Anda di halaman 1dari 4

TOKOH BERAKHLAK

Angkatan :X (Sepuluh)

Nama : Adelinda Barus

NDH : 22

Instansi : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tamiang

Public Figure yang saya ambil sebagai contoh aktualisasi nilai BerAKHLAK adalah Dr.(H.C)
Drs.H. Mohammad Hatta (12 Agustus 1902 – 14 Maret 1980). Mohammad Hatta adalah seorang
tokoh perjuangan kemerdekaan indonesia, pahlawan nasional, negarawan dan ekonom Indonesia
yang menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pertama. Ia bersama Soekarno adalah Proklamator
Kemerdekaan, memainkan peranan sentral dalam perjuang kemerdekaan Indonesia dari penjajahan
Belanda sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945. Ia pernah menjabat sebagai Perdana
Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Pada 1956, ia mundur dari jabatan wakil presiden.

Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang berasal
dari Minangkabau. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama Naqsyabandiyah di Batuhampar,
dekat Payakumbuh, Sumatra Barat dan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia lahir
dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari bahasa
Arab, yang berarti "harum". Athar lahir sebagai anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun
1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan
ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurrahman Batuhampar dikenal sebagai ulama
pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri. Sementara itu,
ibunya berasal dari keturunan pedagang.

Pada 18 November 1945, Hatta menikah dengan Rahmi Hatta dan tiga hari setelah menikah,
mereka bertempat tinggal di Yogyakarta. Kemudian, dikaruniai 3 anak perempuan yang
bernama Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi'ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta.

Hatta dikenal akan komitmennya pada demokrasi. Ia mengeluarkan Maklumat X yang


menjadi tonggak awal demokrasi Indonesia. Di bidang ekonomi, pemikiran dan sumbangsihnya
terhadap perkembangan koperasi membuat ia dijuluki sebagai Bapak Koperasi.

Hatta meninggal pada 1980 dan jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta.
Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai salah seorang Pahlawan Proklamator
Kemerdekaan pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986. [3] Namanya
bersanding dengan Soekarno sebagai Dwi-Tunggal dan disematkan pada Bandar Udara Soekarno-
Hatta. Di Belanda, namanya diabadikan sebagai nama jalan di kawasan perumahan
Zuiderpolder, Haarlem.

Adapun Nilai-Nilai BerAKHLAk yang dapat diteladani dari Mohammad Hatta yaitu:

1. Berorientasi Pelayanan
Dalam hal ini Mohammad Hatta sebagai seorang pemimpin tetap mengedepankan
kepentingan umum dan memberikan layanan prima kepada masyarakat. Mohammad Hatta
selalu mencintai dan mendahulukan kepentingan tanah air. Beliau pernah diasingkan ke
Boven Digul karena dianggap membangkang terhadap pemerintah colonial. Bahkan, Bung
Hatta berikrar tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Bung Hatta menepati
janjinya , beliau menikah pada 18 November 1945
2. Akuntabel
Dalam hal ini , Mohammad Hatta berjuang semata-mata agar negeri tercintanya lepas dari
cengkraman penjajah. Ia tidak memiliki maksud untuk menguntungkan diri sendiri. Ia paham
dan siap terhadap semua konsekuensi dari jalan politik yang ia tempuh. Saat itu, berani
melawan kolonialisme artinya siap untuk hidup menderita.
3. Kompeten
Bung Hatta dikenal sebagai ahli ekonomi. Karena keahlian dan perannya di bidang
perkoprasian, Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Gelar tersebut diterima oleh
Bung Hatta pada 17 juli 1953 pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung
4. Harmonis
Toleransi merupakan sikap tenggang rasa antar umat beragama , suku, golongan dan
bangsa. Ini tercermin dari sikap Bung Hatta yang menghargai kultur orang lain meskipun ia
tidak ikut ambil bagian dalam kultur tersebut. Berdasarkan tulisan Zed dalam buku Cara Baik
bung Hatta, “Banyak kesaksian kawan-kawannya maupun penuturan ia sendiri dalam
memoir-nya , betapa Hatta sangat asketik, tidak mau tergoda dengan beberapa kultur barat
yang dianggapnya bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Meskipun demikian, Hatta amat
menghargai kultur orang lain itu meskipun ia sendiri tidak ikut ambil bagian atau larut
didalamnya.
5. Loyal
Jujur, sederhana dan teguh memegang prinsip, begitulah kepribadian Mohammad Hatta,
wakil presiden pertama Indonesia. Hal ini salah satunya disampaikan Mahar Mardjono,
mantan rector universitas Indonesia yang juga seorang dokter, ketika mendampingi Bung
Hatta berobet ke luar negeri pada tahun 1970-an.
“waktu singgah di Bangkok dalam perjalanan pulang ke Jakarta , Bung Hatta bertanya
kepada sekertarisnya, Pak Wangsa, jumlah sisa uang yang diberikan pemerintah untuk
berobat. Ternyata sebagian uang masih utuh karena ongkos pengobatan tak sebesar dari
dugaan. Segera Hatta memerintahkan mengembalikan uang sisa itu kepada pemerintah via
Kedubes RI di Bangkok,” ungkap mahar
Hal serupa juga dilakukan Bung Hattasesaat setelah lengser dari posisinya sebagai wakil
presiden. Kala itu, Sekretaris Kabinet Maria Ulfah menyodorkan uang Rp 6 juta yang
merupakan sisa dana nonbujeter untuk keperluan operasional dirinya selama menjabat
wakil presiden. Namun, dana itu ditolaknya. Bung Hatta mengembalikan uang itu kepada
Negara
Ketika Hatta mengeluarkan kebijakan senering (pemotongan nilai uang) dari Rp 100 menjadi
Rp 1, Istrinya ibu Rahmi marah. Pasalnya, tabungannya jadi berkurang, padahal ia sudah
mengumpulkan untuk beli mesin jahit yang sudah di idamkannya.
“kepentingan Negara tidak ada sangkut pautnya dengan usaha memupuk kepentingan
keluarga. Rahasia Negara adalah tetap rahasia. Sungguhpun saya bisa percaya kepadamu,
tetapi rahasia ini tidak patutdibocorkan kepada siapapun. Biarlah kita rugi sedikit demi
kepentingan seluuh Negara. Kita coba nabung lagi ya , “kata bung Hatta menenangkan
istrinya.
6. Adaptif
Sikap adaptif Bung Hatta dapat dilihat dari sikap politik yang dilakukan beliau semasa
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dimana beliau mau kooperatif dengan penjajah.
Beliau melakukan inovasi dalam memperjuangkan kemerdekaan dimana selama ini dengan
cara tidak kooperati f dirasakan tidak berhasil dalam mencapai kemerdekaan. Bung hatta
melakukan inovasi, dimana beliau berperan melakukan diplomasi-diplomasi dengan tujuan
agar kemerdekaan Indonesia diakui secara penuh. Salah satu contoh keberhasilan Diplomasi
Bung Hatta adalah ketika beliau memimpin delegasi Indonesia di Konfrensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag, Belanda.
7. Kolaboratif
Dalam hal ini Bung Hatta sebagai pemimpin mapu bersinergi dengan berbagai pihak untuk
memunculkan suatu terobosan. Hal ini dapat dilihat dari perjalanan organisasi yang telah
beliau ikuti dan beberapa kerjasama yang beliau jalin dalam memperjuankan kemerdekaan
Indonesia. Salah satu organisasi tersebut adalah Perhimpunan Indonesia, dimana didalam
organisasi ini Bung hatta mampu berkolaborasi dengan sesama bangsa Indonesia yang
berasal dari berbagai suku, agama, ras dan kepercayaan.

Anda mungkin juga menyukai