Semester : 4 B
Kabah pun menjadi saksi pembaiatan. Di hadapan kabah yang menjadi kiblat
muslim dari penjuru dunia. Sekelompok santri dari berbagai Negara, mengucapkan ikrar
mengembangkan syiar islam di negeri masing – masing. Salah satu santri itu adalah
saudara seperguruan yang sudah merampukan ngaji (pendidikan agama). Sekelumit
kisah ikrar saudara seperguruan itu di ungkapkan M Ishom Hadzik. Keturunan KH
Hasyim Asy’ari. Di balik kisah ikrar tersebut menyeburatkan keteguhan serta rasa
himmah yang menjolak pada diri KH. Hasyim Asy’ari untuk mengembangkan ajaran
islam di muka bumi. Sekaligus jalinan erat ukhuwah sesame muslim, kendati berbeda
kulit.
Bahkan dalam pendidikan dalam konsep islam, haruslah dapat mencapai dua hal.
Kedua: mendorong manusia untuk memahami sunnah Allah di alam raya ini,
mengamati bumi dan memanfaatkannya untuk melindungi iman dan agamanya.
1. menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dari pemahaman akan tujuan pendidikan agama ini. Nampak bahwa KH.
Hasyim Asy’ari tidak menolak ilmu ilmu sekuler (dunia) sebagai suatu syarat untuk
mendapatkan kebahagiaan di dunia. Namun sekali lagi KH. Hasyim tidak menjelaskan
porsi pengetahuan dalam kitab tersebut, atau secara lebih luas mendeskripsikan cakupan
kurikulum pendidikan islam itu sendiri. Beliau hanya menjelaskan hierarki pengetahuan
dalam 3 bagian :
1. ilmu yang tercela dan di larang artinya ilmu pengetahuan yang tidak dapat di
harapkan kegunaannya baik di dunia dan akhirat. Seperti ilmu sihir, hipnotis dll.
2. ilmu pengetahuan dalam keadaan tertentu menjadi terpuji, tetapi jika mendalaminya
tercela artinya ilmu yang sekiranya mendalami akan menimbulkan kekacauan pikiran
dan bahkan akan menyelewengkan akidah imannya, sehingga di khawatirkan
menimbulkan kufur misalnya ilmu filsafat.
3. ilmu pengetahuan yang terpuji yaitu ilmu agama dan berbagai macam ibadah. Ilmu
tersebut dapat mendekatkan diri kepada tuhannya dan mensucikan jiwa. Melepaskan
diri dari perbuatan-perbuatan tercela dan kejam. Membantu mengetahui kebaikan dan
mengajarkan. Sehingga mempersiapkan dunia untuk lading amal akhirat.
Sekilas memahami teks di atas berkesan bahwa ilmu-ilmu sekuler yang menjadi
pemikiran KH. Hasyim Asy’ari. Tidak mendapatkan porsi dalam rumusan di atas, yang
menjadi parakdosal terhadap tujuan yang di gariskan oleh KH. Hasyim Asy’ari sendiri,
bahkan mungkin berlawanan dengan perkembangan Pondok Pesantren Tebu Ireng juga
mengajarkan ilmu-ilmu umum. Mengenai hukum mempelajari ilmu pengetahuan antara
Imam Al-Ghazali dan KH. Hasyim Asy’ari terdapat kesamaan pandangan, yakni :
1. Fardhu ‘Ain artinya kewajiban mencari ilmu di bebankan kepada setiap muslim
(setiap individu).
2. Fardhu Kifayah artinya ilmu yang di perlukan dalam rangka menegakkan urusan
duniawi.
Lebih lanjut di katakan KH. Hasyim Asy’ari bahwa dalam menuntut ilmu perlu
di perhatikan dua hal :
1. bagi santri atau murid hendaknya berniat murni untuk menuntut ilmu jangan sekali-
kali berniat untuk hal duniawi. Niat merupakan gerbang sekaligus pondasi yang
mendasari segala aktivitas belajar. sehingga pada akhirnya kegiatan belajar memiliki
makna dan mempunyai nilai mulia yang mampu mengantarkan pada derajat yang lebih
tinggi dan mulia. Dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim di jelaskan pada fasal 2 yaitu niat di
waktu belajar.
: لقوله عليه ا لصال ة و سال م, ثم ال بد له من ا لنية في ز ما ن تعلم ا لعلم إ ذ ا لنية هي ا ال صل في جمع األ حوال
إ نما ا أل عما ل با لنيا ت حد يث صحيح.
Artinya : kemudian wajib adanya niat saat belajar. Sebab niat itu menjadi pokok dari
segala keadaan atau kondisi. Sebagaiman sabda Nabi Saw : sesungguhnya amal
perbuatan itu tergantung niatnnya “hadits Shahih”`
Niat adalah kondisi dan sifat sebuah hati, yang tercukupi dengan dua hal yaitu
ilmu dan amal. Referensi :362إحيا ء علو م الدد ين ا لجز ء ا لر ا بح ص
إعلم أ ّن النّية واإل را دة والقصد عبا رات على متوا رده معني واحد وهو حا لة وصفة, بيا ن حقىقة ا لنّية
ّ للقلب يكتنفها أمران علم وعمل الحلم يقدمه ألنّه أصله وشرطه والعمل يتّبعه ألنّه ثمرته وفر عه وذلك
ألن ك ّل عمل
ي فإ نّه ال يت ّم إالّ بثالثة أمو ر علم وإرادة وقد رة ألنّه ال ير يد اإل نسان ما ال يعلمه
ّ أعنى ك ّل حركة وسكون إختيا ر
فال ب ّد وأن يعلم وال يعمل ما لم يرفال ب ّد من إرادة.
(لقوله عليه الصّالة والسّالم إنما األ عما ل با لنيا ت) أي صحّة األعما ل با لنيا ت على: 19 شرح تعلم المتعلم ص
مذهب ال ّشا فع ّى و حكم أعمال من الثّوا ب وا لجزاء با نّيا ت على مذهب أبي حنيفة.
Artinya : karena adanya sabda Nabi Saw; amal-amal hanya dengan niat, artinya
keabsahan semua amal perbuatan itu dengan memakai niat menurut madzhab Syafi’i
sedangkan menurut madzhab imam Abu Hanifah, artinya hukum dari semua amal
perbuatan yang berupa pahala dan balasan itu tergantung pada niat.
كم من عمل يتصو ر بصو رة أ عما ل الد نيا و يصير بحسن ا لنية من أعما ل ا آل,و عن ر سو ل ا هلل ص م
خرة و كم من عمل يتصو ر بصو رة أ عما ل اآل خر ة ثم يصير من أ عما ل ا لد نيا بسو ء ا لنية.
Artinya : di riwayatkan dari Rasulullah Saw : banyak amal perbuatan yang berbentuk
amal dunia, lalu menjadi amal yang akhirat karena bagusnya niat. Dan banyak pula
amal yang berbentuk amal akhirat, kemudian menjadi amal dunia karena jeleknya niat.
2. bagi ustadz atau guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya dulu.
Tidak mengharapkan meteri semata-mata. Dan semua yang di ajakaran hendaknya
sesuai dengan tindakan dan perilaku yang di perbuat. Hal ini di jelaskan pula oleh Al-
Zanurji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim nya bahwa penting nya keikhlasan bagi
seorang santri/murid dalam menuntut ilmu.
1. pentingnya menjaga kesehatan bagi seseorang yang bermaksud menuntut ilmu, hal ini
di maksudkan agar dalam mencapai usahanya dapat berjalan dengan lancar hingga
sampai yang di cita-citakan.
2. anjuran untuk menjaga pola makan dalam artian tidak boleh berlebihan dalam
menyederhanakan makanan dan minuman.
Di samping itu menjaga kehalalan dari makanan dan minumam tidak kalah
pentingnya.
3. menjaga kesehatan (olahraga) untuk menjaga kebugaran jasmani dan rohani, karena
pada dasarnya orang yang menuntut ilmu membutuhkan jasmani dan rohani yang sehat
untuk menyerap ilmu agar bisa di akses dengan mudah. Segala bentuk olahraga itu di
perbolehkan, jika tidak menimbulkan kerusakan, tidak ada nuansa judi, menjadi
kebiasaan orang fasik, dan pada umumnya tidak membahayakan. Referensi :
و قا ل أيضا ال المسا بقة على البقر,وكذا سا ىْر انواع الخطير فتحرم إن لم تغلب السال مة وتح ّل إن غلبت السّال مة
صراع وال ّشا رة ولغطس با لما ءّ أل نّها تحرم با لعو ض وتح ّل بال عوض كما علمت و مثلها في هذا التّفصيل ال
والسّبا حة والمشي با ألقدام والوقوف على رجل والسا بقة با لسّفن ولعب نحو شطر نج وكرّة محجن.
Artinya : demikian halnya semua jenis permainan yang berbahaya hukumnya haram jika
tidak ada jeminan keselamatan diri, dan halal jika keselamatan diri bisa terjamin. Hal
serupa pertandingan di atas sapi, hukumnya haram jika di sertai dengan imbalan dan
halal jika dengan tanpa imbalan. Demikian halnya dengan gulat, jalan kaki, menyelam,
berenang, berdiri di atas sebelah kaki, lomba perahu, catur dan sepak takraw.
4. anjuran untuk beristirahat dan tidur secukupnya, hal ini di maksudkan untuk tetap
menjaga fisik dan mental.
5. hal yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga kebersihan. Makna kebersihan disini
bukan hanya yang bersifat lahiriah akan tetapi bathiniah pun harus selalu di besrsihkan,
jika bathiniahnya bersih lahiriahpun mengikuti.
Tawakal atau berserah diri kepada Allah Swt, hal ini sangat di anjurkan bagi
siapa saja terutama bagi seorang santri, namun keyakinan seseorang untuk selalu
bertawakal sangatlah minim, mereka terkadang masih was-was apakah rezekinya akan
tercukupi jika belajar di pesantren, madrasah dan sekolah. Apakah orang yang mengaji
di pesantren, madrasah, sekolah akan terhalang dari rezeki dan masa depannya suram ?
(sering di dengar oleh kaum santri: kamu kalau mondok mau jadi apa?,
Artinya: imam Abu Hanifah meriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Hasan Az-
Zubaidy, yang menjadi sahabat Rasulullah Saw: “barangsiapa mempelajari Agama
Allah Swt, maka Allah akan menanggung apa yang di kehendakinnya dan juga
rezekinya dari jalan yang tidak di kira sebelumnya”.
Referensi :
(أي وال يغت ّم (ألمر ال ّر زق وال يشغل) من إلشغا ل (قلبه )ث ّم البد لطا لب العلم من التّو ّكل في طلب العلم وال يهت ّم
ي صا حب رسو هللا ّ ¬بذلك) اي بتحصيل الرّزق (رو ى أبو حنيفة رحمة هللا عليه عن عبدد¬ هللا بن الحسن ال ّز بيد
ص م (من تفقّه في دين هللا) أي من صا ر عا لما بأحكام الِ ّشر ع في د ين اإلسال م (كفا ه هللا ه ّمه) أي مقصو ده
ّ (ورزقه من حيث ال يحتسب) أي من مكا ن ال.
يظن الرّزق منه
Artinya : pelajar harus bertawakal dalam menuntut ilmu, jangan goncang/susah karena
masalah rezeki, dan hatinya pun jangan tersibukkan dengan pekerjaan untuk
menghasilkan rezeki, Imam Abu Hanifah meriwayatkan dari shabat Abdullah bin
Hasan Az-Zubaidy, yang menjadi sahabat Rasulullah Saw: “barangsiapa mempelajari
agama Allah Swt maksudnya seseorang yang menjadi alim akan hukum-hukum syariat
dalam permasalahan agama islam, maka Allah akan menanggung apa yang dia
kehendaki dan rezekinya dari jalan yang tidak di kira sebelumnya, maksudnya dari
tempat yang tidak di duga rezeki itu datang darinya.
KH. Hasyim Asy’ari terdorong untuk menulis kitab tersebut di karenakan situasi
pendidikan pada zaman itu, mengalami perubahan dalam perkembangan yang pesat dari
kebiasaan lama (tradisional) berubah menjadi pendidikan baru (modern) di karenakan
pengaruh sistem pendidikan imperialis belanda yang semakin menguat di Indonesia
dalam zaman penjajahan. Dengan hadirnya kitab tersebut akan menjadikan nilai-nilai
moral yang dapat di terpakan untuk mempertahankan bangunan tradisi dalam dunia
pendidikan islam pada umumnya, terutama bagi kalangan pesantren.
Sementara itu KH. Hasyim Asy’ari menulis kitab tersebut di dasari atas
kesadaran akan perlunya ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu adalah kewajiban dan
merupakan pekerjaan agama yang sangat agung dan luhur, oleh karena sebab itu orang
yang mencarinya harus memperlihatkan serta mempraktekkan adab atau etika sopan
santun, dalam konteks ini KH. Hasyim Asyari berkeinginan bahwa dalam melakukan
kegiatan-kegiatan keagamaan harus di sertai dengan perilaku yang sopan dan santun.
kitab Adab Al-alim wa Al-Muta’alim secara keseluruhan terdiri atas delapan bab :
b. etika peserta didik terhadap dirinya yang mesti di camkan dalam belajar.
d. etika peserta didik terhadap pelajaran dan hal hal yang harus di pedomani bersama
pendidik dan teman-teman.
Dengan demikian, persoalan moralitas tidak bisa di lepaskan dari nilai. Karena
penilaian sudah terjadi ketika hubungan masyarakat terjalin satu sama lain. Dan
pemahaman akan nilai tidak mungkin akan dapat di capai manusia secara sekaligus
tetapi berkembang step demi step dalam sejarah kehidupan manusia. Nilai itu praktis
dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melambagakan objektif dalam
masyarakat. Nilai ini merupakan suatu realitas yang sah sebagai suatu cita-cita yang
benar dan berlawanan dengan cita-cita atau bersifat khayali. Walaupun dalam islam
memiliki nilai-nilai samawi yang bersifat absolut dan menyeluruh (universal), islam
masih mengakui adanya nilai tradisional yang di lakukan masyarakat dalam beragama
khususnya islam.
Hal tersebut menurut KH. Abdurrahman Wahid adalah karena tradisi merupakan
warisan yang sangat berharga dari masa lampau, yang harus di lestarikan sejauh
mungkin. Tanpa menghambat tumbuhnya kreatifitas individual.2
Jadi tradisi merupakan karya yang di jalankan secara kelompok yang saling
menguatkan satu sama lain, tradisi mengandung nilai suci dan abadi yang di jadikan
norma serta terjadi terus menerus pada kehidupan manusia. Sedangkan nilai tidak
menentang sunatullah yaitu kedinamisan. Dalam isyarat dinamisasi terbentuknya tradisi
selalu di dasarkan pada kebenaran wahyu yang terdapat dalam Al-Quran dan As-sunnah
sebagai pedoman akar tradisi, yang di jalankan umat islam.
Al-Quran dan As-Sunnah yang di jadikan norma ajaran islam tradisi, dalam
pendapat Amin Abdullah, dinyatakan sebagai aspek universalitas intelektual yang
terletak pada dimensi normativitas-etis yang bersifat mengikat semua pihak.3
Hal itu sebenarnya tidak lepas dari rujukan pandangan hidup ulama yang
memegang tampuk kepemimpinan, yang lebih bercorak pada pendidikan fiqh sufistik
dengan orientasi nilai moral yang sangat menekankan pentingnya kehidupan ukhrawi di
atas duniawi, agama di atas ilmu dan moral di atas akal. Dalam pembinaan akhlak,
perhatian yang cukup besar hendaklah di berikan terhadap pendidikan akhlak anak-
anak. Karena itu anak-anak harus di didik dengan akhlak yang mulia, sedini mungkin
anaka-anak harus mendapatkan pendidikan akhlak mulia, sebab pada pendidikan dini
inilah yang akan berakar kuat dan teratanam dalam hati mereka, agar kelak mereka bisa
menjalankan akhlak yang sudah di ajarakan oleh kedua orang tuannya.
1
Muhaimin dan abdul mujib, pemikiran pendidikan islam kajian filosofis dan kerangka
operasionalisasinya (bandung, Trigenda karya, 1993) h. 136.
2
Abbdurrahman Wahid, Muslim di tengah pergumulan, (Jakarta Bappenes, 1981) Cet 1, h.441.
3
Muhaimin dan abdul mujib, pemikiran pendidikan islam kajian filosofis dan kerangka
operasionalisasinya (bandung, Trigenda karya, 1993) h. 136.
KH. Hasyim Asy’ari tidak sejalan dengan aliran nativisme 4 dan empirisme5
bahkan sangat menentang aliran naturalisme6, yang menganggap bahwa pendidikan
hanya akan merusak pembawaan yang telah ada. Pemikiran pendidikan KH. Hasyim
Asy’ari dalam masalah ini lebih mengarah kepada aliran konvergensi yang berpendapat
bahwa fitrah manusia dan likungan sama-sama saling mempengaruhi dalam membentuk
kepribadian seseorang. Hal ini nampak dalam pandanganya bahwa pendidikan sangat
banyak memberikan andil dalam rangka memperbaiki menyempurnkan dan mendidik
moral manusia.
Oleh karena itu KH. Hasyim Asyari, memberikan perhatian khusus dalam
mendidik melalui pendidikan yang berkhlak dan berbudi pekerti. adapun menurut imam
Al-Ghazali, ukuran atau landasan untuk menentukan baik dan buruk bagi perbuatan
moral adalah syara dan akal. Mengapa pendidikan moral begitu penting di dalam
pendidikan?
Jawaban pertanyaan di atas adalah tolak ukurnya seseorang berilmu atau tidaknya
adalah akhlaknya. Sebagaimana sabda nabi Saw:
Akhlak menduduki tingkat paling atas untuk di pelajari, sebab tujuan yang
paling utama dalam menuntut ilmu adalah menjadikan kita manusia yang mulia
berakhalakul karimah. Baginda nabi pun ketika di utus semata-mata adalah untuk
menyempurnakan akhlak. Sabda Nabi Saw :
Nabi Saw bersabda “sesungguhnya aku di utus karena untuk menyempurnakan akhlak”
Bahkan dalam syariat islam sangat jelas memperhatikan pendidikan anak dari
segi moral, memberikan bimbingan bernilai dalam membekali moral anak dengan moral
dan kebiasaan yang baik.
4
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkemabangan manusia telah di tentukan oleh faktor-faktor
yang di bawa sejak lahir, pembawaan yang telah ada pada waktu di lahirkan itulah yang menetukan hasil
perkembangannya, oleh karena itu menurut nativisme pendidikan tidak dapat mengubahs sifat-sifat
pembawaan. Teori ini di kemukakan oleh Arthur Schopenheur (1715-1771).
5
Aliran ini berpendapat sebaliknya berpendapat bahwa lingkunganlah yang mampu mengubah sifat-sifat
pembawaan manusia, teori ini di kemukakan John Locke (1632-1704).
6
Aliran ini berpendapat bahwa semua anak adalah baik pada waktu lahir tetapi semua akan menjadi
buruk di tangan manusia, teori ini di kemukakan oleh J.J Rousseau (1712-1778).
dilakukan oleh anak didik, diusahakan dan dibiasakan sejak kecil hingga dewasa, untuk
menyongsong kehidupan. Tidak diragukan bahwa keutamaan akhlak dan tingkah laku
serta naluri merupakan buah iman yang meresap dalam pertumbuhan keberagamaan
yang sehat.7
Menurut Frans Magnis Suseno, kata moral selalu mengacu pada baik buruknya
manusia sebagai individu. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari
segi kebaikkannya sebagai manusia. Norma-norma moral merupakan tolak ukur untuk
menetukan benar salahnya sikap dan tindakan manusia di lihat dari segi baik buruknya
sebagai manusia, bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.
Oleh karena itu, KH. Hasyim Asy’ari sebagai seseorang pendidik yang sangat
memperhatikan nilai-nilai moral dan etis, merasa berkewajiban untuk memberikan
arahan-arahan dan nasihat yang berarti bagi penuntut ilmu untuk memperhatikan
perilaku dan sikap hidup yang berlandaskan pada nilai-nilai akhlakul-karimah.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya inti dari akhlak penuntut ilmu
adalah beribadah kepada Allah. Sikap ini akan sendirinya terjewantahkan dalam
kehidupan penuntut ilmu dalam bentuk perilaku hidup tawakal, wara, beramal dengan
mengharapkan ridho Allah Swt, bersyukur dan beristiqomah dalam belajar. Maka akan
tumbuh jiwa yang tangguh, percaya diri, sikap optimis, serta mampu memaksilkan
seluruh potensi yang ada secara kreatif, postif, dinamis dan produktif.
Semoga, santri, pelajar dan mahasiswa tetap bersemangat dalam menuntu ilmu
dengan sunguh-sungguh, kontunitas dan cita cita luhur.
Referensi :
وإليه إل شا رة في القرآن, ث ّم ال ب ّد من الج ّد والموا ظبة والمال ز مة لطا لب العلم: فصل في الج ّد والمواظبة واله ّمة
وقيل من طلب شيأ وج ّد وجد, والّذ ين جا هد وا فينا لنهد ينّهم سبلنا: في قوله تعا لى.
Artinya : fasal sungguh-sungguh, kontinuitas, dan cita-cita luhur, selain itu semua
pelajar juga harus bersungguh-sungguh hati dalam belajar serta tekun atau kontinyu
(terus menerus), dan hal itu di tunjukan dalam firman Allah Swt : “dan orang-orang
yang berjihad untuk mencari keridhaan kami, benar-benar akan kami tunjukan pada
mereka jalan-jalan kami.” (Al-Ankabut 69). Dan dikatakan barang siapa yang
menginginkan sesuatu dan ia bersunguh sungguh maka ia akan menggapainya.
Referensi :
Artinya : tidak boleh tidak, bagi seseorang pelajar harus terus menerus dalam
mempelajari pelajarannya, serta mengulanginya di permulaan malam dan akhir dari
malam itu. Karena diantara waktu isya dan waktu sahur terdapat waktu yang berkah.
*Terus meneruslah belajar, jangan samapai kamu melalaikannya*karena sungguh ilmu
dengan belajar itu akan dicapai dan terus bertambah.
Semoga kita semua dapat meneladani beliau dan diakui sebagai santri beliau, dan
menjadi insan yang berguna bagi bangsa dan agama.