Anda di halaman 1dari 11

RINGKASAN MATERI KULIAH

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


” Jenis-Jenis Anggaran Sektor Publik”

KELOMPOK 9

1. Ni Kadek Widya Lestari (2207531015)


2. Ni Made Lianita Sari (2207531044)
3. Ni Kadek Nanda Jyothi (2207531058)
4. Ni Kade Dwi Agustini (2207531059)

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. I Ketut Yadnyana, S.E., Ak., M.Si.

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
1. Perkembangan Anggaran Sektor Publik
Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen
kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang
dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat sebagai alat pengendalian untuk
mencapai tujuan organisasi. Perkembangan perencanaan anggaran sektor publik akan
berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan
perkembangan tuntutan yang muncul di masyarakat. Secara garis besar terdapat dua
pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar dalam pelaksanaan dan
penyusunan anggaran sektor publik. Kedua pendekatan tersebut adalah (a) Anggaran
tradisional atau anggaran konvensional dan (b) Pendekatan baru yang sering dikenal
dengan pendekatan New Public Management.

2. Anggaran Tradisional
Anggaran tradisonal merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara
berkembang. Terdapat beberapa ciri dalam pendekatan ini, yaitu (a) cara penyusunan
anggaran yang didasarkan atas pendekatan incremental; (b) struktur dan susunan
anggaran yang bersifat line-item; (c) cenderung sentralistis; (d) bersifat spesifikasi, (e)
tahunan; (f) menggunakan prinsip anggaran bruto. Oleh karena tidak tersedianya
berbagai informasi karena memiliki struktur anggaran seperti ciri-ciri tersebut, maka
satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah
tingkat kepatuhan penggunaan anggaran. Berikut penjelasan mengenai dua ciri utama
dalam pendekatan ini yaitu :
a. Incremental
Anggaran tradisional bersifat incremental, yaitu hanya menambah atau
mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan
menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya
penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam. Akibat tidak
adanya kajian yang mendalam maka sering kali pada akhir tahun anggaran terjadi
kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-
aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan. Hal ini disebabkan
karena pada pendekatan tradisional, kinerja dinilai berdasarkan habis tidaknya anggaran
yang diajukan dan bukan berdasarkan pada pertimbangan output yang dihasilkan dari
aktivitas yang dilakukan. Sehingga digunakannya harga pokok pelayanan historis
tersebut dapat mengakibatkan munculnya lagi item yang sama dalam anggaran tahun
berikutnya meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak dibutuhkan.
b. Line-Item
Struktur anggaran bersifat line-item yang didasar- kan atas dasar sifat (nature)
dari penerimaan dan pengeluaran mengakibatkan sulitnya untuk menghilangkan item-
item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun
sebenarnya secara riil, item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada
periode sekarang. Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat
penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan,
pendapatan dari pajak atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang,
dan sebagainya. Bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran
yang dilakukan.
Berdasarkan dua ciri utama dan dilihat dari berbagai sudut pandang, metode
penganggaran tradisonal memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
• Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan
rencana pembangunan jangka panjang.
• Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah
diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
• Lebih berorientasi pada input daripada output dimana kinerja dievaluasi dalam
bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan telah tercapai.
• Sekat-sekat antar kementerian yang kaku membuat tujuan nasional secara
keseluruhan sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik,
overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar departemen.
• Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/
investasi.
• Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya
terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong
praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).
• Sentralisasi penyiapan anggaran ditambah dengan informasi yang tidak memadai
menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah
munculnya budget padding atau budgetary slack.
• Persetujuan anggaran yang terlambat sehingga gagal memberikan mekanisme
pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi
anggaran dan "manipulasi anggaran".
• Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi
dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan Tindakan

3. Anggaran Publik dengan Pendekatan NPM


Erra New Publik Management
Sejak pertengahan tahun 1980, telah terjadi perubahan manajemen sektor public yang cukup
dratis dari sistem manajemen tradisional yang kaku, birokratis, dan hierarki mejadi model
manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi suatu pasar. Model New
Public Management mulai dikenal pada tahun 1980an dan kembali meningkat pada tahun
1990an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya munculnya konsep
“managerialism”. New Public Mnagement berfokus pada manajemen sektor publik yang
berorientasi pada kinerja, bukan pada kebijakan. Salah satu model pemerintahan di Era New
Public Management adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler
(1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal denagn konsep “reinventing
government”. Prespektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut yaitu:
A. Pemerintahan katalis:
Fokus memberikan arahan, bukan menghasilkan pelayan publik. Pemerintah harus
menyediakan pelayanan publik yang beragam, namun tidak harus terlibat langsung
dalam proses produksi. Pemerintah sebaiknya fokus memberikan arahan, sedangkan
produksi pelayanan publik diserahkan kepada pihak swasta dan/atau pihak ketiga,
lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lembaga nirlaba lainnya.
B. Pemerintah Milik Masyarakat:
Memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah sebaiknya memberikan
kewenangan kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang
dapat membantu dirinya sendiri (self-help community). Misalnya, masalah keselamatan
umum juga merupakan tanggung jawab masyarakat, bukan hanya kepolisian.
C. Pemerintah yang Kompetitif:
Menyuntikkan semangat kompetisi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Persaingan adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan
kualitas layanan. Dengan persaingan, kualitas banyak layanan publik dapat ditingkatkan
tanpa harus meningkatkan biaya. Misalnya saja pada layanan pos negara, karena
persaingan yang semakin ketat, layanan pengiriman ekspres model natural baru yang
diberikan menjadi relatif lebih cepat dibandingkan kualitasnya di masa lalu.
D. Pemerintah yang Digerakan oleh misi:
Mengubah organisasi yang berbasis aturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh
misi. Apa yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam
amanahnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya, melainkan misinya
E. Pemerintah yang Berorientasi Pada Hasil:
Membiayai hasil, bukan masukan. Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi
anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi.
Makin kompleks masalah yang dihadapi, makin besar pula dana yang dialokasikan.
Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tetapi yang terjadi adalah unit kerja
tidak mempunyaihasil keuangan, bukan masukan. Dalam pemerintahan tradisional,
besar kecilnya alokasi anggaran pada suatu satuan kerja ditentukan oleh kompleksitas
permasalahan yang dihadapi. Semakin kompleks permasalahan yang dihadapi maka
semakin besar pula dana yang dialokasikan. Kebijakan seperti ini terkesan logis dan
adil, namun yang terjadi di satuan kerja tidak ada.
Pemerintah yang berorientasi pada hasil berusaha mengubah bentuk
penghargaan dan insentif itu, yaitu membiayai hasil, bukan masukan. Pemerintah
wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengatur seberapa baik
suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya.
Makin baik kinerjanya, makin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk
mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut
F. Pemerintah yang Berorientasi Pada Pelanggan:
Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Pemerintah tradisional sering kali
salah dalam mengidentifikasi pelanggannya. Penerimaan pajak memang dari
masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus disetujui oleh DPR/DPRD.
Akibatnya, pemerintah sering kali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat
yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah pelanggannya
Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan tidak akan seperti itu. la akan
mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Dengan demikian, bukan berarti
pemerintah tidak bertanggung jawab pada dewan legislatif, tetap sebaliknya, ia
menciptakan sistem pertanggungjawaban ganda (dual accountability) kepada legislatif
dan masyarakat. Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak akan arogan, tetapi secara
terus menerus akan berupaya untuk.
G. Pemerintah Wirausaha:
Mampu menghasilkan pendapatan dan tidak hanya sekedar membelanjakan.
Pemerintahan tradisional cenderung tidak membicarakan upaya untuk menghasilkan
pendapatan dari kegiatan mereka. Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk
menghasilkan pendapatan dari proses penyelenggaraan pelayanan publik.
Entrepreneurial Government dapat mengembangkan beberapa revenue center, misalnya
BPS dan Bapeda yang dapat menjual informasi daerahnya kepada pusat penelitian,
BUMN/BUMD, memberikan hak guna usaha yang menarik kepada pengusaha dan
masyarakat, penyertaan modal, dan lain-lain.
H. Pemerintah Antisipatif:
Berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisional yang birokratis
memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik.
Pemerintah birokratis cenderung bersifat reaktif, seperti suatu satuan pemadam
kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka tidak akan ada upaya pemecahan.
Pemerintah antisipatif tidak reaktif tetapi proaktif.
I. Pemerintah Desentralisasi:
Dari hierarkis menuju partisipatif dan tim kerja. Pada masa lalu, pemerintah yang
sentralistis dan hierarkis sangat diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari
pusat, mengikuti rantai komandonya hingga sampai pada staf yang paling berhubungan
dengan masyarakat dan bisnis. Pada saat itu, sistem tersebut sangat cocok karena
teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi antar berbagai lokasi sangat
lamban, dan aparatur pemerintah masih relatif belum terdidik (masih sangat
membutuhkan petunjuk langsung atas apa yang harus dilaksanakan).
J. Pemerintah yang Berorientasi Pada (mekanisme) Pasar:
Mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan
mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi
sumber daya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari keduanya,
mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasikan sumber daya.
Dalam mekanisme administratif, pemerintah tradisional menggunakan perintah dan
pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku, kemudian memerintahkan
orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut). Dalam mekanisme
pasar, pemerintah yang berorientasi pada pasar tidak memerintahkan dan mengawasi
tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan
kegiatan-kegiatan yang almerugikan masyarakat. Munculnya konsep New Public
Management berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran publik. Salah satu
pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari anggaran tradisional
menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja.

4. Perubahan Pendekatan Anggaran


Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya New Public
Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih
sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik.
Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memilik
karakteristik umum, sebagai berikut:
1) Komprehensif/komparatif.
2) Terintegrasi dan lintas departemen.
3) Proses pengambilan keputusan yang rasional.
4) Berjangka panjang.
5) Spesifikasi tujuan dan pemeringkatan prioritas.
6) Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost).
7) Berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input
8) Adanya pengawasan kinerja.

5. Anggaran Kinerja
Anggaran kinerja adalah anggaran yang disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan
yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh
tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam
pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik.

6. Zero-Based Budgeting (ZBB)


Konsep Zero-Based Budgeting (ZBB) dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang
ada pada sistem anggaran tradisional.
Proses Implementasi ZBB Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1) Identifikasi unit-unit keputusan
Struktur organisasi pada dasarnya terdiri atas pusat-pusat pertanggungjawaban
(responsibility center). Zero-Based Budgeting merupakan sistem anggaran yang
berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan pengendalian
anggaran. Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap
berikutnya adalah menyiapkan paket-paket keputusan (decision packages).
2) Penentuan paket-paket keputusan
Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas
organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Terdapat dua jenis paket
keputusan, yaitu:
a. Paket keputusan mutually-exclusive (Paket keputusan yang bersifat mutually-
exclusive adalah paket-paket keputusan yang memiliki fungsi yang sama).
b. Paket keputusan incremental (Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat
usaha yang berbeda (dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu).
c. Memeringkat dan mengevaluasi paket keputusan (Tahap ini merupakan jembatan
untuk menuju proses alokasi sumber daya di antara berbagai kegiatan yang beberapa di
antaranya sudah ada dan lainnya baru sama sekali).
• Keunggulan ZBB
Jika ZBB dilaksanakan dengan baik, dapat menghasilkan alokasi sumber daya secara
lebih efisien, ZBB berfokus pada value for money, Memudahkan untuk
mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektifan biaya, Meningkatkan
pengetahuan dan motivasi staf dan manajer, Meningkatkan partisipasi manajemen
level bawah dalam proses penyusunan anggaran, Merupakan cara yang sistematik
untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi untuk selalu menguji
alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.
• Kelemahan ZBB
a) Prosesnya memakan waktu (time consuming), ZBB cenderung menekankan
manfaat jangka pendek, Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang
maju, Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses memeringkat
dan me-review paket keputusan, Untuk melakukan pemeringkatan paket
keputusan dibutuhkan staf yang memiliki keahlian yang mungkin tidak
dimiliki organisasi.
b) Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan
harus masuk dalam anggaran.
c) Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi

7. Planning, Programming and Budgeting System (PPBS)


PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori system yang
berorientasi pada ouput dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya
berdasarkan analisis ekonomi. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki
pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya.
PPBS memberikan rerangka untuk membuat pilihan tersebut. Langkah – langkah proses
implementasi PPBS, yaitu :
1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas.
2. Mengidentifikasi program – program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit dari masing
– masing program.
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil.
5. Alokasi sumber daya ke masing – masing program yang disetujui.
PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka Panjang untuk mewujudkan
tujuan organisasi melalui program – program. Adapun karakteristik dari PPBS ini, yaitu :
1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan.
2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan dating
karena PPBS berorientasi pada masa depan.
3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi.
4. Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, seperti identifikasi
tujuan, identifikasi secara sistematik alternatif program untuk mencapai tujuan, estimasi
biaya total dari masing – masing alternatif program dan estimasi manfaat dari masing -
masing program.
Kelebihan dari adanya PPBS ini, yaitu :
1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke
manajemen menengah.
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja.
3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan atas biaya dalam perencanaan
program.
4. Lintas departemen yang dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama
antar departemen.
5. Mengilangkan program yang overlapping atau bertetangan dengan pencapaian
tujuan organisasi.
6. PPBS menggunakan teori marginal utility sehingga mendorong alokasi sumber daya
secara optimal.
Selain kelebihan, tentunya terdapat kelemahan. Adapun kelemahan dari PPBS ini, yaitu
:
1. PPBS membutuhkan system informasi yang canggih, ktersediaan data, adanya
system pengukuran, dan staf yang memiliki kapasitas tinggi.
2. Implmentasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan
teknologi yang canggih.
3. PPBS bagus secara teori, tetapi sulit untuk diimplementasikan.
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai Kumpulan
manusia yang kompleks.
5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented.
6. Pengaplikasian PPBS mengahadapi masalah teknis.
Dalam suatu program perencanaan tentunya tidak terlepas dari yang Namanya
permasalahan. Adapun msalah Utama dalam penggunaan ZBB dan PBBS, yaitu :
1. Bounded rationality, keterbatasa dalam menganalisis semua alternatif untuk
melakukan aktivitas.
2. Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, terutama untuk mengukur
output.
3. Ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan dimasa depan, perubahan politik dan
ekonomi.
4. Pelaksanaan teknik yang menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat.
5. Kesulitan dalam menentukan tujuan dan pemerigkatan program terutama Ketika
terdapat pertententangan kepentingan.
6. Tidak memungkinkan melakukan perubahan secara cepat dan tepat.
7. Adanya hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah,
8. Pelaksanaan teknikn seringkali tidak sesuai dengan proses penggambilan keputusan
politik.
9. Pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.
IKHTISAR
Terdapat dua pendekatan dalam penyusunan anggaran sektor publik, yaitu pendek an
tradisional dan pendekatan New Public Management. Anggaran pendekatan NPM sangat
menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Perubahan
dari sistem anggaran tradisional menuju sistem anggaran denga pendekatan NPM
merupakan bagian dari reformasi anggaran (budgeting reform Reformasi anggaran sektor
publik dilakukan untuk menjadikan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan publik dan
menekankan value for money. Penerapan system anggaran perlu mempertimbangkan aspek
sosial, kultural, dan kesiapan teknologi yang dimiliki oleh pemerintah.

Daftar Pustaka
Prof. Dr. Madiasmo, M. A. (2018). AKUNTANSI SEKTR PUBLIK. In A. Yogykarta.
Yogykarta.

Anda mungkin juga menyukai