Anda di halaman 1dari 13

ANGGARAN KINERJA DAN PENGUKURAN

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

Ni Luh Putu Sudiantari 2202622010260 / 09

Ni Putu Dwi Wulandari 2202622010263 / 12

Gusti Ayu Komang Pujha Gayatri 2202622010267 / 15

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MAHASARASWATI

2022/2023
1.1 KETERBATASAN ANGGARAN TRADISIONAL
A. Anggaran Tradisional

Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara berkembang


dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu; (a) cara penyusunan anggaran
yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan susunan anggaran yang
bersifat line-item.Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah;
(c) cenderung sentralistis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip
anggaran bruto. Maka dari itu, pendekatan anggaran tradisional tidak mampu mengungkapkan
besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan dan anggaran tradisional gagal dalam
memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan.

Incrementalism

Anggaran tradisional bersifat Incrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi


jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data
tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan
tanpa dilakukan kajian yang mendalam Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait
dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value of money. Konsep ekonomi, efisiensi dan
efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional.
Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value of money ini, seringkali pada akhir tahun
anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada
aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilakukan. Anggaran tradisional
cenderung menggunakan konsep historical cost of service, akibatnya suatu item, program, atau
kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meskipun sebenarnya item tersebut
sudah tidak diperlukan.

Line-Item

Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang didasarkan atas
dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Penyusunan anggaran dengan
menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya orientasi sistem anggaran yang
dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran.
B. Kelemahan Anggaran Tradisional

Metode penganggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

a) Hubungan tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana


pembangunan jangka panjang.
b) Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti
secara menyeluruh efektivitasnya.
c) Lebih berorientasi pada input daripada output.
d) Sekat-sekat antara departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan
sulit dicapai.
e) Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
f) Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu
pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik
yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).
g) Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai
menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Akibatnya, munculnya budget padding
atau budgetary slack.
h) Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme
pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran
dan manipulasi anggaran.
i) Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar
mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
1.2 ANGGARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM

NPM (New Publik Management) sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi
perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang
terkesan kaku, birokrasi dan hierarki menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan
lebih mengakomodasi pasar. Model New Publik Management ini kembali populer tahun 1990-
an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya munculnya konsep "managerialism"
(Pollit, 1993); "market based public administration" (Lan, Zhiyong, and Rosenbloom, 1992):
"Post-bureaucratic paradigm "(Barzelay, 1992) dan "Entrepreneurial government" (Osborne and
Gacbler). New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi
pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan.

Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model pemerintahan yang
diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal
dengan konsep “reinventing goverment”. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan
Gaebler tersebut adalah :
1. Pemerintah Katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayan publik.
2. Pemerintah milik masyarakat : memberdayakan masyarakat daripada melayani.
3. Pemerintah yang Kompetitif : menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian
pelayanan publik.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh
peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil : membiayai hasil bukan masukan.
6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan
birokrasi.
7. Pemerintah wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar
membelanjakan.
8. Pemerintah antisipatif : berupaya mencegah daripada mengobati.
9. Pemerintah desentralisasi : dari hierarki menuju partisipatif dan tim kerja.
10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar : mengadakan perubahan dengan
mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem
prosedur dan pemaksaan).
Anggaran dengan Pendekatan New Public Management Pendekatan baru dalam sistem anggaran
publik tersebut cenderung memiliki karakteristik umum sebagai berikut:
1. Komprehensif/komparatif
2. Terintegrasi dan lintas departemen
3. Proses pengambilan keputusan yang rasional
4. Berjangka Panjang
5. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas
6. Analisis total cost dan benefit, termasuk opportunity cost
7. Berorientasi output, dan outcome (value for money), bukan sekedar input.
8. Adanya pengawasan kinerja.

Beberapa teknik penganggaran sektor public, diantaranya adalah:


1. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori system yang berorientasi
pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan
analisis ekonomi. System anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional
yang terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompoan aktivitas untuk
mencapai tujuan tertentu.
Proses Implementasi PPBS
a. Langkah-langkah Implementasi PPBS meliputi:
● Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas
● Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
● Mengevaluasi berbagai alternative program dengan menghitung cost-benefit dari
masing-masing program
● Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil.
● Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang diesetujui.
b. Karakteristik PPBS
● Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan
● Secara oksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang
karena PPBS berorientasi pada masa depan.
● Mempertimbangkan seua biaya yang terjadi
● Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternative program, yang meliputi
: (a) identifikasi tujuan, (b) identifikasi secara sistematik alternative program untuk
mencapai tujuan, (c) estimasi biaya total dari masing-masing alternative program, dan
(d) estimasi manfaat (hasil0 yang ingin dipeoleh dari maisng-masing alternative
program.
c. Kelebihan PPBS
● Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke
manajemen menengah
● Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
● Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya
(cost-consciousness/cost awareness) dalam perencanaan program
● PPBS mengunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber daya
secara optimal.
d. Kelemahan PPBS
● PPBS membutuhkan system informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya
system pengukuran, dan staff yang memiliki kapabilitas tinggi.
● Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan
tekhnologi yang canggih
● PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan.
● PPBS merupakan teknik anggaran statistically oriented. Penggunaan satatistik
terkadang kurang tajam untuk mengukur efektifitas program. Statistic hanyan tepat
untuk mengukur beberapa program tertentu saja.
2. Zero Based Budgeting (ZBB)
Konsep ZBB dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada system anggaran
tradisional. Penyusun anggaran dengan menggunakan konsep ZBB dapat menghilangkan
Incremenralism dan Line-item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero-base).
Proses Implementasi ZBB
a. Langkah-langkah Implementasi ZBB
● Identifikasi unit-unit keputusan
● Penentuan paket-paket keputusan
● Merangking dan mengevaluasi paket keputusan
b. Keunggulan ZBB
● Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya
secara lebih efesien
● ZBB berfokus pada value for money
● Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya efisiensi dan ketidak efektifan biaya
● Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyususnan
anggaran
c. Kelemahan ZBB
● Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan tidak praktis,
membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk
karena pembuatan paket keputusan.
● ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
● Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju
● Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah proses merangking dan mereview paket
keputusan. Mereview ribuan paket keptusan merupakan pekerjaan yang melelahkan
dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan
3. Performance Based Budgeting (PBB)/Anggaran Kinerja
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam
anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayan
public. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada onsep value for money
dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran
tradisional yang menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah
akan menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros. Menurut pendekatan
anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi dan dikendalikan melalui
penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan audit konerja, serta evalasi kinerja
eksternal.
1.3 MENGHITUNG ANGGARAN KINERJA
1 Line-Item Budgeting

Line-Item Budgeting mempunyai sejumlah karakteristik penting, antara lain tujuan utama
melakukan kontrol keuangan, sangat berorientasi pada input organisasi, penetapan melalui
pendekatan incremental (kenaikan bertahap).4 Tidak jarang dalam praktek memakai
“kemampuan menghabiskan atau menyerap anggaran” sebagai salah satu indikator penting untuk
mengukur keberhasilan organisasi. Metode ini termasuk sering dilakukan di rumah sakit, karena
mudah menyusun dan rentan terhadap KKN.

Dalam pelaksanaan, karakteristik seperti tersebut di atas mengandung banyak kelemahan.


Dalam rezim pemerintahan yang syarat KKN, karakteristik yang berkaitan dengan tujuan
melakukan kontrol keuangan, seringkali dilaksanakan hanya sebatas aspek administratif. Hal ini
dilakukan kemungkinan karena ditunjang oleh karakter yang lain yang sangat berorientasi pada
input organisasi. Dengan demikian, sistem anggaran tidak memberikan informasi tentang kinerja,
sehingga sulit untuk melakukan kontrol kinerja.

Kelemahan lain, berhubungan dengan karakteristik penetapan anggaran dengan


pendekatan incremental, yaitu menetapkan rencana anggaran dengan cara menaikkan jumlah
tertentu pada jumlah anggaran yang lalu atau sedang berjalan. Melalui pendekatan ini analisis
yang mendalam tentang tingkat keberhasilan setiap program tidak dilakukan. Akibatnya adalah
tidak tersedia informasi yang rasional tentang rencana alokasi anggaran tahun yang akan datang.
Siapa atau unit mana mendapat dan berapa, seringkali hanya didasarkan pada catatan sejarah dan
tidak berorientasi pada tujuan organisasi. Akibat berbagai kelemahan tersebut masalah besar
yang dihadapi oleh sistem line-item budgeting adalah masalah keefektivan, efficiensi dan
accountabilitas. (Lihat Tabel 1)

Jenis anggaran ini hanya memperhatikan input seperti jumlah SDM, jumlah pasien, alat
yang digunakan. Rencana anggaran tahun berikutnya dibuat dengan menaikkan secara
incremental, biasanya dengan kisaran 5-10% dan dalam kondisi tertentu dapat dinaikkan lebih
dari 10%. Kenaikan bertahap inilah yang membuka peluang terjadi KKN.

2 Planning Programming Budgeting System dan Zero Based Budgeting

Prinsip ini berupaya menutupi kelemahan yang ada dalam line-item budgeting dengan
inovasi sistem penganggaran baru yaitu Planning Programming Budgeting System (PPBS) dan
Zero Based Budgeting (ZBB). PPBS berusaha untuk merasionalkan proses pembuatan anggaran
dengan menjabarkan rencana jangka panjang ke dalam program-program, sub-sub program serta
berbagai projek. Oleh sebab itu, PPBS juga dikenal sebagai program budgeting. Pemilihan
berbagai alternatif proyek yang ada dilakukan melalui cost and benefit analysis. PPBS yang
dianggap terlalu rasional, tentu saja terlalu mahal, sehingga justru sulit untuk dilaksanakan.

Kelahiran ZBB bertujuan untuk merasionalkan proses pembuatan anggaran, karena dalam
sistem ZBB muncul decision units yang menghasilkan berbagai paket alternatif anggaran yang
dibuat dengan tujuan agar direksi rumah sakit dapat lebih responsif terhadap kebutuhan customer
dan terhadap fluktuasi jumlah anggaran. Dalam praktek, ZBB membutuhkan banyak sekali paper
work, data serta menuntut penerapan sistem manajemen informasi yang cukup canggih. Hal ini
dianggap sebagai hambatan utama penerapan ZBB.

Pada contoh tabel 2 jenis anggaran ini baru sebagian dari program rumah sakit yang
belum dirinci lagi. Terlihat memang lebih rinci, mulai dari program yang dijabarkan ke berbagai
subprogram, lalu subprogram dirinci lagi berdasarkan jenis layanan dan jenis kegiatan. Hal
tersebut memerlukan waktu dan proses panjang sehingga akan menyulitkan, walaupun
keakuratan dan sifat keadilan lebih baik. Program terdiri dari sub-sub program yang terdiri dari
berbagai jenis layanan dan kemudian diuraikan lagi dalam beberapa jenis kegiatan. Nilai
kuantitatif pada contoh ini baru unit cost, target dan totalnya. (Lihat Tabel 2)

Untuk perencanaan anggaran metode ini jika untuk pengadaan investasi yang dalam
jumlah besar ataupun pengembangan produk baru perlu dilakukan kelayakan atau cost and
benefit analysis agar hasilnya lebih rasional.

3 Performance Budgeting

Prinsip ini muncul sudah enam puluh tahunan yang lalu di Amerika, akan tetapi baru
popular tahun 1990-an dengan reformasi anggaran dan beberapa karakteristiknya yang dianggap
sesuai dengan reformasi administrasi publik. Performance budgeting (anggaran yang berorientasi
pada kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan
berhubungan sangat erat terhadap visi, misi, dan rencana strategis organisasi. Performance
budgeting mengalokasikan sumber daya pada program bukan pada unit organisasi semata dan
memakai output measurement sebagai indikator kinerja organisasi. Lebih jauh ia mengkaitkan
biaya dengan output organisasi sebagai bagian yang integral dalam berkas anggarannya. Tujuan
dari penetapan output measurement yang dikaitkan dengan biaya adalah untuk dapat mengukur
tingkat efisiensi dan efektifitas. Hal ini sekaligus merupakan alat untuk dapat menjalankan
prinsip akuntabilitas, karena yang diterima oleh costumer pada akhirnya adalah output dari suatu
proses kegiatan Manajemen RS.

Osborn dan Gaebler,5 dengan jelas memberikan penjelasan mengenai kekuatan dan
kelebihan dari pengukuran yang berorientasi kinerja, sebagai berikut: (1) What Gets Measured
Gets Done. Manajemen rumah sakit dalam pelaksanaan pelayanannya harus menetapkan terlebih
dahulu ukuran-ukuran kinerja setiap unit pelayanan maka secara tidak langsung para personel
akan merespon dalam semua tindakan yang positif untuk mencapai kinerja yang sudah
ditetapkan tersebut. (2) If You Don’t Measure Result, You Can’t Tell Succes from Failure.
Seringkali pengambilan keputusan salah karena kita tidak mengukur hasil kinerja terlebih
dahulu. (3) If You Can’t See Success. You Can’t Reward It: Pemberian penghargaan terhadap
yang berhasil merupakan hal penting dalam memacu pencapaian tingkat produktivitas yang lebih
tinggi. Karenanya penting untuk dapat mengidentifikasi keberhasilan. (4) If You Can’t Reward
Success. You’re Probably Rewarding Failure. Sekali lagi ditekankan disini bahwa jika kita tidak
dapat mengidentifikasi keberhasilan, kemungkinan kita dapat salah mengambil keputusan yaitu
memberi insentif pada pihak yang mengalami kegagalan. (6) If You Can’t See Success. You
Can’t Learn From It. Ukuran kinerja juga sangat diperlukan agar kita dapat belajar dari
keberhasilan-keberhasilan yang ada. (7) If You Can’t Recognize Failure. You Can’t Correct It.
Informasi kondisi produk mulai dari input, proses, output, dan outcome harus kita ketahui
sehingga semua kegagalan dapat kita perbaiki. (8) If You Can’t Demonstrate Result. You Can
Win Public Support. Kinerja yang kita capai harus ditampilkan apalagi kinerja terbaik yang dapat
kita capai sehingga mendapat dukungan manajemen.

Sebagai sistem penganggaran yang berorientasi kepada output dan memakai output
measurement ia tidak sekedar membutuhkan indikator-indikator keberhasilan namun lebih dari
itu ia membutuhkan performance management yang diterapkan secara luas dalam organisasi.
Alasannya adalah karena isu utamanya adalah pencapaian keberhasilan organisasi yang
menyangkut performance management yang lebih luas. Demikian pula performance budgeting
yang berkaitan erat dengan visi, misi dan rencana strategis rumah sakit. Ini berarti dalam proses
perencanaan anggaran visi, misi, dan rencana strategis rumah sakit menjadi acuan utama.
Dengan demikian misi dan rencana strategis harus dirinci sehingga menghasilkan program, sub
program serta proyek yang relevan dengan tujuan jangka panjang. Setiap output rumah sakit
harus dapat dikaitkan dengan misi dan rencana strategi rumah sakit. Oleh sebab itu, dalam
membangun performance budgeting terdapat elemenelemen strategis yang terdiri dari misi dan
sasaran serta berbagai elemen praktis yang meliputi program, aktivitas, dan target aktivitas.

Performance budgeting mengalokasikan sumber daya pada program dan bukan pada unit
organisasi. Konsekuensinya adalah bahwa dalam sistem penganggaran ini tidak terdapat lagi
pengategorian anggaran ke dalam anggaran rutin. Keuntungan yang didapat dengan
mengalokasikan sumber daya dalam program adalah mudah untuk mengetahui kinerja setiap
program. Ukuran-ukuran kinerja yang dapat diterapkan pada setiap program antara lain adalah
biaya atau biaya ratarata pada setiap satuan beban kerja. Untuk dapat merealisasikan konsep
performance budgeting dapat dilihat dari sebagian kecil penggunaannya dalam anggaran
pendapatan. (Lihat Tabel 3)

Jenis anggaran ini paling tepat digunakan untuk mengukur kinerja rumah sakit dengan
anggaran yang dapat diukur dari output anggaran yang disesuaikan dengan visi misi rumah sakit.
Bila visi rumah sakit ikut menyukseskan kesehatan ibu hamil tentunya indikator kinerja tidak
semata mencari keuntungan dengan meningkatkan operasi persalinan walaupun tidak dengan
indikasi medik. Dalam aspek promosi dan pencegahan akan diukur dari kualitas persalinan yang
diawali dengan kontrol yang adekuat, penyuluhan yang tepat, bayi yang lahir tidak ada Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR). Akan sulit terjadi KKN jika semua indikator kinerja yang
berdasarkan output dipatuhi. Setiap tahun indikator ini dikaji dan dikaitkan dengan kinerja yang
pernah dicapai pada tahun sebelumnya. Untuk rencana anggaran pendapatan yang diperoleh akan
berkualitas dari segi ketepatan penggunaan dan alokasinya yang selalu di kontrol oleh targetnya.
Ada kalanya sulit memperoleh ukuran kuantitatif kinerja rumah sakit untuk beberapa aspek, akan
tetapi prinsip anggaran berbasis kinerja diterapkan terlebih dahulu sehingga secara otomatis akan
ketemu arah pengukuran kinerjanya
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Anik Yuesti, S. (2021). Akuntasi Sektor Publik. Badung: CV.Noah Aletheia.

Hanifah, N. (n.d.). Anggaran Publik Dengan Pendekatan NPM. Retrieved from Academia.edu:
https://www.academia.edu/30258995/Anggaran_Publik_dengan_Pendekatan_NPM_New
_Public_Management_

Puppy21460, J. (2020, 05 04). Anggaran Publik dengan pendekatan NPM. Retrieved from
coursehero:
https://www.coursehero.com/file/58852871/Anggaran-Publik-dengan-Pendekatan-NPMp
ptx/

Simanungkalit, E. (2020). Pendekatan Penyusunan Anggaran Sektor Publik. Retrieved from


Stodocu:
https://www.studocu.com/id/document/universitas-pelita-harapan-surabaya/accounting/ak
untansi-26/48776507

Sulistiadi, W. (2020). Administrasi Kebijakan Kesehatan. Retrieved from Media Neliti:


https://media.neliti.com/media/publications/39488-ID-sistem-anggaran-rumah-sakit-yang
-berorientasi-kinerja-untuk-meningkatkan-kualita.pdf

Anda mungkin juga menyukai