Anda di halaman 1dari 7

‫ ال ُتكِثر هّمتك ما ُقّدر يكن و ما ُترَز ق يأتك‬: ‫مر رسول هللا ﷺ بان مسعود وهو حزين فقال له‬

‫قال األمام الشافعي‬


‫إذا لم يزيد علم الفتى قلبه هدى – و سيرته عدال و أخالقه حسنا‬
‫فبشره أن هللا أواله نقمة – ينكل بها من قبل من عبد الوثنا‬
، ‫عذرهم ومن نظر‬، ‫ (إنك ال تهدى من أحببت ولكن هللا يهدي من يشاء ومن هنا قول العارف من نظر للخلق بعين الحقيقة‬:‫قال تعالى‬
‫ فالخالق للصالل والهدى واألفعال جميعها هو هللا‬،‫ فعدرهم بالنظر لخلق هللا الضالل والهدى في قلوبهم‬،‫لهم بعين الشريعة مقتهم‬
‫وحده فمن نظر لذلك لم يستقبح فعل احد ألنه فعل هللا في الحقيقة قال العارف‬

‫ رأيت جميع الكائنات مالحًا‬- ‫إذا ما رأيت هللا في الكل فاعال‬

‫ حجبت فصيرت الحسان قباحا‬- ‫وإن لم تر إال مظاهر صنعه‬

Bait ke-7, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:

Amenangi jaman edan,


Ewuh aya ing pambudi,
Milu edan nora tahan,
Yen tan miluanglakoni,
Boya kaduman melik,
Kaliren wekasanipun,
Ndilalah karsa Allah,
Begjabegjanekang lali,
Luwih begja kang eling lawan waspada.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Hidup di jaman gila,


serba sulit dan repot dalam bertindak.
Ikut gila tidak tahan,
kalau tidak ikut melakukan,
tidak kebagian pendapatan,
kelaparan akhirnya.
Namun sudah menjadi kehendak Allah,
sebahagia-bahagianya orang yang lupa diri,
masih lebih bahagia yang ingat dan waspada.

Kajian per kata:

Amenangi (menyaksikan, hidup


di) jaman (jaman) edan (gila), ewuh (repot) aya (sulit) ing (dalam) pambudi (bertindak,
berusaha). Hidup di jaman gila, serba sulit dan repot dalam bertindak.

Kata amenangi sering diartika sempat hidup dan mengalami, misalnya pada
kalimat: amenangi jaman panjajahan Walanda, masih hidup dan menyaksikan jaman
penjajahan Belanda. Dalam kalimat di atas bermakna bahwa beliau hidup dan mengalami
sendiri jaman edan itu. Dan merasakan seulit dan repotnya hidup tersebut.

Milu (ikut) edan (gila) nora (tidak) tahan (tahan), yen (kalau) tan (tidak) milu (ikut) anglak
oni (melakukan), boya(tidak) kaduman (kebagian) melik (pendapatan), kaliren (kelaparan)
wekasanipun (akhirnya). Ikut gila tidak tahan, kalau tidak ikut melakukan, tidak kebagian
pendapatan, kelaparan akhirnya.

Dalam bait sebelumnya pernah disinggung tentang di jaman penuh petaka wong hambeg
jatmika kontit, di jaman penuh petaka orang yang berbudi halus tersingkir. Nah inilah yang
terjadi ketika dunia sudah penuh dengan penyimpangan. Orang-orang yang berbudi halus
tidak tahan kalau mau ikut-ikutan gila. Tak sampai hati kalau harus rebutan periuk nasi,
merasa malu kalau harus rebutan kursi. Merasa tak pantas kalau berebut jabatan dengan
menyikut orang lain. Tak tega kalau demi mendapat proyek harus menyingkirkan teman.
Akibatnya seringkali lebih suka mundur dan mengalah, dengan resiko pendapatannya atau
peruntungannya berkurang.

Jaman edan memang tidak berpihak kepada orang baik-baik. Orang yang tekun mengabdi
disingkirkan, yang banyak bacot dijunjung tinggi. Asal bisa njeplak banyak pengikutnya,
tentu saja sesama orang sakit hati yang sama gilanya.

Ndilalah (namun sudah menjadi) karsa (kehendak) Allah (Allah), begja begjane (sebahagia-
bahagianya) kang (yang) lali (lupa diri), luwih (masih
lebih) begja (bahagia) kang (yang) eling (ingat) lawan (dan) waspada (waspada). Namun
sudah menjadi kehendak Allah, sebahagia-bahagianya orang yang lupa diri, masih lebih
bahagia yang ingat dan waspada.

Kata ndilalah sebenarnya bermakna kebetulan yang tidak diharapkan seperti pada kalimat,
ora nggawa payung ndilalah udan, tidak membawa payung tiba-tiba hujan. Agaknya kata ini
dipakai sebagai ungkapan bahwa mereka yang berperilaku gila itu boleh merencanakan ini
dan itu, berbuat sesk mereka namun yang terjadi tetaplah kehendak Allah yang tidak mereka
duga ata rencanakan.

Walau orang-orang yang berlaku gila dalam hidupnya itu tampak bahagia dan hidup enak,
tetapi belum tentu seperti yang terlihat. Mungkin kelak tiba-tiba masuk bui karena terbongkar
kejahatannya. Mungkin suatu saat terkena banyak penyakit karena gaya hidupnya. Karena
sesungguhnya manusia hanya dapat menilai orang lain dari penampilan luarnya saja,
sedangkan yang ada didalam kehidupannya kita tidak tahu.

Namun orang-orang yang tetap ingat dan waspada akan lebih bahagia. Hidupnya lebih terarah
dan teratur. Keinginannya sederhana sesuai kemampuannya dan gaya hidupnya pun
sewajarnya. Tidak ada keinginan yang menyiksa hati siang dan malam, karena orang seperti
ini sudah pasrah dengan apa yang diterimanya.

Di sini ada dua kata kunci, yakni eling (ingat) dan waspada. Artinya sudah sering kami
uraikan dalam kajian sastra klasik ini. Ingat berarti mengingat diri sendiri, menjaga diri dari
keinginan hati yang melampuai batas, jadi eling lebih ditujukan ke dalam. Waspada lebih
ditujukan ke luar dalam menghadapi berbagai godaan dan halangan yang muncul. Dua kata
ini juga sering muncul dalam werat Wedatama yang kajiannya sudah kita khatamkan bulan
lalu.

Wallahu a’lam.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/10/05/kajian-kalatidha-7-luwih-begja-
kang-eling-waspada/

Tabula rasa (dari bahasa Latin kertas kosong) merujuk pada pandangan epistemologi
bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain “kosong”, dan
seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan
persepsi alat indranya terhadap dunia di luar dirinya.

KONSEP MERDEKA BELAJAR MENURUT KI HAJAR DEWANTARA


Menurut KHD, mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga
harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental ,
jasmani dan rohani. Hal positif yang bisa diterapkan di kelas/sekolah sesuai dengan budaya
Jawa/ orang Banyumas yang berkarakter seperti tokoh Banyumas yaitu Semar/ Bawor yang
sifatnya adalah suka momong, walaupun sakti beliau tidak pernah sombong dan selalu
memperhatikan akhlak yang mulia (memperhatikan tata krama terhadap orang tua, juga
sayang terhadap yang lebih muda, dekat dengan Tuhan), bekerja itu tidak hanya
mengandalkan otak semata,tetapi juga dengan kerja keras, maka dibutuhkan keterpaduan
kerja otot dan otak untuk hasil yang maksima, rajin, suka bekerja keras dan cekatan
(cancudan: bhs Banyumas).

Sama dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pengembangan budi pekerti
(olah cipta, olah karya, olah karsa, dan olah raga) yang terpadu menjadi satu kesatuan.
Hasil hasil positif yang sesuai dengan pemikiran KHD yaitu :

1. Prinsip kepmimpinan sebagai seorang guru yaitu

Ing ngarso sung tuladho (maka orang tua atau guru sebagai suri tauladan anak dan siswa)
Ing madya mangun karso (yang ditengah memberikan semangat ataupun ide-ide yang
mendukung)
Tut wuri handayani (yang dibelakangan memberikan motivasi
2. Sistem pendidikan yang dilakukan yaitu menggunakan sistem among atau Among
Methode artinya guru itu menjaga, membina dan menididk anak kasih sayang

3.Tri pusat pendidikan yaitu yang mewarnai peserta didik adalah keluarga, sekolah dan
masyarakat.

3. Asas asas dalam pendidkan ada 5 yaitu :

- Asas Kemerdekaan

- Asas Kodrat Alam

- Asas Kebudayaan

- Asas Kebangsaan

- Asas Kemanusiaan

Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, berulang kali menekankan apa yang
disebutnya ‘kemerdekaan dalam belajar’. Dari berbagai literatur, gagasan ini boleh jadi
bermula karena pria bernama Soewardi Surjaningrat itu menolak betul praktik pendidikan
yang mengandalkan kekerasan dan berjuang menyebarkan konsep pendidikan ala ‘Taman
Siswa’

Anggota Majelis Luhur Taman Siswa, Ki Priyo Dwiyarso, menjelaskan, makna kemerdekaan
belajar yang diusung Ki Hadjar Dewantara yakni bagaimana membentuk manusia harus
dimulai dari mengembangkan bakat.

“Jadi yang punya kehendak itu siswanya, bukan pamong gurunya, dosennya, yang
memaksakan kamu harus jadi hijau, harus jadi merah. Untuk itu kemudian timbul Tut Wuri
Handayani

Tut Wuri Handayani berarti mendorong dan menguatkan. Namun, menurut Ki Priyo, cara
mendorong dan memberi kekuatan belajar tak boleh sembarangan. Rentang kendali harus
tetap ada, agar asa menjadi manusia terap terjaga.
Menurut Ki Priyo, bakat menjadi kiblat bagi sang pendidik. Guru harus memperhatikan apa
yang dapat dikembangkan dari anak didiknya. Guru harus jeli menelisik kebutuhan anak
didik, mana yang harus didorong, dan apa yang harus dikuatkan.

Guna memenuhi kebutuhan pengembangan bakat, kata dia, anak didik harus merasa
merdeka. Namun, merdeka yang dimaksud bukan bermakna mutlak.

Baca:Kemendikbud: Passion Penting Bagi Siswa SMK

Menurut Ki Priyo, Merdeka Belajar yang diusung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Nadiem Makarim menjadikan kata ‘merdeka” sebagai subjektifitas, sehingga
membawa arah pembelajaran menjadi liar. Inilah yang menjadikan istilah Merdeka Belajar
dirasa kurang pas untuk menjadi dasar pendidikan saat ini.

“Banyak yang belum membaca ajaran Ki Hadjar tentang merdeka belajar. Sebetulnya lebih
pas belajar merdeka. Merdeka belajar sangat mengganggu orang lain atau golongan lain,”
ujarnya.

Putra dari Ki Hadi Sukitno, tangan kanan Ki Hadjar Dewantara, menuturkan Belajar merdeka
itu berarti merdeka atas diri sendiri. Minat dan bakat siswa itu harus merdeka untuk
berkembang seluas mungkin. Konsep itu yang dibawa Ki Hadjar Dewantara bagi bangsa ini
dengan harapan tak digerus perkembangan zaman. Serta, menjadi cetak biru dalam
membangun pendidikan Indonesia.

Angka tidak boleh menjadi tolak ukur dalam pengembangan bakat. Kurikulum jangan
dijadikan alat untuk menjajah anak didik. Terjajahnya anak didik dalam kurikulum, malah
membunuh pengembangan bakat yang digaungkan oleh pahlawan nasional itu.

“Pikiran kok sampai terjajah? Itu artinya terjajah intelektualisme. Ki Hadjar anti
intelektualisme. Dia bilang, saya tidak suka orang yang terlalu intelek tapi mengabaikan
karakter. Artinya belajar itu terlalu kognitif. Tapi afeksinya, rasanya, kadang-kadang hilang,”
jelas dia, sembari mengenang sosok Ki Hadjar Dewantara yang terkenal garang di depan
kelas.

Ia melanjutkan, pendidikan karakter dalam membangun bakat semakin terasa penting dan
tak boleh tersingkirkan. Karakter meruakan kunci utama dalam membangun setiap insan
pendidikan.
Guru bisa mengukur kemampuan anak didiknya dengan cara yang lebih deskriptif. Bagi Ki
Priyo, uraian kalimat ini bisa menjelaskan seperti apa karakter anak didik yang
sesungguhnya. Tinggal bagaimana Nadiem menentukan kebijakan. Menteri yang belum
genap satu tahun memegang kendali pendidikan Indonesia itu harus memutar otak.

“Tidak hanya numeratif, tapi juga uraian kalimat yang bisa menjelaskan karakter si anak itu
sesungguhnya bagaimana. Tetapi tidak kemudian memberikan beban berat kepada guru,
sehingga saat menilai siswa itu seperti membuat skripsi, kasihan dia. Dibuatlah yang lebih
sederhana,” paparnya.

Ki Priyo yakin Nadiem paham bagaimana menjalankan esensi dari konsep belajar merdeka.
Sebab, menurutnya, Nadiem telah melalui apa yang disebut belajar merdeka ketika
menggarap usaha Gojek.

“Buktinya membuat Gojek itu kemerdekaan dia di dalam belajar hidup dan penghidupan.
Waktu dia studi, dia belajar merdeka, kreasi sana sini, begitu lulus, usahanya membuahkan
hasil. Dia tak mau kerja sebagai buruh. Merdekanya di situ,” terangnya.

Ki Priyo menyatakan, Ki Hadjar Dewantara sangat memperhatikan bakat dan minat anak
dalam belajar. Ini jadi pekerjaan rumah bagi Nadiem untuk mempertahankan budaya belajar
merdeka yang diusung Ki Hadjar Dewantara.

Ki Hadjar Dewantara tak pernah mematok anak didiknya di kelas kelak akan menjadi apa. Ki
Hadjar Dewantara memerdekakan anaknya saat belajar apapun, berdasarkan bakat
mereka. Bekal itulah yang harus dibawa anak Indonesia untuk berdaulat atas dirinya sendiri.
Belajar merdeka dipercaya pula dalam membawa Indonesia sebagai negara yang maju.

Indikator negara maju dapat dilihat dari kemampuan lulusan akademiknya dalam membuka
lapangan kerja. Sayang, hal ini belum menjadi mindset atau dasar berpikir anak negeri,
karena luput dari arti belajar merdeka ala Ki Hadjar Dewantara.

Saat ini, lulusan Indonesia baru mampu menjangkau angka dua persen dalam urusan
membuka lapangan kerja. Padahal, idealnya untuk dikatakan sebagai negara maju, harus
ada empat persen dari lulusan Indonesia yang bisa membuka lapangan kerja.

“Bahwa kita itu tidak mencetak lulusan alumni itu untuk sekadar menjadi buruh, menjadi
tenaga kapitalis, menjadi tenaga industri, atau sekedar ASN. Makanya namanya belajar
merdeka. Membawa mereka, untuk merdeka, dalam arti sesungguhnya,” ujar Ki Priyo.
‫‪https://www.smanjatilawang.sch.id/read/6/sample-post-3#:~:text=Menurut%20KHD%2C‬‬
‫‪%20mendidik%20dan%20mengajar,%2C%20mental%20%2C%20jasmani%20dan‬‬
‫‪%20rohani.‬‬

‫كان قبل اإلسالم ال تعرف للمرأة قيمة وال تحفظ لها كرامة‪ .‬فمثال كانت المرأة عند األثينيين تعتبر من سقط المتاع‪ ،‬حتى إنها كانت‬
‫تباع و تشترى في األسواق‪ ،‬قد ُقضَي عليها بالعبودية واإلذالل‪ ،‬وكذالك هي في شرائع الهند القديمة‪.‬‬
‫وكانت عند بعض األمم األوروبية‪ ،‬ليست لها حقوق شخصية في الِملك‪ ،‬وإنما ُخ لقت لخدمة الرجل‪ ،‬فال حق لها في تملك مالبسها‪،‬‬
‫وال في األموال التي تكتسبها بعرق الجبين‪.‬‬
‫أما عند العرب‪ ،‬فقد كانت ممتهنة جدا‪ ،‬حتى إن بعض العرب كان يئد البنات‪ ،‬وكانت العرب ترث النساء كرها‪ ،‬بأن يجيء الوارث‬
‫ويلقي ثوبه على زوج مورثه‪ ،‬ثم يقول‪ :‬ورثتها كما ورث ماله‪.‬‬
‫وكان بعض العرب‪ ،‬يكرهون إماءهم على البغاء‪ ،‬ليكسبن لهم ماال‪.‬‬
‫وكان بعض العرب يرثون زوجات أبيهم في جملة المتاع‪ ،‬فيصبحن زوجات لألوالد‪.‬‬
‫هذه أنظمة األسرة الفاسدة قبل اإلسالم‪ ،‬ثم جاء اإلسالم فأعطى المرأة حقوقها على ضوء العدل‪ ،‬وجعلها أساسا في األسرة اإلنسانية‪،‬‬
‫واعتنى بها‪ ،‬وصانها‪ ،‬وحافظ عالى كرامتها‪ ،‬وبّو أها من المكانة المنزلة الالئقة بحالها‪ ،‬وشرع توريثها‪ ،‬وبين حقوقها‪ ،‬فقال تعالى‪:‬‬
‫ِّللِّر َج اِل َن ِص يٌب ِّمَّما َت َر َك ٱْلَٰو ِلَد اِن َو ٱَأْلْق َر ُبوَن َو ِللِّن َس ٓاِء َن ِص يٌب ِّمَّما َت َر َك ٱْلَٰو ِلَد اِن َو ٱَأْلْق َر ُبوَن ِمَّما َق َّل ِم ْن ُه َأْو َك ُثَر ۚ َن ِص يًبا َّم ْف ُروًض ا‬
‫‪(An Nisa 4:7) : Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan‬‬
‫‪kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa‬‬
‫‪dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.‬‬

‫كما حرم اإلسالم إرث النساء كرها‪ ،‬فقال تعالى‪َٰٓ:‬ي َأُّيَه ا ٱَّلِذيَن َء اَم ُنو۟ا اَل َيِحُّل َلُك ْم َأن َت ِر ُثو۟ا ٱلِّن َس ٓاَء َك ْر ًها‬
‫‪(An Nisa 4:19) Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita‬‬
‫‪dengan jalan paksa‬‬
‫كما حرم اإلسالم إكراه اإلماء على البغاء‪ ،‬فقال تعالى‪َ:‬و اَل ُتْك ِر ُهو۟ا َف َت َٰي ِتُك ْم َع َلى ٱْلِبَغ ٓاِء ِإْن َأَر ْد َن َت َح ُّص ًن ا ِّلَت ْب َتُغ و۟ا َع َر َض ٱْلَح َي ٰو ِة ٱلُّد ْن َي ا‬
‫‪(An Nuur 24:33) Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan‬‬
‫‪pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari‬‬
‫‪keuntungan duniawi.‬‬
‫كما نهى عن نكاح زوجات اآلباء‪ ،‬بأسلوب منفر عن هذه الجرمة‪ ،‬فقال تعالى‪َ :‬و اَل َت نِكُحو۟ا َم ا َنَك َح َء اَب ٓاُؤ ُك م ِّم َن ٱلِّن َس ٓاِء ِإاَّل َم ا َقْد َس َلَف ۚ ‬
‫ِإَّنُهۥ َك اَن َٰف ِح َش ًة َو َم ْقًت ا َو َس ٓاَء َس ِبياًل‬

‫‪(An Nisa 4:22) : Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh‬‬
‫‪ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji‬‬
‫‪dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).‬‬

Anda mungkin juga menyukai