Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN MATA KULIAH

PERKEMBANGAN SISTEM ANGGARAN DAN TAHAPAN


PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

OLEH KELOMPOK 1

Ni Ketut Ping Purnama Sari (1506205027)

I Gst Ayu Dwi Diahlestari (1506205029)

Putu Agustina Dewi (1506205049)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2018
RINGKASAN MATA KULIAH

PERKEMBANGAN SISTEM ANGGARAN DAN TAHAPAN PENYUSUNAN

ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

A. PERKEMBANGAN SISTEM ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Dalam perkembangannya, mekanisme birokrasi menjadi mekanisme yang sangat
penting karena besarannya semakin meningkat. Mekanisme birokrasi itu sendiri mempunyai
instrumen yang disebut sistem penganggaran yang berfungsi sebagai alat untuk
mengalokasikan sumber daya dalam bentuk barang dan jasa yang ada ke masyarakat. Sesuai
perkembangan sistem administrasi publik itu sendiri dan tuntutan masyarakat dalam konteks
sistem sosial serta politik tertentu, sistem penganggaran dapat berkembang.
Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan
anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama dalam sistem
anggaran yang memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah:
1. Anggaran Tradisional atau Anggaran Konvensional

Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara


berkembang. Ciri utama pendekatan ini yaitu:
a. cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism;
b. struktur dan susunan anggaran yang bersifat line item.
c. cenderung sentralistis;
d. bersifat spesifikasi;
e. tahunan;
f. menggunakan prinsip anggaran bruto.
Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu
mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan dan bahkan
anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya
rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka
satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah
tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
Dalam penyusunannya anggaran tradisional ini didasarkan pada dua
pendekatan yaitu :
a. Incrementalism
Anggaran tradisional bersifat incrementalism yaitu hanya menambah atau
mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya
dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan
besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam.
Pendekatan semacam ini tidak saja belum menjamin terpenuhinya
kebutuhan riil, namun juga dapat mengakibatkan kesalahan yang terus berlanjut.
Hal ini disebabkan karena kita tidak pernah tahu apakah pengeluaran periode
sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar penyusunan anggaran tahun ini
telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya
perhatian terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran
tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini,
seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang
pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya
kurang penting untuk dilaksanakan. Aktivitas-aktivitas susulan ini semata-mata
dimaksudkan untuk menghabiskan sisa anggaran. Apabila hal tersebut tidak
dilakukan akan berdampak pada alokasi anggaran tahun berikutnya. Hal ini
disebabkan karena pada pendekatan tradisional, kinerja dinilai berdasarkan habis
tidaknya anggaran yang diajukan dan bukan berdasarkan pada pertimbangan
output yang dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan dibandingkan dengan target
kinerja yang dikehendaki.
b. Line-item
Line item didasarkan atas dasar sifat dari penerimaan dan pengeluaran.
Metode line item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item
penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun
sebenarnya secara riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada
periode sekarang. Penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk
dilakukan penilaian kinerja secara akurat karena satu-satunya tolok ukur yang
dapat digunakan adalah semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan dana
yang diusulkan.
Penyusunan anggaran menggunakan struktur line item dilandasi alasan
adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol
pengeluaran. Anggaran tradisional disusun atas dasar sifat penerimaan dan
pengeluaran, misalnya pendapatan dari pemerintah atasan, pendapatan dari pajak,
atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang, dsb, bukan
berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.
Terdapat beberapa kelemahan dari sistem anggaran tradisonal atau
konvensional ini. Adapun kelemahan tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Hubungan yang tidak memadai antara anggaran tahunan dengan rencana
pembangunan jangka panjang.
b. Pendekatan incrementalism menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak
pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
c. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan
anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan
dan pilihan sumber daya, atau memonitor kinerja.
d. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara
keseluruhan sulit dicapai.
e. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal atau
investasi.
f. Anggaran tradisional bersifat tahunan.
g. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai
menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran.
h. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme
pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai.
i. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi
dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.

2. New Public Management


New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang
berorientasi pada kinerja, bukan pada kebijakan. Penggunaan paradigma New Public
Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah
diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya, dan
kompetisi tender. Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan
manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang
berkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik
yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Paradigma baru yang muncul dalam
manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management.
Munculnya konsep New Public Management berpengaruh langsung terhadap
konsep anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem
anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi
pada kinerja.
Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era
New Public Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan
yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik. Seiring dengan
perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran sektor publik
misalnya teknik anggaran kinerja (performance budgeting), Zero Based Budgeting
(ZBB), dan Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS).
Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik cenderung memiliki
karakteristik umum sebagai berikut:
a. Komprehensif/komparatif
b. Terintegrasi dan lintas departemen
c. Proses pengambilan keputusan yang rasional
d. Berjangka panjang
e. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas
f. Analisis total cost and benefit
g. Berorientasi input, output, dan outcome bukan sekedar input
h. Adanya pengawasan kinerja
Berikut ini pembahasan terkait teknik penganggaran sektor publik yang lahir
dari munculnya konsep New Public Management
a. Anggaran Kinerja
Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep
value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga
mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta
pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan.
Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut anggaran kinerja dilengkapi dengan
teknik penganggaran analitis. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan
value for money dan efektivitas anggaran. Pendekatan ini cenderung menolak
pandangan anggaran tradisional yang menganggap bahwa tanpa adanya arahan
dan campur tangan, pemerintah akan menyalahgunakan kedudukan mereka dan
cenderung boros.
Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat
diawasi dan dikendalikan melalui penerapan internal control awarness, audit
keuangan, dan audit kinerja serta evaluasi kinerja eksternal. Pemerintah dipaksa
bertindak berdasarkan cost minded dan harus efisien. Selain didorong untuk
menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut untuk mampu
mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai tujuan
tersebut maka diperlukan adanya progarm dan tolok ukur sebagai standar kinerja.
Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup
kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk
mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam
penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan
struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan
tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggungjawab atas
pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai
tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
b. Zero Based Budgeting (ZBB)
Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep Zero Based Budgeting
dapat menghilangkan incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan
mulai dari nol. Penyusunan anggaran yang bersifat incremental berdasarkan
besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan,
yaitu dengan menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk.
Zero Based Budgeting tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk
menyusun anggaran tahun ini, namun penentuan anggaran didasarkan pada
kebutuhan saat ini. Dengan Zero Based Budgeting seolah-olah proses anggaran
dimulai dari hal yang baru sama sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan
dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur
anggaran, atau mungkin juga muncul item baru.
Keunggulan dari Zero Based Budgeting adalah:
1) Jika Zero Based Budgeting dilaksanakan dengan baik maka dapat
menghasilkan alokasi sumber daya secara lebih efisien.
2) Zero Based Budgeting berfokus pada value for money
3) Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan
ketidakefektifan biaya.
4) Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer.
5) Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan
anggaran
6) Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong
organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya
serta tingkat pengeluaran.
Sedangkan kelemahan yang dimilik Zero Based Budgeting adalah :
1) Prosesnya memakan waktu lama (time consuming) terlalu teoritis dan tidak
praktis, membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang
menumpuk karena pembuatan paket keputusan.
2) Zero Based Budgeting cenderung menekankan manfaat jangka pendek
3) Implementasi Zero Based Budgeting membutuhkan teknologi yang maju
4) Masalah besar yang dihadapi Zero Based Budgeting adalah pada proses
meranking dan mereview paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan
merupakan pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat
mempengaruhi keputusan.
5) Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki
keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. Zero Based Budgeting
berasumsi bahwa semua staf memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket
keputusan. Selain itu dalam perankingan muncul pertimbangan subyektif atau
mungkin terdapat tekanan politik sehingga tidak objektif lagi.
6) Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan
harus masuk dalam anggaran.
7) Implementasi Zero Based Budgeting menimbulkan masalah keperilakuan
dalam organisasi.

c. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)


PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem
yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah
alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak
mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi,
namun berdasarkan program, yaitu pengelompokkan aktivitas untuk mencapai
tujuan tertentu.
PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk
membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber
daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki
pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas
jumlahnya. Dalam keadaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan
alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian
tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan kerangka untuk
membuat pilihan tersebut.
Keunggulan dari PPBS adalah:
1) Memudahkan pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke
menengah
2) Dalam jangka panjang mengurangi beban kerja
3) Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost
consciousness/awareness) dalam perencanaan program
4) Lintas departemen sehingga meningkatkan komunikasi, koordinasi dan kerja
sama antar departemen
5) Eliminasi program overlapping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan
6) Aplikasikan teori marginal utility; mendorong alokasi sumber daya optimal.
Sedangkan kelemahan yang dimilik PPBS adalah :
1) Membutuhkan sistem informasi canggih, ketersediaan data, adanya sistem
pengukuran dan staf yang berkapabilitas tinggi
2) Membutuhkan biaya besar karena membutuhkan teknologi yang canggih
3) Secara teori bagus, tetapi sulit mengimplementasikan
4) Abaikan realitas politik dan organisasi sebagai kumpulan manusia yang
kompleks
5) Teknik anggaran yang statistically oriented sehingga kurang tajam mengukur
efektivitas program dan hanya tepat mengukur beberapa program tertentu
6) Pengaplikasiannya menghadapi masalah teknis, sulit mengalokasikan biaya
karena sifat kegiatan atau program yang lintas departemen. Sementara itu
sistem akuntansi berdasarkan departemen bukan program
Terdapat beberapa permasalahan utama yang dihadapi dalam penggunaan Zero
Based Budgeting (ZBB) dan Planning, Programming, and Budgeting System
(PPBS), yaitu :
a. Keterbatasan dalam menganalisis semua alternatif untuk melakukan aktivitas
b. Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, utamanya mengukur
output
c. Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa yang akan datang,
perubahan politik dan ekonomi
d. Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat
e. Kesulitan menentukan tujuan dan perankingan terutama karena conflict of interest
f. Seringkali tak memungkinkan perubahan program secara cepat dan tepat
g. Resistance to change berupa hambatan birokrasi dan perlawanan politik
h. Pelaksanaannya sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan politik.
i. Pemerintah beroperasi pada situasi yang tidak rasional.

B. PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang
dipresentasikan oleh eksekutif tiap tahunnya, memberikan informasi rinci kepada
DPR/DPRD dan masyarakat tentang program-program apa yang direncanakan pemerintah
untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana program-program tersebut
dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses
anggaran. Proses penyusunan anggaran mempunyai empat tujuan yaitu :

1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar


bagian dalam lingkungan pemerintahan.

2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa
publik melalui proses pemrioritasan.

3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.

4. Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada


DPR/DPRD dan masyarakat luas.

Faktor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah :

1. Tujuan dan target yang hendak dicapai


2. Ketersediaan sumber daya (faktor-faktor produksi yang dimiliki pemerintah)

3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target.

4. Faktor-faktor lain yang memengaruhi anggaran, seperti: munculnya peraturan


pemerintah yang baru, fluktuasi pasar, perubahan sosial dan politik, bencana alam,
dan sebagainya.

Richard Musgrave seperti yang dikutip Coe (1989) mengidentifikasikan tiga


pertimbangan ekonomis mengapa pemerintah perlu terlibat dalam bisnis pengadaan barang
dan jasa bagi masyarakat. Ketiga pertimbangan tersebut meliputi stabilitas ekonomi,
redistribusi pendapatan, dan alokasi sumber daya. Lemahnya perencanaan anggaran
memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi
tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran. Siklus anggaran meliputi empat tahap yang terdiri
atas:

1. Tahap persiapan anggaran (preparation)

Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar


taksiran pendapatan yang tersedia. Yang perlu diperhatikan adalah sebelum
menyetujui taksiran pengeluaran, terlebih dahulu harus dilakukan penaksiran
pendapatan secara lebih akurat. Dalam persoalan estimasi, yang perlu mendapat
perhatian adalah terdapatnya faktor “uncertainty” (tingkat ketidakpastian) yang
cukup tinggi. Oleh sebab itu, manajer keuangan publik harus memahami betul dalam
menentukan besarnya suatu mata anggaran.

Besarnya mata anggaran pada suatu anggaran yang menggunakan “line-item


budgeting” akan berbeda pada “input-output budgeting”, “program budgeting” atau
“zero based budgeting”.

Di Indonesia, proses perencanaan APBD dengan paradigma baru menekankan


pada pendekatan bottom-up planning dengan tetap mengacu pada arah kebijakan
pembangunan pemerintah pusat. Arahan kebijakan pembangunan-pembangunan
pemerintah pusat tertuang dalam dokumen perencanaan berupa GBHN, Program
Pembangunan Nasional (PROPE NAS), Rencana Strategis (RESENTRA), dan
Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA). Sinkronisasi perencanaan
pembangunan yang digariskan oleh pemerintah pusat dengan perencanaan
pembangunan daerah sejak spesifik diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 105 dan
108 Tahun 2000. Pada pemerintah pusat, perencanaan pembangunan dimulai dari
peyusunan PROPENAS yang merupakan operasionalisasi GBHN. PROPERNAS
tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk RESENTRA. Berdasarkan PROPER
NAS dan RESENRA serta analisis fiskal dan makro ekonomi, kemudian dibuat
persiapan APBN dan REPETA. Sementara itu, di tingkat daerah (propinsi dan
kabupaten/kota) berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000
pemerintah daerah disyaratkan untuk membuat dokumen perencanaan daerah yang
terdiri atas PROPEDA (REN STRADA). Dokumen perencanaan daerah tersebut
diupayakan tidak menyimpang dari PROPENAS dan RENSTRA yang dibuat
pemerintah pusat. Dalam PROPEDA dimungkinkan adanya penekanan prioritas
program pembangunan yang berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain
sesuai kebutuhan masing-masing daerah. PROPEDA (RENSTRADA) dibuat oleh
pemerintah daerah bersama dengan DPRD dalam kerangka waktu lima tahun yang
kemudian dijabarkan pelaksanaannya dalam kerangka tahunan. Penjabaran
rencana strategis jangka panjang dalam REPETADA tersebut dilengkapi dengan:

a. Pertimbangan-pertimbangan yang berasal dari hasil evaluasi kinerja pemerintah


daerah pada periode sebelumnya.

b. Masukan-masukan dan aspirasi masyarakat.

c. Pengkajian kondisi yang saat ini terjadi, sehingga bisa diketahui kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan yang sedang dan akan dihadapi.

2. Tahap ratifikasi (approval/ratification)

Tahap berikutnya adalah budget ratification. Tahap ini merupakan tahap yang
melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif
dituntut tidak hanya memiliki “managerial skill” namun juga harus mempunyai
“political skill”, “sales manship”, dan “coalition building” yang memadai. Integritas
dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini.

3. Tahap implementasi (implementation)

Sistem informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen sangat


diperlukan untuk mendukung pelaksanaan anggaran. Manajer keuangan publik
dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai
dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan
bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusuanan anggaran periode berikutnya.
4. Tahap pelaporan dan evaluasi (reporting and evaluation)

Tahap terakhir dari siklus anggaran adalah pelaporan dan evaluasi anggaran.
Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek
operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek
akuntanbilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan
sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting
and evaluation tidak akan menemui banyak masalah.
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. 2014. Manajemen Keuangan Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai