullah dengan maksud untuk memperbarui perjanjian dan menghilangkan kesalahan
mereka. Rasulullah yang mengetahui rencana itu menolak permintaan Abu Sufyan dan menyuruhnya
pulang ke Mekkah. Ketika sampai di Mekkah, Abu Sufyan berkata dengan suaranya yang keras: Hai
sekalian kaum kafir Quraisy! Muhammad telah datang kemari dengan tentaranya yang sangat besar,
yang tidak akan sanggup kita lawan. Dia berpesan 3 golongan saja yang akan memperoleh keamanan,
yaitu orang yang berlindung ke rumah Abu Sufyan, orang yang menutup pintu rumahnya sendiri &
orang yang masuk ke dalam Masjidil Haram. Mendengar seruan Abu Sufyan itu, sikap kaum kafir
Quraisy ada beberapa orang yang segera menutup pintu rumahnya dan bersembunyi. Sebagian berlari
ke rumah Abu Sufyan. Adapun Masjidil Haram sudah dipenuhi kaum kafir Quraisy untuk berlindung.
Rasulullah memasuki Mekkah diikuti tentara muslim dalam jumlah yang sangat besar. Rasulullah
berhasil menaklukan Mekkah dengan penuh kedamaian, tidak ada pertumpahan darah. Setelah
memasuki Masjidil Haram, Rasulullah thawaf keliling Ka’bah 7 kali. Kemudian Rasulullah masuk ke
dalam Ka’bah dan dengan tangannya sendiri Rasulullah menghancurkan patung-patung dan berhala
dalam Ka’bah. Kemudian membuang patung-patung dan berhala itu. Ka’bah dibersihkan dan
disucikan dari perbuatan syirik yang menyesatkan manusia. Para pemimpin Quraisy Mekkah
memperhatikan peristiwa itu. Mereka merasa gemetar ketakutan terhadap nyawa mereka. Kemudian
Rasulullah memanggil mereka. Mereka datang dan bersujud di hadapan Rasulullah. Kemudian
Rasulullah SAW bersabda: “bangun dan pergilah, kamu bebas”. Rasulullah memberi maaf kepada
mereka dan semua kafir Quraisy Mekkah. Sikap mulia Rasulullah pada saat kemenangannya itu,
melenyapkan perasaan menentang di dalam hati kaum kafir Quraisy. Pada hari itu mereka
berbondong-bondong masuk islam. Seperti diabadikan dalam QS. An-Nashr ayat 1-3

Artinya:
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2. Dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
3. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Penerima taubat.

Hadirin yang dirahmati Allah SWT


Rasulullah SAW adalah suri tauladan yang harus kita teladani, sifat pemaaf beliau membuat hati siapa
saja kagum. Beliau memaafkan para kafir Quraisy Mekkah yang selalu menganiaya, mencaci maki,
melempari rumah beliau dengan kotoran, bahkan hendak membunuh beliau. Tapi dengan tulus ikhlas
Rasulullah memaafkan mereka semua. Subhanallah! betapa mulianya, betapa tulusnya, betapa bersih
dan sucinya hati seorang Nabi Muhammad SAW.
Hadirin Rahimakumullah
Rasulullah SAW telah membuktikan bahwa memaafkan adalah kemenangan yang terbaik. Oleh
karena itu, kita harus meyakinkan diri dan hati kita bahwa ketika kita memaafkan, memang kita sama
sekali tidak merubah masa lalu, melainkan kita telah merubah masa depan.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga bermanfaat
bagi kita semua
Undzur ma qola, wa la tandzur man qola
Lihat apa yang saya katakan, jangan lihat siapa yang mengatakan
Billahi taufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Anda mungkin juga menyukai