Anda di halaman 1dari 13

Analisis Kewenangan PJ dan PLT kepala Daerah

(Syarief Aryfaid, S. IP, M. IP/Direktur Lembaga Strategi Nasional)


A. Pengantar
Kondisi kekosongan jabatan Kepala Daerah dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu: Pertama, terjadi karena akan berakhirnya masa jabatan kepala
Daerah dan/atau adanya permasalahan hukum sehingga perlu adanya
pengangkatan Pelaksana Tugas (selanjutnya disebut Plt) sebagai pengganti
Kepala Daerah. Kedua, Kepala daerah mengajukan pengunduruan diri karena
alasan kesehatan. Ketiga, kepala daerah mengundurkan diri karena alasan politik
(kepala daerah ditunjuk jadi menteri oleh presiden, ikut pilkada ditempat lain,
ditetapkan sebagai calon anggota legislatif).
Ketiga faktor di atas, tentu saja memiliki proses administrasi yang tidak sama,
hal ini-lah yang terjadi di kabupaten Purworejo, dimana Bupati selaku kepala
daerah kabupaten Purworejo mengundurkan diri karena faktor politik, dengan
alasan ikut kontestasi pemilu legislatif, dan telah ditetapkan sebagai daftar calon
tetap sebagai peserta pemilu DPR RI dari partai NASDEM.
Terkait hal tersebut, maka berdasarkan ketentuan UU No. 23 tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah,
B. Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Tugas Kepala Daerah Tugas Wakil kepala daerah
memimpin pelaksanaan Urusan membantu kepala daerah dalam:
Pemerintahan yang menjadi 1) memimpin pelaksanaan Urusan
kewenangan Daerah berdasarkan Pemerintahan yang menjadi
ketentuan peraturan perundang- kewenangan Daerah;
undangan dan kebijakan yang 2) mengoordinasikan kegiatan
ditetapkan bersama DPRD; Perangkat Daerah dan
menindaklanjuti laporan
dan/atau temuan hasil
pengawasan aparat
pengawasan;
3) memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang
dilaksanakan oleh Perangkat
Daerah provinsi bagi wakil
gubernur; dan
4) memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan
pemerintahan yang
dilaksanakan oleh Perangkat
Daerah kabupaten/kota,
kelurahan, dan/atau Desa bagi
wakil bupati/wali kota;
memelihara ketenteraman dan memberikan saran dan pertimbangan
ketertiban masyarakat kepada kepala daerah dalam
pelaksanaan Pemerintahan Daerah;
menyusun dan mengajukan melaksanakan tugas dan wewenang
rancangan Perda tentang RPJPD dan kepala daerah apabila kepala daerah
rancangan Perda tentang RPJMD menjalani masa tahanan atau
kepada DPRD untuk dibahas bersama berhalangan sementara; dan
DPRD, serta menyusun dan
menetapkan RKPD
menyusun dan mengajukan melaksanakan tugas lain sesuai
rancangan Perda tentang APBD, dengan ketentuan peraturan
rancangan Perda tentang perubahan perundang-undangan.
APBD, dan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD untuk dibahas
bersama;
mewakili Daerahnya di dalam dan di
luar pengadilan, dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
mengusulkan pengangkatan wakil
kepala daerah; dan
melaksanakan tugas lain sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
C. Wewenang Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah
Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah
mengajukan rancangan Perda; membantu kepala daerah dalam:
1) memimpin pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah;
2) mengoordinasikan kegiatan
Perangkat Daerah dan
menindaklanjuti laporan dan/atau
temuan hasil pengawasan aparat
pengawasan;
3) memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah yang dilaksanakan oleh
Perangkat Daerah provinsi bagi
wakil gubernur; dan
4) memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan pemerintahan
yang dilaksanakan oleh Perangkat
Daerah kabupaten/kota,
kelurahan, dan/atau Desa bagi
wakil bupati/wali kota;
menetapkan Perda yang telah memberikan saran dan pertimbangan
mendapat persetujuan bersama DPRD kepada kepala daerah dalam
pelaksanaan Pemerintahan Daerah;

menetapkan Perkada dan keputusan melaksanakan tugas dan wewenang


kepala daerah; kepala daerah apabila kepala daerah
menjalani masa tahanan atau
berhalangan sementara; dan
mengambil tindakan tertentu dalam melaksanakan tugas lain sesuai
keadaan mendesak yang sangat dengan ketentuan peraturan
dibutuhkan oleh Daerah dan/atau perundang-undangan
masyarakat;
melaksanakan wewenang lain sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
D. Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah
(ketentuan Pasal 67)
Adapun Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. menaati seluruh ketentuan peraturan perundangundangan;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah;
e. menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;
f. melaksanakan program strategis nasional; dan
g. menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan
semua Perangkat Daerah

E. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhenti


UU No.10/2016 Pasal 173 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam hal Gubernur,
Bupati, dan Walikota berhenti karena: a) meninggal dunia; b) permintaan
sendiri; atau c) diberhentikan, maka Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Selanjutnya pada ayat
(4) DPRD Kabupaten/Kota menyampaikan usulan pengangkatan dan pengesahan
Wakil Bupati/Wakil Walikota menjadi Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Menteri melalui Gubernur untuk diangkat dan disahkan
sebagai Bupati/Walikota.
Pada ayat (5) menegaskan tentang posisi DPRD, bahwa dalam hal DPRD
Kabupaten/Kota tidak menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) di atas, maka dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
Bupati/Walikota berhenti, Gubernur menyampaikan usulan kepada Menteri dan
Menteri berdasarkan usulan Gubernur mengangkat dan mengesahkan Wakil
Bupati/Wakil Walikota sebagai Bupati/Walikota.
Selanjutnya pada ayat (6) dijelaskan bahwa: Dalam hal Gubernur tidak
menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam waktu 5
(lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya usulan dari DPRD Kabupaten/Kota
kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri berdasarkan
usulan DPRD Kabupaten/Kota mengangkat dan mengesahkan Wakil
Bupati/Wakil Walikota sebagai Bupati/Walikota.
Pada ayat (7), Dalam hal Gubernur dan DPRD Kabupaten/Kota tidak
menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5),
Menteri mengesahkan pengangkatan Wakil Bupati/Wakil Walikota menjadi
Bupati/Walikota berdasarkan:
a. surat kematian;
b. surat pernyataan pengunduran diri dari Bupati/Walikota; atau
c. keputusan pemberhentian.
Ketentuan mengenai tata cara pengisian Gubernur, Bupati, dan Walikota diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
F. Pengisian Jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
UU No.10/2016, Pasal 174:
1) Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota secara bersama-sama tidak dapat
menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui mekanisme
pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota.
2) Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung yang masih
memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengusulkan 2
(dua) pasangan calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk
dipilih.
3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung tidak
memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada saat dilakukan
pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka Partai Politik atau
gabungan Partai Politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah mengusulkan pasangan calon paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari jumlah kursi (4) Dalam hal Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
yang berasal dari perseorangan secara bersamasama tidak dapat
menjalankan tugas karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
173 ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui mekanisme
pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota, yang
calonnya diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah paling sedikit 20%
(dua puluh persen) dari jumlah kursi.
4) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan proses pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
berdasarkan perolehan suara terbanyak.
5) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyampaikan hasil pemilihan
kepada Presiden melalui Menteri untuk Gubernur dan Wakil Gubernur
dan kepada Menteri melalui Gubernur untuk Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota.
6) Dalam hal sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan,
Presiden menetapkan penjabat Gubernur dan Menteri menetapkan
penjabat Bupati/Walikota.
7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

G. Kewenangan Plt Bupati


Kewenangan Plt sendiri memiliki batasan kewenangan yang telah di tetapkan
oleh peraturan perundang-undangan. Kewenangan yang dilimpahkan kepada Plt
Bupati Purworejo berjenis mandat yang berasal dari pejabat pemerintahan yang
memberinya mandat (Presiden/Mendagri). Karena itu, kewenangannya tidak
bersifat penuh. UU No. 30/2014 membatasinya dalam hal: tidak berwenang
mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang
berdampak pada perubahan status hukum pada aspek (i) organisasi; (ii)
kepegawaian; dan (iii) alokasi anggaran. Ketiga aspek ini hanya bisa dilaksanakan
oleh Bupati defenitif.
Plt dalam konteks kabupaten Purworejo tentu saja berbeda dengan Plt,
Penjabat, Pjs (Penjabat Sementara) yang didefenisikan dalam Permendagri No.
120/2018. Plt dikabupaten Purworejo terjadi karena Bupati mengundurkan diri,
dan kemudian wakil bupati akan diusulkan dan ditetapkan menjadi Plt Bupati.
Selama Plt Bupati Purworejo menjalankan tugasnya, ia bertanggungjawab
kepada pemberi mandat, yaitu Partai Politik pengusung yang ada di DPRD
Purworejo, dan Menteri Dalam Negeri. Kedudukannya sebagai mandataris
(penerima mandat) tidak mengakibatkan jabatan Wakil Kepala Daerah menjadi
hapus. Singkatnya, Plt Bupati Purworejo bertindak sebagai Bupati secara in
acting. Berpegang pada konteks ini, tercipta jalan bagi Plt untuk mengambil alih
tanggung jawab melaksanakan tugas sehari-hari Kepala Daerah dengan syarat
dan ukuran tertentu namun berdimensi subyektif.
Dalam Permendagri Nomor 74 Tahun 2016, menegaskan, Pelaksana Tugas
Gubernur, Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas Walikota mempunyai
tugas dan wewenang:
1) memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah;
2) memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
3) memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang
definitif serta menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil;
4) menandatangani Perda tentang APBD dan Perda tentang Organisasi
Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri;
dan
5) melakukan pengisian dan penggantian pejabat berdasarkan Perda
Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Bilamana Plt Bupati Purworejo dalam mengemban tugas dan kewajibannya
ternyata menimbulkan ketidakefektifan berdasar penilaian dari pemberi
mandat, yaitu DPRD Purworejo, dan Menteri Dalam Negeri, berakibat pada
penarikan kembali mandat dari Plt. Konsekuensinya, Plt dikembalikan kepada
jabatan semula, yakni Wakil Bupati. Syarat dan kriteria ketidakefektifan sangat
bergantung pada evaluasi dan penilaian yang dilakukan oleh pemberi mandat
(DPRD dan Menteri Dalam Negeri). Pada titik ini, agak sulit kiranya untuk
menolak sisipan subyektifitas dari pemberi mandat terhadap Plt Bupati selaku
mandataris. Peluang menarik kembali mandat semakin potensial terjadi jika
terdapat perbedaan latar belakang Partai Politik antara Pemberi mandat dan
manadataris. Apalagi didorong dengan adanya hasil penilaian penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang tidak efektif.
H. Kewenangan Pj Bupati
Berdasarkan ketentuan Permendagri Nomor 4/2023 Tentang Penjabat
Gubernur, penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota, menyebutkan bahwa
Penjabat Bupati atau Penjabat Wali Kota yang selanjutnya disebut Pj Bupati dan
Pj Wali Kota adalah ASN yang menduduki jabatan pimpinan tinggi pratama yang
ditetapkan oleh Menteri, untuk melaksanakan tugas dan wewenang bupati dan
wali kota karena terdapat kekosongan jabatan bupati dan wakil bupati serta wali
kota dan wakil wali kota.
Selanjutnya pada Pasal 2, dijelaskan; Untuk mengisi kekosongan jabatan
gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali
kota, Pemerintah menunjuk Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Wali Kota untuk
memimpin penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dilantiknya
gubernur dan/atau wakil gubernur, bupati dan/atau wakil bupati, wali kota
dan/atau wakil wali kota definitif.
Adapun persyaratan Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Wali Kota (sebagaimana
ketentuan Pasal 3) menyebutkan Pj yang diangkat dengan memenuhi
persyaratan:
1) mempunyai pengalaman dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
dibuktikan dengan riwayat jabatan;
2) pejabat ASN atau pejabat pada jabatan ASN tertentu yang menduduki
JPT Madya di lingkungan Pemerintah Pusat atau di lingkungan
Pemerintah Daerah bagi calon Pj Gubernur dan menduduki JPT
Pratama di lingkungan Pemerintah Pusat atau di lingkungan
Pemerintah Daerah bagi calon Pj Bupati dan Pj Wali Kota;
3) penilaian kinerja pegawai atau dengan nama lain selama 3 (tiga) tahun
terakhir paling sedikit mempunyai nilai baik;
4) tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
5) sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari
rumah sakit pemerintah.
Pengusulan Pj Bupati dan Pj Wali Kota sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 9, bahwa pengusulan Pj Bupati dan Pj Wali Kota dilakukan oleh: Menteri,
gubernur; dan DPRD melalui ketua DPRD kabupaten/kota. Menteri mengusulkan
3 (tiga) orang calon Pj Bupati dan Pj Wali Kota yang memenuhi persyaratan.
Sedangkan Gubernur dapat mengusulkan 3 (tiga) orang calon Pj Bupati dan Pj
Wali Kota yang memenuhi persyaratan kepada Menteri. Selain Menteri dan
Gubernur, DPRD juga memiliki kewenangan untuk mengusulkan Pj
Bupati/Walikota, dimana DPRD melalui ketua DPRD kabupaten/kota dapat
mengusulkan 3 (tiga) orang calon Pj Bupati dan Pj Wali Kota yang memenuhi
persyaratan kepada Menteri. Dimana dalam mengusulkan, Menteri dapat
menerima masukan dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
Secara prosedur dan tahapan kandidasi seluruh usulan Pj tersebut,
kemudian di bahas oleh Menteri Dalam Negeri menjadi 3 nama calon Pj
Bupati/Walikota dan dapat melibatkan kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian. Adapun Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian
yang akan dilibatkan dalam pembahasan Pj Bupati/Walikota meliputi:
a. Kementerian Sekretariat Negara;
b. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi;
c. Sekretariat Kabinet;
d. Badan Kepegawaian Negara;
e. Badan Intelijen Negara; dan
f. kementerian/lembaga lain sesuai kebutuhan.
Setelah melalui proses pembahasan bersama dengan kementerian dan
lembaga lain, maka selanjutnya Menteri Dalam Negeri menyampaikan 3 (tiga)
nama usulan calon Pj Bupati dan Pj Wali Kota kepada Presiden melalui Menteri
Sekretaris Negara sebagai bahan pertimbangan Presiden berdasarkan hasil
pembahasan tersebut. Yang selanjutnya Pengangkatan Pj Bupati dan Pj Wali Kota
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pj Bupati/Walikota yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Dalam negeri
melalui keputusan Menteri, maka selanjutkan dilakukan Pelantikan Pj
Bupati/Walikota. Dimana berdasarkan ketentuan Pasal 11 menjelaskan,
Gubernur atas nama Presiden melantik Pj Bupati dan Pj Wali Kota. Dalam hal
Gubernur berhalangan, pelantikan Pj Bupati dan Pj Wali Kota dilakukan oleh
Wakil Gubernur. Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak dapat
melaksanakan pelantikan sebagaimana dimaksud, Menteri melantik Pj Bupati
dan Pj Wali Kota. Sedangkan untuk Pj Bupati dan Pj Wali Kota yang diperpanjang
masa jabatannya oleh orang yang sama, Pj Bupati dan Pj Wali Kota tidak dilantik
kembali. Pelantikan Pj Bupati dan Pj Wali Kota tersebut di atas, dilaksanakan di
ibu kota provinsi yang bersangkutan atau di ibu kota kabupaten/kota yang
bersangkutan.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Pj Bupati dan Pj Wali Kota
bertanggungjawab kepada Menteri melalui gubernur. Dimana Masa jabatan Pj
Bupati dan Pj Wali Kota 1 (satu) tahundan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun beri
kutnya dengan orang yang sama atau berbeda. Masa jabatan 1 (satu) tahun
tersebut dapat dikecualikan apabila:
a. menindaklanjuti hasil evaluasi Menteri berdasarkan kinerja Pj
Bupati dan Pj Wali Kota;
b. ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pidana;
c. memasuki batas usia pensiun;
d. menderita sakit yang mengakibatkan fisik atau mental tidak
berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter yang berwenang;
e. mengundurkan diri;
f. tidak diketahui keberadaannya yang dibuktikan dengan surat
keterangan dari kepolisian atau pejabat yang berwenang; dan/atau
g. meninggal dunia.

Untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dan


akuntablitas, maka Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Wali Kota memiliki tugas,
kewenangan, kewajiban, dan larangan yang sama dengan tugas, wewenang,
kewajiban, dan larangan Gubernur, Bupati, dan Wali kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah (hal
ini ditegaskan dalam Permendagri No. 4/2023, Pasal 15).
Oleh sebab itu, Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Wali Kota dalam
melaksanakan tugas dan wewenang dilarang:
a. melakukan mutasi ASN;
b. membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya
dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang
dikeluarkan pejabat sebelumnya;
c. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan
dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan
d. membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan
pejabat sebelumnya.
Dengan catatan, bahwa semua ketentuan larangan di atas, dapat dikecualikan
setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Dan dalam
melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban, Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj
Wali Kota memiliki hak keuangan dan hak protokoler yang setara dengan kepala
daerah definitif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait penyelenggaraan kewenangan yang dimiliki baik Plt maupun Pj,
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran (SE) yang
memperbolehkan Pelaksana Tugas (Pit), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara
(Pjs) Gubernur/Bupati/Wali Kota untuk dapat memberhentikan dan memutasi
para pegawainya. Hal tersebut tertuang dalam SE nomor 821/5492/SJ yang
ditandatangani oleh Tito pada Rabu 14 September 2022. SE tersebut ditujukan
kepada Gubernur dan Bupati/ Wali Kota di seluruh Indonesia.
Menteri Dalam Negeri memberikan persetujuan tertulis kepada Pelaksana
Tugas (Pit), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur/Bupati/Wali
Kota untuk melakukan:

1) Pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi


dan/atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat/Aparatur Sipil
Negara di lingkungan pemerintah daerah provinisi/kabupaten/kota
yang melakukan pelanggaran disiplin dan/atau tindak lanjut proses
hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
2) Persetujuan mutasi antardaerah dan/atau antarinstansi pemerintahan
sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Artinya bahwa dua klausul di atas, yang telah dituangkan dalam SE
Mendagri, memberikan wewenang baik kepada Plt maupun kepada Pj,
demikian, tidak perlu lagi mengajukan permohonan persetujuan tertulis
Nantinya, bagi Plt, PJ hingga PJs harus melaporkan kepada Mendagri terkait
penindakan kepegawaian tersebut. Pelaksana Tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan
Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur/Bupati/Wali Kota agar melaporkan kepada
Menteri Dalam Negeri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
dilakukannya tindakan kepegawaian.
Pengaturan Plt dapat ditemukan dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan. Sedangkan kewenangan Plt Kepala Daerah belum
ada diatur secara khusus sehingga pengaturannya dapat ditemukan dalam
beberapa bentuk peraturan perundang-undangan yang menyelipkan tentang
batas dan Kewenangan Plt Kepala Daerah.

Anda mungkin juga menyukai