Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik
di Indonesia.(Nur Arif,2015). Demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan
penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella
typhi (Zulkoni, 2011). Penyakit ini erat kaitannya dengan higiene pribadi dan
sanitasi lingkungan, seperti higiene perorangan, higiene makanan, lingkungan
yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum yang kurang serta perilaku
masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. (Depkes RI,2006)
Data WHO (World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di
seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal
karena demam tifoid dan 70% kematiannya terjadi di Asia (WHO, 2008 dalam
Depkes RI, 2013). Di Indonesia sendiri, penyakit ini bersifat endemik. Menurut
WHO 2008, penderita dengan demam tifoid di Indonesia tercatat 81,7 per
100.000 (Depkes RI, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010
penderita demam tifoid dan paratifoid yang dirawat inap di Rumah Sakit
sebanyak 41.081 kasus dan 279 diantaranya meninggal dunia (Depkes RI, 2010).
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan
insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum
memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang
memenuhi syarat kesehatan lingkungan.(Sudoyo,Dkk,2010)
Usaha penanggulangan demam tifoid meliputi pengobatan dan
pencegahan. Pencegahan demam tifoid terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan
tersier. Untuk mendukung keberhasilan penanggulangan demam tifoid diperlukan
data lapangan yang lengkap dan akurat melalui kegiatan surveilans.(Rahmawati,2010)
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan kriteria di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah
“Bagaimana asuhan keperawatan Demam Tifoid?”

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Demam Tifoid
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendefinisikan Demam Tifoid.
b. Mahasiswa mampu menyusun pengkajian pada pasien demam tifoid.
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnose pada pasien demam tifoid
d. Mahasiswa mampu membuat perencanaan pada pasien demam tifoid
C. Manfaat
1. Mampu memahami konsep dasar demam tifoid
2. Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada klien
demam tifoid
D. Sistematika Penulisan
Pada makalah ini sistematika penulisan meliputi :
1. Bab 1 Pendahuluan Terdiri Dari: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penulisan, Manfaat Penulisan, Sistematika Penulisan, Teknik Pengumpulan Data
2. Bab 2 Tinjauan Pustaka Terdiri Dari :
a. Konsep Dasar Demam Tifoid meliputi: Pengertian, Etiologi, Klasifikasi,
Patofisiologi, Manifestasi klinik, Komplikasi, Pemeriksaan penunjang,
Penatalaksanaan
b. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demam Tifoid meliputi:
Pengkajian, Perumusan Diagnosa, Perencanaan
3. Bab 3 Terdiri Dari: Kesimpulan, Saran
E. Teknik Pengumpulan Data
Studi perpustakaan yang dilakukan dengan cara penggunaan buku-buku dan jurnal
sumber untuk mendapatkan landasan teori yang berkaitan dengan kasus yang di dapat,
sehingga dapat membandingkan teori dengan fakta dilahan praktik.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Demam Thypoid


1. Definisi
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan,ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endothelia
atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit
monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan dapat menular
pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi.(Nurarif & Kusuma,
2015)
Demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini erat
kaitannya dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan, seperti higiene
perorangan, higiene makanan, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat
umum yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk
hidup sehat.(Seran,dkk 2015)

2. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-
negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan
dengan resistensi terhadap multiple antibiotic.(Nurarif & Kusuma, 2015)
3. Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella typhi (S. Typhi) dan Salmonella paratyphi (S.
Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa
(IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M)
dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan

3
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum
distal dan kemudian di kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh
organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasibsetelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskular, Gangguan mental, dan koagulasi.
Didalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan (S. Typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitifitas tipe lambat,
hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Pendarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyerinyang sedang mengalami nekrosis
dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di usus. Proses patologis
jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat
mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, pernafasan,
dan gangguan organ lainnya.(Sudoyo,dkk 2010)

4
4. Pathway

Kuman Salmonella typhi Lolos dari asam


masuk ke saluran lambung
gastrointestinal Malaise, perasaan tidak
enak badan, nyeri
Bakteri masuk usus abdomen
halus

Komplikasi intestinal:
Pembuluh limfe inflasi pendarahan usus,
perforasi usus (bag,
distal ileum),
Peredaran darah Masuk retikulo peritonituis
(bakteri primer) endothelial (RES)
terutama hati dan

Inflasi pada hati dan Masuk kealiran darah


limfa Empedu
(bakteremia sekunder

Rongga usus pada kel.


endotoksin
Limfoid halus

Terjadi kerusakan sel


Hepatomegali Pembesaran limfa

Merangsang melepas
Nyeri tekannyeri akut Splenomegali zat epirogen oleh
leukosit

Mempengaruhi pusat
Lase plak peyer Penurunan mobilitas usus thermoregulator
dihipotalamus

Erosi Penurunan peristaltic


usus Ketidakefektifan
termoregulasi

5
Konstipasi Peningkatan asam
lambung

Resiko kekurangan Anoreksia mual muntah


volume cairan

Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
Perdarahan masif Nyeri kebutuhan tubuh

Komplikasi perforasi
dan perdarahan usus

6
5. Manifestasi Klinis
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan
terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis
penyakit ini sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada
kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan
diagnosis.
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis
yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik
hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan
meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1 0C tidak
diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di
tengah, teoi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa samnolen, stupor, koma, delirium, dan psikosis. Roseolae
jarang ditemukan pada orang Indonesia.(Sudoyo,dkk 2010)
Manifestasi klinis (Nurarif & Kusuma,2015):
1. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-15 hari
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor dan koma
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epistaksis
10. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor)
11. Hepatomegali, splenomegali, meteroismus
12. Gangguan mental berupa samnolen

7
13. Delirium dan psikosis
14. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda dengan
disertai syok dan hipotermia.

6. Komplikasi
a. Komplikasi Intestinal
1) Pendarahan intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memenjang terhadap sumbu usus.
Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
pendarahan.selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi
dapat terjadi. Selain karena faktor luka, pendarahan juga dapat terjadi karena
gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor.
2) Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala
umum demam tipoid yang biasa terjadi maka penderita demam tipoid dengan
perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan
bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-
tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati
terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-
tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan
dapat shock. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya
perforasi.
b. Komplikas Ekstra-Intestinal
1) Komplikasi hematologi
Komplikasi hematologi berupa trombositopenia, hipofibrino-genemia,
peningkatan pritombintime, peningkatan pertial trombloplastintime,
peningkatan fibrindegradration products sampai koagulasi intravaskuler
diseminata (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tipoid.
Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi karena
menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau
meningkatnya destruksi trombosit disistem retikulo endo telial. Obat-obatan
juga memegang peranan.

8
2) Hepatitis tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus dengan
demam tipoid dan lebih banyak dijumpai karena S.tyhi dari pada S.paratyphi
Unatuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus,
malaria,atau amuba makaperlu diperhatikan kelainan fisik, parameter
laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. pada demam tipoid keneikan
enzim transaminase tidak relefan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk
membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi
pada pasien dengan mal nutrisi dan system imun yang kurang. Meskipun
sangat jarang, komplikasi hepato ensefalopati dapat terjadi.
3) Pankreatitis tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid. Pankkreatitis
sendiri dapat disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus, bakteri, cacing,
maupun zat-zat farmakologik. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta
ultrasonografi/CT-Scan dapat membantu diagnosis penyakit ini dengan
akurat.penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan
pankreatitis pada umumnya, antibiotik yang diberikan adalah antibiotik
intravena seperti seftriakson atau kuinolon.
4) Miokarditis
Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan kelainan
elektrokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien dengan
miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan
sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik.
5) Manifestasi Neuropsikiatrik/Tifoid Toksik
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang,
semi-koma atau koma, parkinson rigidity/transient parkinsonism, sindrom otak
akut, mioklorus generalisata, meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut,
hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis,perifer, sindrom guilain-
barre, dan psikosis. Terkadang demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis
berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis,
delirium, somnolen, sopor atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan
neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas
normal.

9
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leokopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
c. Pemeriksaan Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Slmonella
typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka
penderita membuat antibodi (aglutinin)
d. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella
typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari le-3 dan 4 terjadinya demam
(Sudoyo,dkk 2010)

8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid (Sudoyo,dkk 2010),
yaitu :
a. Istirahat dan perawatan
Dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuahan. Tirah
baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat sepeeti makan, minum, mandi,
buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur,
pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap
perlu diperhatikan dan dijaga
b. Diet dan terapi penunjang

10
Dengan tujuan mengembalikan rasavnyaman dan kesehatan pasien secara
optimal. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan
umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan
menjadi lama.
Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan
diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur
saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran
cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus
diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat
dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara
sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien deman tifoid.
c. Pemberian antimikroba
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid
adalah sebagai berikut :
 Kloramfenikol
 Tiamfenikol
 Kotrimoksazol
 Ampisilin dan amoksilin
 Sefalosporin generasi ketiga
 Golongan fluorokuinolon
Menurut Nurarif,2015 :
1. Non Farmakologi
 Bed rest
 Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat.
2. Farmakologi
 Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral
atau IV selama 14 hari
 Bila ada kontraindikasi diberikan ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari,
terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena saat belum dapat minum obat,
selama 21 hari, atau amoksilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam

11
3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama21 hari kontrimoksasol dengan dosis
(tpm) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian oral, selama 14 hari
 Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 5 mg/kgBB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena,selama
5-7 hari
 Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.

12
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien Demam Tifoid
1. Pengkajian
a. Identitas
Tifoid umumnya menyerang segala umur dan segala jenis kelamin (laki-
laki maupun perempuan) tetapi lebih sering menyerang pada anak (Mansjoer,
2009: 67).
b. Keluhan utama
Pada pasien tifoid mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu
makan menurun, panas dan demam. (Haryono, 2012 : 71).
c. Alasan masuk rumah sakit
Pasien dengan tifoid biasanya terjadi demam naik turun, disertai mual
muntah, dan penurunan nafsu makan (Suratun, 2010).
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu divalidasi tentang adanya riwayat penyakit tifoid, dan penyakit
lainya(Muttaqin, 2010 : 491).
e. Riwayat penyakit sekarang
Pada umunya pasien tifoid mengalami demam, anorexia, mual, muntah,
diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala atau pusing,
nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai
koma(Haryono, 2012 : 72).
f. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu validasi tentang adanya keluarga ada yang pernah menderita tifoid atau
sakit yang lainya(Muttaqin, 2010: 491).
A. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Biasanya pada pasien tifoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual,
perut tidak enak, anorexia(Haryono, 2012 : 73).
2. Tanda-tanda vital
Pada fase infeksi 7-14 hari didapatkan suhu tubuh meningkat 39-41ºC pada
malam hari dan biasanya turun pada pagi hari. Pada pemeriksaan nadi
didapatkan penurunan frekuensi nadi bradikardi relatif(Muttaqin, 2010 : 491).

13
B. Pemeriksaan body sistem
1) Sistem persyarafan
Pada pasien dengan dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan pefusi
serebral dengan manifestasi sakit kepala, perasaan lesu, gangguan
mental seperti halusinasi dan delirium. Pada beberapa pasien bisa
didapatkan kejang umum yang merupakan respons terlibatnya system
saraf pusat oleh infeksi tifus abdominalis. Didapatkan ikterus pada
sklera terjadi pada kondisi berat(Muttaqin, 2013 : 492).
2) Sistem pernafasan
Sistem pernafasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan, tetapi
akan mengalami perubahan apabila terjadi respons akut dengan gejala
batuk kering. Pada kasus berat biasanya didapatkan adanya komplikasi
tanda dan gejala pneumonia(Haryono, 2012: 76).
3) Sistem penginderaan
Pada pasien tifoid biasanya mengalami gangguan penglihatan saat
terjadi gangguan kesadaran(Haryono, 2013: ).
4) Sistem kardiovaskuler dan hematologi
Penurunan tekanan darah, keringat dingin, dan diaphoresis sering
didapatkan pada minggu pertama. Kulit pucat dan akral dingin
berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin. Pada minggu
ketiga, respons toksin sistemik bisa mencapai otot jantung dan terjadi
miokarditis dengan manifestasi dengan penurunan curah jantung
dengan tanda denyut nadi lemah, nyeri dada, dan kelemahan
fisik(Brush, 2009 : 492).
5) Sistem pencernaan
Pada pasien typoid biasanya terjadi distensi abdomen, hal ini terjai karena
adanya pembesaran pada limpa dan hati, peristaltik meningkat karena
terjadi peningkata asam lambung.Dan peristaltik menurun pada keadaan
terjadi peritonitis atau ileus (Nursalam, 2005: 154).
6) Sistem perkemihan
Pada kondisi berat akan didapatkan penurunan urin output respons dari
penurunan curah jantung(Muttaqin, 2010 : 491).

14
7) Sistem reproduksi
Pada pasien typoid yang sudah menikah akan terjadi penurunan
frekuensi atau menghindari aktifitas seksual karena dianjurkan bed rest
atau tirah baring(Suratun, 2010: 128).
8) Sistem muskuluskeletal
Respons sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik umum,
dan didapatkan kram otot ekstremitas(Hidayat, 2011 : 86-87).
9) Sistem integumen
Pemeriksaan integument didapatkan kulit kering, turgor kulit
menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam, dan yang
terpenting sering didapatkan tanda roseola (bintik merah pada leher,
punggung dan paha). Reseola merupakan suatu nodul kecil sedikit
menonjol dengan diameter 2-4 mm, berwarna merah, pucat serta
hilang pada penekanan, lebih sering terjadi pada akhir minggu
pertama dan awal minggu kedua. Reseola ini merupakan emboli
kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella dan
terutama didapatkan di daerah perut, dada, dan terkadang di bokong
maupun bagian fleksor dari lengan atas(Crumm, 2008 : 492).
10) Sistem endokrin
Pada pasien typoid tidak ada gangguan pada endokrin kecuali ada
kelainan hormone(Haryono, 2012: 73).
C. Pemeriksaan penunjang tifoid
Menurut Suratun, 2010: 124-125
a. Pemeriksaan darah tepi
1) Eritrosit: Kemungkinan terdapat anemia karena terjadi gengguan
absorpsi ke usus halus karena adanya inflamasi, hambatan karena
pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang atau adanya perforasi usus.
2) Leokopenia polimorfonuklear (PMN) dengan jumlah leukosit antara
3000-4000/mm³, dan jarang terjadi kadar leukosit ≤ 3000/mm³.
3) Trombositopenia, biasanya terjadi pada minggu pertama (depresi
fungsi sumsum tulang dan limpa).
b. Pemeriksaan urin, didapatkan proteinuria ringan (≤ 2 gr/liter) dan
leukosit dalam urine.

15
c. Pemeriksaan tinja, kemungkinan terdapat lendir dan darah karena
terjadi perdarahan usus dan perforasi. Biakan tinja untuk menemukan
salmonella dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin
pada minggu ketiga dan ke empat.
d. Pemeriksaan bakteriologis, diagnosis pasti bila dijumpai kuman
salmonella pada biakan darah tinja, urine, cairan empedu dan sumsum
tulang.
e. Pemeriksaan serologis yakni pemeriksaan widal. Test widal
merupakan reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody (aglutinin).
Selain itu tes widal (O dan H agglutinin) mulai positif pada hari ke
sepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya
penyakit.
f. Pemeriksaan radiologi, pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada
kelainan atau komplikasi akibat demam typhoid.
D. Penatalaksanaan
Di kutip dari Darmawan, 2010 : 112
a. Medik
1) Isolasi pasien, desinfeksi pakaiyan dan eksreta.
2) Perawatan yang baikuntuk menghindari komplikasi, mengingat sakit
yang lama, lemah anorexia.
3) Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu mencegah
perdarahan usus, setelah suhu tubuh kembali normal.
4) Diet : TKTP (tinggi kalori tinggi protein), tidak mengandung serat, tidak
merangsang dan tidak menimbulkan gas, susu 2× satu gelas. Diittifusakut
: Bubur saring, setelah demam turun diberi bubur kasar 2 hari,
kemudian nasi tim dan nasi biasa setelah bebas demam 7 hari.
b. Terapi obat pilihan
1) Golongan Kloramfenikol (tiampenikol) dosis tinggi yaitu 100
mg/kg/BB/hari oral.
2) Golongan Sefalosporin (ceftriaxone, cefotaxime)
3) Golongan Penisilin (amoxilin dan ampixilin)
4) TMP-SMX (kotrimosasol)
5) Golongan Sefalosporin (Cefixime)

16
2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Hipertermi b.d. proses
penyakit d.d. suhu tubuh
diatas nilai normal
38,90C
2 Nyeri akut b.d. agen
pencedera fisik d.d.
pasien mengeluh nyeri,
tampak meringis,
bersikap protektif,
gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur
3 Defisit Nutrisi b.d.
ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien
d.d. berat badan menurun
minimal 10% dibawah
rentang ideal (sebelum
sakit 40 kg, setelah sakit
32 kg)
4 Intoleransi aktifitas b.d.
kelemahan d.d. Pasien
mengeluh lelah,
frekuensi jantung
meningkat >20% dari
kondisi istirahat

17
Skenario Pasien dengan Demam Tifoid :

An.C, umur 14 tahun, datang ke RSUD Merauke dengan keluhan demam berkelanjutan
disertai mual muntah, nyeri ulu hati dan nafsu makan menurun dan konstipasi sejak 5 hari
yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, suhu tubuhnya 38,90C, denyut nadi 60x/menit, tekanan
darah 100/60 mmHg, gerak nafas 20x/menit, ada lapisan pada lidah (coated tongue) dan nyeri
pada epistrik pada saat palpasi. Si pasien melakukan tes laboratorium dengan hasil Hb: 12
mg/dl, WBC (White Blood Cells/sel darah putih): 4500/mm3, ESR (Erytrocyt Sedimen
Rate/Kadar sedimen Eritrosit): 12 mm/jam, haematokrit 36 mg%, trombosit 210.000/mm3,
Widal test Thypii O: 1/320, Parathypii H: 1/640.

18
Analisa Data
No. Kelompok Data Etiologi Masalah
1. DS : Salmonella typhi Hipertermi
Pasien mengatakan
demam pada Masuk melalui makanan
malam hari dan dan minuman
turun pada pagi hari.
DO : Saluran pencernaan
Badan panas
Suhu 38,9ºC Masuk lambung
Akral hangat
RR 20x/menit Berkembang biak
Nadi 80x/menit
Endotoksin

Merangsang zat pirogen


dalam darah

Mempengaruhi
termoregulasi di
hipotalamus

Hipertermi

2. DS : Salmonella typhi Resiko nutrisi


Pasien mengatakan kurang dari
mual pada Masuk melalui makanan kebutuhan
perutnya. dan minumam
DO :
BB awal : 58 kg. Saluran Pencernaan
BB sakit : 57 Kg.
Konjungtiva pucat. Masuk lambung
Pasien tampak lemah.

19
Muntah 2x pada Berkembang biak
hari pertama.
BAB cair 2x (tanpa Peradangan pada gaster
ampas) pada hari dan usus halus
pertama.
BU 12x/menit. Merangsang mual
Mukosa pucat
Anorexia

Intake tidak kuat

Resiko nutrisi kurang dari


kebutuhan
3. DS : Salmonella typhi Gangguan rasa
Pasien mengatakan nyaman nyeri
nyeri pada perutnya Masuk melalui makanan
(ulu hati). dan minumam
DO :
Tampak Saluran Pencernaan
menyeringai
Gelisah Masuk lambung
Muka tampak pucat
TD : 100/60 Sebagian bakteri masuk
mmHg ke usus halus
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit Berkembang biak
Skala nyeri 3-5 ke plak payeri
(sedang)
Kelenjar limfoid, limpa,hati

Makrofag

Jaringan rapuh

20
Perforasi usus

Nyeri

1. Implementasi
1. Melakukan pendekatan terapeutik dengan pasien dan keluarga.
2. Menjelaskan pada pasien tentang tidakan-tindakan yang akan dilakukan
terhadap dirinya.
3. Melakukan konseling untuk persetujuan menandatangani inform consent
kepada keluarga atas tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.
4. Mendampingi dokter melakukan tindakan pemeriksaan dalam.
5. Memberikan konseling kepada pasien tentang cara perawatan yang baik.

2. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Pasien dapat mengendalikan nyeri
2. Kebutuhan nutrisi pasien tercukupi
3. Pasien dapat mempertahankan body image positif
4. Tidak ada tanda-tanda infeksi
5. Pasien dapat mengetahui penyakitnya dan menerima pengobatan dengan baik.

BAB 3
21
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak
diperkirakan 800/100.000 penduduk per tahun, tersebar dimana-mana, dan ditemukan
hamper sepanjang tahun.
Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering
pada anak besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting
melakukan pengenalan dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama : Demam
yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat / kesadaran.

B. Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan maka kami dapat memberikan saran
untuk selalu menjaga kebersih lingkungan , makanan yang dikonsumsi harus higiene
dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.

22
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Kusuma. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction.
Baughman, Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Ahern. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Black, Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

23

Anda mungkin juga menyukai