Anda di halaman 1dari 12

Nama : Rifky Andreans

Jurusan : Ilmu Al-Quran & Tafsir

Semester : 4 B

KH. Hasyim Asy’ari & Pendidikan Islam

Kabah pun menjadi saksi pembaiatan. Di hadapan kabah yang menjadi kiblat
muslim dari penjuru dunia. Sekelompok santri dari berbagai Negara, mengucapkan ikrar
mengembangkan syiar islam di negeri masing – masing. Salah satu santri itu adalah
saudara seperguruan yang sudah merampukan ngaji (pendidikan agama). Sekelumit
kisah ikrar saudara seperguruan itu di ungkapkan M Ishom Hadzik. Keturunan KH
Hasyim Asy’ari. Di balik kisah ikrar tersebut menyeburatkan keteguhan serta rasa
himmah yang menjolak pada diri KH. Hasyim Asy’ari untuk mengembangkan ajaran
islam di muka bumi. Sekaligus jalinan erat ukhuwah sesame muslim, kendati berbeda
kulit.

Lahir di desa nggendang dua kilometer sebelah utara Jombang, pada 24


Dzuqo’dah 1287 H (14 februari 1817). KH Hasyim Asy’ari laiknya telah membawa
kebesarannya saat di lahirkan. Nashabnya pun berasal dari kalangan Ulama. Kakeknya
KH. Usman di kenal sebagai ulama besar di masanya yang memiliki pesantren di
Nggendang. Orang tuanya KH. Asyari menyunting Halimah putri KH. Usman yang
kelak menjadi penerus kemasyhuran pesantren Nggendang. Beliau pun tercatat sebagai
keturunan kesepuluh dari Prabu Brawijaya VI.

Saat mengandung KH. Hasyim. Ibunya Halimah bermimpi purnama rebah


kandungannya. Halimah terbangun sembari meenggil mengisahkan mimpinya, kepada
KH. Asy’ari. Sang suami terpesona atas mimpin istrinya. Tabib persalinan merasakan
adanya tanda keistemewaan saat pertama menyaksikan KH. Hasyim Asy’ari. Sang tabib
meramalkan kelak akan menjadi orang besar. Ramalan sang tabib terwujud. Kendati
demikian bukan semata trah yang di wariskan. Menjadikan KH Hasyim Asy’ari di
kenal sebagai Hadratus syeikh. Tapi, rasa himmah belajar dan tekad yang dimiliki,
menempanya menjadi ulama besar.

Dalam sejarah kehidupan masyarakat, pendiikan merupakan suatu kebutuhan


yang paling hakiki bagi kelangsungan hidup manusia. Karena dengan pendidikanlah
manusia mampu mengantarkan hidupnya secara ideal. Pendidkan juga merupakan
penolong utama bagi manusia untuk menjalani hidup ini. Karena tanpa pendidikan,,
manusia sekarang ini tidak akan berbeda dengaan keadaan masa – masa purbakala
dahulu. Sehingga asumsi ini melahirkan teori yang ekstrim, bahwa maju mundurnya
suatu bangsa akan di tentukan oleh keadaan pendidikan yang di jalani bangsa itu.

Dalam perkembangan kebudayaan manusia tumbulah tuntunan akan adanya


pendidikan yang terselenggara lebih baik, lebih teratur, dan di dasarkan atas pemikiran
yang matang dan sisitematis. Manusia ingin lebih mempertanggung jawabkan cara ia
mendidik generasi penerusnya agar lebih berhasil dalam melaksanakan hidupnya dalam
pertemanan, dan perjalanannya dengan sesama manusia dan hubungannya dengan
tuhan. Karena sesungguhnya dalam dunia yang fana (dinamis) ini, masyarakat selalu
mengalami perubahan. Bila tidak turut berubah dan mengikuti zaman justru akan
membahayakan eksistensi masyarakat itu sendiri.

Bahkan dalam pendidikan dalam konsep islam, haruslah dapat mencapai dua hal.

Pertama: mendorong manusia untuk mengenal Tuhannya, sehingga sadar untuk


menyembahnya dengan keyakinan penuh. Menjalankan perintah yang di wajibkan dan
mematuhi syariat serta ketentuan – ketentuan ilahi.

Kedua: mendorong manusia untuk memahami sunnah Allah di alam raya ini,
mengamati bumi dan memanfaatkannya untuk melindungi iman dan agamanya.

Signifikan pendidikan menurut KH. Asy’ari adalah upaya memanusiakan


manusia secara utuh, sehingga manusia bisa taqwa (takut) kepada Allah Swt. Dengan
benar-benar mengamalkan segala perintahnya mampu mengakan keadilan di muka
bumi, beramal shaleh dan mashlahat.

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk mentransfer


sejumlah nilai yang di anut oleh masyrakat suatu bangsa kepada sejumlah subjek didik
melalu proses pembelajaran. Sistem nilai tersebut tertusang dalam sistem pendidikan
yang di rumuskan dalam dasar dasar dan perundang-undangan. Dalam UUD pandangan
filosofi bangsa di antaranya tercermin dalam sistem pendidikan yang di jalankan, oleh
karena itu secara sadar dapat di maklumi bahwa tujuan pendidikan di pengaruhi filsafat
hidup seseorang atau Negara.

Pandangan KH. Hasyim Asy’ari tentang kehidupan selalu beriorentasi pada


landasan islam yang bersumber pada wahyu di samping dalil naqliyah dan pendekatan
diri melalui cara sufi. Dengan begitu, maka dalam menetapkan tujuan pendidikan pun
sesungguhnya tidak lepas dari ideology yang menjadi sandaran berfikirnya.

Sebagaiman tercantum pada kitab Adab Al-‘alim, KH. Hasyim Asy’ari


menyebutkan tujuan pendidikan yaitu :

1. menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

2. insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dari pemahaman akan tujuan pendidikan agama ini. Nampak bahwa KH.
Hasyim Asy’ari tidak menolak ilmu ilmu sekuler (dunia) sebagai suatu syarat untuk
mendapatkan kebahagiaan di dunia. Namun sekali lagi KH. Hasyim tidak menjelaskan
porsi pengetahuan dalam kitab tersebut, atau secara lebih luas mendeskripsikan cakupan
kurikulum pendidikan islam itu sendiri. Beliau hanya menjelaskan hierarki pengetahuan
dalam 3 bagian :

1. ilmu yang tercela dan di larang artinya ilmu pengetahuan yang tidak dapat di
harapkan kegunaannya baik di dunia dan akhirat. Seperti ilmu sihir, hipnotis dll.

2. ilmu pengetahuan dalam keadaan tertentu menjadi terpuji, tetapi jika mendalaminya
tercela artinya ilmu yang sekiranya mendalami akan menimbulkan kekacauan pikiran
dan bahkan akan menyelewengkan akidah imannya, sehingga di khawatirkan
menimbulkan kufur misalnya ilmu filsafat.

3. ilmu pengetahuan yang terpuji yaitu ilmu agama dan berbagai macam ibadah. Ilmu
tersebut dapat mendekatkan diri kepada tuhannya dan mensucikan jiwa. Melepaskan
diri dari perbuatan-perbuatan tercela dan kejam. Membantu mengetahui kebaikan dan
mengajarkan. Sehingga mempersiapkan dunia untuk lading amal akhirat.

Sekilas memahami teks di atas berkesan bahwa ilmu-ilmu sekuler yang menjadi
pemikiran KH. Hasyim Asy’ari. Tidak mendapatkan porsi dalam rumusan di atas, yang
menjadi parakdosal terhadap tujuan yang di gariskan oleh KH. Hasyim Asy’ari sendiri,
bahkan mungkin berlawanan dengan perkembangan Pondok Pesantren Tebu Ireng juga
mengajarkan ilmu-ilmu umum. Mengenai hukum mempelajari ilmu pengetahuan antara
Imam Al-Ghazali dan KH. Hasyim Asy’ari terdapat kesamaan pandangan, yakni :

1. Fardhu ‘Ain artinya kewajiban mencari ilmu di bebankan kepada setiap muslim
(setiap individu).

2. Fardhu Kifayah artinya ilmu yang di perlukan dalam rangka menegakkan urusan
duniawi.

Menurut KH. Hasyim Asy’ari tujuan ilmu pengetahuan adalah mengamalkan.


Demikian ini agar dapat menghasilkan buah dan manfaat sebagai bekal amal untuk
kehidupan di akhirat kelak. Bahkan lebih lanjut di katakan, agar penuntut ilmu dapat
memperoleh ilmu yang beermanfaat maka harus memperhatikan 10 macam adab yaitu :
a. membersihkan hati dari gangguan keimanan dan kedunian seperti sikap sombong,
hasud, pelit dll. b. membersihkan niat. c. tidak menunda menundan kesempatan belajar.
d. bersabar dan bersifat qanaah terhadap segala nikmat dan cobaan. d. pandai mengatur
waktu. e. menyedehanakan makan dan minum. f. bersifat wara. g. menghindari
makanan dan minuman yang bisa menyebabkan kemalasan dan kebodohan. h.
mengurangi waktu tidur. i. istiqomah. j. meninggalkan hal-hal yang kurang manfaat
seperti bermain game Moblie legend, FF, PUBG dll.

Pengamalan seseorang atas ilmu pengetahuan yang dimiliki akan menjadikan


kehidupannya semakin berarti baik di dunia maupun akhirat. Oleh karena itu, apabila
seseorang bisa mengamalkan ilmu penegatahuaannya, maka sesungguhnya ia termasuk
orang yang beruntung. Sebailiknya, jika ia tidak dapat mengamalkan ilmu
pengetahuaanya. Maka sesungguhnya ia termasuk orang yang merugi.

Lebih lanjut di katakan KH. Hasyim Asy’ari bahwa dalam menuntut ilmu perlu
di perhatikan dua hal :

1. bagi santri atau murid hendaknya berniat murni untuk menuntut ilmu jangan sekali-
kali berniat untuk hal duniawi. Niat merupakan gerbang sekaligus pondasi yang
mendasari segala aktivitas belajar. sehingga pada akhirnya kegiatan belajar memiliki
makna dan mempunyai nilai mulia yang mampu mengantarkan pada derajat yang lebih
tinggi dan mulia. Dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim di jelaskan pada fasal 2 yaitu niat di
waktu belajar.

‫فصل في ا لنية في حا ل ا لتعلم‬

: ‫ لقوله عليه ا لصال ة و سال م‬, ‫ثم ال بد له من ا لنية في ز ما ن تعلم ا لعلم إ ذ ا لنية هي ا ال صل في جمع األ حوال‬
‫إ نما ا أل عما ل با لنيا ت حد يث صحيح‬.

Artinya : kemudian wajib adanya niat saat belajar. Sebab niat itu menjadi pokok dari
segala keadaan atau kondisi. Sebagaiman sabda Nabi Saw : sesungguhnya amal
perbuatan itu tergantung niatnnya “hadits Shahih”`

Hakikat niat, apa sebenarnya niat itu ?

Niat adalah kondisi dan sifat sebuah hati, yang tercukupi dengan dua hal yaitu
ilmu dan amal. Referensi :362‫إحيا ء علو م الدد ين ا لجز ء ا لر ا بح ص‬

‫ إعلم أ ّن النّية واإل را دة والقصد عبا رات على متوا رده معني واحد وهو حا لة وصفة‬, ‫بيا ن حقىقة ا لنّية‬
ّ ‫للقلب يكتنفها أمران علم وعمل الحلم يقدمه ألنّه أصله وشرطه والعمل يتّبعه ألنّه ثمرته وفر عه وذلك‬
‫ألن ك ّل عمل‬
‫ي فإ نّه ال يت ّم إالّ بثالثة أمو ر علم وإرادة وقد رة ألنّه ال ير يد اإل نسان ما ال يعلمه‬
ّ ‫أعنى ك ّل حركة وسكون إختيا ر‬
‫فال ب ّد وأن يعلم وال يعمل ما لم يرفال ب ّد من إرادة‬.

Artinya : penjelasan tentang hakikatnya niat, ketahuilah bahwasannya niat, kehendak


dan tujuan maksud itu adalah ungkapan atau istilah atas suatu perkara yang di tuju
dalam satu makna, artinya adalah kondisi dan sifat bagi sebuah hati yang tercukupi oleh
dua hal yaitu ilmu dan amal. Ilmu akan mendahului terhadap munculnya sebuah amal,
karena ilmu merupakan pokok dari sebuah amal dan juga syarat dari amal itu. Dengan
ini, amal akan selalu mengikut pada ilmu, sebab amal merupakan buah dan cabang dari
ilmu, hal tersebut di sebabkan, karena semua amal, maksudnya gerakan dan diam
merupakan sebuah hal yang sifat nya ikhtiyari (bisa di wujudkan dengan usaha), dan
juga amal tidak akan bisa terrealisasikan tanpa adanya tiga hal yaitu ilmu, irodah dan
qudroh. Manusia tidak akan bisa menghendaki terhadap yang ia tidak mengetahuinya,
maka haruslah adanya pengetahuan ilmu. Manusia juga tidak akan melakukan suatu
perkara jika ia tidak menghendakinya, maka harus adanya irodah dan kehendak.

Apa maksud dari hadits ‫إ نما ا أل عما ل با لنيا ت حد يث صحيح‬


Maksud dari kutipan hadits di atas ialah : amal itu tidak di hukumi sah tanpa adanya niat
menurut madzhab Syafiiyah, namun menurut imam Abu Hanifah niat itu mempengaruhi
akan adanya pahala dan balasan tidak sampai menyentuh keabsahan. Referensi :

‫ (لقوله عليه الصّالة والسّالم إنما األ عما ل با لنيا ت) أي صحّة األعما ل با لنيا ت على‬: 19 ‫شرح تعلم المتعلم ص‬
‫مذهب ال ّشا فع ّى و حكم أعمال من الثّوا ب وا لجزاء با نّيا ت على مذهب أبي حنيفة‬.

Artinya : karena adanya sabda Nabi Saw; amal-amal hanya dengan niat, artinya
keabsahan semua amal perbuatan itu dengan memakai niat menurut madzhab Syafi’i
sedangkan menurut madzhab imam Abu Hanifah, artinya hukum dari semua amal
perbuatan yang berupa pahala dan balasan itu tergantung pada niat.

‫ كم من عمل يتصو ر بصو رة أ عما ل الد نيا و يصير بحسن ا لنية من أعما ل ا آل‬,‫و عن ر سو ل ا هلل ص م‬
‫خرة و كم من عمل يتصو ر بصو رة أ عما ل اآل خر ة ثم يصير من أ عما ل ا لد نيا بسو ء ا لنية‬.

Artinya : di riwayatkan dari Rasulullah Saw : banyak amal perbuatan yang berbentuk
amal dunia, lalu menjadi amal yang akhirat karena bagusnya niat. Dan banyak pula
amal yang berbentuk amal akhirat, kemudian menjadi amal dunia karena jeleknya niat.

2. bagi ustadz atau guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya dulu.
Tidak mengharapkan meteri semata-mata. Dan semua yang di ajakaran hendaknya
sesuai dengan tindakan dan perilaku yang di perbuat. Hal ini di jelaskan pula oleh Al-
Zanurji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim nya bahwa penting nya keikhlasan bagi
seorang santri/murid dalam menuntut ilmu.

Dengan demikian, pengertian belajar dalam pandangan KH. Hasyim Asy’ari


tidak lain adalah mengembangkan seluruh potensi baik jasmani maupun rohani untuk
mempelajari, menghayati, mengusai dan mengamalkannya untuk kemanfaatn dunia dan
agama.

Bahkan mengingat peranan belajar yang sangat penting dalam kehidupan


manusia, sampai-sampai KH. Hasyim Asy’ari memberikan arahan yang begitu
mendalam dan sangat detail, khususnya yang berhubungan dengan kesuksesan proses
belajar. Di antaranya ; bagi santri atau murid harus memerhatikan syarat-syarat belajar
yang meliputi :

1. pentingnya menjaga kesehatan bagi seseorang yang bermaksud menuntut ilmu, hal ini
di maksudkan agar dalam mencapai usahanya dapat berjalan dengan lancar hingga
sampai yang di cita-citakan.

2. anjuran untuk menjaga pola makan dalam artian tidak boleh berlebihan dalam
menyederhanakan makanan dan minuman.
Di samping itu menjaga kehalalan dari makanan dan minumam tidak kalah
pentingnya.

3. menjaga kesehatan (olahraga) untuk menjaga kebugaran jasmani dan rohani, karena
pada dasarnya orang yang menuntut ilmu membutuhkan jasmani dan rohani yang sehat
untuk menyerap ilmu agar bisa di akses dengan mudah. Segala bentuk olahraga itu di
perbolehkan, jika tidak menimbulkan kerusakan, tidak ada nuansa judi, menjadi
kebiasaan orang fasik, dan pada umumnya tidak membahayakan. Referensi :

306 ‫حشية البجوري الجزء الثا ني ص‬

‫ و قا ل أيضا ال المسا بقة على البقر‬,‫وكذا سا ىْر انواع الخطير فتحرم إن لم تغلب السال مة وتح ّل إن غلبت السّال مة‬
‫صراع وال ّشا رة ولغطس با لما ء‬ّ ‫أل نّها تحرم با لعو ض وتح ّل بال عوض كما علمت و مثلها في هذا التّفصيل ال‬
‫والسّبا حة والمشي با ألقدام والوقوف على رجل والسا بقة با لسّفن ولعب نحو شطر نج وكرّة محجن‬.

Artinya : demikian halnya semua jenis permainan yang berbahaya hukumnya haram jika
tidak ada jeminan keselamatan diri, dan halal jika keselamatan diri bisa terjamin. Hal
serupa pertandingan di atas sapi, hukumnya haram jika di sertai dengan imbalan dan
halal jika dengan tanpa imbalan. Demikian halnya dengan gulat, jalan kaki, menyelam,
berenang, berdiri di atas sebelah kaki, lomba perahu, catur dan sepak takraw.

4. anjuran untuk beristirahat dan tidur secukupnya, hal ini di maksudkan untuk tetap
menjaga fisik dan mental.

5. hal yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga kebersihan. Makna kebersihan disini
bukan hanya yang bersifat lahiriah akan tetapi bathiniah pun harus selalu di besrsihkan,
jika bathiniahnya bersih lahiriahpun mengikuti.

Berpijak dari pandangan tersebut. KH. Hasyim Asy’ari sesungguhnya memiliki


perhatian yang besar terhadap arti pentingnya ilmu. Beliau tidak mendasarkan pada hal-
hal yang bersifat normatif, namun untuk hal-hal yang bersifat teknis juga tidak luput
dari pengamatanya. Demikian ini di maksudkan agar para penuntut ilmu dapat
memahami betapa besarnya peranan ilmu untuk bekal hidup di masa depan., dan ketika
santri atau murid belajar ilmu agama, Allah Swt akan menanggung rizkinya.

Tawakal atau berserah diri kepada Allah Swt, hal ini sangat di anjurkan bagi
siapa saja terutama bagi seorang santri, namun keyakinan seseorang untuk selalu
bertawakal sangatlah minim, mereka terkadang masih was-was apakah rezekinya akan
tercukupi jika belajar di pesantren, madrasah dan sekolah. Apakah orang yang mengaji
di pesantren, madrasah, sekolah akan terhalang dari rezeki dan masa depannya suram ?
(sering di dengar oleh kaum santri: kamu kalau mondok mau jadi apa?,

Menjawab semua pertanyaan di atas: tentulah tidak karena Allah Swt


menanggung apa yang menjadi keinginannya dan rezekinya sebagai mana sabda nabi:
‫روى أبو حنيفة زحمة هللا عليه عن عبد هللا بن الحسن ال ّز بيدي صا حب رسو ل هللا ص ّل هللا عليه وسلّم "من تفقّة‬
‫في دين هللا كفا هلل ه ّمه ورزقه من حيث ال يحتسب‬.

Artinya: imam Abu Hanifah meriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Hasan Az-
Zubaidy, yang menjadi sahabat Rasulullah Saw: “barangsiapa mempelajari Agama
Allah Swt, maka Allah akan menanggung apa yang di kehendakinnya dan juga
rezekinya dari jalan yang tidak di kira sebelumnya”.

Referensi :

86 ‫شر ح تعليم المتعلم ص‬

(‫أي وال يغت ّم (ألمر ال ّر زق وال يشغل) من إلشغا ل (قلبه )ث ّم البد لطا لب العلم من التّو ّكل في طلب العلم وال يهت ّم‬
‫ي صا حب رسو هللا‬ ّ ¬‫بذلك) اي بتحصيل الرّزق (رو ى أبو حنيفة رحمة هللا عليه عن عبدد¬ هللا بن الحسن ال ّز بيد‬
‫ص م (من تفقّه في دين هللا) أي من صا ر عا لما بأحكام الِ ّشر ع في د ين اإلسال م (كفا ه هللا ه ّمه) أي مقصو ده‬
ّ ‫(ورزقه من حيث ال يحتسب) أي من مكا ن ال‬.
‫يظن الرّزق منه‬

Artinya : pelajar harus bertawakal dalam menuntut ilmu, jangan goncang/susah karena
masalah rezeki, dan hatinya pun jangan tersibukkan dengan pekerjaan untuk
menghasilkan rezeki, Imam Abu Hanifah meriwayatkan dari shabat Abdullah bin
Hasan Az-Zubaidy, yang menjadi sahabat Rasulullah Saw: “barangsiapa mempelajari
agama Allah Swt maksudnya seseorang yang menjadi alim akan hukum-hukum syariat
dalam permasalahan agama islam, maka Allah akan menanggung apa yang dia
kehendaki dan rezekinya dari jalan yang tidak di kira sebelumnya, maksudnya dari
tempat yang tidak di duga rezeki itu datang darinya.

Sebagai pendiri Nahdlatul Ulama. KH. Hasyim Asy’ari di gambarkan sebagai


seseorang Tradisionalis dan konservatif. Penilaian ini dapat di pahami dan di mengerti
berdasarkan sikap Tradisional Nahdlatul Ulama sendiri. Suatu julukan yang berdasarkan
reaksi NU pada masa awal perkembangannya. Sikap awal NU agak menolak tantangan-
tantangan dunia modern serta mentoleransi praktek islam sinkretik dan berpegang teguh
madzhab Fiqh.

Penelusuran sejarah intelektual KH. Hasyim Asy’ari di Timur tengah


memperlihatkan paradigma berpikir yang di bangun KH. Hasyim Asy’ari berbeda denga
KH. Ahmad Dahlan yang lebih memilih gerakan purifikasi pembaharuan pemikiran
islam. KH. Hasyim Asy’ari lebih di pengaruhi oleh sikap Tradisionalisme dengan
menghargai beberapa unsur Reformasi dari Syaikh Ahmad Khatib. Stand point dan
paradigma ini mempengaruhi KH. Hasyim Asy’ari baik dalam karyanya maupun
kependidikan. Dengan pandangan Tradisioanlisme yang di pertahankannya, KH.
Hasyim Asy’ari banyak mengadopsi pendidikan islam klasik lebih mengedepankan
normativitas. Tradisi belajar mengajar, dan etika dalam belajar mengajar, yang di
pandang mengantarkan islam pada masa kejayaannya . dan ini terbukti karyanya yang
berupa risalah khusus yang membahas berbagai konsep kependidikan tersusun secara
khusus dalam kitab Adab Al-alim wa Al-Muta’alim.
Dalam tulisannya yang di mulai tentang signifikan ilmu dan pendidikian,
kemudian keutamaan ilmuwan dan para ulama, ini menunjukan bahwa ada sanad yang
berhubungan dengan pendahulunya, terutama Imam Al-Ghazali yang banyak di jadikan
kiblat kaum tradisionalis, khususnya yang berkaitan dalam masalah adab dan etika.

KH. Hasyim Asy’ari terdorong untuk menulis kitab tersebut di karenakan situasi
pendidikan pada zaman itu, mengalami perubahan dalam perkembangan yang pesat dari
kebiasaan lama (tradisional) berubah menjadi pendidikan baru (modern) di karenakan
pengaruh sistem pendidikan imperialis belanda yang semakin menguat di Indonesia
dalam zaman penjajahan. Dengan hadirnya kitab tersebut akan menjadikan nilai-nilai
moral yang dapat di terpakan untuk mempertahankan bangunan tradisi dalam dunia
pendidikan islam pada umumnya, terutama bagi kalangan pesantren.

Sementara itu KH. Hasyim Asy’ari menulis kitab tersebut di dasari atas
kesadaran akan perlunya ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu adalah kewajiban dan
merupakan pekerjaan agama yang sangat agung dan luhur, oleh karena sebab itu orang
yang mencarinya harus memperlihatkan serta mempraktekkan adab atau etika sopan
santun, dalam konteks ini KH. Hasyim Asyari berkeinginan bahwa dalam melakukan
kegiatan-kegiatan keagamaan harus di sertai dengan perilaku yang sopan dan santun.
kitab Adab Al-alim wa Al-Muta’alim secara keseluruhan terdiri atas delapan bab :

a. keutamaan ilmu dan ilmuwan serta pembelajaran.

b. etika peserta didik terhadap dirinya yang mesti di camkan dalam belajar.

c. etika seseorang peserta didik terhadap pendidik.

d. etika peserta didik terhadap pelajaran dan hal hal yang harus di pedomani bersama
pendidik dan teman-teman.

e. etika yang harus di perhatikan bagi pendidik terhadap dirinya.

f. etika pendidik terhadap pelajaran.

g. etika pendidik terhadap peserta didik.

h. etika menggunakan literatur yang merupakan alat belajar.

Dari delapan bab di atas dapat di klasifikasikan kedalam 3 macam yaitu : 1.


Kelebihan ilmu dan ilmuwan. 2. Tanggung jawab dan tugas peserta didik. 3. Tanggung
jawab dan tugas pendidik. Dengan demikian perean pendidikan di samping berfungsi
mengembangkan produktivitas dan kreativitas, juga berperan besar dalam upaya
mengembangkan moralitas dan penanaman nilai nilai insani dan ilahi. Bahkan dalam hal
ini Noeng Muhajir menjelaskan bahwa masyarakat bisa survive di sebabkan adanya
komitmen pada nilai-nilai moral. Sehingga dalam pandangan Athiyah al-Abrasyi,
pendidikan moral adalah ruh dalam pendidikan islam. Muhaimin dan Abdul Mujib
menyatakan bahwa makna pendidikan islam adalah proses transformasi dan internalisasi
ilmu pengetahuan nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan
pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup
dalam segala aspeknya.1

Dengan demikian, persoalan moralitas tidak bisa di lepaskan dari nilai. Karena
penilaian sudah terjadi ketika hubungan masyarakat terjalin satu sama lain. Dan
pemahaman akan nilai tidak mungkin akan dapat di capai manusia secara sekaligus
tetapi berkembang step demi step dalam sejarah kehidupan manusia. Nilai itu praktis
dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melambagakan objektif dalam
masyarakat. Nilai ini merupakan suatu realitas yang sah sebagai suatu cita-cita yang
benar dan berlawanan dengan cita-cita atau bersifat khayali. Walaupun dalam islam
memiliki nilai-nilai samawi yang bersifat absolut dan menyeluruh (universal), islam
masih mengakui adanya nilai tradisional yang di lakukan masyarakat dalam beragama
khususnya islam.

Hal tersebut menurut KH. Abdurrahman Wahid adalah karena tradisi merupakan
warisan yang sangat berharga dari masa lampau, yang harus di lestarikan sejauh
mungkin. Tanpa menghambat tumbuhnya kreatifitas individual.2

Jadi tradisi merupakan karya yang di jalankan secara kelompok yang saling
menguatkan satu sama lain, tradisi mengandung nilai suci dan abadi yang di jadikan
norma serta terjadi terus menerus pada kehidupan manusia. Sedangkan nilai tidak
menentang sunatullah yaitu kedinamisan. Dalam isyarat dinamisasi terbentuknya tradisi
selalu di dasarkan pada kebenaran wahyu yang terdapat dalam Al-Quran dan As-sunnah
sebagai pedoman akar tradisi, yang di jalankan umat islam.

Al-Quran dan As-Sunnah yang di jadikan norma ajaran islam tradisi, dalam
pendapat Amin Abdullah, dinyatakan sebagai aspek universalitas intelektual yang
terletak pada dimensi normativitas-etis yang bersifat mengikat semua pihak.3

Hal itu sebenarnya tidak lepas dari rujukan pandangan hidup ulama yang
memegang tampuk kepemimpinan, yang lebih bercorak pada pendidikan fiqh sufistik
dengan orientasi nilai moral yang sangat menekankan pentingnya kehidupan ukhrawi di
atas duniawi, agama di atas ilmu dan moral di atas akal. Dalam pembinaan akhlak,
perhatian yang cukup besar hendaklah di berikan terhadap pendidikan akhlak anak-
anak. Karena itu anak-anak harus di didik dengan akhlak yang mulia, sedini mungkin
anaka-anak harus mendapatkan pendidikan akhlak mulia, sebab pada pendidikan dini
inilah yang akan berakar kuat dan teratanam dalam hati mereka, agar kelak mereka bisa
menjalankan akhlak yang sudah di ajarakan oleh kedua orang tuannya.
1
Muhaimin dan abdul mujib, pemikiran pendidikan islam kajian filosofis dan kerangka
operasionalisasinya (bandung, Trigenda karya, 1993) h. 136.
2
Abbdurrahman Wahid, Muslim di tengah pergumulan, (Jakarta Bappenes, 1981) Cet 1, h.441.
3
Muhaimin dan abdul mujib, pemikiran pendidikan islam kajian filosofis dan kerangka
operasionalisasinya (bandung, Trigenda karya, 1993) h. 136.
KH. Hasyim Asy’ari tidak sejalan dengan aliran nativisme 4 dan empirisme5
bahkan sangat menentang aliran naturalisme6, yang menganggap bahwa pendidikan
hanya akan merusak pembawaan yang telah ada. Pemikiran pendidikan KH. Hasyim
Asy’ari dalam masalah ini lebih mengarah kepada aliran konvergensi yang berpendapat
bahwa fitrah manusia dan likungan sama-sama saling mempengaruhi dalam membentuk
kepribadian seseorang. Hal ini nampak dalam pandanganya bahwa pendidikan sangat
banyak memberikan andil dalam rangka memperbaiki menyempurnkan dan mendidik
moral manusia.

Oleh karena itu KH. Hasyim Asyari, memberikan perhatian khusus dalam
mendidik melalui pendidikan yang berkhlak dan berbudi pekerti. adapun menurut imam
Al-Ghazali, ukuran atau landasan untuk menentukan baik dan buruk bagi perbuatan
moral adalah syara dan akal. Mengapa pendidikan moral begitu penting di dalam
pendidikan?

Jawaban pertanyaan di atas adalah tolak ukurnya seseorang berilmu atau tidaknya
adalah akhlaknya. Sebagaimana sabda nabi Saw:

‫من ال أد ب له ال علم له‬

Artinya : “ seorang tidak bermoral, berarti tidak berilmu “

Akhlak menduduki tingkat paling atas untuk di pelajari, sebab tujuan yang
paling utama dalam menuntut ilmu adalah menjadikan kita manusia yang mulia
berakhalakul karimah. Baginda nabi pun ketika di utus semata-mata adalah untuk
menyempurnakan akhlak. Sabda Nabi Saw :

‫ إنّما بثت أل ت ّمم مكا رم األخلق‬: ‫قا ل رسول هللا ص م‬.

Nabi Saw bersabda “sesungguhnya aku di utus karena untuk menyempurnakan akhlak”

Bahkan dalam syariat islam sangat jelas memperhatikan pendidikan anak dari
segi moral, memberikan bimbingan bernilai dalam membekali moral anak dengan moral
dan kebiasaan yang baik.

Menurut Abdullah Nashih Ulwan mengatakan bahwa pendidikan moral


merupakan serabgkaian sendi moral, keutamaan tingkah laku dan naluri yang wajib

4
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkemabangan manusia telah di tentukan oleh faktor-faktor
yang di bawa sejak lahir, pembawaan yang telah ada pada waktu di lahirkan itulah yang menetukan hasil
perkembangannya, oleh karena itu menurut nativisme pendidikan tidak dapat mengubahs sifat-sifat
pembawaan. Teori ini di kemukakan oleh Arthur Schopenheur (1715-1771).
5
Aliran ini berpendapat sebaliknya berpendapat bahwa lingkunganlah yang mampu mengubah sifat-sifat
pembawaan manusia, teori ini di kemukakan John Locke (1632-1704).

6
Aliran ini berpendapat bahwa semua anak adalah baik pada waktu lahir tetapi semua akan menjadi
buruk di tangan manusia, teori ini di kemukakan oleh J.J Rousseau (1712-1778).
dilakukan oleh anak didik, diusahakan dan dibiasakan sejak kecil hingga dewasa, untuk
menyongsong kehidupan. Tidak diragukan bahwa keutamaan akhlak dan tingkah laku
serta naluri merupakan buah iman yang meresap dalam pertumbuhan keberagamaan
yang sehat.7

Menurut Frans Magnis Suseno, kata moral selalu mengacu pada baik buruknya
manusia sebagai individu. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari
segi kebaikkannya sebagai manusia. Norma-norma moral merupakan tolak ukur untuk
menetukan benar salahnya sikap dan tindakan manusia di lihat dari segi baik buruknya
sebagai manusia, bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.

Oleh karena itu, KH. Hasyim Asy’ari sebagai seseorang pendidik yang sangat
memperhatikan nilai-nilai moral dan etis, merasa berkewajiban untuk memberikan
arahan-arahan dan nasihat yang berarti bagi penuntut ilmu untuk memperhatikan
perilaku dan sikap hidup yang berlandaskan pada nilai-nilai akhlakul-karimah.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya inti dari akhlak penuntut ilmu
adalah beribadah kepada Allah. Sikap ini akan sendirinya terjewantahkan dalam
kehidupan penuntut ilmu dalam bentuk perilaku hidup tawakal, wara, beramal dengan
mengharapkan ridho Allah Swt, bersyukur dan beristiqomah dalam belajar. Maka akan
tumbuh jiwa yang tangguh, percaya diri, sikap optimis, serta mampu memaksilkan
seluruh potensi yang ada secara kreatif, postif, dinamis dan produktif.

Semoga, santri, pelajar dan mahasiswa tetap bersemangat dalam menuntu ilmu
dengan sunguh-sungguh, kontunitas dan cita cita luhur.

Referensi :

‫ وإليه إل شا رة في القرآن‬,‫ ث ّم ال ب ّد من الج ّد والموا ظبة والمال ز مة لطا لب العلم‬: ‫فصل في الج ّد والمواظبة واله ّمة‬
‫ وقيل من طلب شيأ وج ّد وجد‬,‫ والّذ ين جا هد وا فينا لنهد ينّهم سبلنا‬: ‫في قوله تعا لى‬.

Artinya : fasal sungguh-sungguh, kontinuitas, dan cita-cita luhur, selain itu semua
pelajar juga harus bersungguh-sungguh hati dalam belajar serta tekun atau kontinyu
(terus menerus), dan hal itu di tunjukan dalam firman Allah Swt : “dan orang-orang
yang berjihad untuk mencari keridhaan kami, benar-benar akan kami tunjukan pada
mereka jalan-jalan kami.” (Al-Ankabut 69). Dan dikatakan barang siapa yang
menginginkan sesuatu dan ia bersunguh sungguh maka ia akan menggapainya.

Ketika belajar hendaknya kita mengulangi, mempelajari materi yang telah di


sampaikan oleh ustadz, guru, dan dosen.

Referensi :

51 ‫شر ح تعليم المتعلم ص‬


7
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam Pemilaharaan Kesehatan Jiwa Anak, terj,
Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990) h. 169
‫وال ب ّد لدطا لب العلم من المواظبة على ال ّد رس والتّكرار في اوّل اللّيل وآحره فإ ّن ما بين العشاء ووقت السّحر‬
‫ إلى أن قال * د ا وم على ال ّد رس التفارقه * فا العلم با ال ّد رس قا م وار تفعا‬,‫وقت مبا رك‬.

Artinya : tidak boleh tidak, bagi seseorang pelajar harus terus menerus dalam
mempelajari pelajarannya, serta mengulanginya di permulaan malam dan akhir dari
malam itu. Karena diantara waktu isya dan waktu sahur terdapat waktu yang berkah.
*Terus meneruslah belajar, jangan samapai kamu melalaikannya*karena sungguh ilmu
dengan belajar itu akan dicapai dan terus bertambah.

Sedangkan pepatah inggris berujar “one is never to old, to learn”

Artinya: “tidak ada istilah tua terlambat belajar”

Teruntuk Bpk KH, Hasyim Asy’ari, Al-fatihah

Semoga kita semua dapat meneladani beliau dan diakui sebagai santri beliau, dan
menjadi insan yang berguna bagi bangsa dan agama.

Aamiin ya robbal alamin.

Kurang lebinya mohon maaf, Wallahu ‘Alam.

Anda mungkin juga menyukai