Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

TOKOH BANGSA DENGAN INTEGRITAS TINGGI

Disusun untuk memenuhi tugas


MK : Pendidikan Budaya Anti Korupsi
Dosen : Ns. Kheli Fitria Annuril, M.Kep., S.Kep.Mat.
Oleh
Nama : Gilang Ramadhan
NIM : P05120220016
Kelas : 1A

PRODI D3 KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN 2020/2021
Latar Belakang Masalah
Integritas adalah nilai-nilai, sikap dan prilaku yang wajib di miliki oleh setiap profesi
sesuai dengan apa yang ia jalankan, terutama kepada seorang pemimpin yang wajib dan harus
tau apa itu integritas dan bagaimana cara mengasaskannya untuk bisa menjadi tumpuan
berfikir dalam menjalankan tugas dengan benar dan harus dilakukan sesuai dengan moral
yang ada.
Definisi dari integritas pun beragam dan bermacam-macam, setiap orang pasti mempunyai
pemahaman yang berbeda-beda tentang apa itu integritas. Tapi banyak juga orang-orang yang
tidak tahu dan belum mengenal secara mendalam arti dan maksud dari kata integritas.
Maka dari itu, inilah alasan saya dalam membuat makalah tentang “Tokoh Bangsa Dengan
Integritas Tinggi” agar bisa dibaca dan dipahami secara bersama serta bisa dijadikan
pembelajaran dengan melihat contoh nyata dari Tokoh Bangsa berikut ini.

Isi Dan Profil Tokoh Yang Bersangkutan

Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta atau lebih populer sebagai Bung Hatta, lahir
dengan nama Mohammad Athar di Fort de Kock, Hindia Belanda pada tanggal 12 Agustus
1902. Bung Hatta menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu Bukittinggi, kemudian
lanjut ke sekolah Europeesche Lagere School. Selesai dari situ, Bung Hatta di masukkan ke
MULO. Lalu, Bung Hatta berangkat ke Batavia untuk melanjutkan pendidikan di Prins
Hendrik School sekolah tinggi dagang. Selesai dari sana, Bung Hatta berangkat ke Rotterdam
untuk kembali belajar bisnis di universitas Nederland Handelshogeschool atau Rotterdam
School of Commerce. Saat ini kampus tersebut dikenal dengan nama Universitas Erasmus, di
sana ia aktif dalam organisasi "Perhimpunan Indonesia". Pada tahun 1956, Beliau
mendapatkan gelar kehormatan akademik Doctor Honoris Clausa dari Universitas Gadjah
Mada dalam bidang hukum.

Selain dengan riwayat pendidikan-nya yang tinggi, Bung Hatta juga ahli dalam masalah
memimpin dan bukan hanya itu. Ia juga disertai dengan integritasnya yang tinggi. Tidak
pernah ia bekerja untuk kepentingan pribadinya. Segala keputusannya adalah semata untuk
kepentingan bangsa yang ia cintai.

Lewat majalah "Indonesia Merdeka", dimana ia adalah pemimpin redaksinya, PI adalah


kritikus paling tajam yang mengecam kolonialisme di Hindia Belanda. Rupanya Belanda
sadar bahwa pena Hatta lebih tajam dibandingkan pedang Diponegoro Kalau Diponegoro
gugur, terbukti perang akan padam. Namun tidak masalah kalau Hatta mati di ujung bedil,
karena kader-kadernya telah siap untuk terus melanjutkan pemikirannya.
Atas dasar inilah Hatta bersama beberapa petinggi PI ditangkap di tahun 1927. Berada di
balik jeruji besi tidak membuat Hatta gentar. Justru itu adalah kesempatan yang baik untuk
membuka mata dunia akan tidak adilnya kolonialisme di tanah air. Di depan pengadilan,
Hatta membaca pidatonya yang terkenal dengan judul "Indonesie Vrij" (Indonesia Merdeka).
Sebuah pledoi yang kualitasnya setara dengan Indonesia Menggugat-nya Sukarno. Kelak
pemikiran Hatta ini menjadi semacam buku putih bagi aktivis pergerakan di tanah air.

Hanya tiga tahun setelah kembali ke tanah air, Hatta kembali diciduk polisi. Tulisan-tulisan
Hatta di bidang politik dan ekonomi meresahkan Belanda. Tahun 1935, Hatta, Syahrir dan
beberapa pemimpin PNI-baru dibuang ke Boven Digoel, sebuah daerah malaria di Papua.

Sampai di pengasingan, dia ditawari untuk bekerja bagi pemerintah lokal dengan bayaran 40
sen gulden sehari, atau menjadi orang buangan yang menerima ransum makanan dalam
jumlah terbatas, dan tanpa harapan untuk kembali mengirup kebebasan. Dengan tegas Hatta
menjawab, "Kalau dulu saya menerima jabatan yang ditawarkan diBatavia, saya akan
memperoleh gaji yang jauh lebih besar. Kalau itu memangtujuan saya, tidak perlu jauh-jauh
saya pergi ke Boven Digoel untuk dibayar 40 sen sehari."

Setelah Indonesia merdeka, Perdana Menteri M. Hatta harus mengeluarkan beberapa


kebijakan yang tidak populer, diantarnya adalah rasionalisasi angkatan bersenjatasaat masa
perang kemerdekaan, dan bentuk konstitusi Republik Indonesia Serikat setelah Perundingan
Meja Bundar di akhir tahun 1949. Namun ia bergeming, karena untuk saat itu, keputusan
tersebut adalah terbaik bagi Indonesia yang masih bayi.

Dunia internasional pun mengakui kualitas Hatta yang tidak gampang disetir. Dalam masa
perang dingin dimana banyak negara saling memihak blok barat atau timur, tahun 1948 ia
menyampaikan pidatonya yang berjudul “Mengayuh di Antara Dua Batu”. Kelak ini menjadi
dasar bagi politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

Jabatan selamanya tidak pernah menjadi tujuan utama Hatta. Saat DPR dan Konsituante hasil
Pemilu pertama terbetuk, sang Proklamator mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden di
tahun 1956. Menurutnya negara telah membuang-buang uang dengan membayar gajinya,
karena dalam kabinet parlementer, praktis posisi wapres hanya seremonial. Selain itu, di
masa itu Hatta makin tidak cocok dengan Sukarno yang makin otoriter dan dekat dengan
unsur komunis.
Pengunduran diri Hatta menimbulkan kehebohan besar. Tidak kurang pemberontakan PRRI
di Sumatera menuntut kembalinya duumvirate Sukarno-Hatta. Namun Hatta tidak pernah
tertarik untuk kembali. Dia pensiun dalam kesederhanaannya. Dia berujar ke keluarganya,
“Kalau mau, banyak posisi komisaris yang ditawarkan ke saya.

Tetapi saya sudah cukup mengantarkan bangsa ini ke kemerdekaan.” Dalam suatu kisah, saat
masih menjadi wapres, isterinya mengeluh karena tabungannya tidak mencukupi lagi untuk
membeli mesin jahit idamannya, setelah terjadi pemotongan nilai Oeang Republik Indonesia
(ORI). Suaminya hanya menjawab bahwa tugas seorang abdi negara adalah memegang
rahasia, dan meminta isterinya untuk bersabar. Sungguh sebuah integritas yang amat jarang
ditemui saat ini.

Lepas dari posisi wapres, Hatta menjadi lebih terbuka dalam mengkritik Sukarno yang
sedang larut dengan Demokrasi Terpimpinnya. Tidak kurang Hatta mengecamnya yang
memenjarakan Syahrir.

Boleh berbeda dalam prinsip politik, namun hubungan sebagai dua orang insan tidaklah boleh
cedera. Itu dipegang betul oleh Hatta. Di tahun 1970 dia adalah satu-satunya orang yang
berani terang-terangan mengecam Pemerintah Orde Baru yang menurutnya tidak manusiawi
dalam memperlakukan Sukarno sebagai tahanan politik. Dalam kesempatan terakhirnya,
Hatta menangis melihat kondisi sahabatnya yang mengenaskan.

Setelah sepuluh tahun hidup dalam sepi dan jauh dari hingar bingar politik, Hatta yang telah
berulang kali masuk rumah sakit berpulang tanggal 14 Maret 1980. Sang Proklamator tidak
bersedia dimakamkan di taman makam pahlawan, karena ingin dekat dengan rakyatnya.
Sesuai pesannya, ia dikubur di TPU Tanah Kusir.

Sama seperti mas kawinnya kepada Rahmi Rachim yang hanya berupa buku karangannya
sendiri, isteri dan ketiga puterinya, Meutia, Gemala, dan Halida, tidak diwarisi harta yang
berarti. Namun sesungguhnya bangsa ini telah ditinggalkannya dua buah warisan yang tidak
ternilai; kemerdekaan dan teladan ketulusan yang tanpa pamrih untuk mengabdi bagi
kemajuan bangsanya.
Kesimpulan

Nilai-nilai, sikap, tindakan dan prilaku Integritas yang sangat tingi dari Bung Hatta
mampu membawa, merubah serta membangkitkan kemerdekaan dan persatuan bangsa
Indonesia menjadi lebih kuat. Perubahan sebesar dan sehebat itu bisa terjadi hanya dengan
datangnya seorang pemimpin yang pola pikirnya berasaskan pada sikap integritas yang ada.
Semua sudah Bung Hatta korbankan demi kepentingan bersama, untuk Indonesia Merdeka.

Saran

Apapun profesinya sebagai seorang pemimpin, pemikirannya haruslah berasaskan


pada sikap integritas agar sanggup menghadapi kewajiban serta menjalani amanah dengan
baik seperti seharusnya. Teruskan perjuangan Bung Hatta untuk Indonesia Merdeka!!!

Anda mungkin juga menyukai