Anda di halaman 1dari 21

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

JENIS-JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

OLEH :
KELOMPOK 2 :

CEWRERA KELIJIA BARTHIMEUS (B1C1 20 104)


CITRA SYALWIYAH FITRI (B1C1 20 105)
DEWI HERLIANTI (B1C1 20 108)
DHANUL AHMAD NUGRAHA (B1C1 20 109)
ERIK PRATAMA (B1C1 20 116)
FITRA ADE WULAN (B1C1 20 122)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada kami
untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Jenis- Jenis Anggaran Sektor Publik”.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Akuntansi Sektor Publik di
Universitas Halu Oleo. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan
bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Sitti Nurnaluri, S.,E.,M.,Si
selaku dosen mata kuliah Akuntansi Sektor Publik. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari
kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan Kami terima demi kesempurnaan
makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Kendari, 13 November 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................................ii
BAB 1..................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................................1
C. TUJUAN..................................................................................................................................1
BAB II.................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.................................................................................................................................2
A. PERKEMBANGAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK....................................................2
B. ANGGARAN TRADISIONAL.............................................................................................2
C. ANGGARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM (NEW PUBLIC
MANAGEMENT ).........................................................................................................................4
D. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN...................................................................7
E. ANGGARAN KINERJA.......................................................................................................8
F. ZERO BASED BUDGETING (ZBB)...................................................................................8
G. PLANNING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS).....................10
H. IKHTISAR............................................................................................................................13
BAB III.............................................................................................................................................14
PENUTUP........................................................................................................................................14
A. KESIMPULAN.....................................................................................................................14
B. SARAN..................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................16

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Pada sektor
swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, sebaliknya
pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk di kritik,
didiskusikan dan diberi masukan. Anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan, yaitu
karena anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan sosial-ekonomi, menjamin
kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Anggaran juga diperlukan karena
adanya masalah keterbatasan sumber daya sedangkan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan
terus berkembang, dan anggaran juga diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah
bertanggung jawab terhadadp masyakat.
Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanan dan penyusunan
anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki
perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah anggaran tradisional atau anggaran
konvesional dan pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management
(NPM).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan anggaran sektor publik ?
2. Apa yang dimaksud dengan anggaran tradisional ?
3. Bagaimana mekanisme anggaran publik dengan pendekatan NPM ?
4. Bagaimana perubahan pendekatan anggaran ?
5. Apa yang dimaksud dengan anggaran kinerja ?
6. Apa yang dimaksud dengan Zero- Based Budgeting (ZBB) ?
7. Apa yang dimaksud dengan Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS) ?
8. Apa yang dimaksud dengan ikhtisar ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui mengenai perkembangan anggaran sektor publik
2. Untuk mengetahui maksud dari anggaran tradisional
3. Untuk mengetahui bagiamana mekanisme anggaran publik dengan pendekatan NPM
4. Untuk mengetahui perubahan pendekatan anggaran
5. Untuk mengetahui maksud dari anggaran kinerja
6. Untuk mengetahui maksud dari Zero- Based Budgeting (ZBB)
7. Untuk mengetahui maksud dari Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
1
8. Untuk mengetahui maksud dari ikhtisar

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen kebijakan
multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut terutama
tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung mereflesikan arah dan
tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan
publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat digunakan sebagai alat
pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka
sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilaukan dengan
cermat dan sistematis.

Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami banyak
perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai dengan
dinamika perembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul
dimasyarakat. Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan
penyusunan anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang
memiliki perbedaan mendasar, yaitu : (a) Anggaran tradisional atau anggaran konvensional, dan
(b) Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management.

B. ANGGARAN TRADISIONAL

Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara


berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a) cara penyusunan
anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan susunan anggaran
yang bersifat line-item.

Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah (c) cenderung
sentralistis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip anggaran bruto.
Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan besarnya
dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional tersebut gagal
dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya
berbagai informasi tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuam
pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.

Incrementalism
Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan

3
pertanggung jawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat icrementalism, yaitu hanya
menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya
dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya
penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam. Pendekatan semacam ini
tidak saja belum menjamin terpenuhinya kebutuhan rill, namun juga dapat mengakibatkan
kesalahan yang terus berlanjut. Hal ini disebabkan karena kita tidak pernah tahu apakah
pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar penyusunan anggaran tahun
ini telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.

Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian
terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak
dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional. Dengan tidak adanya perhatian
terhadap konsep value for money, seringkali pada akhir tahun anggara terjadi kelebihan
anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang
sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.

Anggaran tradisional yang bersifat “incrementalism” cenderung menerima konsep harga


pokok pelayanan historis (historic cost of service) tanpa memperhatikan pertanyaan seperti:

1. Apakah pelayanan tertentu yang dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih


dibutuhkan atau masih menjadi prioritas?
2. Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?
3. Apakah pelayanan yang diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?

Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item,
program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meskipun sebenarnya
item tersebut sudah tidak dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh jumlah nominal
rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.

Line-item
Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang didasarkan
atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pegeluaran. Metode line-item budget tidak
memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada
dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara rill item tertentu sudah tidak relevan lagi
untuk digunakan pada periode sekarang. Karena sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran
tradisional tidak memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena satu-
satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan
dana yang diusulkan. Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi
alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran.

Kelemahan Anggaran Tradisional

Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa
kelemahan, antara lain:
4
a) Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana
pembangunan jangka panjang.
b) Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti
secara menyeluruh efektivitasnya.
c) Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.

C. ANGGARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM (NEW PUBLIC


MANAGEMENT )

Model New Public Management mulai dikenal tahun 1980-an dan kembali populer tahun
1990-an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya munculnya konsep
“managerialism” (pollit, 1993); “market-based public administration” (Lan, Zhiyong, and
Rosenbloom, 1992); “post-bureaucratic paradigm” (Barzelay, 1992); dan “entrepreneurial
goverment” (Osborne and Gaebler, 1992). New Public Management berfokus pada manajemen
sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan
paradigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi
pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost
cutting), dan kompetisi tender.

Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model
pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam
pandangannya yang dikenal dengan konsep “reinventing goverment”. Perspektif baru
pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:
1. Pemerintahan katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan public, tetapi tidak harus terlibat secara
langsung dengan proses produksinya (producing). Sebaiknya pemerintah fokuskan diri pada
pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau
sektor tiga (lembaga swadaya masyarakat dan nonprofit lainnya). Produksi pelayanan publik
oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanya
memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah. Pada
saat ini, banyak pelayanan publik yang dapat diproduksi oleh sektor swasta dan sektor ketiga
(LSM). Bahkan, pada beberapa Negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak
non-pemerintah.
2. Pemerintahan milik masyarakat: memberdayakan masyarakat daripada melayani.
Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu
menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community). Sebagai misal,
masalah keselamatan umum adalah juga merupakan tanggungjawab masyarakat, tidak
hanya kepolisian. Karenanya, kepolisian semestinya tidak hanya memperbanyak polisi untuk
menanggapi peristiwa kriminal, tetapi juga membantu warga untuk memecahkan masalah yang
menyebabkan timbulnya tindak kriminal. Contoh lain: untuk dapat lebih mengembangkan usaha
kecil, berikanlah wewenang yang optimal pada asosiasi pengusaha kecil untuk memecahkan

5
masalah yang sedang dihadapi.

6
3. Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian
pelayanan public:
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan
kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan
kualitasnya tanpa harus membesarkan biaya. Misalnya pada pelayanan pos Negara, akibat
kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan menjadi relatif semakin
cepat daripada kualitasnya di masa lalu.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh
peraturan menjadi organisasi yang digerakkan misinya. Apa yang dapat dan tidak dapat
dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah
mandatnya tetapi misinya.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil bukan masukan.
Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditemukan oleh
kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar
pula dana yang dialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tapi yang terjadi
adalah, unit kerja tidak punya insentif untuk memperbaiki kinerjanya. Justru, mereka memiliki
peluang baru: semakin lama permasalahan dapat dipecahkan, semakin banyak dana yang dapat
diperoleh. Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu
membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah daerah wirausaha akan mengembangkan
suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan
permasalahan yang menjadi tanggungjawab. Semakin baik kinerjanya, semakin banyak pula
dana yang akan dialokasinkan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit
kerja tersebut.
6. Pemerintah berorientasi pada penlanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan
birokrasi:
Pemerintah tradisional seringkali sa;ah dalam mengidentifikasikan pelanggannya. Penerimaan
pajak memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus disetujui
oleh DPR/DPRD. Akibatnya, pemerintah seringkali menganggap bahwa DPR/DPRD dan
semua pejabat yang ikut dalam pembebasan anggaran adalah pelanggannya. Bila
DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif tidak menomorsatukan kepentingan kelompok, maka
hal ini tidak menyebabkan masalah. Tetapi bila mereka menomorsatukan kepentingan
kelompoknya, maka pelanggan yang sebernarnya, yaitu masyarakat, akan cenderung dilupakan.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah tradisional akan memenuhi semua kebutuhan dan
keinginan birokrasi. Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. Ia akan mengidentifikasi
pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak
bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi sebaliknya, ia menciptakan system
pertanggungjawaban ganda (dual accountability): kepada legislatif dan masyarakat. Dengan
cara seperti ini, pemerintah tidak akan arogan tetapi secara terus menerus akan berupaya untuk
lebih memuaskan masyarakat.

7
7. Pemerintah wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar
membelanjakan.
Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan
pendapatan dari aktivitasnya. Padalah, banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan
pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah daerah wirausaha dapat
mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya: BPS dan Bappeda, yang dapat
menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian; BUMN/BUMD;
pemberian hak guna usaha yang menik kepada para pengusaha dan masyarakat; penyertaan
modal; dan lain-lain.
8. Pemerintah antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati.
Pemerintah tradisional yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk
memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat reaktif: seperti
suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka tidak ada upaya
pemecahan. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Ia tidak hanya mencoba untuk
mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masa depan. Ia
menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi.
9. Pemerintah desentralisasi: dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.
Lima puluh tahun yang lalu, pemerintahan yang sentralistis dan hierarkhis sangan
diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat, mengikuti rantai
komandonya hingga sampai pada staf yang paling berhubungan dengan masyarakat dan
bisnis. Pada saat itu, system tersebut sangat cocok karena teknologi informasi masih sangat
primitive, kominikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah
masih relatif belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas apa-apa
yang harus dilaksanakan). Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah berubah,
perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan masyarakat dan bisnis
sudah semakin kompleks, dan staf pemerintahan sudah banyak yang berpendidikan tinggi.
Sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi,
pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan perubahan dengan
mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem
prosedur dan pemaksaan).
Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari
keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi sumberdaya.
Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif, sedangkan pemerintah
wirausaha menggunakan mekanisme pasar. Dalam mekanisme administratif, pemerintah
tradisional menggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi
baku dan kemudian memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur
tersebut). Dalam mekanisme pasar, pemerintah wirausaha tdiak memerintahkan dan
mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak
melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.
8
Munculnya konsep New Public Management berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran
publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari model
anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja. Berikut ini akan
dibahas jenis-jenis anggaran dengan pendekatan New Public Management.

Table 5.1
Perbandingan Anggaran Tradisional dengan Anggaran Berbasis Pendekatan NPM
ANGGARAN TRADISIONAL NEW PUBLIC MANAGEMENT
Sentralistis Desentralisasi & devolved management
Berorientasi pada input, output, dan outcome
Berorientasi pada input
(value for money)
Tidak terkait dengan perencanaan jangka Utuh dan komprehensif dengan perencanaan
panjang jangka panjang
Line-item dan incrementalism Berdasarkan sasaran kinerja
Batasan departemen yang kaku (rigid Lintas departemen
departement) (cross departemen)
Menggunakan aturan klasik: Zero-Base Budgeting, Planning
Vote accounting Programming Budgeting System
Prinsip anggaran bruto Sistemastik dan rasional
Bersifat tahunan Bottom-up budgeting
Spesifik

D. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN

Reformasi sector publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New
Public Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih
sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan
tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran
kinerja (performancc budgeting), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and
Budgeting System (PPBS).
Pendekatan baru dalam system anggaran public tersebut cenderung memiliki karakteristik
umum sebagai berikut:
1. Komprehensif/komparatif
2. Terintegrasi dan lintas departemen
3. Proses pengambilan keputusan yang rasional
4. Berjangka panjang
5. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas
6. Analisi total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
9
7. Berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input
8. Adanya pengawasan kinerja.

E. ANGGARAN KINERJA
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam
anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang
dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayan publik.
Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value for money dan
pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan
pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sitematik dan rasional dalam proses
pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut anggaran kinerja
dilengkapi dengan teknik penganggaran analitis.
Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanakan
value for money dan efektivitas anggapan. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan
anggaran tradisional yang menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan,
pemerintah akan menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over- spending).
Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi dan dikendalikan
melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan audit kinerja, serta evaluasi
kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah dipaksa bertindak berdasarkan cost minded dan
harus efisien. Selain didorong untuk menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga
dituntut untuk mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai
tujuan tersebut maka diperlukan adanya program dan tolak ukur sebagai standar kinerja.
Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan
penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrument untuk mencapai tujuan dan
sasaran program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan
perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program
tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan program, serta penentuan indicator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam
mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.

F. ZERO BASED BUDGETING (ZBB)


Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada
sistem anggaran tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep Zero Based
Budgeting dapat menghilangkan incrementalism dan line-item karena anggaran di asumsikan
mulai dari nol (zero-base). Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan
besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu dapat
menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan pada
10
anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun penentuan anggaran didasarkan
pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran mulai dari hal yang baru
sama sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan
organisasi dapat hilang dari struktur anggaran, atau mungkin juga muncul item baru.

Proses Implementasi ZBB


Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Identifikasi unit-unit keputusan
Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban
(responsibility center). Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan
(decision unit) yang salah satu fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran. ZBB merupakan
sistem anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dari
pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit keputusan level
yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah merupakan suatu unit keputusan besar
yang dapat dipecah-pecah lagi menjadi dinas-dinas, dinas- dinas dipecah lagi menjadi
subdinas-subdinas, subdinas dipecah lagi menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan
demikian, suatu pemerintah daerah bias memiliki ribuan unit keputusan.
Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap berikutnya adalah
menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut. Dokumen tersebut disebut paket-paket keputusan (decision packages).
2. Penentuan paket-paket keputusan.
Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai nagian dari aktivitas
organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket keputusan dibuat oleh
manajer pusat pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara detail estimasi biaya dan
pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara
teoritis, paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai alternatife kegiatan
untuk melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada tiap-
tiap alternatif. Terdapat dua jenis paket keputusan, yaitu:
a. Paket keputusan mutually-exclusive.
Paket keputusan yang bersifat mutually-eclusive adalah paket-paket keputusan yang
memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salah satu paket kegiatan atau program, maka
konsekuensinya adalah menolak semua alternative yang lain.
b. Paket keputusan incremental.
Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda (dikaitkan
dengan biaya) da;am melaksanakan aktivitas tertentu. Terdapat base package yang
menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paket lain yang aktivitasnya lebih
tinggi yang akan berpengaruh terhadap kenaikan level-aktivitas dan juga akan
berpengaruh terhadap biaya. Setiap paket memiliki biaya dan manfaat yang dapat
ditabulasikan dengan jelas.
3. Meranking dan mengevaluasi paket keputusan

11
Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah meranking semua paket
berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini merupakan jembatan untuk menuju
proses alokasi sumber daya di antara berbagai kegiatan yang beberapa di antaranya sudah
ada dan lainnya baru sama sekali.

Keunggulan ZBB

1. Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya
secara lebih efisien.
2. ZBB berfokus pada value for money
3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan biaya
4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
5. Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran
6. Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi
untuk selalu menguji alternative aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.

Kelemahan ZBB
1. Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan tidak praktis,
membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena
pembuatan paket keputusan.
2. ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
3. Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju
4. Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan mereview paket
keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan yang melelahkan dan
membosankan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan.
5. Untuk melaksanakan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki
keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi bahwa semua staf
memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket keputusan. Selain itu dalam
perankingan muncul pertimbangan subyektif atau mungkin terdapat tekanan politik sehingga
tidak obyektif lagi.
6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus masuk
dalam anggaran.
7. Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi.

G. PLANNING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)


PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori system yang
berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya
berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi
tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan
12
aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. PPBS adalah salah satu model penganggaran yang
ditunjukan untuk membantu manajemen pemerintahan dalam membuat keputusan alokasi sumber
daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas
jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya. Dalam keadaan tersebut
pemerintah dihadapkan pada pilihan alternative keputusan yang memberikan manfaat paling
besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan rerangka untuk
membuat pilihan tersebut.

Proses Implementasi PPBS

Langkah-langkah implementasi PPBS meliputi:

1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas
2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan
3. Mengevaluasi berbagai alternative program dengan menghitung cost-benefit dari masing-
masing program
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil
5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.

PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk mewujudkan


tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah bahwa program-program yang
disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi.
Pemerintah harus dapat mengidentifikasi struktur program dan melakukan analisis program.
Struktur program merupakan rerangka untuk mengidentifikasi keterkaitan antara sumber
daya yang dimiliki dengan aktivitas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi,
struktur program merupakan semacam kerangka bangunan dari desain system PPBS.

Karakteristik PPBS:

1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan


2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang karena
PPBS berorientasi pada masa depan
3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
4. Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternative program, yang meliputi (a)
identifikasi tujuan, (b) identifikasi secara sistematik alternative program untuk mencapai
tujuan, (c) estimasi biaya total dari masing-masing alternative program, dan (d) estimasi
manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari masing-masing alternative program.

Kelebihan PPBS
13
1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke
manajemen menengah
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-consciousness/cost
awareness) dalam perencanaan program
4. Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama
antar departemen
5. Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan
organisasi
6. PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber daya
secara optimal

Kelemahan PPBS

1. PPBS membutuhkan system informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya system
pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi
2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan
teknologi yang canggih
3. PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia
yang kompleks.
5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan statistik terkadang
kurang tajam untuk mengukur efektivitas program. Statistik hanya tepat untuk mengukur
beberapa program tertentu saja
6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini tekait dengan sifat program
atau kegiatan yang lintas departemen sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi biaya.
Sementara itu sitem akuntansi dibuat berdasarkan departemen bukan program.

Masalah utama penggunaan ZBB atau PPBS

1. Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternative untuk


melakukan aktivitas
2. Kurangnya data untuk membandingkan semua alternative, terutama untuk mengukur
output
3. Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan, perubahan politik,
dan ekonomi
4. Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat
5. Kesulitan dalam menentukan tujuam dan perankingan program terutama ketika terdapat
pertentangan kepentingan (conflict of interest)
6. Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara cepat dan
tepat
14
7. Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah
(resistence to change)
8. Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan
politik. Politik berusaha membuat pelaksanaan lebih “technocratic” yang hal tersebut
bias mempengaruhi proses anggaran
9. Pada akhrinya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.

H. IKHTISAR
Terdapat dua pendekatan dalam menyusun anggaran sektor publik, yaitu pendekatan
tradisional dan pendekatan New Public Management. Anggaran tradisional memiliki ciri utama
line-item dan incrementalism. Pendekatan NPM dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari
system tradisional. Anggaran dengan pendekatan NPM terdiri dari beberapa jenis, yaitu anggaran
kinerja, ZBB, dan PPBA. Anggaran dengan pendekatan NPM sangat menekankan pada konsep
value for money dan pengawasan atas kinerja output. Perubahan dari system anggaran tradisional
menuju anggaran dengan pendekatan NPM merupakan bagian penting informasi anggaran
(budgeting reform). Reformasi anggaran sektor publik dilakukan untuk menjadikan anggaran
lebih berorientasi pada kepentingan publik dan menenkankan value for money. Beberapa jenis
anggaran dengan pendekatan NPM, seperti ZBB, PPBS, dan Anggaran Kinerja perlu dikaji lebih
mendalam sebelum diaplikasikan, karena pada masing-masing jenis anggaran tersebut
memiliki kelebihan dan kelemahan. Penerapan system anggaran juga perlu
mempertimbangkan aspek social, kultural, dan kesiapan teknologi yang dimiliki oleh
pemerintah.

15
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Aspek perencanaan memiliki peran yang penting bagi suatu organisasi baik organisasi
yang berorientasi laba maupun nirlaba. Aktivitas organisasi akan terlaksana dengan lebih baik
jika seluruh tahapan proses perencanaan dilaksanakan secara konsekuen.
Perencanaan strategic mendorong pemikiran kedepan dengan menjelaskan arah yang
dikehendaki di masa yang akan datang. Perencanaan strategic merupakan upaya
pengimplementasian pencapaian tujuan-tujuan organisasi yang telah di tetapkan sebelumnya
melalui pengembangan strategi-strategi (program dan kebijakan umum). Dengan perencanaan
startegic, program-program diseleksi disesuaikan dengan skala prioritas dan sumber daya yang
dimiliki. Kinerja organisasi yang menggunakan perencanaan strategic akan jauh melampaui
organisasi lainnya yang tidak menggunakan perencanaan perencanaan strategic. Hal ini antara
lain karena perencanaan itu didasarkan atas visi dan misi strategic yang jelas. Visi dan misi
strategic itu sendiri mampu mengendalikan arah perencanaan yang baik. Perencanaan strategic
memiliki peranan yang sangat penting bagi organisasi, karena didalam perencanaan strategic
tergambarkan program-program organisasi yang akan menjadi acuan bagi organisasi yang
menyusun angaaran.
Anggaran sektor publik menjadi instrumen kebijakan untuk mencapai tujuan organisasi.
Hal tersebut terutama tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung
merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat
perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat digunakan
sebagai alat pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat berjalan dengan baik,
maka sistem penganggaran dan pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan
cermat dan sistematis. Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan
penyusunan anggaran sektor publik secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang
memiliki perbedaan mendasar, yaitu:
1. Anggaran tradisional atau anggaran konvensional; dan
2. Pendekatan baru yang biasa dikenal dengan pendekatan New Public Management.
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara
berkembang. Terdapat 2 ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu:
a. Cara penyusunan anggaran yang didasarkan pendekatan incrementalism.
b. Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item.
Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah cenderung
sentralistis, bersifat spesifikasi, tahunan dan menggunakan prinsip anggaran bruto.

16
Konsep Zero Based Budgeting (ZBB) dimasukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
yang ada pada sistem anggaran tradisional. Proses pengimplementasi ZBB terdiri dari tiga
tahapan, yaitu:
1. Identifikasi unir keputusa.
2. Penentuan paket keputusan.
3. Mengurutkan dan mengevaluasi paket keputusan.

B. SARAN
Demikian pokok bahasan makalah yang dapat kami paparkan, besar harapan kami makalah
ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan dari makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar
makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2018. Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: Andi


Bastian, Indra. 2015. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar, Jakarta: Erlangga
Majid, Jamaluddin. 2019. Akuntansi Sektor Publik, Sulawesi Selatan: Pusaka Almaida

18

Anda mungkin juga menyukai