LAPORAN MAGANG
KULTUR JARINGAN RUMPUT LAUT KOTONI (Kappaphycus Alvarezii) DI
BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT (BPBL) AMBON
OLEH :
III. Instansi Yang dikunjungi : Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon
V. Hasil :
Setelah mengikuti seluruh rangkaian kegiatan magang di BPBL Ambon, kami sampaikan hasil
yang dicapai yaitu :
1. Memperoleh wawasan tentang kultur jaringan dan budidaya rumput laut Kotoni
(kappaphycus alvarezii)
2. Ikut serta dalam setiap kegiatan kultur jaringan dan budidaya rumput laut di karamba terhitung
dari tanggal
- 14 s/d 25 agustus 2023 pada laboratorium Kultur jaringan (Proses Aklimatisasi Indukan
s/d Planlet)
- 28 agustus s/d 01 September 2023 pada karamba tempat Aklimatisasi Lautan dan
pembibitan Rumput Laut Hasil kultur jaringan)
- 04 september s/d 06 september 2023 pada laboratorium kultur jaringan khusus untuk
eksplan
Demikian laporan perjalanan magang ini dibuat sebagai laporan pelaksanaan kegiatan :
Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon Adalah Salah satu unit pelaksana teknik di bidang
budidaya laut yang bertanggungjawab kepada Direktorat Jendral Perikanan Budidaya di
Kementrian Kelautan Dan Perikanan. Wilayah Kerja Balai Budidaya Laut Ambon meliputi
sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua. Secara Geografis Balai Perikanan
Budidaya Laut Ambon Terletak Antara 03°37.30 LS 128°14.00 BT dan secara Administatif berada
di Desa Waiheru Kecamatan Teluk Ambon Kota Ambon.
Rumput laut dikembangkan empat kelas berdasarkan dalam empat kelas yaitu alga hujai
(Chlorophyccae), alga hujai biru (Cyanophyccae), alga coklat (Phacophyccae), dan alga merah
atau Rhodophyccae (Anggadiredja, 2006). Rhodophyccae mempunyai kenampakkan warna
tallus yang bervariasi. warna tallus yang bervariasi disebabkan adanya komposisi pigmen yang
terdiri dari klorofil a, klorofil d, dan fikobiliprotein (R-fokisianin, allofikosianin serta
fikoeritrin), (Lee, 2008). Fikoeritrin merupakan pigmen dominan pada alga merah. Pigmen
tersebut memberikan kenampakkan warna merah pada alga karena memiliki sifat adaptasi
kromatik, yaitu penyesuaian antara proposi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan
dapat menimbulkan berbagai warna pada tallus seperti merah tua, coklat, kuning dan hijau
(winarno, 1996).
Morfologi
Bagian rumput laut Kappaphycus Alvarezii pada gambar 2.1 menunjukkan bahwa secara
sederhana terdiri dari talus dan holdfast. Bagian yang menyerupai batang pada rumput laut ini
dinamakan talus. Talus terdiri dari talus utama, sekunder dan tersier. Talus utama adalah diameter
primer, cabang I adalah diameter sekunder, sedangkan cabang II dan III adalah diameter tersier
(Unyayae et al, 1996).
Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah subjek yang behubungan dengan kultur dan perbanyakkan sel,
jatingan, organ dan bagian lainnya. Pada tanaman secara aseptik dalam kondisi in vitro (Burla, et
al, 2014). Prinsip utama adalah perbanyakkan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif
tanaman. Menggunakan media buatan dilakukan ditempat steril (Iswanto, 2002). Sterilisasi
merupakan proses yang secara efektif membunuh atau menghilangkan semua mikroorganisme
seperti jamur, bakteri, virus, bentuk, spora, peralatan, makanan, obat atau media kultur biologis
dalam kondisi aseptic (Silinder dan Ozer, 2009).
Dalam teknik kultur jaringan rumput laut dilakukan dengan cara memotong eksplan talus
baru 0,5-2 m, kemudian dikulturkan secara in vitro sampai terbentuk cabangn thalus baru
(Titlyanov et al, 2006). Teknik embriogenesis somatik dilakukan dengan cara in vitro dan
regenerasi kalus bersifat embriogenik sampai jadi planlet (Suliatiani dan Yani, 2014).
3. Kultur Jaringan Di BPBL Ambon
1 2 3
6 5 4
1. Sterilisasi
Alat dan Bahan
Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktek kerja lapangan antara lain :
Tabel 1. Alat dan Kegunanaan
No Nama Alat Kegunaan
➢ Sterilisasi Alat : biasanya dalam kultur jaringan perlu disterilisasi karena dalam
penggunaannya apabila tidak steril akan menyebarkan kotoran yang nantinya terjadi
kontaminasi. Kegiatan sterilisasi alat yang dilakukan meliputi sterilisasi peralatan diseksi
(penananman), sterilisasi peralatan gelas dan sterilisasi Laminar Air Flow (LAW).
Sterilisasi peralatan diseksi meliputi sterilisasi pinset, piau scalpel dan gunting, sedangkan
sterilisasi peralatan gelas meliputi sterilisasi botol selai, petridish (cawan petri) dan alas
kaca. Peralatan gelas dapat disterilisasi dengan cara mencuci menggunakan air dan
deterjen.
Selanjutnya peralatan gelas dimasukkan kedalam autoclave pada suhu 121 derajat celcius
dengan waktu 1 jam. setelah suhu dslam autoclave turun peralatan dapat dikeluarkan dan
disimpan dalam lemari penyimpanan alat steril
Komponen utama dalam media kultur adalah air laut. Air laut alami (Nature seawater) adalah
media kompleks mengandung lebih 50 elemen yang diketahui dan senyawa organik dalam jumlah
besar dan bervariasi (Harisson dan Bergas, 2005). Sterilisasi air laut terlebih dahulu disterilisasi
menggunakan khlorin. Air laut terlebih dahulu disaring dengan kapas yang diletakkan dalam
corong air, kemudian disterilkan dengan khlorin 3 gr dan natrium sulfatnya 1,5 gr selama 24 jam.
Air laut yang sudah steril disimpan dalam wadah yang tidak tembus cahaya dan tertutup rapat.
Setelah sterilisasi menggunakan khlorin, air laut kemudian masuk kedalam autoclave hingga
selama 15 menit, setelah +24 jam air laut baru dapat digunakan.
Berikut ini adalah langkah-langkah pembuatan yaitu aquades sebanyak 1000 ml diambil dan
dituangkan kedalam erlenmeyer. Erlenmeyer diletakkan diatas Hot Plate Stirrer. Setelah itu,
masukkan 5,0 g (Tris Base), 3,5 g (NaNO3), 0,5 g (Na2b-glycerophosphate H2O), 250 ml (Larutan
Stok Iron-EDTA), 25 ml (Larutan Stok Trace Metals), 0,5 ml (Larutan Stok Thiamine Vitamin
BI), 0,5 ml (Larutan Stok Biotin Vitamin H) dan 1 ml (Larutan Stok cyanocobalamin Vitamin
B12), kemudian diaduk dengan magnetic stirrer hingga semua bahan tercampur. Setelah itu difilter
dengan Milipore yang dilakukan didalam Laminar Air Flow dan tuangkan kebotol reagen steril
dan disimpan dalam lemari es.
Tabel 2. Komposisi Bahan Larutan Stok PES
Komponen Kuantitas
TRIS Base 5,0 gr
NaNo3 3,5 gr
Na2b-glycerophosphate H2O 0,5 gr
Larutan Stok Iron 250 ml
Larutan Stok Trace Metal 25 ml
Larutan Stok Thimine (vit.B1) 0,5 ml
Larutan Stok Biotin (vit.H) 0,5 ml
Berikut ini adalah langkah-langkah pembuatan yaitu pertama, timbang hormon (BAP dan IAA)
dengan menggunakan timbangan analytical balance sekitar 0,05 gr, masukkan kedalam beaker
gelas. Kedua, teteskan larutan (HCL) untuk melarutkan BAP dan lrutan (NaOH 1N) untuk
melarutkan IAA hingga hormon tersebut larut. Ketiga, masukkan aquades sebanyak 20 ml kedalam
labu ukur 50 ml setelah itu stirrer dan masukkan juga larutan hormon (BAP atau IAA). Keempat,
pada sisa hormon yang terdapat bagian dalam beaker gelas disemprot dengan aquades kedalam
labu ukur sebanyak 50 ml. Kelima, syirring selama 15 menit hingga semua bahan tercampur
dengan rata. Keenam, sterilisasikan larutan tersebut dengan syirringe filter didalam Laminar Air
Flow dan yang terakhir tuangkan larutan tesebut dimasing-masing botol reagen dan disimpan
dalam lemari es dengan suhu 4 derajat celcius karena hormon tersebut bahan yang labil
Cara kerja :
1. Bahan 1 ditimbang dan dimaskkan kedalam beaker gelas
2. Bahan 2 diteteskan setetes demi setetes ke bahan 1, sampai bahan 1 terendam oleh
bahan 2
Goyang beaker gelas perlahan sampai semua bahan 1 larut (berwarna kuning bening),
kemudian sisihkan
3. Labu ukur diisi 50 ml aquades dan diletakkan diatas magnetic stirrer lalu di on-kan
4. Timbang dan masukkan secara berurutan bahan 4 sampai 8, aduk hingga larutan
homogen
5. Masukkan campuran bahan 1 dan 2 setetes demi setetes. Pada saat meneteskan dijaga
agar tidak terbentuk busa karena larutan antibiotic akan rusak
6. Tambahkan aquades sampai vol 100 ml
7. Stirring selama kurang lebih 15 menit
8. Sterilkan larutan antibiotik ini dengan miliphore filter didalam Laminar Air Flow
Pembuatan Media Padat (Agar+hormon)
Komposisi Kuantitas
Air Laut Steril 500 ml
Agar Powder Bacto 8 gram
Larutan Stok BAP 1 ml/L (0,5 ml/500 ml)
Larutan Stok IAA 2,5 ml/L (1,25 ml/500 ml)
Larutan Stok PES 10 ml
Cara kerja :
1. Timbang agar powder bacto sebanyak 8 gram, masukkan kedalam erlenmeyer
2. Ukur air laut steril 500 ml dan masukkan kedalam erlenmeyer yang terisi agar powder
bacto
3. Panaskan dengan Hot Plate Stirrer hingga larutan mendidih
4. Tambahkan BAP 1 ml/l dan IAA 2,5 ml/l, lalu panaskan lagi hingga larutan berkeruh
5. Kemudian tambahkan 20 ml larutan stok PES dengan suhu rata-rata 200 derajat celcius
tuangkan larutan kedalam botol kultur steril dan dikerjakan didalam Laminar Air Flow
Sampel bibit ini diambil dari bagian SERAM, TANIMBAR dan WAINURU yang telah
dibudidayakan pada laboratorium kultur jaringan di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL)
Ambon, kemudian dimasukkan kedalam beaker gelas dalam kondisi cukup basah yang telah diisi
dengan air laut steril agar tidak kering.
Bibit yang selanjutnya di alkimatisasi menjadi indukan. Selama proses
alkimatisasi indukan wajib dicuci setiap minggu 1x menggunakan air laut steril
untuk memastikan indukan dalam keadaan bersih.
Sterilisasi Eksplan
Cara kerja :
1. Siapkan alat kultur yang sudah steril
2. Mencuci tangan dengan alcohol 70%
3. Eksplan dipotong dengan panjang 3-4 cm sebanyak 30 eksplan
4. Kemudian dicuci dengan air laut steril sebanyak 3 kali
5. Selanjutnya dilakukan perendaman dalam (larutan sabun yang sudah
tercampur dengan air laut steril) dan dibilas lagi sebanyak 3 kali dan
dikeringkan dengan tissue
6. Selanjutnya perendaman dalam (larutan iodine atau betadine 10% yang telah
dicampurkan dengan air laut steril sebanyak 90 ml) selama 2 menit dan 4
menit dan dibilas sebanyak 3 kali lalu dikeringkan dengan tissue
7. Kemudian dilakukan juga perendaman dalam media larutan PES cair yang
mengandung antibiotik 3% dan 1,5% sambil dishaker selama 18,5 jam
Gambar 4. Proses Sterilisasi Eksplan
Kalus di sub kultur dari jam 8.30-12.30 WIT ke media PEs cair tanpa zat pengatur tumbuh ke botol
dengan ukuran 1000 ml. Adapun tahap pengerjaannya adalah sebagai berikut :
1. Siapkan wadah penampungan media kultur lama dan penampungan kultur bebas
pakai
2. Cuci tangan menggunakan alkohol 70% sebelum melakukan kegiatan
3. Siapkan media baru untuk kalus, dengan cara siapkan air laut steril sebanyak 980 ml
di erlenmeyer tambahkan 20 ml larutan stok PES, lalu diaduk menggunakan
magnetic stirrer hingga homogen, kemudian dituangkan ke botol kultur dengan
volume 40 ml untuk botol kultur ukuran 100 ml
4. Cuci tangan kembali menggunakan alkohol 70%
5. Pembilasan kalus dilakukan dengan cara : ambil botol kultur kalus buka penutupnya
dan tuangkan media lama ke botol yang kosong dan medianya dibuang ke ember,
kemudian kalus dibilas menggunakan air laut steril sebanyak 3 kali dengan cara
botol kultur digoyang-goyang. Kemudian kalus dilap menggunakan tissue steril,
setelah itu kalus dimasukkan ke media yang sudah disiapkan sebelumnya, mulut
botol kultur ditutup menggunakan plastik dan diikat dengan karet gelang, diberi
label dan siap dipindahkan ke ruang kultur ditempatkan pada rotary shaker, selama
4 bulan atau hingga terbentuknya mikropropagul
6. Rotary shaker ditempatkan diruang kultur dengan temperatur ruangan antara 22-25
derajat celcius, diberi penyinaran lampu TL (Tumbular Lamp) dengan intensitas
cahaya kurang lebih 1500 lux, lama penyinaran diatur 16 jam nyala dan 8 jam
padam, pergantian media dilakukan selama 1 bulan sekali
Dari beberapa hasil pengamatan tentang proses aklimatisasi eksplan tersebut tidak tercapai pada
titik dimana eksplan belum terbentuk menjadi kalus
Cara Kerja :
- Subkultur dilakukan setiap 7 hari sekali selama 3 bulan atau sampai menjadi thalus muda
(Plantlet), dan Melakukan Penimbangan menggunakan timbangan analitic untuk
mengetahuai laju pertumbuhan harian (α) mikropropagul dengan Rumus :
∝ = Ln Wt-Ln Wo x 100%
t
Ket :
Wt : bobot basah propagul pada waktu t (milligram)
Wo : bobot basah propagul sebelumnya (milligram)
t : selang waktu pengamatan
.
Gambar 9. Proses Kultur dan Penimbangan Bobot mikropropagul Rumput Laut.
Aklimatisasi
Setelah itu, aklimatisasi dilakukan pada kultur thallus rumput laut sebelum rumput laut
ditumbuhkan pada air laut. Aklimatisasi adalah tahapan penyesuaian lingkungan plantlet dari in
vitro ke lingkungan ex vitro.
Setelah proses alkimatisasi selama kurang lebih 2 bulan, rumput laut siap untuk dibesarkan pada
perairan. Rumput laut yang selanjutnya dipersiapkan untuk bibit memerlukan waktu pertumbuhan
selama 30 hari, dan untuk rumput laut yang akan siap dijual memerlukan waktu 45 hari untuk jenis
rumput laut Kappaphycus alvarezii.
Berdasarkan kegiatan Magang kultur jaringan Rumput Laut Kotoni (Kappaphycus Alvarezii) di
BPBL Ambon’’ yang dilakukan dilaboratorium kultur jaringan Balai Perikanan Budidaya Laut
(BPBL) Ambon serta karamba. Dapat disimpulkan bahwa:
Anggadiredja, J. T., A. Zatnika, H. Purwoto dan S. Istini. 2008. “Rumput Laut”. Cetakan I. Jakarta
: Penerbit Swadaya
Afrianto, E dan LiviAfrianto, E dan Liviawati. 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara
Pengelolaannya. Yogyakarta: Bhrataraawati. 1993. Budidaya Rumput Laut
dan Cara Pengelolaannya. Yogyakarta: Bhratara.
Dawes, C. J. 1981. Marine Botany. New York (US): John Willey & Sons.
Hendaryono, D dan Wijayani, A. 1994. Teknik kultur jaringan, Pengenalan dan Petunjuk
Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta: Kanisius.
\Hitler, S. 2011. Pengaruh Berat Bibit Awal Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kadar
Keragenan Rumput Laut 48 (Kappaphycus alvarezii) Varietas Coklat
Menggunakan Metode Vertikultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Haluoleo. Kendari.
Lestari, E. G. 2006. In Vitro Selection and Somaclonal Variation for Biotic and Abiotic Stress
Tolerance. Biodiversity. Vol. 7 (3): 297-301.
Sulistiani, E., Soelistyowati dan Yani, S.A. 2014. Tissue Culture on Seaweed (K. alvarezii).
Seameo Biotrop. p.128. Suryati, E dan Mulyaningrum, S. R. H. 2007.
Regenerasi Rumput Laut K. alvarezii (Doty) Melalui Induksi Kalus dan
Embrio dengan Penambahan Hormon Perangsang Tumbuh Secara In Vitro.
J. Ris. Akuakultur. Vol 1: 39-45.
Unyayar, S., Topcuoglu, SF and Unyayar, A. 1996. A modified method for extraction and
modification of indole-3-acetic acid (IAA), gibberellic acid (GA3), abscisic
acid (ABA) and zeatin produced by Phanerochate chrysosporium ME446.
Bulg J Plant Physiol. Vol. 22: 10-105.
Winarno, F, G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan