Penyunting
Tim Musyawarah Kasua
Tata Letak
Tim Musyawarah Kasua
Lukisan Sampul
Widya Mardiani
Penata Sampul
Tim Musyawarah Kasua
Diterbitkan oleh:
Kasua
ii
SEKAPUR
SIRIH
Bismillah...
Jika mendengar atau melihat kata "Gumpalan Darah", yang kami pikirkan
adalah nukilan QS. Al-Alaq (96) : 1-2. Sesuatu yang melekat--maksud kami
"gumpalan darah"--secara hakikat senantiasa membersamai kehidupan umat
manusia. Oleh karena itu, garapan yang diprakarsai Mas Ikhwan dan Mba
Widya, sebagai jilid awalan "Gumpalan darah" sangat menggugah kami un-
tuk semata-mata menjadi bahan ingatan manusia sebagai kesatuan kompleks
yang memiliki porsi besar-kecil, tinggi-pendek antara satu dengan lainn-
ya--khusus dalam puisi dan lukisan-lukisan yang tersaji.
"Gumpalan Darah" pada jilid ini lebih terasa nyata sebagai sebuah Doa yang
ditumpahkan dalam puisi maupun lukisan. Doa tersebut--maksud kami pui-
si dan lukisan--merupakan pergolakan batiniah yang tak lain mengharapkan
kebaikan untuk calon buah hati mereka. Sebenarnya, akan terasa biasa-biasa
saja--maksud kami sebuah kelahiran anak manusia--jika ditinjau dari kaca
mata konvensional, tetapi sangat luar biasa jika ditinjau dari dimensi religi-
us--dan mungkin dari pendekatan lainnya yang menjadikannya punya porsi
yang tepat dan seharusnya.
Doa pertama. Terasa kental aura religius Mas Ikhwan memaparkan doa den-
iii
gan pilihan kata-kata seperti //Tiba-tiba sebuah masa bertamu dipikiranku//
dan pada kata //masa besarmu, masa dewasamu//. Tajuk "Membayangkan-
mu, anakku" terasa nyata keinginan--atau sebuah doa--itu membeludak da-
lam khayalan dan harapan Mas Ikhwan yang kami kira menjadi premis dari
beberapa puisi-puisi lainnya. Selain itu, pilihan kata //tiada perbedaan ilmu
akhirat dan Ilmu dunia, agama maupun umum// kami kira merupakan sebuah
dogmatis Mas Ikhwan (sebagai calon Ayah) kepada anaknya, yang dengan
nada pasrah dan penuh keinginan itu terasa segar dan luwes jika dibaca be-
rulang-ulang. Kedua hal itu--doa dan dogma--menjadi garis besar bahasan
segar pada jilid pertama ini.
Doa kedua. Tajuk "Ketika Kau Dilahirkan ke Dunia" dan "Di Rahim Ibumu"
kami kira merupakan upaya Mas Ikhwan untuk mengucapkan rasa sayang,
cinta dan terima kasih kepada Mba Widya sebagai satu-satunya perempuan
yang akan dan selalu membersamai hidup dan kehidupannya. Sebagai seo-
rang laki-laki yang berada di antara pergulatan feminisme-patriarki, Mas
Ikhwan melontarkan rasa terima kasih itu dengan cara menuturkan dog-
ma-doa kehidupan kepada anaknya agar senantiasa kelak juga dapat bersikap
seperti dirinya. Hal itu ditujukkan dalam puisi "Di Rahim Ibumu" pada bait
kelima dengan pilihan kata //di rahim ibumu ada cinta tengah berbuah, dan
kemudian kelak jadilah dirimu//. Juga, dalam puisi "Ketika Kau Dilahirkan
ke Dunia" pada bait kedua dengan pilihan kata //Namun kasih ibu tak kan
putus//. Sebagaimana doa-doa itu ditunjukkan dan diharapkan, puisi-puisi ini
terasa memiliki mantra yang khas, yaitu sifat anjuran sekaligus pasrah, tetapi
tidak semata-mata tak berdaya tanpa usaha.
Selain itu, doa ketiga, kami kira merupakan sebuah rayuan insani kepada
Allah agar senantiasa menjaga dirinya, hatinya, pikirannya, dan hidupnya
dari setan kehidupan yang menjelma segala kemungkinan-kemungkinan hid-
up itu sendiri. Hal itu ditujukkan dalam tajuk puisi "Kaf Ha Ya 'Ain Shad"
(yang sekaligus juga menjadi judul Lukisan Mba Widya) pada bait keempat
dengan pilihan kata /Yaa Rabbii, lelaki macam apa yang tak berhutang pada
perempuan?/. Sungguh terasa kental harapan Mas Ikhwan dan Mba Widya
pada "Kaf Ha Ya 'Ain Shad", yang barangkali itu semacam simbolis yang
meluas-mendalam sehingga menjadi punya hubungan senada-sejiwa antara
lukisan dan puisi mereka berdua.
Jika dilirik-lirik uraian di atas, ketiga doa itu--maksudnya puisi dan luki-
san mereka berdua--kami kira secara sengaja disusun Mas Ikhwan dan Mba
Widya untuk memancar estetika religius yang banal dan klise, tapi pun-
iv
ya daya dan porsi yang menarik untuk ditilik lebih jauh dan dalam muara
samudranya. Secara gampangnya, jika ini ditafsirkan dengan teori-teori yang
rumit, konvensional dan jelimet, ini terkesan kurang menarik, mendalam dan
biasa-biasa. Namun, jika ditelusuri dengan pandangan yang lain akan tera-
sa nyata dimensi religius yang menyangkut manusia dengan dirinya, den-
gan Tuhan, dengan apa saja, yang menjadikannya punya ciri khas keindahan
dan kedalaman pada kata, campuran warna, proporsi bentuk-bentuk, dan
coret-coretan huruf hijaiyah ala mereka berdua.
Alhamdulillah. Kami kira untuk menutup ini semua ada baiknya kita sa-
ma-sama berdoa untuk diri kita sendiri agar senantiasa mendapatkan segala
kemungkinan kebaikan pada hidup kita sendiri. Karena hakikatnya doa itu
adalah aliran darah yang bergumpal dalam tubuh kita, yang tak pernah sadari
keberadaan nilai serta manfaatnya. Moga-moga Gumpalan Darah adalah
wasilah yang ditunjukkan Gusti Pangeran kepada kita untuk mendapatkan
suatu apa yang telah kita lepas dan lupakan dalam hidup ini--Tabik.
AHMAD RIZKI
Tim Musyawarah Kasua
Ciputat, November 2022
v
PER-
SEMBAHAN
Gumpalan Darah adalah kesatuan dari tercecernya tetesan keringat dan air
mata dalam sebuah peperangan panjang dua anak manusia saat menghadapi
kelahiran sang buah hati pertamanya. Atas dasar hidup: “Selalu ada keistime-
waan dari setiap yang pertama, sebagaimana hal nya cinta pertama”. Sebab
tak terbendung lagi kesenangan dan kebanggaan yang hinggap di hati kami,
disisi lain juga sebagai upaya bahwa kelak akan kami mulai kehidupan yang
lebih nyata dari kenyataannya.
“Kepada anakku... Hidupmu akan terasa bila semua dapat kau rasakan den-
gan kenikmatan. Kesempurnaanmu, keistimewaanmu, bahkan kebahagiaan
dengan segala kenikmatannya hanya ada di tanganmu. Pergunakanlah! den-
gan seindah-indahnya. Do’a kami dimana-mana.”.
Barangkali perlu juga kami sampaikan kepada para pembaca dan para penik-
mat, apabila persembahan ini telah sampai dihadapan kalian, kami menyadari
bahwa masih banyak yang perlu kami benahi dari setiap karya. Tapi beginilah
vi
adanya kurang atau lebih, bagus atau tidaknya, berkesan atau tidak berkesan
semoga dapat diterima dengan baik dan penuh kemesraan di hati, sebab ba-
rangkali memang bukan keistimewaan bahasa dengan diksi yang indah yang
kami tuliskan, juga bukan warna dan ide cemerlang yang terlukiskan. Hany-
alah sebuah bentuk tafsir dan upaya kami dalam menyampaikan kebahagiaan
yang tengah kami rasakan saat ini, dan semoga dapat menular kepada hati
masing-masing kalian.
IFM
Bungo, November 2022
vii
DAFTAR
ISI
Sekapur Sirih iii
Per-sembahan vi
Daftar Isi viii
Tentang Penulis 11
Tentang Pelukis 12
viii
Bismillaahirrahmaanirrahiim...
2
DI RAHIM IBUMU
di rahim ibumu
kau menjelma sendawa yang tak habis
bagai suara memanggil
namaku...
nama ibumu...
di rahim ibumu
kau menjelma mual dan muntah-muntah
tak kunjung reda
bagai hujan di penghujung musim
di rahim ibumu
sedang berhembus nafas tuhan
wa nafakhtu fīhi mir rụḥī
yang kelak menjadi tubuhmu
nan mungil..
yang amat kami nantikan
nak...
meski se-begini payahnya ibumu
ia hadapkan agar kelak kau datang
tak perduli apa: yang penting engkau
tak perduli bagaimana: yang penting engkau
di rahim ibumu
ada cinta tengah berbuah
dan kemudian kelak,
jadilah dirimu...
Bungo,
20.35
21.11.22
3
4
Kaf Ha Ya 'Ain Shad
Widya Mardiani
2022
Acrylic On Paper
265 x 190 mm
5
Kaf Ha Ya ‘Ain Shad
Yaa Rabbii...
lelaki macam apa
yang tak berhutang pada perempuan?
Bungo,
23.37
22.11.22
6
KETIKA KAU DILAHIRKAN KE DUNIA
Bungo,
03.17
23.11.22
7
MEMBAYANGKANMU, ANAKKU
Aku membayangkan:
jika kelak kau masuk perguruan tinggi
Mengambil bidang studi Sastra
Kau tumbuh dengan bahasa
Lalu tertawa membaca puisiku
Sebab tak se-sastra yang kau pikirkan
8
Sewajarnya:
Dunia pendidikan membuatku diberi tahu
Tapi terkadang juga diberi tahi
Ada Ilmu Pengetahuan, ada juga Ilmu Pengetahian
Kau harus mengerti dua perkara ini:
yang mesti dimakan, dan yang mesti dibuang
9
10
Ikhwan Fadhil Mauzin, pemuda kelahiran Jambi, sedang menetap lama di
Kabupaten Bungo. Informasi lebih lanjut dapat dihubungi melalui akun Ins-
tagram: @ikhwanfadhilm
11
Widya Mardiani, lahir di Muara Bungo pada 16 Juni 1995. Menyelesaikan
pendidikan dasar di SD 101/II Bungo pada tahun 2006, dan melanjutkan Pen-
didikan di SMP dan SMA Negeri Bungo 2010 dan 2013.
Telah menyelesaikan studi strata satu di Universitas Negeri Padang, dan
mengambil konsentrasi pada bidang Seni Rupa, atau pendidikan seni rupa
lebih tepatnya. Pengalaman organisasi di kampus sebagai ketua bidang Seni
Rupa di Unit Kegiatan Kesenian kampus, anggota aktif di himpunan Seni
Rupa, anggota di komunitas kesenian “Rumah Ada Seni”.
Anggota di komunitas Literasi “Teras Literasi” serta anggota kepanitiaan
di beberapa acara kampus dan sekarang sebagai pendiri komunitas seni dan
Literasi “Pucuk Rebung” di Muara Bungo, aktif berkesenian di Dyanimar
Galeri.
12
13