Shalawat serta salam, semoga senantiasa tercurah kepada junjunan alam, Nabi besar, Muhammad saw. Juga
kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan juga kepada seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Semoga kita semua dimasukkan ke dalam golongan pengikutnya Nabi Muhammad saw yang senantiasa taat
dan cinta kepada Allah dan Rosulnya, dan mendapatkan Syafaatnya di yaumil Akhir.
Alhamdulillah Sekarang ini kita tengah berada di Jum'at kedua bulan Syawal 1435 H. Dua belas hari sudah
Ramadhan meninggalkan kita, tapi keberkahan dan kenikmatannya masih terasa hingga sekarang. Pada saat
ini Kita tidak memiliki kepastian, apakah di tahun mendatang kita masih bisa berjumpa lagi dengan
Ramadhan atau tidak,
Keutamaan-keutamaan Ramadhan yang tidak dimiliki di bulan lain, mungkinkah kita akan diberikan
kesempatan untuk mengisinya kembali, ataukah Allah akan memanggil kita sebelum sampai pada bulan
tersebut. Kita juga tidak pernah tahu, apakah ibadah-ibadah kita selama bulan Ramadhan kemarin diterima
oleh Allah atau tidak.
Dua hal inilah yang menjadikan sebagian salafus shalih berdoa selama enam bulan sejak Syawal hingga
Rabiul Awal agar ibadahnya selama bulan Ramadhan yang telah lalu diterima, lalu dari Rabiul Awal hingga
sya'ban berdoa agar dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan berikutnya.
Para Hadirin sidang Jum’at Rahimakumullah.
Arti syawal adalah peningkatan. Demikianlah seharusnya orang yang beriman meningkat dakam kualitas
ibadah hingga meraih derajat taqwa, menjadi muttaqin Setelah diasah selama bulan Ramadhan,
Akan tetapi, yang terjadi di masyarakat justru sebaliknya. Syawal menjadi bulan penurunan kualitas diri, juga
penurunan ibadah.
Sebagian diantaranya adalah masjid-masjid kembali sepi, shalat lima waktu kembali lemah. Orang-orang
kembali mengikuti hawa nafsu, seperti, menggunjing, Mengumpat, emosional, dan lain-lainnya. ini sudah
bertolak belakang dengan arti Syawal? seperti mengotori kain putih yang tadinya telah dicuci dengan
bersih ? Jadilah ia kembali penuh noda.
Lalu bagaimana amal seorang muslim di bulan Syawal? Berdasarkan hadits Nabi tersebut, yang juga harus
sesuai dengan makna syawal, maka harus ada peningkatan di bulan ini.
Dan peningkatan itu tidak lain adalah sikap istiqamah, Menetapi agama Allah, dan berjalan lurus di atas
ajarannya. Firman Allah
Bentuk sikap istiqamah ini dalam amal adalah dengan mengerjakannya secara terus-menerus.
ب البلعبماقل إقبلى ت
ااق بما بدابم بوإقلن بقتل إقتن أببح ت
Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus (kontinyu) meskipun sedikit (HR.
Bukhari dan Muslim)
Untuk itu amal-amal yang telah kita biasakan di bulan Ramadhan, hendaknya tetap dipertahankan selama
bulan Syawal dan juga bulan-bulan berikutnya. Tilawah Qur'annya tetap dilanggengkan. Shalat malamnya
yang sebelumnya kita selalu melaksanakan tarawih, di bulan Syawal ini hendaknya kita tidak meninggalkan
shalat tahajud dan witirnya. Infaq dan shadaqahnya juga tetap kita pertahankan.
Demikian pula nilai-nilai keimanan yang tumbuh kuat di bulan Ramadhan. kita tak takut lapar dan sakit
karena kita bergantung pada Allah selama puasa Ramadhan. Kita tidak memerlukan pengawasan siapapun
untuk memastikan puasa kita berlangsung tanpa adanya hal yang membatalkan sebab kita yakin akan
pengawasan Allah.
Kita juga dibiasakan berlaku ikhlas dalam puasa tanpa perlu mengumumkan puasa kita pada siapapun. Nilai
keimanan yang meliputi keyakinan, keikhlasan, dan lainnya ini hendaknya tetap ada dalam bulan Syawal dan
semakin meningkat. Bukan menipis lalu hilang seketika!
Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa menurut pendapat Imam Ahmad, puasa Syawal
boleh dilakukan secara berurutan, boleh juga tidak berurutan. Dan tidak menyebutkan keutamaan hari
pertama atas hari kedua.
Sedangkan menurut madzhab Syafi'i dan Hanafi, puasa Syawal lebih utama dilaksanakan secara berurutan
sejak tanggal 2 Syawal hingga 7 Syawal.
Penggalian parit atau khandaq ini adalah kerja keras yang luar biasa. Persatuan kaum muslimin benar-benar
terasa di sana. Begitupun keimanan mereka dan doa-doa yang khusyu' semakin mendekatkan mereka
kepada Allah.
Ditambah dengan catatan-catatan kepahlawanan mulai dari Nu'aim yang memecah belah pasukan Ahzab
dan bani Quraidzah yang berkhianat di belakang kaum muslimin, sampai keberanian dan kecerdasan
Hudzaifah Ibnul Yaman yang menerobos perkemahan pasukan Quraisy untuk mencari informasi. Benar-
benar peningkatan yang luar biasa setelah Ramadhan.
Lalu Allah menolong kaum muslimin dengan menurunkan angin topan yang memporakporandakan
perkemahan pasukan Qurasiy.
Itulah contoh betapa bulan Syawal tidak sepantasnya membuat ibadah dan kualitas diri kita turun. Justru
seharusnya, sesuai dengan makna syawal, maka kita harus mengalami peningkatan dengan berupaya
istiqamah serta meningkatkan kualitas ibadah dan diri, Allah SWT menjanjikan tiga keistimewaan bagi orang
yang istiqamah dalam menjalankan ibadah. Sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. Fushilat : 30
ااة ةثتم السْبتبقَّاةموا بتبتبنِتزةل بعبلليقهةم اللبمبلَّقئبكةة أبتل بتبخاةفوا بوبل بتلحبزةنِوا بوأبلبقشةروا قباللبجتنِقة التقتي ةكلنِةتلم ةتوبعةدوبن
إقتن التقذيبن بقاةلوا بريببنِا ت
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami adalah Allah" kemudian mereka istiqamah,
maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah
merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
(QS. Fushilat : 30)
KHUTBAH KEDUA
ل التقذي أبلربسْبل برةسْوبلةه قباللةهبدى بوقديقن اللبحبق لقةيلظقهبرهة بعبلى البديقن ةكلبقه بوبللو بكقربه اللةملشقرةكوبن
اللبحلمةد ق ت ق
أبلشبهةد ألن ل إبلبه إل ااة بولحبدهة ل بشقري ب
ك بلةه ُ،وأشهةد أتن ةمبحتمكدا علبةده وبرةسْوةله
ااب بحتق ةتبقَّاقتقه بول بتةموةتتن قإل بوأبلنِةتلم ةملسْلقةموبن
بياأبييبها التقذيبن آبمةنِوا اتتةقَّوا ت
ت ت وبسْليلم ب
ت بعبلى إقلببراقهليبم بوبعبلى آقل إقلببراقهليبم ُ،بوبباقرلك بعبلى ةمبحتمدَّد بوبعبلى آقل ةمبحتمدَّد ُ،بكبما ببابرلك ب صبل وبسْلبلم بعبلى ةمبحتمدَّد بوبعبلى آقل ةمبحتمدَّد ُ،بكبما ب
صلتلي ب اللتةهتم ب
جليرد
ك بحقمليرد بم ق ت ب ب ب
بعلى إقلببراقهليبم بوبعلى آقل إقلببراقهليبم ُ،قفي البعالقمليبن إقنِ ب
ت إقبلى بيلوقم البدليقن ُ،بوبعتنِاصبحاببقة أبلجبمقعليبن ُ،بوبعلن الةملؤقمقنِليبن بوالةملؤقمبنِا ق جقه أ ةتمبها ق
ت الةملؤقمقنِليبن ُ،بوبعلن بسْاقئقر ال ت ض اللتةهتم بعلن ةخبلبفاقئقه التراقشقدليبن ُ،بوبعلن أبلزبوا ق
بوالر ب
حقمليبن را ال
ب ب ت ق مح رل ب أ يا ك ت محل ر ب
بب ل قب بق ب ب م ه
ة ع م
ب اليدبعاقء
جلي ة ك بسْقمليرع بققرلي ر
ب ةم ق ت ُ،البلحبياقء قملنِةهلم بوالبلمبوا ق
ت ُ،إقتنِ ب ت ُ،بواللةملسْلققمليبن بواللةملسْلقبما ق
اللتةهتم الغقفلر لقللةملؤقمقنِليبن بواللةملؤقمبنِا ق
ك اللةهبدى صلوكما ُ،بول بتبدلع قفليبنِا بول بمبعبنِا بشققَّكييا بول بملحةرلوكما .اللتةهتم إقتنِا بنِلسْأ بلة ب اللتةهتم الجبعلل بجلمبعبنِا بهبذا بجلمكعا بملرةحلوكما ُ،بوالجبعلل بتبفيربقبنِا قملن ببلعقدقه بتبفيركقا بملع ة
صالقكحا بزاقككيا ُ،بوقعللكما بنِاقفكعا براقفكعا ُ،بوإقليبمانِاك ل
صاقدكقا بذاقككرا ُ،بوقلكبا خاقشكعا ةمقنِليكبا ُ،بوبعبملَّ ب
ك ب ب ك أبلن بتلرةزبق ةكلَّكي قمتنِا لقبسْاكنِا ب
ف بوالقغبنِى .اللتةهتم إقتنِا بنِلسْأ بلة ب
بواليتبقَّى بوالبعبفا ب
ل ب ب ك
صا ُ،بوقرلزكقا بحلَّبل طبيكبا بواقسْكعا ُ،بيا ذا البجلَّبقل بوالقلكبراقم صاقدكقا بخالق ك ب
براقسْكخا ثاقبكتا ُ،بوبيققَّليكنِا ب
ك أبلجبمقعيبن. ب التسْلَّببم بوالبلمبن لققعباقد ب صفةلوبفةهلم ُ،بوأبلجقملع بكلقبمبتةهلم بعبلى البحبق ُ،بوالكقسْلر بشلوبكبة التظالققميبن ُ،بوالكةت ق اللتةهتم أبقعتز القلسْلَّببم بواللةملسْلققمليبن ُ،بوبوبحقد اللتةهتم ة
ب
ب البعالقمليبن ت ل ب ب ل ب ب ب ب ل ت ب ب ب ب ب ل
اللةهتم برتبنِا الحفظ ألوطانِنِا بوأقعز ةسْلطانِنِا بوأبيلدهة قبالبحق بوأبيلد بققه البحق بيا بر ت ب ب ت
الحمد ل,هل الحمد ل الذى افتتح أشهر الحيج بشهر شيوال .وجعله متجر ا لنِيل الفضائل وا ل فضال .فسْبحان ايلذى انِفرد بصفات الكمال .احمده
ب ويرضى غير مسْتغنِى عنِه فى حال من ا ل حوال .واشكره وأياده على شاكره دوال .واشهد اين ل سْبحانِه وتعالى حمدا كثيرا مباركا كما يح ي
صــادق الــمقَّال .اليلهــيم صيلى وسْــلمي
اله ا ل ي اا وحده ل شر يك له الكبير المتعال .وأشهد اين محيمدا عـبده ورسْــوله ال ي
صحب وال) .ايما بعد( فيا اييهاالينِاس .إيتقَّو اا تعالى واحذرو المعاصى فإينِها موجيبات على عبدك ورسْولك سْييدنِا محيمد وعلى اله وصحبه خير ة
.للخسْر ان
Taqwa dalam banyak definisi berarti melaksanakan segala perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya
dengan niatan Lillahi Ta’alaa hanya karena Alloh semata.Taqwa juga dapat berarti berlindung pada ta’at
Alloh dari hukuman-Nya. Taqwa adalah menjaga diri dari apa saja yang mengandung hukuman Alloh. Taqwa
ialah menghindari segala sesuatu yang dapat menjauhkan diri kita dari Alloh sang pencipta. Taqwa adalah
menjaga tata krama Syari’at. Taqwa pada stata ketaatan berarti IKHLAS dan pada maksiat berarti sama sekali
tidak melakukannya.
Artinya : “Barang siapa menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan semata-mata karena Allah dan
mengharap ganjaran dari pada-Nya, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lewat.”
PERTAMA :
Artinya : “Janganlah kalian porak porandakan segala pahala kebaikan yang telah terkumpulkan di bulan
Ramadhan dari beberapa amalan sholih.”
Artinya : “Ketahuilah bahwa segala kebaikan (pahala) dapat menghnguskan segala keburukan (Dosa), namun
juga sebaliknya, segala kejelakanpun dapat menghancurkan amal-amal kebajikan”.
Oleh karenanya :
أ ل واين علَّمة قبول الحسْنِة عمل الحسْنِة بعد هاعلى اليتوال واين علَّمة ريدها ان تتبع بقَّبيــح ا ل فعــال
Artinya : “Ingatlah bahwa tanda diterimanya amal kebaikan adalah melakukan amalan sholeh setelahnya
secara berkesinambungan. Adapun tanda ditolaknya amal ibadah adalah mengiringi amalan kebajikan itu
dengan prilaku keji dan mungkar”.
Dari dua tugas tersebut kita dituntut untuk mampu menyeimbangkan implementasinya atau perwujudan
pelaksanaan dua tugas tersebut.
Sebagaimana firman Alloh Ta’alaa :
اين اا ليح ي.وابتغ فيما أتك اا اليد ار ا لخرة ول تنِس نِصيبك من اليدنِيا واحسْن كما أحسْن اا اليك ول تبغ الفسْاد فى ا ل رض
ب المفسْــــدين
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh Ta’alaa kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang
lain, sebagimana Alloh telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di atas bumi.
Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.,
Dengan demikian; kesejahteraan, ketenteraman, serta kebahagian hidup baik di dunia maupun di akhirat
kelak (makna yang terkandung di dalam do’a yang senantiasa kita mohonkan : Sa’aadatu Al-Daroini)
merupakan cita-cita dan tujuan hidup semua manusia, sebagimana esensi makna dari (Q.S. Al-Qishas : 77)
Namun bila kemudian kita lakukan kajian lebih lanjut secara komprehensif (utuh dan menyeluruh), maka
kita akan dapat menyimpulkan bahawa; “Kita semua seharusnya memiliki intensitas/tingkat perhatian yang
lebih tinggi, prioritas penekanan yang lebih besar, terhadap upaya terwujudnya suatu kebagiaan yang kekal
dan abadi, yakni kebahagiaan kehidupan akhirat kelak, sekalipun dalam ukuran yang lazim, kita tidak akan
cukup bahagai hidup di dunia karena qodho’ dan Kodar fitrah kemanusiaan yang bernama “kemiskinan” dan
lain-lain, selalu kita jumpai di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh
Allah Ta’ala dalam beberapa firmannya yang antara lain menyebutkan :
Rasulullah Saw memberikan jalan untuk upaya tersebut, sebagaimana dalam sabdanya :
Artinya : Apabila anak Adam telah pergi ke alam baqa, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga
perkara yakni :
Yang pertama shodaqoh jariyah, yaitu kesediaan diri seorang muslim untuk menginfakkan atau
mensedekahkan sebagaian harta bendanya dijalan Allah, utamanya dalam rangka membangun berbagai
sarana umum yang dapat memfasilitasi kaum Muslimin dalam memenuhi kebutuhan hidup dan tanggung
jawab ibadahnya kepada Allah Swt.
Yang ke dua Ilmu yang dapat diambil manfaatnya. Dalam hal ini perlu diingat bahwa proses pewarisan
keilmuan yang ‘Amaliyyah dari seorang guru pendidik kepada murid peserta didiknya, tentunya
membutuhkan suatu kelembagaan yang mapan dan representatif baik berupa madrasah-madrasah, majlis-
majlis ta’lim, jam’iyah-jam’iyah, kursus-kursus, bimbinganp-bimbingan, organisasi-organisasi
kemasyarakatan dan lembaga-lembaga pembelajaran dan pendidikan yang lainnya baik yang bersifat formal,
non formal, dan ekstrakurikuler.
Ke tiga adalah anak yang sholeh dan akrom yang mau dan bersedia untuk mendo’akan kedua orang tuanya,
atau dalam arti lain; shaleh bisa diinterprestasikan membangun kepribadian / karakter dan peradaban
yang secara potensial ia mampu berperan aktif, berdaya guna dan terampil dalam kancah kehidupan selama
berinteraksi dengan sesama manusia. Sedangkan Akrom merupakan pencapaian tingkat kelebihan dan
relevansi hubungan antara makhluk terhadap kholiknya, untuk kemudian mencapai kebahagiaan di akherat.
Untuk memperoleh pilar yang ke tiga ini, yakni (anak yang sholeh dan akrom) melihat begitu pesatnya
perkembangan sains dan teknologi maka orang tua harus membekali putra putrinya dan mendidik mereka
melalui tiga hal ; yaitu :
Dengan tiga upaya di atas insyaallah putra-putri kita akan menjadi tunas-tunas bangsa yang sholihin,
sholihat .........
Demikianlah khutbah Jum’at yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan kita semua senantiasa
mendapatkan limpahan taufiq, hidayah serta inayah Allah Swt sehingga mampu mencapai ridlo-Nya , dan
mendapatkan syafa’atul Udzma dari rasulillah Saw.
واذا قر ئ القَّر آن فاسْتمعوا له وانِصتوا. واا سْبحانِه يقَّول وبقَّول يهتدى المهتدون.شافية كلَّم من ل يخفى عليه خافية إين أحسْن المواعظ ال ي
واتقَّو اا اين اا. يآاييها الذين آمنِوا اتقَّو اا والتنِظر نِفس ماقيدمت لغد. بسْم اا اليرحمن اليرحيم. اعوذ بال من الشيطان اليرجيم. لعيلكم تر حمون
ي ي ي ي
وتقَّيبل مينِى ومنِكم تلَّوته إ ينِه. ونِفعنِــى وا يياكـــم بما فــيه من ا ل يآت واليذكــر الحكــيم.بارك اا لى ولكم فى القَّر آن العظيم.خبير بما تعلمون
هو الغفور الير حيم.
Khatib mewasiatkan kepada seluruh para jama’ah agar senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah
Swt. Salah satunya dengan mengikhlaskan seluruh amal perbuatan, yang tidak mengharapkan apapun dan
ridha siapapun kecuali hanya ridha Allah ﷻ. Sehingga amal kita diterima di sisi Allah serta mendapatkan
balasan berupa jannah-Nya yang penuh dengan kenikmatan.
Hari ini kita dihadapkan pada suatu masa, ketika harta, kedudukan, serta pujian manusia menjadi ukuran
kemuliaan dan ketinggian seseorang di hadapan yang lain. Bahwa orang hebat adalah yang terkenal dan
namanya sering disebut di mana-mana, orang sukses adalah orang yang punya kedudukan serta jabatan
tinggi. Orang besar adalah mereka yang selalu bekecukupan harta dan hidup tanpa kesusahan, serta
seabrek indikator-indikator ‘palsu’ dimunculkan untuk merusak pemahaman manusia tentang makna
kesuksesan dan kemuliaan. Supaya manusia tertipu dan lupa pada hakikat ketinggian dan kemuliaan yang
sebenarnya, yakni ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah. “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu
adalah yang paling bertaqwa (kepada Allah). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Mahateliti”. (QS al-
Hujurat: 13)
Akibatnya, banyak orang yang akhirnya beramal hanya demi mencari ridho dan kerelaan manusia, tanpa
peduli lagi pada pahala dan balasan dari Allah. Asal pekerjaan itu disenangi dan dikagumi serta mulia di
mata manusia, syariat Allah rela dijadikan tumbal. Akhirnya, muncullah golongan manusia yang beramal
supaya dilihat dan dipuji oleh orang lain, atau beramal karena riya’. Mereka berebut agar bisa menjadi objek
pujian dan perhatian manusia dalam setiap amal yang mereka kerjakan. Karena mereka menganggapnya
sebagai upaya ‘mengejar kesuksesan’.
Tanpa disadari, sebenarnya mereka sedang mengejar kesia-siaan. Mereka lupa, bahwa hidup bukan hanya
sekedar untuk mencari pujian dan kebanggaan palsu. Dan lupa, bahwa esensi dari penciptaan mereka di
dunia ini adalah untuk beribadah ikhlas hanya kepada-Nya. Semua perbuatan kita, baik atau buruk, besar
atau kecil pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal. Bagi mereka yang beramal karena Allah, Allah
sendirilah yang telah menjamin pahala dan balasannya. Lalu, bagaimana mereka yang beramal dengan
menjilat manusia?
Rasulullah ﷺbersabda, “Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah meskipun ia memperoleh kebencian
dari manusia, maka Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan kepada manusia. Dan barangsiapa
yang mencari keridhaan manusia dengan mendatangkan kemurkaan Allah, maka Allah akan
menyerahkanya kepada manusia.” (HR Tirmidzi).
Imam Muhammad bin Abdurrahman al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi mengatakan, “Maksudnya,
Allah akan menjadikannya berada dibawah kuasa manusia, lalu mereka menyakiti dan menganiayanya.”
Yang menyedihkan, penyakit haus pujian atau riya’ ini ternyata tidak hanya menyerang kalangan awam saja.
Bahkan banyak pengidapnya justru orang-orang yang faham akan bahaya riya’ itu sendiri. Mereka yang ahli
ibadah, para da’i dan mubaligh, thalibul ilmi, serta para penghafal al-qur’an justru lebih berpotensi besar
terjangkiti virus ini. Kuantitas amal shalih yang mereka kerjakan, ternyata membuat setan tergiur untuk
mengggelincirkan kelompok ini, agar keikhlasan mereka pudar, dan ganti beramal untuk manusia, pujian,
serta kedudukan. Seorang da’i akan di hasut setan agar berbuat riya’ memperbagus dakwahnya demi
popularitas dan dikatakan sebagai ‘penguasa panggung’. Para penghafal Al-Qur’an akan diarahkan supaya
beramal demi dianggap sebagai ‘orang yang dekat dengan Kitabullah’. Sedangkan setan akan menghasut
para alim ulama agar mereka beramal supaya dielukan sebagai orang yang ‘fakih dan faham dalam masalah
dien’. Wal ‘iyadzu billah.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan tentang definisi riya’, “Riya’ adalah ibadahnya
seseorang kepada Allah, akan tetapi ia melakukan dan membaguskannya supaya di lihat dan dipuji oleh
orang lain, seperti dikatakan sebagai ahli ibadah, orang yang khusyu’ shalatnya, yang banyak berinfaq dan
sebagainya.” Intinya dia ingin agar apa yang dikerjakan mendapat pujian dan keridhoan manusia. Rasulullah
menyebut riya’ dengan “syirik kecil”, karena sejatinya pelaku riya’ tidak mutlak menjadikan amalan tersebut
sebagai bentuk ibadah kepada manusia, serta sarana taqarrub kepadanya. Meskipun begitu, bahayanya tak
bisa dianggap sebelah mata.
Jauh-jauh hari Rasulullah sudah memperingatkan kita tentang betapa bahayanya “syirik kecil” ini. Beliau
bersabda,
س ااق بقابل البربياةء بيةقَّوةل ت
ااة بعتز بوبجتل بلةهلم بيلوبم اللققَّبيابمقة إقبذا ةجقز ب
ي التنِا ة صبغةر بيا برةسْوبل تك اللب ل ك اللب ل
صبغةر بقاةلوا بوبما ال ب
شلر ة ف بما أببخا ة
ف بعلبليةكلم ال ب
شلر ة إقتن أبلخبو ب
جةدوبن قعلنِبدةهلم بجبزاكء ة ل ب
قبألعبمالققهلم اذبهةبوا إقبلى التقذيبن ةكلنِةتلم ةتبراةءوبن قفي اليدلنِبيا بفالنِظةروا بهلل بت ق
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya: Apa itu syirik
kecil wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Riya’, Allah ‘azza wajalla
berfirman kepada mereka pada hari kiamat saat semua manusia diberi balasan atas amal-amal mereka:
Temuilah orang-orang yang dulu kau perlihatkan amalmu kepada mereka di dunia, lalu lihatlah apakah
kalian menemukan balasan disisi mereka?” (HR Ahmad)
Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadush Shalihin, dalam bab Tahriimur Riya’ (pengharaman riya’)
menyebutkan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah. Dalam hadist tersebut
Rasulullah bersabda tentang tiga orang yang pertama kali di hisab pada hari kiamat. Mereka adalah orang
yang mati syahid dalam pertempuran, seseorang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya, serta orang
yang selalu berinfaq di jalan Allah. Setelah mereka dipanggil, maka ditunjukkan kepada mereka kenikmatan
dan pahala yang banyak karena amal shalih yang telah mereka kerjakan. Namun ternyata pahala mereka
musnah, dan ketiganya justru menjadi penghuni neraka, karena ternyata amal kebaikan yang mereka
kerjakan di dunia hanya bertujuan mendapatkan pengakuan dan pujian dari manusia. Mereka menjual
pahala dan kenikmatan akhirat demi manisnya ucapan dan indahnya pandangan orang lain. Na’udzu billahi
min dzalik.
Bagaimana cara kita menjauhi virus yang satu ini? Solusinya adalah dengan berusaha untuk ikhlas di setiap
amal yang kita kerjakan, dan selalu berupaya protektif menjaganya. Karena setan tak akan pernah menyerah
untuk memberikan bisikan-bisikannya demi menggoyahkan dan merusak keikhlasan seseorang. Agar
manusia menjadi budak sesamanya, beramal untuk kepuasan semu, serta mencampuradukkan tujuan hakiki
amal shalih dengan tujuan bathil.
Jum’at ini adalah Jum’at pertama di bulan Syawal, tepatnya adalah tanggal 6 Syawal 1433 H, masih dalam
suasana bahagia bagi umat islam, suasana berlebaran, Hari Raya Idul Fitri, suasana saling bersilaturahmi dan
saling memaafkan antar sesama setelah berpuasa 1 bulan lamanya di bulan Ramadhan. 6 hari berlalu pada
bulan syawal ini tentunya masih membekas kesan yang mendalam saat ruhani menemukan kepuasannya
selama menjalankan ibadah puasa, saat puncak keharuan pada malam takbiran, saat senyum merekah tulus
menyertai jabat tangan pada keluarga, sanak saudara, kerabat atau tetangga.
Tidak akan kita biarkan berlalu dengan sia-sia sebuah masa atau peristiwa tanpa terlebih dahulu akan kita
petik berbagai hikmah, I’tibar, atau pelajaran, yang ada di dalamnya. Ramadan dan hari raya ini tentunya,
ada beberapa hikmah yang dapat khotib rangkum di sini, diantaranya:
Cukup bagi Allah 1 bulan lamanya dalam setahun untuk mereformasi manusia dari segenap aspeknya,
menjadi pribadi yang kembali kepada fitrahnya, kembali kepada jalan lurus agamanya. Ada rahasia besar
yang direncanakan Tuhan kepada hambaNya selama berpuasa yaitu keniscayaan terjadinya perubahan;
perubahan yang terjadi pada diri hamba bagi yang benar-benar memahaminya; boleh jadi perubahan
sikapnya, perubahan pola pikirnya, perubahan gaya hidupnya, bertambah motivasinya dan luhur orientasi
hidupnya dan lain sebagainya. Dan yang pasti, dengan berpuasa 1 bulan, Allah ingin melanggengkan dan
melestarikan makhlukNya. Mengapa demikian? Hal mana Allah telah memberikan ilustrasi kongritk bagi
sebagian kehidupan hewan, betapa dengan berpuasa kelangsungan hidup tetap lestari. Contohnya apa yang
terjadi pada ayam, sang induk ayam butuh waktu 21 hari berpuasa, mengerami telurnya, untuk melahirkan
keturunannya atau generasi barunya. Kemudian apa yang kita kenal masa-masa shedding (ganti kulit) pada
ular. Ular butuh waktu sekitar 1 minggu berpuasa saat ia ingin meremajakan kulitnya, mengelupas kulit yang
lama berganti kulit yang baru agar tetap terjaga elastisitas dan kelenturannya dalam bergerak. Demikian
juga apa yang terjadi pada proses metamorphose kupu-kupu. Butuh waktu 10 hari bagi sang ulat yang hina
dan menjijikan, lagi merusak, terbungkus dalam kepompong untuk kemudian berubah menjadi makhluk
yang cantik, bisa terbang, dan berguna bagi tanaman dalam proses perkembangbiakannya, ialah bernama
kupu-kupu. Itulah makna puasa pada hewan yang ber-efek pada kelestarian dan kelangsungan hidup hewan
tersebut. Bagaimana dengan manusia yang berpuasa selama 1 bulan? Dalam sebuah hadits qudsi, Allah swt
berfirman: “barang siapa yang berpuasa untukKu, maka Aku ganti otaknya dengan otak yang baru,
tulangnya dengan tulang yang baru, darahnya dengan darah yang baru”. Demikianlah hikmah atau filosofi
puasa yang dijalankan bagi umat islam yaitu akan melahirkan jiwa baru. Maka tidaklah berlebihan sabda
Nabi yang menyatakan bahwa di hari raya ini, umat islam yang berpuasa seperti bayi yang baru dilahirkan.
Sejatinya manusia mendapatkan perubahan besar dalam hidupnya setelah Ramadhan berpuasa. Dan saat
hari raya ini adalah momen terbaik manakala kita menatap optimis masa depan kita bahwa hari esok akan
lebih baik dari hari yang sekarang.
Sebuah tradisi yang amat membanggakan bagi kaum muslim ketika berhari raya lebaran adalah
tertanamnya tradisi silaturahmi dalam arti saling bertemu atau mengunjungi antar sesama keluarga, kerabat
atau teman. ada banyak sejatinya hikmah dari saling bersilaturahmi di hari raya ini, diantaranya adalah:
pertama, silaturahmi dapat membuka wawasan baru. Dengan bertemunya antar teman atau kerabat yang
sudah lama tak bertemu, tentu ada banyak hal yang akan saling dikemukakan; saling berbagi informasi,
bertukar pengalaman dan fikiran tentu akan memperkaya pengetahuan dan wawasan kita dalam beragam
bidang. Kondisi, situasi atau keadaan teman atau kerabat kita saat ini akan menjadi cermin dan sumber
refleksi bagi diri kita betapa diri ini masih penuh dengan kekurangan yang harus segera diperbaiki. Yang
kedua dari hikmah silaturahmi adalah bahwa silaturahmi melahirkan empati. Silaturahmi sebagaimana arti
asal katanya, “menyambung kasih sayang”, berarti kita harus menjadikan momen pertemuan kepada
sesama sebagai momen untuk merajut atau menebarkan kasih sayang. Prinsipnya, selalu melihat kebawah
tidak ke atas, tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah. Apabila kita temukan orang yang sedang
membutuhkan pertolongan, maka ulurkan tangan kita untuk ikhlas menolongnga. Apabila kita temui orang
yang sedang sakit, sudikan diri kita untuk mewarkan obat atau mengantarkannya berobat. Apabila kita
temui orang yang tidak memiliki pengetahuan, maka sudikah kiranya kita dapat mengajarinya. Demikianlah
beberapa contoh makna silaturahmi yang seharusnya sebagaimana misi nabi saw. wa maa arsalnaaka illa
rahmatallil’alamiin, dan tidak Ku utus engkau Muhammad kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam. Dan
sebagaiamna juga sabda Nabi saw: irhamuu maa fil ardhi wa sayarhamu man fii assamaa-sayangilah apa
yang ada di bumi niscaya apa yang ada di langit akan menyayangimu.
3. Saling memaafkan
Terlepas dari kesan formal berjabat tangan dan ucapan kata maaf dibibir kita, ada kesan mendalam yang
ingin kita ungkapkan sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 133-134 :
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.
Poin yang ingin khotib sampaikan dari ayat di atas adalah bahwa ada 3 tingkatan manusia dalam
memberikan maaf kepada orang lain: pertama, al-kadziminal ghaidzho, menahan amarah, pada tingkatan
ini manusia berusaha menahan amarahnya meskipun masih ada bekas luka dihatinya, masih tersimpan
dendam dihatinya, akan tetapi dia berusaha untuk tidak memperturutkan kata hatinya tersebut.
Kedua, al-‘afiina aninnaas, memaafkan (kesalahan) orang lain, pada tingkatan ini dia berusaha menghapus
bekas luka atau dendam yang ada dalam hatinya, tidak lagi tersisa kesalahan orang lain menempel pada
hatinya, ia sudah memaafkannya. Namun pada tingkatan ini boleh jadi kita masih mengabaikan kontak
hubungan, tidak saling bersinggungan kembali. Ada tingkatan ketiga yang lebih tinggi lagi dalam kontek ayat
ini, yaitu al-Muhsinin, yaitu orang yang tidak hanya mampu menahan amarahnya, tidak hanya dapat
menghapus luka dan dendam di hatinya, akan tetapi ia dapat berbuat baik kepada orang yang melakukan
kesalahan terhadap dirinya. Inilah yang dikatakan Allah; waAllahu yuhibul muhsinin, Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebajikan.
Bukan perkara mudah kita mampu menahan marah kita terhadap orang yang berbuat salah kepada kita
kemudian kita hapuskan luka di hati kita, seraya menutup lembaran lama membuka lembaran baru apalagi
sampai kita mampu berbuat baik kepadanya. Dibutuhkan tingkat keimanan yang tinggi untuk dapat
melakukan itu semua. Inilah derajat orang-orang yang bertaqwa sebagaimana konteks ayat ini. Mudah-
mudahan kita dapat memetik hikmah di hari raya lebaran ini, semoga tahun ini akan lebih baik dari tahun
kemarin, dan semoga kita akan dipertemukan dengan Ramadhan dan Hari raya di tahun mendatang. Amin
ya Rabbal alamin.
Khutbah I
Ada perilaku yang sudah mentradisi di kalangan masyarakat Indonesia tiap kali datang hari raya Idul Fitri.
Mereka ramai-ramai merayakannya dengan ekspresi suka cita yang dalam. Sebagian besar orang
menyebutnya “hari kemenangan” meskipun seringkali kita sendiri ragu: benarkah kita sedang mengalami
kemenangan? Kalaupun iya, kemenangan dari apa dan untuk siapa?
Orang dikatakan menang ketika ia telah sukses mengalahkan sesuatu yang menjadi lawannya. Sesuatu itu
bisa berupa hal-hal yang membelenggu, menjajah, menyerang, dan menindas. Dan musuh utama manusia
selama puasa Ramadhan sebelum akhirnya merayakan Idul Fitri adalah hawa nafsu. Masalahnya, hawa
nafsu membelenggu, menjajah, menyerang manusia bukan dengan penampilan yang seram nanjorok.
Sebaliknya, ia justru menghampiri anak Adam sebagai hal yang memikat dan disukai. Di titik inilah puasa
menjadi superberat, karena mensyaratkan seseorang tak hanya sanggup menahan lapar dan haus tapi juga
sanggup melawan dirinya sendiri yang sering dikuasai kesenangan-kesenangan ego pribadi.
Rasulullah mengingatkan,
ب س بلةه بحظظ قملن ققبياقمقه إقتل التسْبهةر بوالتنِ ب
ص ة ب بقاقئدَّم لبلي ب
ُ بوةر ت، ش س بلةه بحظظ قملن ب
صلوقمقه إقتل اللةجوةع بواللبعبط ة صاقئدَّم لبلي ب
ب ب
ةر ت
“Kadang orang yang berpuasa tak mendapat hasil dari puasanya kecuali lapar dan dahaga. Kadang pula
orang yang qiyamul lail tak memperoleh hasil dari usahanya tersebut kecuali begadang dan rasa letih.”
Jika demikian, benarkah kita sedang mengalami kemenangan? Kalaupun iya, kemenangan dari apa dan
untuk siapa?
Dalam suasana masih Idul Fitri ini penting bagi khatib pribadi dan jamaah sekalian untuk berinstropeksi
tentang kualitas ketakwaan yang menjadi tujuan diwajibkannya berpuasa (la‘allakum tattaqûn). Bulan
Syawal menjadi ukuran bagi kita untuk memeriksa segenap ibadah, tingkah laku, dan sikap batin kita,
apakah mengalami peningkatan mutu, biasa-biasa saja, atau justru mengalmi penurunan. Bagaimana
tingkat kepekaan kita kepada sesama, terutama yang membutuhkan? Sudah seberapa jauh sifat riya’, ujub,
dengki, suka membual, dan bertindak tidak penting menghindar dari diri kita? Dan lain sebagainya.
Tantangan kita selanjutnya adalah mengungkapkan suka cita pada hari Lebaran dengan penuh makna,
bukan sebatas pesta kue hari raya, pamer busana, dan hura-hura. Suasana Idul Fitri sejatinya adalah
suasana kemanusiaan. Di momen ini, kita dibangkitkan untuk kian berempati dengan sesama, membuka
pintu maaf, serta melepas gengsi untuk mengakui kesalahan lalu meminta maaf. Sebagian orang yang
berpunya mengisi saat-saat ini untuk berbagi dengan sanak saudara.
Itulah sebabnya, Islam mengajarkan setiap manusia yang mampu untuk mengeluarkan zakat fitri atau kita
sering menyebutnya zakat fitrah. Fithri artinya “suci, karakter asli, bawaan lahir”. Islam—melalui simbol
zakat itu—menjadikan solidaritas terhadap sesama, terutama kepada mereka yang sedang butuh uluran
tangan, sebagai bagian dari fitrah kemanusiaan kita.
Naluri manusiawi selalu menaruh kepedulian yang tinggi kepada mansuia lainnya, bahkan kepada makhluk
lain secara umum, seperti air, tanah, binatang, dan tumbuhan. Garis sikap inilah yang kerap terabaikan dan
berat dilaksanakan. Salah satu faktornya adalah manusia kalah dengan hawa nafsunya yang cenderung
mengutamakan kepentingan sempit untuk kepuasan diri sendiri. Puasa adalah di antara jalan yang
disediakan agama untuk berjihad menaklukkan nafsu yang menjelma seperti “anak manja” itu.
Agama juga disebut-sebut sebagai sesuatu yang fitrah. Artinya, petunjuk-petunjuknya selaras dengan jati
diri, watak bawaan, dan naluri manusiawi. Agama memposisikan manusia tak sebatas jasad tapi juga ruh,
mempercayai kekuatan adikodrati yakni Tuhan, dan menuntut tiap manusia berakhlak mulia. Semua ini
bersifat fitrah.
Justru karena agama ini fitrah inilah agama tidak perlu dipaksakan karena petun¬juknya tidak ada yang
bertentangan dengan jati diri dan naluri manusia. Kalau pun ada maka cepat atau lambat akan ditolak oleh
penganutnya sendiri, dan inilah bukti bahwa agama memang fitrah.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
Demikianlah, semoga Idul Fitri benar-benar menjadi momentum yang sesuai dengan artinya, yakni kembali
ke kondisi fitrah. Kembali ke jati diri kemanusiaan kita sebagai hamba Allah yang total, kembali tabiat asli
manusia sebagai makhluk sosial, dan kembali kepada naluri manusia sebagai makhluk penyayang terhadap
lingkungan dan alam secara luas.