Anda di halaman 1dari 15

Pengurangan Resiko

Infeksi Terkait
Pelayanan Kesehatan
Anggota Kelompok

• Carla Leftungun

• Dian Ratna Sari

• Ira Indriani Toding

• Muhamad Sholekan

• Ratna Saputri

• Rifkal Ananta Widya


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
tantangan praktisi dalam kebanyakan tatanan
pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk
mengatasi infeksi yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar
bagi pasien maupun para profesional pelayanan
kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua
bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran
kemih- terkait kateter, infeksi aliran darah blood
stream infections dan pneumonia sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis. Pokok dari
eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci
tangan hand hygiene yang tepat.
Suatu prosedur tindakan membersihkan tangan
dengan menggunkana sabun/antiseptic dibawah air
mengalir atau dengan menggunakan handsrub
berbasis alcohol

● Handrub higienis
● Cuci tangan higienis
● Antiseptis tangan bedah
Five Moment Hand Hygiene

01 02 03
Sebelum kontak dengan Sebelum tindakan aseptik Setelah terkena cairan
pasien tubuh pasien

04 05
Setelah kontak dengan Setelah kontak dengan
pasien lingkungan pasien
Rantai Penularan
Pengetahuan tentang rantai penularan
infeksi sangat penting karena apabila satu
mata rantai dihilangkan atau rusak, maka
infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Komponen yang diperlukan sehingga
terjadi penularan ada 6 yaitu
1. Agen infeksi ( infektious agrnt ) adalah
mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.
Pada manusia dapat berupa bakteri, virus, ricketsia,
jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :
patogenitas, virulensi, dan jumlah ( dosis atau load )
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat
hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan
kepada orang. Reservoir yang paling umum
adaamanusia, binatang, tuumbuhan, tanah, air dan
bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia yaitu :
kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan
vagina.
3. Port of exit ( pintu keluar ) adalah jalan darimana
agen infeksi meningalkan resevoir. Pintu keluar
meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan,
saluran kemih dan kelamin, kulit dan membran
mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh
lainnya
4. Transmisi ( cara penularannya ) adalah mekanisme bagaimana
transport agen infeksi dari reservoir ke penderita ( yang
suseptibel ). Ada beberapa cara penularan yaitu :

a) Kontak ( contact transmission ) :


● Direct/langsung : kontak badan ke badan tranfer kuman
penyebab secara fisikt pemeriksaan fisik, memandikan pasien
● Inderect/tidak langsung : kontak melalui objek ( benda/alat ).
Perantara : melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak
dicuci.

b) Droplet : partikel droplet > 5 µm melalui batuk, bersin, bicara,


jarak sebar pendek, tidak bertahan lama di udara, “ deposit “
pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut
Contoh : difteria, pertussis, mycoplasma, haemophillus
influenza type b ( hib ), virus influenza, mumps, rubella.
c) Airborne : partikel kecil ukuran ≤ 5 µm, bertahan lama di
udara, jarak pen jauh, dapat terinhalasi, contoh :
mycobacterium tuberculosis, virus campak, varisela
( cacar air ), spora ( jamur )
d) Melalui vehikulum : bahan yang dapat berperan
mempertahankan kehidupan kuman penyebab sampai
masuk (tertelan atau terokulasi ) pada pejamu yang
rentan. Contohnya : air, darah, serum, plasma, tinja,
makanan
e) Melalui vektor : antropoda ( umumnya seranga ) atau
binatang lain yang dapat menularkan kuman penyebab
cara mengigit pejamu yang rentan atau menimbulkan
kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan.
Contohmya : nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang
pengerat
5. Port of entry ( pintu masuk ) adalah tempat dimana
agen infeksi memasuki pejamu ( yang suseptibel ).
Pintu masuk bisa melalui : saluran pernafasan, saluran
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput
lendir, serta kulit yang tidak utuh ( luka )
6. Pejamu rentan ( suseptibel ) adalah orang yang tidak
memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk
melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau
penyakit.. Faktor yang mempengaruhi : umur, status
gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar,
trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan.
Sedangkan faktor lainnya yang mungkin berpengaruh
adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status
ekonomi, gaya hidup, perkerjaan dan herediter.
Pencegahan dan
Pengendalian infeksi
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi
antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi
( pathogenesis, virulensi, dan dosis ) serta cara
penularan. Indikasi faktor resiko pada pejamu
dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat
mengurangi insiden terjadinya infeksi ( HAIs ),
baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri
dari :
● Peningkatan daya tahan pejamu, dapat
pemberian imunisasi aktif ( contoh vaksinasi
hepatitis B ), atau pemberian imunisasi pasif
( imunoglobulin ). Promosi kesehatan secara
umum termaksud nutrisi yang adekuat akan
meningkatkan daya tahan tubuh.
● Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat
dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh
metode fisik adalah pemanasan ( pasteurisasi
atau sterilisasi ) dan memasak makanan
seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi
air, disinfeksi
● Pemutus mata rantai penularan. Merupakan hal
yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung
kepada ketaatan petugas dalam melakukan
prosedur yang telah ditetapkan.
● Tindakan pencegahan paska pajanan ( “post
exposure prophylaxis:/PEP ) terhadap petugas
kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi
yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh
lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk
jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.
Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian
adalah hepatitis B, hepatitis C, dam HIV.
Pengurangan
Resiko infeksi
Pelayanan kesehatan yang nyaman dapat di implementasikan melalui
keselamatan pasien, karena fokus pelayanan tidak saja pada kepuasan
pasien tetapi lebih penting lagi adalah keselamatan pasien.
Keselamatan pasien di indonesia di implementasikan oleh seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan, sesuai kebijakan peraturan mentri
kesehatan Republik indonesia tertuang salah satunya yaitu sasaran
keselamatan pasien yaitu ketetapan indentifikasi, peningkatan
komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai, kepastian tepat-lokasi tepat-prosedur tepat-pasien operasi,
pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan
pengurangan resiko pasien jatuh ( permenkes no 11, 2017 ).
Sekian Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai