Botani Kel.3
Botani Kel.3
1 https://pdfcoffee.com/coniferous-tumbuhan-runjung-tumbuhan-runjung-atau-konifer-pinophyta-
atau-coniferae-adalah-sekelompok-pdf-free.html, diakses pada 16 Maret 2021
2 Neil A. Campbell, dkk., “Biologi Jilid 2 Edisi Kelima”, (Jakarta: Erlangga, 2003).
utama dari Pinophyta adalah bijinya yang “telanjang” yang tumbuh kurang lebih terbuka ke udara
pada permukaan dari sisik runjung (strobilus) atau pada tangkai diantara daun-daun. 3
Ciri khas tumbuhan di bioma ini adalah didominasi oleh jenis tumbuhan konifer
(pohon berdaun jarum yang mirip pohon cemara) seperti pinus, alder, juniper, spruce, dan
cedars. Bentuk daun seperti jarum merupakan adaptasi pohon ini terhadap temperature
rendah dan berfungsi untuk mengurangi penguapan.5
Daun pinophyta berbentuk jarum tipis panjang, dan tanaman memiliki getah yang wangi.
Beberapa pinophyta, seperti cemara, konifer, dan juniper memiliki daun seperti sisik bukan jarum.
Sebagai adaptasi terhadap dingin, jarum mengandung sedikit getah. Daun biasanya berwarna gelap
dan dengan demikian menyerap maksimum panas dari matahari lemah di lintang tinggi. Mereka juga
sangat asam dan biasanya tetap pada tanaman selama sekitar tujuh tahun pada suatu waktu. Karena
sebagian besar spesies tidak gugur, pinophyta sering disebut evergreen.
3 Marina Silalahi, “Bahan Ajar Taksonomi Tumbuhan Tinggi”, Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, 2014.
4 Gembong Tjitrosoepomo, “Taksonomi tumbuhan”. (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press,2010).
5 https://pdfcoffee.com/coniferous-tumbuhan-runjung-tumbuhan-runjung-atau-konifer-pinophyta-
atau-coniferae-adalah-sekelompok-pdf-free.html, diakses pada 16 Maret 2021
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, A Neil, dkk. 2003. Biologi Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
https://budisma.net/ciri-ciri-pinophyta.html, diakses pada 16 Maret 2021.
https://pdfcoffee.com/coniferous-tumbuhan-runjung-tumbuhan-runjung-atau-konifer-pinophyta-
atau-coniferae-adalah-sekelompok-pdf-free.html, diakses pada 16 Maret 2021
Marina Silalahi, Bahan Ajar Taksonomi Tumbuhan Tinggi, Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, 2014.
Tjitrosoepomo, gembong. 2010. Taksonomi tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Spesies dari Pinophyta
6 Corryanti dan Rika Rhmawati, “Terobosan Memperbanyak Pinus (Pinus merkusii)”, (Jawa Tengah:
Puslitbang Prum Perhutani Cepu, 2015), hal. 1-2
● Cabang-cabang membentuk putaran yang teratur
● Memiliki bentuk daun jarum dengan jumlah dua helai yang dapat bertahan lebih dari
● Pada pohon pinus dewasa mempunyai tinggi sekitar 30 m dan diameter 60-80 cm,
sedangkan pohon pinus yang tua tingginya bisa mencapai 45 m dengan diameter 140
cm.
● Pinus juga memiliki kulit luar yang kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua
Pada pohon pinus juga terdapat getah, menurut Wibowo (2006) getah pinus
merupakan campuran asam-asam resin yang larut dalam pelarut netral atau pelarut organik
non polar seperti eter. Getah pinus terdapat pada saluran resin atau cela-cela antar sel.
Saluran tersebut sering disebut saluran interseluler. Saluran ini terbentuk baik ke arah
memanjang batang di antara sel-sel trekaida maupun ke arah melintang dalam jari-jari
kayu.9. Selain itu Pinus merkusii ini tersebar di Asia Tenggara antara lain Burma, Thailand,
Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina. Dan Pinus merkusii tersebut merupakan satu-satunya
jenis pinus asli Indonesia. Di daerah Sumatera, tegakan pinus alam dapat dibagi ke dalam tiga
strain:
1. Strain Aceh, penyebarannya dari pengunungan Selawah Agam sampai sekitar Taman
Nasional Gunung Lauser. Dari sini menyebar ke selatan mengikuti pegunungan Bukit
7 Alfredi dkk, “Pengaruh Karakteristik Demografi, Sosial Dan Ekonomi Terhadap Pendapatan Petani
Penyadap Getah Pinus di Kecamatan Sesena Padang Kabupaten Mamasa”, Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas
Hasanuddin Makassar, Makassar (2013), hal. 2
8 Edy Batara Mulya Siregar, “Pemuliaan Pinus merkusii”, Jurnal Jurusan Kehutanan, Fakultas
Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, e-USU Repository, Sumatera (2005), hal. 2-3
9 Wibowo, “Produktifitas Penyadapan Getah Pinus merkusii Jungh et. De Vriese dengan System”,
Skripsi Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor (2006), hal. 8
Barisan kurang lebih 300 km melalui Danau Laut Tawar, Uwak, Blangkejeren sampai ke
Kotacane. Di daerah ini tegakan pinus pada umumnya terdapat pada ketinggian 800-2000
mdpl.
2. Strain Tapanuli, menyebar di daerah Tapanuli ke Selatan Danau Toba. Tegakan pinus
alami yang umum terdapat di pegunungan Dolok Tusam dan Dolok Pardomuan. Di
pegunungan Dolok Saut, pinus bercampur dengan jenis daun lebar. Di daerah ini tegakan
pinus terdapat pada ketinggian 1000-1500 mdpl.
3. Strain Kerinci, menyebar disekitar pengunugan Kerinci. Tegakan pinus alami yang luas
terdapat antara Bukit Tapan dan Sungai Penuh. Di daerah ini tegakan Pinus merkusii
tumbuh secara alami umumnya pada ketinggian 1500-2000 mdpl. 10
Selain itu dalam perkembangannya, tanaman Pinus merkusii juga di budidayakan di
Pulau Jawa (dalam hal ini di kawasan hutan produksi wilayah Perum Perhutani), karena
produk kayu dan getahnya yang dapat diandalkan. 11
10 Edy Batara Mulya Siregar, “Pemuliaan Pinus Merkusii”, Jurnal Jurusan Kehutanan, Fakultas
Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, e-USU Repository, Sumatera (2005), hal. 3
11 Corryanti dan Rika Rahmawati, “ Terobosan Memperbanyak Pinus (Pinus merkusii)”, (Jawa tengah:
Puslitbang Prum Perhutani Cepu), hal. 1
DAFTAR PUSTAKA
Alfredi, Tahir Kasnawi, Madris. 2013. Pengaruh Karakteristik Demografi, Sosial Dan Ekonomi
Terhadap Pendapatan Petani Penyadap Getah Pinus di Kecamatan Sesena Padang
Kabupaten Mamasa, Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Hassanuddin Makassar.
Corryanti dan Rika Rahmawati. 2015. Terobosan Memperbanyak Pinus (Pinus merkusii), Jawa
Tengah: Puslitbang Prum Perhutani Cepu.
Siregar, Edy Batara Mulya. 2005. Pemuliaan Pinus merkusii, Jurnal Jurusan Kehutanan,
Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Wibowo. 2006. Produktifitas Penyadapan Getah Pinus merkusii Jungh et. De Vriese dengan
System, Skripsi Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Spesies dari Pinophyta
12 Elis Nina Herliyana, Laporan awal penyakit busuk akar merah Ganoderma sp. Pada agathis sp.
(Damar) di hutan pendidikan gunung walat, sukabumi, jawa barat. Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 03 No. 02
Agustus 2012, Hal. 102-107
13 Fitrida Antoh dkk, Pemanfaatan Damar Oleh Masyarakat Di Kampung Barat Distrik Konda
Kabupaten Sorong Selatan. Jurnal Kehutanan Papuasia 1 (1):53-62 (2015)
untuk keperluan pertukangan, pembuatan tiang perahu, perabotan rumah tangga, papan
bingkai dan peti-peti pengemas. Kayu agatis juga umum digunakan pada pembuatan gitar,
karena sifat resonansinya yang bagus.14
Berikut ini adalah klasifikasi pohon damar :
14 Dodi Nandika dan Nadzirum Mubin, 30 Jenis Pohon di Taman Kota dan Hutan Kota Mengenal
Hama, Penyakitnya, serta pengendaliannya (Bogor : PT. Penerbit IPB Press, 2018), 15-16
DAFTAR PUSTAKA
Herliyana, Elis Nina. 2012. Laporan awal penyakit busuk akar merah Ganoderma sp. Pada agathis sp.
(Damar) di hutan pendidikan gunung walat, sukabumi, jawa barat. Jurnal Silvikultur Tropika
Vol. 03 No. 02 Agustus 2012, Hal. 102-107.
Nandika, Dodi dan Nadzirum Mubin. 2018. 30 Jenis Pohon di Taman Kota dan Hutan Kota Mengenal
Hama, Penyakitnya, serta pengendaliannya. Bogor: PT. Penerbit IPB Press.
Antoh, Fitrida dkk. 2015. Pemanfaatan Damar Oleh Masyarakat Di Kampung Barat Distrik Konda
Kabupaten Sorong Selatan. Jurnal Kehutanan Papuasia. Jurnal Kehutanan Papuasia 1 (1):53-
62 (2015).
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=183485#null ,
Diakses pada tanggal 23 maret 2021.
Manfaat Umum Pinophyta dan Manfaat Khusus Pinus (Pinus merkusii)
15 Siti Sunarti dan Rugayah, “Keanekaragaman Jenis Gymnospermae di Pulau Wawoni, Sulawesi
Tenggara”. Jurnal Biologi Indonesia. Vol. 9 No. 1, Pusat Penelitian Biologi 2013, hal. 84
16 Syarifah Widya Ulfa, “Penuntun Praktikum Phanerogamae”. Medan: Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara 2020, hal. 5
memiliki potensi sebagai bahan bioherbisida untuk mengontrol pertumbuhan gulma yang dapat
mengganggu pertumbuhan produksi tanaman pangan antara lain padi. Salah satu gulma yang
mengganggu pertumbuhan tanaman padi adalah E. colonum dan A. viridis.17
Pada industri makanan dan kosmetik asam abietat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan
dalam kecap, bahan pengeruh untuk minuman kesehatan seperti sari vitamin C, bahan untuk
lipstik supaya terlihat berkilau dan untuk gel rambut pria. Getah pinus/oleoresin merupakan
produk metabolisme sekunder di dalam tumbuhan, berbentuk cairan yang jernih, kental, lengket
dan mempunyai daya rekat yang cukup tinggi, merupakan cairan asam resin. Berdasarkan warna,
getah gondorukem diklasifikasikan menjadi beberapa kelas yaitu B, C, D, E, F, G, H, I, K, M, N, dan
W-G. Kelas B, C, D (warna gelap) digunakan pada industri minyak resin dan vernis gelap. Kelas E,
F, G digunakan sebagai bahan campuran pada industri kertas. Kelas G dan K digunakan dalam
proses industri sabun. Kelas W-G dan W-W (warna pucat) digunakan untuk bahan vernis warna
pucat, scalling wax, bahan peledak, bahan penggosok senar, bahan solar, bahan cat, tinta cetak,
semen, kertas, plitur kayu, plastik, kembang api dan sebagainya. 19
Rahayu dan Mutaqin (2012) menambahkan , beberapa keuntungan yang didapatkan dari
tanaman P. merkusii Jungh et de. Vriese antara lain : 1. Pertumbuhan relatif cepat jika
dibandingkan dengan jenis lainnya. 2. Tidak memerlukan tempat tumbuh dengan syarat-syarat
tertentu, serta dapat tumbuh mulai 200 – 2000 m dpl. 3. Perakaran cukup kuat dan cukup dalam
sehingga dapat mencegah atau mengurangi bahaya erosi pada tanah-tanah kritis. Tanaman Pinus
merkusii pada awalnya digunakan sebagai tanaman reboisasi dan juga penghijauan karena
pertumbuhannya yang cepat serta merupakan jenis tanaman pionir (Cahyono dkk, 2007). 20
17 Yusuf Andi Senjaya dan Wahyu Surakusumah, “Potensi Ekstrak Daun Pinus (Pinus merkusii Jungh. Et
de Vriese) sebagai Biohebisida Penghambat Perkecambahan Echinochloa colonum L. dan Amaranthus viridis”.
Jurnal Perennial, 4(1), Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia 2007, hal. 1
18 Corryanti dan Rika R, “Terobosan Memperbanyak Pinus (Pinus merkusii)”, Cepu: Puslitbang Perum
Perhutani Cepu. 2015. Hal. 2
19 Ibid, hal. 3
20 Budiman Mampi, dkk, “Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii Jung et de Vriese) Pada Berbagai
Diameter Batang Menggunakan Sistem Koakan Di Desa Namo Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi”. Jurnal Warta
Rimba. Vol. 6 No. 3, Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako 2018, hal. 43
Berdasarkan telaah dari berbagai hasil penelitian, dapat dirumuskan adanya beberapa
karakter pinus yang berpotensi sebagai pengendali tanah longsor, yaitu:
1. Daun dan tajuk pinus dapat mengurangi hujan netto melalui proses intersepsi. Pengurangan
jumlah hujan netto (jumlah curah hujan yang sampai pada tanah) melalui kemampuan
intersepsi pada tanaman pinus, artinya dapat mengurangi jumlah air infiltrasi yang dapat
menjadi beban atau faktor penggelincir dalam proses terjadinya longsor pada tanah-tanah
yang miring.
2. Akar pinus yang panjang serta dalam dapat memperkuat tanah. Sebagai pohon yang memiliki
buah besar, pinus secara genetis mempunyai perakaran tunggang yang dalam (Daniel et al.,
1995), sehingga akarnya dapat menembus lapisan yang kuat serta dalam. Meskipun distribusi
atau kedalaman akar lebih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, namun sifat genetis pinus
tersebut tetap berpeluang tinggi dalam memperkuat tanah atau meningkatkan kekuatan
tahanan geser tanah.
3. Pinus mempunyai nilai evapotranspirasi yang tinggi sehingga dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya longsor. Pinus sebagai pohon yang evergreen mempunyai nilai
evapotranspirasi yang besar dibandingkan dengan jenis pohon yang lainnya. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Pudjiharta (1995) di Ciwidey, nilai evapotranspirasi pinus adalah sebesar
64,5% dari total curah hujan. Hal tersebut tentu sangat baik bagi pengurangan tekanan air
pori tanah yang dapat memicu longsoran. 21
21 Yonky Indrajaya dan Wuri Handayani. “Potensi Hutan Pinus merkusii Jungh. et de Vriese Sebagai
Pengendali Tanah Longsor di Jawa”. Jurnal Info Hutan. Vol.5 No.3, Ciamis: Balai Penelitian Kehutanan Ciamis.
2008. Hal. 235-236
DAFTAR PUSTAKA
Corryanti dan Rika Rahmawati. 2015. Terobosan Memperbanyak Pinus (Pinus merkusii). Cepu:
Puslitbang Perum Perhutani.
Indrajaya, Yonky dan Wuri Handayani. 2008. Potensi Hutan Pinus merkusii Jungh. et de Vriese
Sebagai Pengendali Tanah Longsor di Jawa. Ciamis: Balai Penelitian Kehutanan Ciamis.
M, Budiman, dkk. 2018. Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii Jung et de Vriese) Pada Berbagai
Diameter Batang Menggunakan Sistem Koakan Di Desa Namo Kecamatan Kulawi
Kabupaten Sigi 2018. Vol. 6 No. 3.
Senjaya, Yusuf Andi dan Wahyu Surakusumah. 2007. Potensi Ekstrak Daun Pinus (Pinus merkusii
Jungh. Et de Vriese) sebagai Biohebisida Penghambat Perkecambahan Echinochloa
colonum L. dan Amaranthus viridis. Jurnal Perennial, 4(1), Bandung: Jurusan Biologi,
FMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia.
Sunarti, Siti dan Rugayah. 2013. Keanekaragaman Jenis Gymnospermae di Pulau Wawoni,
Sulawesi Tenggara 2013. Vol. 9 No. 1.
Ulfa, Syarifah Widya. 2020. Penuntun Praktikum Botani Phanerogamae. Medan: Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara.
Manfaat Pinophyta Secara Umum Dan Manfaat Salah Satu Spesiesnya Secara Khusus
Kopal sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu merupakan senyawa harsa (resin)
alami yang mempunyai senyawa kompleks, tidak larut dalam air, larut dalam beberapa
pelarut organik, meleleh bila di panaskan dan mudah terbakar dengan mengeluarkan asap.
Di Indonesia sendiri, kopal dihasilkan dari penyadapan kulit pohon damar yang sebagian
besar tersebar di luar Pulau Jawa dan sebagian kecil terdapat di Pulau Jawa yang dikelola
oleh perum perhutani.26
Berdasarkan komposisi dan sifat-sifat fisiko-kimia, kopal dapat digunakan untuk
berbagai keperluan industri, seperti cat, vernis, lak merah, tinta, bahan sizing, bahan pelapis
untuk tekstil, dan kosmetik. Sedangkan berdasarkan sifat kelarutannya dalam asam asetat
glasial, maka kopal dapat digunakan sebagai bahan perekat yang baik. 27
25 Zinatul Uthbah, Eming Sudiana, Edy Yani. Analisis Biomasa dan cadangan karbon pada berbagai
umur tegakan damar (agathis damara (lamb.) rich.) di KPH Banyumas Timur. Scripta Biologica, Vol.4(2), 2017,
hal. 119
26 Wien Setya Budhi Irawan,Endang Suhendang, Juang R.Matangaran. Model Penduga Produksi
Kopal. JMHT, Vol.8(3). Desember 2007. Hal.166
27 Totok Waluyo, E.S. Sumadiwangsa, Pudji Hastuti, Evi Kusmiyati. Sifat-sifat Kopal Manila dari
Proboinggo, Jawa Timur. JURNAL Penelitian Hasil Hutan. Vol.22(2) Agustus 2004. Hal.88
DAFTAR PUSTAKA
Irawan W. S. Budhi,Endang Suhendang, Juang R.Matangaran. 2007. Model Penduga Produksi Kopal.
JMHT, Vol.8(3). Hal.166-171
Kuspradini, Harlinda, Enih R., Edi S., Enos Tangke A., Irawan W. K. 2016. Pengenaan Jenis Getah.
Samarinda : Mulawarman University Press
Sunarti. Siti, Rugayah. 2013. Keanekaragaman Jenis Gymnospermae Di Pulau Wawoni, Sulawesi
Tenggara. Jurnal Biologi Indonesia. Vol 9(1). Hal. 83-92
Totok Waluyo, E.S. Sumadiwangsa, Pudji Hastuti, Evi Kusmiyati. 2004. Sifat-sifat Kopal Manila dari
Proboinggo, Jawa Timur. JURNAL Penelitian Hasil Hutan. Vol.22(2)Hal.87-94
Uthbah, Zinatul, Eming Sudiana, Edy Yani. 2017. Analisis Biomasa Dan Cadangan Karbon Pada
Berbagai Umur Tegakan Damar (Agathis d amara (Lamb.) Rich.) Di KPH Banyumas Timur.
Scripta Biologica, vol.4(2), hal. 119-124
Wattimena, M.A. Cornelia, Lily Pelupessy, S.L.A. Selang. 2016. Identifikasi Jenis Hama Tanaman
Damar(Agathis alba) Di Hutan Lindung Sirimau Kota Ambon Provinsi Maluku. Agrologia. 5(2)
95-100