Anda di halaman 1dari 22

Bung Hatta, Dari Era Kolonial Hingga

Orde Baru: Sebuah Refleksi


Maliku l Ku s n o 1

Abs tract: This article is aim ed at rerflecting Hatta poliotical biography .


His life span can be devided into three stages. First (1921-1932) w hen Hatta
studied in Netherland; this period gave the greatest experience for Hatta
due to his involvem ent in the w orldw ide interaction and organizations.
Second (1932-1945) after he finished his education and cam e back to Indo-
nesia; He put an em phasis on his political activities to unite the struggle
vision and avoid internal fragm entation. Third (1945– 1956), this is the
m ost com plicated and critical period of Hatta political career. He for m any
tim es felt disappointed in politic.

Kata Ku n ci: Hatta, perjuangan politik, PN I


Biografi politik Moham m ad Hatta m emberikan pelajaran dan hikm ah yang
berharga bagi kita. Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 190 2 di Bukittinggi,
Sum atera Barat. Di kota kecil yang indah ini Bung Hatta – panggilan akrab
Moham m ad Hatta– dibesarkan dalam tradisi keluarga ibunya. Ayahnya, H.
Muham m ad Djam il, meninggal dunia ketika Hatta berusia delapan bulan.
Dari perkawinan ayahnya itu, Hatta m em iliki enam saudara perem puan. Ia
adalah anak laki-laki satu-satunya.2
Hatta adalah anak kedua dari enam saudara, kakak perem puannya, Rafi’ah,
dilahirkan dua tahun sebelumnya. Sejak bayi Hatta selalu dipanggil Attar
oleh lingkungan keluarganya, yang berarti parfum dan juga nam a seorang
penyair terkenal Persia, dan seorang sufi yang disegani, yaitu Fariduddin Al
Aththar. Percakapan Minangkabau mengubah nam a Attar dengan nama
Hatta. Kem udian nam a Hatta dikenal sepanjang hidupnya.

Ayah Hatta, Haji Djamil m erupakan salah satu ulam a terkem uka di Minang-
kabau. Ibu Hatta adalah isteri keem pat Haji Djam il. Dalam tradisi Minang-
kabau, tidaklah aneh jika seseorang lelaki m em iliki beberapa orang istri,
terutam a apabila ia selalu berpergian sebagai saudagar di antara pedalam an

1 Malikul Kusno adalah peneliti muda dan mahasiswa Pasca Sarjana Universitas
Padjadjaran Bandung. Aktivis IMM ini merupakan civitas akademika Universitas
Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Tulisan ini merupakan revisi atas skripsi sarjananya di
Fisip UMJ.
2 Http:// www.tokohindonesia.com

Volume I, No.1, Januari 2012 I 45


dan pantai. Dalam hal ini, Haji Muham m ad Djamil m em adukan dua unsur
tradisi Minangkabau, perdagangan dan kewajiban beragam a. Dalam m asya-
rakat adat Minangkabau, seorang ulam a atau pem impin diharapkan m emi-
liki kekayaan yang m encukupi sebagai bagian integral dari m isi dakwah
Islam .

Sejak kecil Hatta dikenal sebagai anak yang tekun dan disiplin dalam belajar.
Ia adalah anak em as dari generasi yang tercerahkan. Kebijakan politik etis
(ethics politics) yang diterapkan pem erintah kolonial Belanda m em berikan
akses kem udahan bagi sebagian kecil
kaum pribum i, term asuk Hatta, untuk m em peroleh pendidikan terbaik
m odel Barat. Sikap pem erintah kolonial terhadap pendidikan kaum pribum i
ini berlangsung sejak paruh kedua abad 19, yaitu sebagai konsekuensi dari
kem enangan politik kaum Liberal, terutam a fokus perhatiannya terhadap
negeri jajahan. Untuk m em ajukan kepentingan ekonom i kaum Liberal di
negeri jajahan, m aka diperlukan perluasan birokrasi pem erintahan bagi
kaum pribum i dalam sistem pemerintahan kolonial Belanda. Dengan
dem ikian, pem erintah kolonial m embutuhkan sumber daya m anusia (SDM)
yang berasal dari kalangan pribum i.3
Latar belakang pendidikan Hatta sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai keaga-
m aan dan kesukuan yang dianut dari keluarga ayah dan ibu serta m asya-
rakat Minangkabau pada um um nya. Dari garis keturunan ayah, Hatta
m ewariskan tradisi keislam an yang sangat kuat, dengan m em perioritaskan
pada kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang bersifat sem en-
tara. Sedangkan dari pihak ibu, yang mem iliki latar belakang sebagai
pengusaha, Hatta mewariskan ilm u ekonom i (ilm u perdagangan) yang
kem udian ditem puhnya sam pai ke jenjang perguruan tinggi. Kedua hal itu
sangat mem pengaruhi pilihan-pilihan bagi studi Hatta.

Pendidikan Hatta pertama kali ditem puh di Europese Largere Scholl (ELS),
setingkat sekolah dasar, di kota Bukittinggi, pada tahun 1916. Sejak duduk
ELS, Hatta sering mengunjungi sebuah surau m ilik pam annya, Syekh
Arsyad, di Batu Ham par, untuk m endalam i ilmu agam a. Syekh Arsyad
m em inta kepada ibu Hatta untuk mengizinkan anaknya m engikuti jejak sang
Ayah m endalam i ilm u keagam aan di Mekkah, Arab Saudi, yang kem udian
dilanjutkan ke Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir.

3 Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad

XX (Jakarta: Penerbit Mizan, 2006), h.89.

46 I Konfrontasi
Pandangan Syekh Arsyad bertolak belakang dengan keinginan sang ibu yang
m enginginkan supaya anaknya sekolah di tem pat um um . Dalam pada itu,
guru agam a Hatta, Syekh Muham m ad J am il J am bek, juga m em punyai
pandangan yang berbeda terhadap pendidikan Barat dibandingkan Syekh
Arsyad. Syekh J am il J am bek adalah salah satu tokoh pem baharu pem ikiran
Islam (m odernism e Islam) di Minangkabau. Ia m endorong kaum m odernis
m uslim untuk belajar dari Barat agar m am pu m enangkap sem angat zaman
dan melawan dom inasi Barat, khususnya dalam penguasaan ilm u penge-
tahuan dan teknologi (IPTEK). Visi keagam aan ini m enyebar luas di
kalangan kaum m odernis m uslim Minangkabau, dan m erangsang m ereka
untuk mensekolahkan anaknya di sekolah um um . Dengan dem ikian, pihak
ibu m endapatkan pem belaan yang sesuai dengan tuntutan dan aspirasinya.
Setelah m enam atkan sekolah dasar dengan nilai yang cukup baik, Hatta
berpeluang besar untuk bisa langsung m elanjutkan sekolah ke Horger
Burger Scholl (HBS), setingkat SMU, di J akarta. Nam un, usaha ini ditolak
oleh ibunya, yang melihat Hatta m asih sangat m uda untuk tinggal sendiri di
J akarta dan terpisah dari keluarga. Namun dem ikian, ibunya mem inta Hatta
untuk terlebih dahulu belajar di Meer Uirgebreid Lagere School (MULO),
setingkat SMP, di kota Padang. Mendengar keputusan itu Hatta kecewa;
“karena say a bingung dan patah hati say a ingin berhenti sekolah dan
m ulai bekerja”, kenang Hatta dalam m em oarnya.4 Berkat dorongan dan
sem angat yang diberikan pam an Saleh kepada Hatta, akhirnya Hatta berse-
dia untuk m elanjutkan sekolah di MULO.
Sejak duduk di MULO, Hatta tertarik dengan dunia pergerakan, yang waktu
itu sedang m arak berm unculan organisasi kepem udaan yang bersifat
kedaerahan pada tahun 1916, seperti J ong J ava, J ong Sum atranen Bond,
J ong Minahasa, J ong Am bonese.5 Hatta m asuk dalam organisasi J ong
Sum atranen Bond (organisasi kepem udaaan Sum atera) sebagai bendahara.
Setelah tam at dari MULO, ia m elanjutkan sekolahnya ke Handel Middlebare
Scholl (HMS), atau sekolah dagang, di J akarta. Di kota inilah, Hatta banyak
berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional, seperti Abdul Muis
dan Haji Agus Salim , dll, yang telah dikenalnya ketika berada di J ong
Sum atrenan Bond (J SB).6

4 Mohammad Hatta, Memoir (Jakarta: Penerbit Tintamas, 1982), h. 3


5 Untuk lebih jelas mengenai perkembangan organisasi kepemudaan daerah lihat,
Hans Vans Miert, Een koel hoofd en een warm hart: Nationalisme, Javanisme en Jeughbeweging in
Nederland-Indie, 1918-1930 (terjemahan), (Jakarta: Penerbit Hasta Mitra dan Pustaka
Utan Kayu, 2003).
6 Http://www.tokohindonesia.com

Volume I, No.1, Januari 2012 I 47


Pertem uan dengan beberapa tokoh pergerakan nasional di J akarta, m eng-
inspirasikan secara radikal gerak m aju pem ikiran Hatta, khususnya tentang
kem erdekaan Indonesia. Secara khusus perkem bangan pem ikiran politik
Hatta dapat dibagi ke dalam em pat periode:

Pe rio d e Pe rtam a ( 19 2 1 - 19 3 2 )

Periode 1921-1932, m erupakan m asa perkuliahan Hatta di Belanda. Di


negeri kolonial itu gravik pem ikiran Hatta m engalam i perkem bangan yang
signifikan, seiring dengan m eluasnya pergaulan dan pengalam an di orga-
nisasi serta kegiatan politik yang langsung bersentuhan dengan pem erintah
pusat Belanda. Terhadap perjuangannya itu Hatta berkom entar; “perjuang-
an kem erdekaan Indonesia pada saat y ang sam a m erupakan perjuangan
bagi dem okrasi dan bagi kem anusiaan universal”, sedangkan pencapaian
dem okrasi dan kem anusiaan sebagai tujuan utam a dalam perjuangan
kem erdekaan, hanyalah sekedar pem indahan kekuasaan dari pem erintah
kolonial Belanda kepada rakyat Indonesia.7

Di Belanda, Hatta melanjutkan studinya pada Rotterdam Handelsho-


geshool, Am sterdam . Bagi pam annya, Syekh Arsyad, keputusan Hatta untuk
m eneruskan studi ke negeri Barat, telah m enciptakan kontroversi dan
kekecewaan dari pihak keluarga Ayah, “aku dapat m erasakan bahw a
pam anku, Sy ekh Arsy ad, sangat kecew a bahw a aku akan pergi ke Belan-
da”, tulis Hatta.8 Syekh Arsyad m erasakan bahwa kepergian Hatta ke
Belanda merupakan hilangnya seorang yang genuine yang m am pu m eracik
gagasan ideal dengan konsistensi pengabdian secara terus-m enerus. Dua
unsur doktriner yang menurut Syekh Arsyad sangat m endukung prinsip-
prinsip sebuah surau. Pertem uan itu pun m enjadi petanda akhir dari
perjum paan dirinya dengan Hatta. Ia m eninggal dunia sebelum Hatta
pulang dari Belanda.9

Kepergian Hatta ke Belanda diawali dengan singgah terlebih dahulu ke


kam pung halam annya di Minangkabau, untuk mem ohon doa restu dari
kerabat keluarga serta rekan-rekannya di J ong Sum atranen Bond (J SB).
Pada tanggal 3 Agustus 1921, Hatta berlayar dari Teluk Bayur – yang pada
waktu itu dikenal sebagai Em naheaven, atau pelabuhan Padang– bersama
dengan tiga orang pelajar Indonesia yang akan m enuju Universitas Leiden.

7 Mavis Rose, Indonesian Free: A Political Biography of Mohammad Hatta (terjemahan),


(Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka, 1999 ), h. 57.
8 Mohammad Hatta, Memoir, h. 55.
9 Mohammad Hatta, Memoir, h. 99.

48 I Konfrontasi
Perja-lanan laut ditem puh selam a satu bulan, dengan singgah di kota
Marseilles, Perancis.

Dalam m em oarnya, ia m elukiskan tentang perasaan pribadinya ketika kapal


berlabuh di Marseilles, Perancis, Hatta yang m ahir berbahasa Perancis
m am pu berkom unikasi secara aktif dan fasih, sehingga sangat mem bantu di
antara sesama penum pang.10
Tahun pertam a di Belanda, Hatta mendapati sikap berbeda yang diperli-
hatkan oleh m asyarakat Belanda. Dalam hal ini, Hatta m erasakan adanya
perbedaan yang sangat menyenangkan antara kehidupan di tanah jajahan
dengan tem pat tinggalnya di Eropa, yaitu menurunnya diskrim inasi rasial.
Nam un dem ikian, perasaan itu telah mengundang dilem a psikologis dalam
perjuangannya untuk m engusir pem erintah kolonial Belanda. Ia dipaksa
untuk berempati kepada orang-orang Eropa, sehingga m enghilangkan rasa
perm usuhan dan sintemen anti kolonialism e.

Sikap anti penjajahan tidak sepenuhnya hilang dari ingatan Hatta. Hari
kedua tinggal di Belanda, pem erintah kolonial kem bali m em praktekkan
sikap diskrim inatif dengan melokalisir tem pat tinggal para m ahasiswa
Indonesia. Selanjutnya pem erintah Belanda m em inta Westenenck, m antan
asisten residen di Bukittinggi, untuk m enjadi penasihat bagi para m aha-
siswa Indonesia. Bagi Hatta tugas itu m erupakan bentuk kontrol pem erintah
terhadap aktifitas m ahasiswa, khususnya kaum intelektual yang m em iliki
afiliasi dengan gerakan Sosialism e dan Kom unism e internasional.

Pada tahun 1921, terjadi penerim aan secara besar-besaran terhadap pem i-
kiran Karl Marx (1818-1883), khususnya di Eropa. Kebanyakan m ahasiswa
Indonesia yang belajar di Eropa, m em aham i betul gagasan Marx sebagai
pisau analisa bagi perubahan sosial-politik di tanah air. Salah satu doktrin
Marx yang terkenal dan m em pengaruhi Hatta adalah gagasannya tentang
em ansipasi m anusia.11 Dalam perspektif Marx suatu m asyarakat yang adil
dan m anusiawi akan berkem bang melalui upaya m assa rakyat yang tertindas
secara ekonom i. Dalam kaitan itu, Hatta m enuliskan bahwa kekayaan yang
diperoleh melalui tenaga orang lain m erupakan penyebab terbesar dari
dekadensi dan dem oralisasi yang terjadi di ranah Indonesia.12
Untuk m endukung aktifitas pergerakannya itu, Hatta bergabung dalam
Perhim punan Indonesia (Indische Vereniging) yang m erupakan kepan-

10 Mohammad Hatta, Memoir, h. 101 - 104


11 Baca juga Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke
Revisionisme (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2000).
12 Mavis Rose, Indonesian Free: A Political Biography of Mohammad Hatta, h. 9 .

Volume I, No.1, Januari 2012 I 49


jangan tangan dari pelbagai organisasi kepem udaan daerah. Sekitar bulan
Februari 1922, Hatta ditunjuk untuk m enduduki jabatan sebagai Benda-
hara.13 Sebagai pengurus harian, ia diminta untuk menjadi dewan redaksi
jurnal Hindia Poetra yang dibiayai oleh Liga Mahasiswa Indonesia, suatu
federasi m ahasiswa Belanda, Cina dan Indonesia yang tertarik dengan
Hindia-Belanda. Nam un, radikalism e pem ikiran yang m uncul belakangan di
kelom pok mahasiswa telah m enem patkan kem erdekaan sebagai tem a sen-
tral dari penulisan jurnal. Sehingga nam a jurnal Hindia Poetra diganti
m enjadi Indonesia Merdeka, sesuai dengan keinginan m ahasiswa atas asas
non-kooperasi dan tuntutan kem erdekaan sepenuhnya bagi Indonesia.

Sepanjang tahun 1922 sam pai dengan tahun 1923, Hatta dikenal sebagai
propagandis terkem uka Perhim punan Indonesia (PI). Ia m ulai dikenal lewat
tulisan-tulisannya yang kritis dan tajam . Dengan m enggunakan keahlian
ekonom i yang baru saja diperolehnya, ia m enggugat kelem ahan teori Barat
yang dikem ukakan oleh ahli ekonom i Belanda, Dr. Boeke. Dalam tesisnya
Boeke m engem ukakan bahwa ada perbedaan m endasar dalam pandangan
Tim ur dan Barat. Secara general, petani Tim ur hanya m em iliki keinginan
yang sederhana dan terbatas, berbeda dengan petani Barat yang m em iliki
naluri keinginan yang tidak terbatas. Di sam ping itu, para petani Tim ur
tidak m em iliki kem am puan organisasi yang baik untuk m embentuk peru-
sahaan dalam skala besar, dan kurang m em iliki sifat m encari keuntungan
seperti yang dim iliki oleh orang Barat. Tesis ini dengan tegas ditolak Hatta,
ia m enyatakan bahwa hukum ekonomi yang berlaku di Barat tidak berlaku
bagi rakyat pribum i di Hindia-Belanda.

Tak puas dengan jurnal Indonesia Merdeka, pada tahun 1925 Perhim punan
Indonesia (PI) m enerbitkan Gedenboek, buku peringatan pertam a lim a belas
tahun berdirinya organisasi m ahasiswa itu. Para penulis dalam buku itu
m enekankan prinsip-prinsip non-kooperasi dan mengajukan penggantian
nam a kesatuan politik Hindia Tim ur Belanda dengan Indonesia. Dua tulisan
Hatta, yaitu Indonesia di Tengah Revolusi Asia dan Indonesia di Masy a-
rakat Dunia dengan tegas m enjelaskan kebangkitan Asia yang terjadi secara
endem ik dengan didorong oleh keberhasilan J epang dan Turki, serta m un-
culnya kekuatan kaum nasionalis di India yang dipelopori oleh Mahatm a
Gandhi.

13Desakan untuk bergabung dengan organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) dilaku-


kan Hatta setelah mempertimbangkan saran dari Nazir Pamuntjak, seorang mahasiswa
hukum Universitas Leiden. Untuk lebih jelasnya baca Mohammad Hatta, Memoir.

50 I Konfrontasi
Merebaknya aksi protes dan perlawanan kaum m ahasiswa Indonesia, m em i-
cu sikap reaksioner pemerintah Belanda. Westenenck ditugasi untuk me-
ningkatkan pengawasan dan kewaspadaan terhadap pergerakan m aha-siswa,
karena tak pelak lagi, m ereka telah m embangun jaringan kerja (netw orking)
dengan kelom pok-kelom pok sayap kiri internasional. Terhadap aktifitas
yang sem akin luas itu, Hatta kem udian dicalonkan m enjadi ketua um um
Perhim punan Indonesia. Dengan sikap terbuka Hatta bersedia m enerim a
kedudukan itu.
Dalam pidato pelantikan sebagai ketua um um Perhim punan Indonesia,
Hatta m enyoroti akar-akar persoalan ekonom i kolonial yang diberi judul
Struktur Dunia Ekonom i dan Konflik Kekuasaan. Dalam hal ini, Hatta
m erujuk pada filsafat Hegel yang diangkat oleh Marx, bahwa keberadaan
konflik merupakan syarat utam a bagi perkem bangan m asyarakat.14 Dari
m aterialism e dialektika Marx, Hatta m enguraikan hal ihwal konflik yang
terjadi dalam m asyarakat Indonesia, yaitu karena adanya situasi rasial yang
diciptakan kolonial yang m erupakan antitesis dari penguasa dan yang
dikuasai, atau antara ras kulit putih dengan kulit berwarna. Hatta secara
agresif m enyatakan, “tidak akan ada kem erdekaan tanpa kekerasan,
karena kepentingan penguasa jajahan ialah bertahan dengan segala m a-
cam cara”. Inti pidato itu ingin mengecam sistem ekonom i dan kelem -
bagaan pem erintah kolonial, tetapi menolak saran pem berontakan bersen-
jata (revolusi fisik). Menurut Hatta, orang Indonesia mem iliki kekuatan
ekonom i dan kem am puan untuk m engorganisir, hanya jika m ereka m enge-
tahui bagaimana cara m em anfaatkannya.
Sementara itu, di Eropa telah dibentuk liga internasional yang bertujuan
m elawan kekuatan Im perialism e dan Kolonialism e serta m em perjuangkan
kem erdekaan bagi setiap negara jajahan. Bagi kaum nasionalis Indonesia
yang tinggal di Eropa, hal ini m erupakan kesem patan em as untuk m em -
peroleh legitim asi internasional yang lebih luas bagi Indonesia. Liga itu
pertam a kali diadakan oleh Partai Kom unis J erm an di bawah pimpinan Willi
Munzenberg, dan akan m enyelenggarakan kongresnya di Brussel pada
tanggal 10 -15 Februari 1927. Hatta menghadiri kongres itu sebagai delegasi
kehorm atan dari perhim punan Indonesia.

Dalam gelanggang politik internasional, nam a Hatta sem akin luas dikenal
publik internasional. Untuk pertam a kali, sebagai presidium , Hatta bekerja-
sam a dengan J awaharlal Nehru dari India. Pertemuan itu kem udian m enjadi
titik balik paling penting dalam hubungan persahabatan antara Hatta

14 Filsafat Hegel yang diangkat oleh Marx mengenai tesis, antitesis dan sintesis yang

tercakup dalam filsafat Dialektika.

Volume I, No.1, Januari 2012 I 51


dengan Nehru. Seperti halnya Hatta, Nehru m enolak praktek-praktek
kom unisme atau m arxism e-leninism e yang terjadi di Uni Soviet. Mereka
m enolak kediktatoran partai kom unis Uni Soviet yang m enggunakan cara-
cara kekerasan untuk m elegitim asikan kekuasaan. Nam un, kedua tokoh itu
m endukung politik non-kooperasi dan non-kekerasan. Hatta dan Nehru
sepakat untuk m enghargai penjajah sebagai m anusia, nam un keduanya
m elihat bahwa praktek kolonialism e berakibat fatal m erusak pada penjajah
apabila ia menggunakan kekuasaan despotik di koloninya, ketimbang mem -
biarkan derajat dem okrasi yang diterapkan di negeri induknya.15

Sementara itu, dari Hindia dilaporkan bahwa seorang nasionalis veteran, Dr.
Tjipto Mangunkusum o dikabarkan telah ditangkap dan diasingkan ke Banda
Neira, Kepulauan Maluku, oleh pemerintah Belanda atas tindakannya
sebagai m esin penggerak Kelom pok Studi Bandung yang dipelopori oleh
Soekarno. Hatta membela Tjipto, dengan m enuliskan sebuah artikel yang
bernada keras di Recht en Vriheid, sebuah jurnal Liga Melawan Kolonialis-
m e, dan sekaligus m enorehkan apresiasinya terhadap tokoh pergerakan
nasional itu.

Tulisan Hatta dim uat pada tanggal 24 September 1927, tetapi sehari sebelum
itu, setelah kunjungannya ke Switzerland, Hatta m endapati dua orang polisi
Belanda m endatangi kediam annya dengan m embawa surat perintah pena-
hanan. Hatta ditahan bersam a tiga orang rekannya dari PI, yaitu Nazir
Pam untjak, Ali Sastroamidjojo dan Abdul Madjid. Sedangkan Subardjo,
Gatot Tarum ihardjo, dan Arnod Mononutu lolos dari penangkapan karena
sedang berada di luar Belanda. Hatta bersam a ketiga rekannya dituduh telah
m erencanakan tindakan subversif atau penggulingan kekuasaan dengan
m enggunakan cara-cara kekerasan terhadap pem erintah Hindia-Belanda.
Pada tanggal 8 Maret 1928 Hatta diadili oleh Mahkam ah, di Den Haag.
Dalam prosesi persidangan yang dilakukan selam a berbulan-bulan itu, Hatta
didam pingi oleh dua orang pengacara yang juga anggota parlem en dari
Fraksi Partai Buruh Sosialis, Dr. J .E.W Duys dan Mr. Mobach. Dalam pidato
pem belannya yang berjudul Indonesia Merdeka, Hatta meyangkal sem ua
tuduhan yang ditujukan kepada dirinya. Setelah m elalu perdebatan di
pengadilan, akhirnya Hatta dibebaskan dari segala tuduhan pada tanggal 22
Maret 1928.16

15Mavis Rose, Indonesian Free: A Political Biography of Mohammad Hatta, h. 60-61 .


16Pidato pembelaan Hatta itu kemudian menjadi bacaan wajib bagi kelompok-
kelompok pemuda dan kelompok studi di Hindia-Belanda, hal yang sama juga dilaku-

52 I Konfrontasi
Setelah pembebasan em pat orang m ahasiswa, pem erintah kolonial Belanda
sem akin bertindak represif terhadap pergerakan mahasiswa. Pem bela hu-
kum m ereka, Duys, m engingatkan kepada em pat orang m ahasiswa itu,
bahwa nasib serupa akan terulang jika m ereka terus m enerus berpartisipasi
dalam aktifitas pergerakan sesam painya di Hindia-Belanda. Mereka akan
ditangkap dan diasingkan ke tem pat pengasingan paling ganas di Boven
Digul, Irian Barat.
Menjelang akhir tahun 1929, Hatta m enyatakan kom itm ennya kepada PI
bahwa ia tidak bersedia lagi dicalonkan sebagai ketua um um PI. Kem udian
sebagai penggantinya ia m enunjuk seorang m ahasiswa Fakultas Hukum
yang berasal dari Ambon. Aktifitas Hatta kem udian lebih banyak difokuskan
bersam a Sutan Sjahrir dengan melibatkan diri pada pedagogi sosial. Mereka
m engkritik patologi sosial yang menghim pit sistem kepem impinan aris-
tokrasi J awa yang m enghilangkan asas egaliter. Gagasan itu diterim a oleh
beberapa kelom pok dalam PNI yang kecewa terhadap tindakan sepihak
Sartono untuk m em bubarkan PNI setelah penangkapan Soekarno. Mereka
kem udian mem bentuk Golongan Merdeka yang didukung oleh Hatta dan
Sjahrir.
Pada tanggal 9 November 1931 pengurus PI m em utuskan bahwa Hatta dan
Sjahrir dikeluarkan dari Perhim punan Indonesia atas tuduhan telah m eme-
cah-belah gerakan nasionalis dengan m endukung Golongan Merdeka. Da-
lam pandangan Hatta, keputusan itu m engesankan adanya infiltrasi politik
yang dilakukan kaum kom unis dengan jalan m enem patkan PI di bawah
subordinasi kaum kom unis. Hatta m enyesalkan persekutuan yang dilakukan
pengurus PI dengan Moskow.

Kecewa dengan keputusan itu, Hatta m elanjutkan kegiatan politiknya de-


ngan bergabung bersam a Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) yang didiri-
kan pada tanggal 27 Desem ber 1931 di Yogyakarta. Dalam hal ini, Hatta
m engharapkan supaya Pendidikan Nasional Indonesia m enjadi kelom pok
filsafat politik yang terorganisir.17 Untuk m embedakan kelom pok tersebut
dengan PNI Soekarno yang dilarang oleh pem erintah kolonial, Pendidikan
Nasional Indonesia m engubah nam anya dengan Pendidikan Nasional Indo-
nesia (PNI) Baru.

kan oleh para anggota Perhimpunan Indonesia (PI). Untuk lebih jelasnya lihat Mavis
Rose, Indonesian Free: A Political Biography of Mohammad Hatta, h. 73.
17 Untuk mengetahui secara mendetail aktifitas pergerakan politik Bung Hatta di

Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) Baru lihat, I. Wangsa Widjaja, Mengenang Bung
Hatta (Jakarta: Penerbit Gunung Agung, 2002).

Volume I, No.1, Januari 2012 I 53


Pada bulan J uli 1932, Hatta m engikuti ujian akhir yang menentukan bagi
kelulusan studinya. Ia kem udian dinyatakan lulus sebagai sarjana ekonom i
dengan gelar doctorandus setelah menem puh perkuliahan selama sebelas
tahun. Tanggal 20 J uli 1932, Hatta kem bali ke Indonesia dengan menggu-
nakan kereta api dari Rotterdam m enuju Paris kem udian ke Genoa, di m ana
ia kem udian naik kapal J erm an, Saarbrucken, m enuju Singapura. Setibanya
di pelabuhan Tanjung Priok, ia disam but dengan hangat oleh para keluaraga
dan tem an-tem an serta sebagian besar anggota PNI Baru dengan antusiasme
yang tinggi.

Pe rio d e Ke d u a ( 19 3 2 - 19 4 5)
Setelah m eyelesaikan gelar kesarjanaan ekonom i di Belanda, Hatta kem bali
m eningkatkan aktifitas politiknya di tanah air bersam a oraganisasi PNI
Baru. Situasi politik di dalam negeri menjelang tahun 1930 -an sedang m e-
m anas, menyusul insiden penangkapan tokoh nasionalis ternam a, Soekarno.
Pem erintah kolonial Belanda kem udian m elakukan penyensoran dan penga-
wasan secara ketat terhadap seluruh aktifitas pergerakan nasional. Seperti
dikatakan Duys sebelum nya, bahwa pem erintah kolonial tidak akan segan-
segan untuk m enindak kaum intelektual yang melakukan perlawanan dan
m engasingkannya ke tempat pem buangan paling kejam di Boven Digul,
Irian Barat.

Untuk sem entara waktu, Hatta m emperioritaskan kegiatan politiknya de-


ngan m elakukan konsolidasi politik untuk m enyatukan visi perjuangan serta
m enghindari fragm entasi internal yang lebih luas akibat tuduhan-tuduhan
yang dilancarkan kelom pok-kelom pok tertentu kepada dirinya. Setelah dua
m inggu berada di J akarta, Hatta berkesem patan m elakukan pertem uan per-
tam a dengan Soekarno. Ia didam pingi Haji Usm an yang bersedia m eng-
antarkannya ke Bandung. Sebelum itu, Haji Usm an m enyarankan kepada
Hatta, “m eskipun anda tergolong dalam partai y ang berbeda, sangat baik
jika anda m engenalny a”. Dalam bayangan Hatta pertem uan pertam a de-
ngan Soekarno akan terasa tegang, mengingat kekecewaan yang m uncul di
antara keduanya, bahkan sebelum peristiwa tatap m uka terjadi.18

Tepat pukul sem bilan m alam , Soekarno m enem ui Hatta di sebuah hotel di
Bandung. Dalam pertem uan itu tidak sedikitpun persoalan politik yang

18 Sebelum bertemu muka dengan Soekarno, Hatta seringkali melakukan perdebatan

secara konseptual dengan Soekarno, yang dilakukannya di media massa tentang konsep
perjuangan politik Indonesia. Untuk lebih jelasnya baca Deliar Noer, Biografi Politik
Mohammad Hatta, (Jakarta: Penerbit LP3ES, 1990); Baca juga Mavis Rose, Indonesian Free:
A Political Biography of Mohammad Hatta.

54 I Konfrontasi
dibahas. Hatta m erasakan pertem uan itu sam a sekali tidak berguna. Mung-
kin karena hadirnya Haji Usm an, sehingga Soekarno tidak bersedia untuk
m em perbincangkan secara luas persoalan Partai Indonesia yang dipim pin-
nya dengan PNI Baru.

Pada bulan Oktober 1932, Hatta m enyem patkan waktu untuk kem bali ke
Minangkabau, di tengah kegalauan politik yang sem akin tidak m enentu.
Hatta merasakan suatu kebahagiaan dapat bertem u kerabat keluarga dan
tem an-tem an seperjuangannya di Minangkabau. Kunjungan Hatta m enda-
pat pengawasan cukup ketat dari kepolisian Belanda yang mencurigai Hatta
telah m em bangun kekuatan politik untuk m elum puhkan penjajah. Akibat-
nya, suatu tindakan konspiratif dilakukan untuk m encegah keberadaan
dirinya. Ketika berkendaraan ke luar kota Padang, di m ana mobil yang di-
tum pangi Hatta dipaksa ke luar jalan raya oleh sebuah kendaraan tak
dikenal. Hatta m engalam i kecelakaan, dengan luka kecil dan keseleo di
tangan. Setelah kejadian itu, Hatta dipanggil oleh asisten residen untuk
segera m eninggalkan wilayah Sum atera, karena ia telah dinyatakan sebagai
orang terlarang di kawasan tersebut.

Perintah larangan itu m engingatkan Hatta supaya bertindak lebih hati-hati.


Di sam ping itu, kelom pok PNI Baru m engalam i tekanan yang sam a dari
pem erintah. Pada bulan J anuari 1933, pengurus PNI Baru cabang Surabaya
ditangkap setelah m engeluarkan pernyataan politik yang berisikan: “Raky at
Indonesia harus m em iliki sem angat revolusioner – dari perbudakan m e-
nuju kem erdekaan”. Namun dem ikian, keberadaan organisasi tetap eksis
dan berkembang. Enam bulan setelah Hatta kembali dari Belanda, kedua
belas cabangnya telah berkem bang menjadi 66. Sebagaim ana dikem ukakan I
Wangsa Widjaja, seorang anggota PNI Baru yang kem udian menjadi sekre-
taris pribadi Bung Hatta: “Hatta dan Sjahrir adalah pem im pin y ang dina-
m is, kedatanganny a m em buat pengkaderan organisasi m enjadi m ening-
kat”.19

Sekitar bulan J uli hingga Agustus 1933, Hatta m engkonsentrasikan aktifitas-


nya di J awa Tengah yang waktu itu m enjadi pusat radikalism e, di m ana PKI
telah m embangun kekuatan signifikan di bawah kepem im pinan Sem aun dan
Darsono. Hatta m engam ati intervensi kepolisian yang sem akin ketat, sehing-
ga m enyulitkannya untuk pidato di forum terbuka. Akhirnya, aktifitas per-
gerakan dialihkan ke tempat-tem pat kediam an pribadi. Di Sem arang, Hatta
m engadakan kontak dengan serikat pekerja kereta api, yang waktu itu m en-
dapat tekanan dari pem erintah kolonial. Pada tanggal 27 J uli dikeluarkan

19 Lihat I. Wangsa Widjaja, Mengenang Bung Hatta.

Volume I, No.1, Januari 2012 I 55


undang-undang pelarangan kepada pegawai negeri untuk berafiliasi dengan
kedua partai terkem uka, PNI Baru dan Pertindo. Pelanggaran terhadap
peraturan tersebut berakibat pem ecatan.

Sem asa Hatta di Sem arang tersiar kabar bahwa Soekarno telah ditangkap
lagi. Berkaitan dengan itu, Hatta berusaha m enenangkan kepanikan yang
m elanda kaum nasionalis. Ia m engingatkan kepada rakyat Indonesia bahwa
m ereka bukanlah satu-satunya rakyat yang m enderita akibat kekejam an
rezim penindas. Hatta mem berikan contoh Mustapha Kem al Pasha, yang
m eskipun dicap sebagai pem berontak oleh pemerintah, tetapi kem udian
disanjung sebagai seorang pahlawan nasional.

Dengan diasingkannya Soekarno ke pulau Flores, m aka tonggak pergerakan


nasional diserahkan kepada Hatta. Sehubungan dengan pelarangan PNI
Baru oleh pem erintah, Hatta m enolak saran rekan-rekannya supaya PNI
Baru dibubarkan saja dan pergerakan dilakukan secara inform al, supaya
m em bingungkan pem erintah. Tak pelak lagi, konsep itu mengingatkan
pem bubaran PNI lam a yang pernah dikritiknya dengan keras. Hatta m ulai
m em perkuat hubungannya dengan kelom pok PNI lam a, dengan m enyeleng-
garakan diskusi pada bulan Desem ber bersam a Sartono, untuk m enjam in
kerjasam a yang lebih erat antara Partindo dengan PNI Baru.

Nam un, kegiatan itu m endapatkan sorotan tajam dari pem erintah Belanda.
J aksa Agung m enyarankan kepada De J onge untuk m elakukan pem bersihan
terhadap gerakan nasionalis. Dalam laporannya kepada Gubernur J enderal
pada bulan J anuari 1934, supaya PNI Baru dibubarkan dan pemim pinnya
ditangkap apabila mereka tetap bersikukuh m elakukan kegiatan politik.
Pada tanggal 25 Februari 1934, hanya beberapa m inggu setelah Soekarno
dibuang ke Flores, untuk kedua kalinya Hatta dijem put pihak kepolisian.

Hanya enam bulan berada di penjara Glodok, Hatta bersam a Sjahrir di


asingkan ke Boven Digul, Irian Barat pada tanggal 16 November 1934. Hatta
dinyatakan bersalah setelah selam a berada di Belanda sam pai dengan tahun
1931 berafiliasi dengan kelom pok ekstrim is sayap kiri internasional yang
berpusat di Berlin dan m em im pin pergerakan revolusioner untuk m enja-
tuhkan pemerintahan yang legitim .

Pada bulan J anuari 1935 Hatta dikirim ke Boven Digul dengan m enggu-
nakan kapal KPM Melchior Treub. Barangkali karena klasifikasi m ereka
sebagai kaum terpelajar, Hatta dan Sjahrir ditem pati di kabin kelas dua,
sedangkan sisa anggota kelom pok lainnya ditem patkan di dek penum pang.
Setibanya di Boven Digul, Hatta tidak m enyiakan waktu dengan sia-sia. Ia
lebih suka m em anfaatkan cuaca dingin pagi hari untuk belajar dan m enulis.

56 I Konfrontasi
Sebelum nya, ia ditawari kontrak untuk m enulis di harian umum Peman-
dangan.

Pada bulan Maret 1935, Hatta m enulis surat kepada kakak iparnya, suam i
Rafiah, bahwa ia berkeinginan untuk m em bangun sebuah rum ah yang lebih
baik, yang bisa bertahan sekitar sepuluh tahun. Pem erintah kolonial m enye-
diakan seng, dan kaum buangan diminta mem otong kayu pepohonan di
hutan sekitarnya. Tanpa disadari surat itu dikirim kan ke surat kabar Indo-
nesia dan Belanda, sehingga m enimbulkan reaksi keras, baik di Hindia
m aupun di Belanda sendiri. Dalam keterangannya di Tw eede Kam er, Perda-
na Menteri Colijn m enekankan bahwa pem buangan Hatta ke Boven Digul
tidak diperuntukkan untuk m enghancurkan eksistensinya, melainkan bertu-
juan m engasingkan dirinya dari m asyarakat luas.

Untuk m embendung aksi protes yang m erebak, pem erintah Belanda pada
bulan November 1935 m em erintahkan supaya Hatta dan Sjahrir dipindah-
kan ke Banda Neira, Maluku. Hatta m enyambut keputusan itu dengan
suasana haru dan senang. Sebagai konsesi pemindahan itu, pem erintah
kolonial mem inta Hatta dan Sjahrir untuk bersedia m enandatangani surat
pernyataan bahwa m ereka berdua tidak akan bergabung kembali dalam
kancah politik. Hatta dan Sjahrir m enyetujui hal tersebut dengan bersedia
untuk m undur dari kegiatan politik. Suatu keputusan yang berat diterim a
oleh Hatta.
Sementara itu, dalam ranah politik internasional, bangsa-bangsa Eropa
dilanda krisis politik yang tajam , yang m enyeretnya ke dalam Peperangan
pada bulan September 1939. Hal ini mem ungkinkan tum buhnya rasa persa-
tuan di kalangan kaum nasionalis Indonesia, m ereka m erasakan sem akin
dekat pergolakan internasional yang terjadi dalam volum e yang besar. Pada
bulan Mei 1939, dibentuk Front Nasionalis Baru, yaitu Gabungan Politik
Indonesia (GAPI) yang menganut slogan “Indonesia Berparlem en” sebagai-
m ana dibayangkan dalam janji November 1918. Pada bulan Desem ber 1939
GAPI m enyelenggarakan kongres rakyat Indonesia. Dalam pada itu, dilaku-
kan perubahan kecil atas bendera yaitu dengan m enghilangkan gam bar
kepala banteng dan menyisakan dua garis horisontal, berwarna m erah dan
putih, yang kem udian m enjadi bendera resm i bangsa Indonesia.
Pada tahun 1941 kekuatan Fasism e J epang sem akin m enguat, sehingga m e-
m unculkan kekhawatiran pem erintah kolonial Belanda tentang penak-lukan
J epang terhadap Hindia-Belanda. Kehawatiran itu sem akin menjadi, ketika
pada bulan Desember 1941, J epang berhasil m enghancurkan benteng perta-
hanan Amerika Serikat, Pearl Harbor, yang m enandai dim ulainya Perang

Volume I, No.1, Januari 2012 I 57


Pasifik.20 Gubernur J enderal m engeluarkan pernyataan resm i bahwa Hindia
berada dalam situasi perang. Banda Neira dim obilisasi ke dalam pertahanan
sipil, dan secara spontan Hatta dan Sjahrir turut serta di dalam nya.

Pada tanggal 1 J anuari 1942, sebelum J epang berhasil m engam bilalih keku-
asaan Hindia, Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke pulau J awa atas desakan
pem erintah kolonial Belanda. Setibanya di Surabaya, Hatta dan Sjahrir
langsung diboyong ke Sukabum i, J awa Barat untuk ditem patkan di Sekolah
Kepolisian. Mereka diperbolehkan secara bebas untuk bergerak di wilayah
Sukabum i, tetapi dilarang berpergian jauh dari tem pat itu.
Dom inasi m iliter J epang pada episode awal perang Pasifik m enyulitkan
pasukan Sekutu, sehingga m ereka harus m engakui kekalahan terlebih dahu-
lu dalam perang Dunia II. Seiring dengan itu, pada tanggal 9 Maret 1942
pem erintah Belanda m enyerah kepada tentara J epang, setelah dua m inggu
pendaratannya di pulau J awa. Keruntuhan Belanda begitu cepat, dan tanpa
disadari oleh rakyat Indonesia bahwa kekuasaan m ereka kini telah berakhir,
tanpa suatu perlawanan hebat seperti yang diprediksikan bayak pihak. Situ-
asi ini m enandai berakhirnya fase pengasingan bagi Soekarno Hatta dan
Sjahrir.

Kem enangan J epang terhadap pem erintah Hindia-Belanda tidak banyak


m engubah sikap dan pandangan Hatta terhadap kem erdekaan Indonesia.
Menurut Hatta, tidak ada yang patut digem birakan dari kem enangan J epang
itu, bangsa Indonesia harus lebih realistis m enerim a kenyataan bahwa Indo-
nesia akan m engalam i kem bali kekuasaan asing di bawah payung kuasa
J epang. Namun dem ikian, sikap J epang yang berusaha untuk mengako-
m odasi kem erdekaan bagi Indonesia, m endapatkan perhatian serius dari
Soekarno dan Hatta untuk bekerjasama m ewujudkan kemerdekaan Indo-
nesia dengan pem erintah J epang.

Sepanjang tahun 1942 sam pai dengan tahun 1945, J epang berhasil m em -
bangun hubungan baik dengan para elit politik Indonesia, khususnya
Soekarno dan Hatta. Nam un, badai dan krisis yang terjadi sepanjang tahun
1945, dengan kem balinya kekuatan Sekutu di kawasan Pasifik, telah m ele-
m ahkan posisi J epang. Soekarno dan Hatta telah dicap sebagai kelom pok
Fasis dan penjahat perang oleh pihak Sekutu, akibat sikap kooperatif yang
diperlihatkannya kepada J epang. Berkaitan dengan itu, Soekarno dan Hatta
m em inta J epang untuk m eningkatkan latihan m iliter bersam a yang telah

20 Pada tahun 1932 Bung Hatta membuat suatu tulisan yang meramalkan akan ter-
jadinya Perang Pasifik dan bagaimana Indnesia harus bersikap menghadapi Perang
Pasifik.

58 I Konfrontasi
disetujui dengan pembentukan tentara gabungan Pembela Tanah Air
(PETA), untuk m em bendung kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia,
tetapi harapan itu sia-sia.

Pada tanggal 14 Agustus 1945, pesawat-pesawat tem pur Am erika Serikat


m enjatuhkan bom atom di Hiroshim a dan Nagasaki, yang m enyebabkan 2
juta orang sipil terbunuh. Dua hari kem udian, setelah peristiwa Hiroshim a
dan Nagasaki, J epang takluk kepada tentara Sekutu. Sem entara itu di dalam
negeri, berita kekalahan J epang diketahui oleh sekolom pok pem uda yang
dikom andani oleh Sjahrir. Dalam pandangan kaum m uda penaklukan J e-
pang oleh Sekutu m erupakan m om entum besar bagi rakyat Indonesia untuk
m em proklam irkan kem erdekaan.

Usul itu ditolak Soekarno dan Hatta yang telah terlanjur berkomprom i de-
ngan J epang. Dalam pandangan Hatta, kem erdekaan Indonesia hanya bisa
dilakukan dengan m ekanism e yang telah disetujui melalui Panitia Persiapan
Kem erdekaan Indonesia (PPKI). Sikap Soekarno dan Hatta menyulutkan
kem arahan di kalangan pem uda. Mereka berencana m enculik Soekarno dan
Hatta serta m em aksanya untuk m enyatakan kem erdekaan bagi Indonesia.
Dalam peristiwa Rengas Dengklok yang penuh dengan perdebatan, Soekarno
dan Hatta akhirnya bersedia m enandatangi naskah proklam asi yang akan
dibacakan pada hari J um ’at tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya Soekarno
dan Hatta secara bulat terpilih m enjadi presiden dan wakil presiden dengan
usul tegas bahwa jabatan itu diperuntukkan secara khusus bagi Dwi-
tunggal.21
Pe rio d e Ke tiga ( 19 4 5- 19 56 )

Periode 1945– 1956, merupakan m asa sulit dan kritis dalam sejarah karir
politik Hatta. Pasca proklam asi kem erdekaan, Indonesia segera m em asuki
m asa suram dalam periode perang dan revolusi. Sebagaim ana dikatakan
oleh sejarawan Taufik Abdullah, dalam periode perjuangan fisik, ada peris-
tiwa yang dipenuhi oleh janji-janji, tetapi banyak pula yang m enggoreskan
kekecewaan m endalam dalam kesadaran kolektif bangsa. Dari penaklukan
kem bali kolonialisme Belanda atas beberapa wilayah Indonesia, revolusi ke
revolusi, sampai kepada coup d’ etat terhadap pem erintahan yang sah pada
m asa awal kem erdekaan.22
Dalam kedudukannya sebagai Wakil Presiden Hatta m em iliki fungsi sentral,
bersam a dengan Presiden, untuk m embuat rum usan dasar tentang konsep

21Mavis Rose, Indonesian Free: A Political Biography of Mohammad Hatta, h. 209.


22 Lihat Taufik Abdullah, “Upacara, Pengalaman dan Identitas Bangsa,” Majalah
Tempo, edisi khusus 7 Agustus 2005, hal 70-71 .

Volume I, No.1, Januari 2012 I 59


kenegaraan Indonesia. Dalam hal ini, beberapa keputusan penting dikeluar-
kan dalam rangka m em perkuat posisi pem erintah di hadapan publik inter-
nasional.23 Harus diakui bahwa dalam sejarah baru yang kritis itu, euforia
kem erdekaan telah m enjadi im petus bagi seluruh tradisi politik untuk
berjuang m engaktualisasikan agenda politik m ereka.

Situasi yang terakhir ini m enyulutkan terjadinya pertarungan kekuasaan


secara internal dan pertarungan ideologis yang tercerm in dengan begitu
singkatnya usia kabinet-kabinet pada m asa awal kem erdekaan. Sejak 19
Agustus 1945 sam pai dengan 20 Desem ber 1949, negara Indonesia m eng-
alam i jatuh bangun sembilan kabinet yang m asing-m asing usianya tidak
lebih dari dua tahun.24 Nam un dem ikian, m eski terjadi fragm entasi, kelom -
pok-kelom pok blok historis m asih bertahan selam a beberapa waktu karena
adanya kehendak bersam a untuk m elawan agresi dari luar.

Melalui peperangan dan negosisasi yang alot, selama m asa revolusi kem er-
dekaan, Indonesia akhirnya m encapai kedaulatannya secara form al dan
legal. Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, yang diselenggarakan
sejak tanggal 23 Agustus sam pai 2 November 1949, m engakui tanpa syarat
dan sepenuhnya, sebelum tanggal 30 Desember 1949, kedaulatan Belanda
atas semua wilayah jajahan Hindia-Belanda, terkecuali Irian Barat, kepada
negara Republik Indonesia Serikat (RIS).25

Selanjutnya Soekarno diangkat sebagai Presiden RIS dan Mohamm ad Hatta


sebagai Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri (1949-1950 ) RIS. Re-
publik Indonesia Serikat terdiri dari 15 negara bagian bentukan Belanda,
m erujuk pada kesepakatan KMB bahwa investasi-investasi Belanda yang
berada di Indonesia akan dilindungi dan pem erintahan baru berkewajiban

23 Keputusan politik yang diratifikasi Wakil Presiden Mohammad Hatta bertujuan


untuk memperkuat sistem pemerintahan yang demokrasi. Beberapa keputusan politik
itu, antara lain: Maklumat X tanggal 6 Oktober 1945 tentang pembentukan pengalihan
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Maklumat 3 November 1945 tentang
pendirian partai-partai politik. Dua hari sebelumnya, pada tanggal November 1945,
Hatta juga mengeluarkan Maklumat yang mengkritik sikap Belanda terhadap Republik
Indonesia.
24 Sembilan kabinet itu ialah Kabinet (Presidensial) Soekarno (9 Agustus-4 Novem-

ber 1945), Kabinet Sjahrir (Parlementer) Pertama (14 November 1945-2 Maret 1946),
Kabinet Sjahrir (Parlementer) Kedua (2 Maret 1946-2 Oktober 1946), Kabinet Sjahrir
(Parlementer) Ketiga (2 Oktober 1946-27 Juni 1947), Kabinet Amir Syarifuddin (Parle-
menter, 3 Juli 1947-11 November 1947), dikutip dalam Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan
Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad XX, h.352.
25 Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad

XX, h. 353

60 I Konfrontasi
untuk m elunasi hutang-hutang yang diwariskan Belanda pasca pendudukan
J epang yang bernilai jutaan dollar.

Nam un negara Indonesia serikat, hasil kesepakatan KMB, tidaklah bertahan


lam a. Meskipun negara federal itu telah lam a diim pikan oleh beberapa tokoh
Indonesia seperti Hatta dan Sjahrir, fakta bahwa pem bentukan RIS dipan-
dang sebagai dipaksakan oleh Belanda dan sebagai hasil peninggalan kolo-
nialisme, telah m enggiring opini ke arah negara kesatuan. Di lim a belas
negara bentukan Belanda, m uncul tuntutan um um untuk m eleburkan diri ke
dalam Republik Indonesia. Pada tanggal 3 April 1950 , Moham mad Natsir,
Ketua Fraksi Masyum i di parlem en, m engajukan m osi integrasi kepada
parlem en, yang menuntut agar semua negara bagian bersatu ke dalam
negara kesatuan. Mosi ini m endapatkan respon positif dari parlem en. Pada
tanggal 17 Agustus 1950 , RIS akhirnya digantikan oleh Republik Indonesia
dengan konstitusi UUDS 1950 .

Perubahan atas rum usan dasar konstitusi m enjadi titik balik dalam persete-
ruan Hatta dengan Soekarno. Sejak tahun 1951 sam pai dengan 1956, dalam
m asa jabatan sebagai Wakil Presiden, beberapa kali Hatta terlihat vis a vis
dengan Soekarno. Di dalam parlem en, kekuatan partai politik sem akin besar
m em berikan dukungannya terhadap pem ikiran revolusioner Soekarno.
Dengan dem ikian, telah mem persem pit ruang gerak Hatta dalam pem erin-
tahan, khususnya gagasannya tentang pem bangunan nasional. Selam a bebe-
rapa tahun berikutnya, Hatta menghabiskan waktu untuk m elakukan perja-
lanan ke luar negeri, dengan m em promosikan kebijakan politik luar negeri
bebas aktif.

Sejak Konferensi Meja Bundar, Hatta berusaha m enjalankan kebijakan


politik luar negeri yang independen. Ketika menulis kebijakan luar negeri
Indonesia satu tahun kem udian, ia m enyesalkan m entalitas blok dalam
hubungan internasional, dengan m enyatakan bahwa Indonesia tidak siap
untuk ikut dalam blok ketiga yang dirancang untuk m enjadi kekuatan
penentang terhadap kedua blok raksasa. Dalam m enolak blok ketiga sebagai
suatu strategi kebijakan luar negeri, Hatta bukan saja m enysisihkan diri dari
Sjahrir, tetapi juga dari Nehru. Sudut pandang ini juga akan m em isahkan
dirinya dari Soekarno, tepatnya setelah penyelenggaraan Konferensi Asia-
Afrika pada tahun 1955 di Bandung. Menurut Hatta, sistem blok telah
m elanggar sem angat dasar Persatuan Bangsa-Bangsa.

Perbedaan pandangan yang terjadi secara terus-m enerus antara Wakil


Presiden Moham m ad Hatta dengan Presiden Soekarno m em uncak pada
tahun 1956, yang kem udian m enem patkan Hatta dalam posisi yang dile-
m atis. Hatta m erasakan, bahwa untuk m em pertahankan revolusi sosial yang

Volume I, No.1, Januari 2012 I 61


digagas oleh Soekarno, ia harus m enem patkan diri sebagai oposisi. Dalam
hal ini, Hatta m em peringatkan Natsir m engenai keinginannya untuk meng-
undurkan diri sebagai Wakil Presiden. Pada tanggal 1 Desember 1956 secara
resm i Hatta m engum um kan pengunduran dirinya sebagai Wakil Presiden
Republik Indonesia.

Pe rio d e Ke e m p at ( 19 56 - 19 8 0 )
Pengunduran diri Hatta sebagai Wakil Presiden, tak pelak lagi m enim bulkan
gejolak penentangan di beberapa daerah, khususnya Sum atera Barat, yang
selam a itu m enjadi basis kekuatan politik Hatta. Kalangan yang kecewa
dengan sikap pem erintah Pusat (J akarta), m engorganisasi diri untuk m ela-
kukan perlawanan. Pada tanggal 2 Maret 1956, panglim a wilayah Sulawesi
Selatan, Sumual, m em proklam asikan “Piagam Perjuangan Semesta” atau
Perm esta. Deklarasi itu m enegaskan keinginannya, bahwa pem erintahan
(kabinet) baru yang diusulkan Presiden jika ingin m endapatkan dukungan
yang besar, m ereka harus dipim pin oleh Dwitunggal Soekarno-Hatta.

Dalam kunjungannya ke beberapa daerah, Hatta menyesalkan m unculnya


reaksi yang berlebihan sehubungan dengan pengunduran dirinya sebagai
Wakil Presiden. Hatta menegaskan, bahwa keinginannya itu bukanlah untuk
m enghasut tim bulnya pem berontakan, m elainkan ingin mencegahnya.
Orang-orang Sum atera, dem ikian Hatta, berjanji untuk tetap m enjadi bagian
integral dari Indonesia. Nam un demikian, m ereka m enolak sebuah sistem
pem erintahan yang dipraktekkan di J akarta. Sehubungan dengan itu, Hatta
m enuntut pem erintah untuk secepatnya m elakukan perbaikan dan pem -
bangunan di daerah-daerah yang selama ini diabaikan.
Di sisi lain, untuk mencegah pengaruh besar posisi Hatta dalam tubuh partai
politik, Soekarno mem asukkan Partai Kom unisme Indonesia (PKI) dalam
kabinet baru yang dibentuknya. Hal ini segera m enimbulkan kekecewaan
dari partai Masyum i sebagai wakil kelom pok Islam . Dalam perspektif Hatta,
PKI pada dasarnya m erupakan bagian dari sebuah gerakan internasional
(kom unism e internasional atau kom intern). Menurut Hatta, gagasan Soe-
karno untuk m em adukan partai-partai yang berbasiskan nasionalism e,
keagam aan dan luar negeri dalam satu kabinet m erupakan upaya m encam -
purkan air dalam m inyak.
Sam pai dengan tahun 1965 kelom pok kiri berhasil mem ainkan pengaruhnya
untuk mendukung gagasan revolusioner Sekarno. Perseturuan Bung Karno
dengan kelom pok Islam dan Angkatan Darat m em uncak pada peristiwa
gerakan 30 Septem ber 1965 (Gestapu), ketika PKI m elancarkan Kudeta
untuk memberangus para perwira tinggi Angkatan Darat yang m enentang

62 I Konfrontasi
program “Nasakom ”, terutam a Dewan J enderal yang dicurigai m enyusun
agenda besar (hidden agenda) untuk m enggulingkan Soekarno, term asuk
A.H Nasution dan Ahm ad Yani.

Nam un, tidak lam a setelah peristiwa Gestapu, m uncul gelombang besar
dem ontrasi m ahasiswa yang m enuntut pembubaran PKI. Dalam hal ini,
Soekarno dim inta untuk bertanggung jawab terhadap penculikan dan pem -
bunuhan Dewan J enderal. Nam un, seberapa jauh Soekarno terlibat Gestapu,
sam pai dengan saat ini kabar itu tidak pernah jelas. Di lain pihak, Hatta
m eyayangkan sikap reaksioner kaum Islam is setelah peristiwa Gestapu.
Hatta tidak bisa m eyembun yikan kekecewaan dan aksi balas dendam yang
dilakukan um at Islam terhadap PKI. Sepanjang perjalanannya ke pulau
J awa, ia m eyaksikan dengan sendiri sungai-sungai yang telah dilum uri oleh
darah yang m enyengat dari tubuh anggota PKI. Peristiwa Gestapu berakhir
dengan keruntuhan rezim Soekarno pada tahun 1967, yang kem udian m e-
m unculkan nam a Suharto sebagai pem im pin politik Indonesia.
Kehadiran Soeharto dan Orde Baru diharapkan m em bawa angin segar bagi
tegaknya dem okrasi di Indonesia. Dalam pada itu, Hatta menaruhkan
harapan besar bahwa dirinya dan kelom poknya dapat m engambil bagian
terhadap dem okratisasi dan pembangunan di Indonesia. Nam un, peme-
rintahan m iliter Soeharto tidak sedikitpun mem berikan ruang politik kepada
Hatta dan kelom poknya. Dari catatan yang dilaporkan oleh Deliar Noer,
Hatta kecewa dengan pem erintahan Orde Baru Seharto yang dinilainya
sangat fasis, apalagi setelah adanya pem beritahuan bahwa Deliar Noer,
seorang m urid Hatta yang tekun dan disiplin, tidak boleh m engajar lagi pada
tahun 1973.26

Sepanjang Orde Baru, Hatta terpaksa berdiam diri m elihat keadaan yang
sem akin mem buruk, sambil berharap keadaan dapat berubah secepatnya. Ia
tidak bisa menentang Presiden Soeharto secara terbuka, apalagi dengan
m enggunakan kekerasan yang diyakini akan m enimbulkan perang saudara
dan disintegrasi bangsa. Dalam usianya yang sem akin senja, Hatta m engisi
hari-harinya bersam a keluarga dan sesekali mem berikan pidato dalam
diskusi dan sem inar. Akibat kondisinya yang semakin m emburuk, Hatta
seringkali menderita sakit parah, sampai tiba waktunya ia harus m ening-
galkan keluarga, tem an, rakyat dan negaranya pada tanggal 14 Maret 1980 .
Hatta wafat dalam usia 78 tahun, terhadap jasa-jasanya itu, bangsa Indo-
nesia m engenangnya sebagai tokoh yang m em iliki integritas dan moral yang

26 Tentang pendapat pribadi Deliar Noer, lihat Deliar Noer, Biografi Politik Mohammad

Hatta; Lihat juga Deliar Noer, “Pencerahan Diri Hatta: Memilih antara Taqwa dan
Kekuasaan,” dalam Bung Hatta, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2001 ), h. 77.

Volume I, No.1, Januari 2012 I 63


sangat tinggi. Selam at J alan Bung Hatta, ucap rakyat Indonesia ketika
m engantarkan jenazahnya ke persem aian terakhir di Tanah Kusir.

64 I Konfrontasi
Biblio grafi:
A. Mc Clelland, Charles, Theory and the International Sy stem , (terje-
m ahan) (J akarta: Penerbit Rajawali, 1981).
A.H Nasution, Sejarah Perjuangan Nasional di Bidang Bersenjata
(J akarta: Mega Bookstore, 1964).
A.H. Nasution, Sekitar Perang Kem erdekaan Indonesia, (Bandung:
Penerbit Angkasa, 1977).
Couloumbis, Theodore A., dan H Wolfe, J am es, Introduction to
Internastional Relations:Pow er and Justice (New J ersey: Prentice Hall,
1978).
Franz Magnis Suseno, Pem ikiran Karl Marx: Dari Sosialism e Utopis
Ke Revisionism e (J akarta: PT. Gram edia Pustaka, 20 0 0 ).
Fukuyam a, Francis, The End of History and The Last Man (New York:
The Free Press, 1993)
Hatta, Moham m ad Hatta, Mem oir (J akarta: Penerbit Tintamas,
1982), h. 34
Hatta, Moham m ad, “Indonesia Foreign Policy” dalam Kary a Lengkap
Bung Hatta Buku Ketiga, Perdam aian dan Keadilan Sosial (J akarta:
Penerbit LP3ES, 20 0 1).
Hatta, Moham m ad, Kum pulan Pidato I, (J akarta: Penerbit Gunung
Agung 20 0 2).
Hatta, Moham m ad, Menday ung Antara Dua Karang (J akarta: CV.
Bulan Bintang, 1976).
Koentjaraningrat (editor), Metode-Metode Penelitian Masy arakat
(J akarta: Penerbit Gramedia,1981), h. 61-63.
Kom pas, kolom opini 11 Agustus 20 0 5
Latif, Yudi, Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia
Muslim Indonesia Abad XX (J akarta: Penerbit Mizan, 20 0 6).
M.C.Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 120 0 (terje-
m ahan) (J akarta: PT. Seram bi Ilmu Sem esta, 20 0 5).
Machiavelli, Niccolo, II Principe (terjem ahan) (J akarta: Penerbit
Pustaka Gram edia, 1999), cet.1.
Mavis Rose, Indonesian Free: A Political Biography of Moham m ad
Hatta (terjem ahan), (J akarta: Penerbit Gram edia Pustaka, 1991).
Noer, Deliar, “Pencerahan Diri Hatta: Mem ilih antara Taqwa dan
Kekuasaan,” dalam Bung Hatta, (J akarta: Penerbit Kom pas, 20 0 1).

Volume I, No.1, Januari 2012 I 65


R. Soeprapto, Hubungan Internasional: Sistem , Interaksi dan Peri-
laku (J akarta: Penerbit Rajawali Press, 1997).
Sabir, H. Moham m ad, Politik Bebas Aktif: Tantangan dan Kesem -
patan (J akarta: CV. Haji Masagung, 1987).
Sudarsono, J uwono, State of Art, Hubungan Internasional Mengkaji
Ulang Teori Hubungan Internasional (J akarta: Pustaka J aya,1996), h.15
Suseno, Magnis, Franz, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern (J akarta: PT. Pustaka Gram edia, 20 0 1).
Swasono, Edi, Sri dan Ridjal, Fauezie (edt), Satu Abad Bung Hatta:
Dem okrasi Kita, Politik Bebas Aktif, Ekonom i Masa Depan (J akarta:
Penerbit Universitas Indonesia, 20 0 2).
Taufik Abdullah, “Upacara, Pengalam an dan Identitas Bangsa,”
Majalah Tem po, edisi khusus 17 Agustus 20 0 5.
Widjaja, I. Wangsa, Mengenang Bung Hatta, (J akarta: Penerbit
Gunung Agung, 20 0 2).
Zainuddin, A Rahm an, “Pem ikiran Politik”, dalam J urnal Ilm u Politik
Volum e 7 (J akarta: Penerbit Pustaka Gram edia, 1990 ).

66 I Konfrontasi

Anda mungkin juga menyukai