Anda di halaman 1dari 17

JENIS-JENIS PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

(AKUNTASI SEKTOR PUBLIK)

NAMA DOSEN : LAILY RAMADHANI

NAMA : LEFINA KRISTIANI ZALUKHU (21210080)

MATKUL : AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

INTERNATIONAL BUSINES MANAGEMENT INDONESIA

MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis,

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................... ....................................................................................


DAFTAR ISI.................................. ....................................................................................
BAB I JENIS-JENIS ANGGRAN SEKTOR PUBLIK ......................................................
A. PERKEMBANGAN ANGGRAN SEKTOR PUBLIK ..........................................
B. ANGGRAN TRADISIONAL .................................................................................
Incrementalism ................... ....................................................................................
Line-item ............................ ....................................................................................
Kelemahan Anggaran Tradisional ..........................................................................
C. ANGGARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM ...................................
Era new public management ...................................................................................
D. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN ....................................................
E. ANGGRAN KINERJA ...... ....................................................................................
F. ZERO BASED BUDGETING (ZBB) ....................................................................
Proses implementasi ZBB .. ....................................................................................
Keunggulan ZBB ............... ....................................................................................
Kelemahan ZBB................. ....................................................................................
G. PLANNING, PROGAMMING, AND BADGETING SYSTEM (PPBS)..............
Proses implementasi PBBS ....................................................................................
Karakteristik PBBS ............ ....................................................................................
Kelebihan PBBS ................ ....................................................................................
Kelemahan PBBS............... ....................................................................................
Masalah utama penggunaan ZBB dan PPBS ..........................................................
H. IKHITISAR........................ ....................................................................................

BAB II
A. KESIMPULAN .................. ....................................................................................
B. SARAN .............................. ....................................................................................
BAB I

A. PERKEMBANGAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen kebijakan
multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut terutama
tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung mereflesikan arah dan tujuan
pelayanan masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang
dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi
perencanaan dan pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas
penerimaan dan pengeluaran harus dilaukan dengan cermat dan sistematis.

Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami banyak
perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika
perembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul dimasyarakat. Pada
dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor publik.
Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar, yaitu : (a) Anggaran
tradisional atau anggaran konvensional, dan (b) Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan
New Public Management.

B. ANGGARAN TRADISIONAL

Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara berkembang dewasa
ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a) cara penyusunan anggaran yang didasarkan
atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item. Ciri lain
yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah (c) cenderung sentralistis; (d) bersifat
spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip anggaran bruto. Struktur anggaran tradisional dengan
ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan
bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana
kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang
dapat digunakan untuk tujuam pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
Incrementalism

Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan pertanggung jawaban
yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat icrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah
rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya
sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang
mendalam. Pendeatan semacam ini tidak saja belum menjamin terpenuhinya kebutuhan rill, namun juga
dapat mengakibatkan kesalahan yang terus berlanjut. Hal ini disebabkan karena kita tidak pernah tahu
apakah pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar penyusunan anggaran tahun
ini telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.

Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep
value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam
penyusunan anggaran tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money,
seringkali pada akhir tahun anggara terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian
dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.

Anggaran tradisional yang bersifat “incrementalism” cenderung menerima konsep harga pokok pelayanan
historis (historic cost of service) tanpa memperhatikan pertanyaan seperti:

1. Apakah pelayanan tertentu yang dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih dibutuhkan atau masih
menjadi prioritas?

2. Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?

3. Apakah pelayanan yang diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?

Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item, program, atau kegiatan
akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak
dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat
inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
Line-item

Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang didasarkan atas dasar
sifat (nature) dari penerimaan dan pegeluaran. Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk
menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun
sebenarnya secara rill item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Karena
sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk dilakukan penilaian
kinerja secara akurat, karena satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata

pada ketaatan dalam menggunakan dana yang diusulkan. Penyusunan anggaran dengan menggunakan
struktur line-item dilandasi alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol
pengeluaran.

Kelemahan Anggaran Tradisional

Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan,
antara lain:

1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka
panjang.

2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara
menyeluruh efektivitasnya.

3. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.

C. ANGGARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM

Era New Public Management

Model New Public Management mulai dikenal tahun 1980-an dan kembali populer tahun 1990-an yang
mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya munculnya konsep “managerialism” (pollit, 1993);
“market-based public administration” (Lan, Zhiyong, and Rosenbloom, 1992); “post-bureaucratic
paradigm” (Barzelay, 1992); dan “entrepreneurial goverment” (Osborne and Gaebler, 1992). New Public
Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi
kebijakan. Penggunaan paradigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi
bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting),
dan kompetisi tender.
Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model pemerintahan yang
diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep
“reinventing goverment”. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:

1. Pemerintahan katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik. Pemerintah
harus menyediakan beragam pelayanan public, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses
produksinya (producing). Sebaiknya pemerintah fokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi
pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor tiga (lembaga swadaya masyarakat dan
nonprofit lainnya).

Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan keharusan:
pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah.
Pada saat ini, banyak pelayanan publik yang dapat diproduksi oleh sektor swasta dan sektor ketiga (LSM).
Bahkan, pada beberapa Negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak non-pemerintah.

2. Pemerintahan milik masyarakat: memberdayakan masyarakat daripada melayani.

Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi
masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community). Sebagai misal, masalah
keselamatan umum adalah juga merupakan tanggungjawab masyarakat, tidak hanya kepolisian. Karenanya,
kepolisian semestinya tidak hanya memperbanyak polisi untuk menanggapi peristiwa kriminal, tetapi juga
membantu warga untuk memecahkan masalah yang menyebabkan timbulnya tindak kriminal. Contoh lain:
untuk dapat lebih mengembangkan usaha kecil, berikanlah wewenang yang optimal pada asosiasi
pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapai.

3. Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik.

Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan.
Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus membesarkan
biaya. Misalnya pada pelayanan pos Negara, akibat kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan kilat
yang disediakan menjadi relatif semakin cepat daripada kualitasnya di masa lalu.

4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi
organisasi yang digerakkan misinya. Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur
dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya tetapi misinya.

5. Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil bukan masukan.

Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditemukan oleh kompleksitas
masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang
dialokasikan.
Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tapi yang terjadi adalah, unit kerja tidak punya insentif
untuk memperbaiki kinerjanya. Justru, mereka memiliki peluang baru: semakin lama permasalahan dapat
dipecahkan, semakin banyak dana yang dapat diperoleh.

Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu membiayai hasil dan
bukan masukan. Pemerintah daerah wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur
seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi tanggungjawab. Semakin
baik kinerjanya, semakin banyak pula dana yang akan dialokasinkan untuk mengganti semua dana yang
telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.

6. Pemerintah berorientasi pada penlanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.


Pemerintah tradisional seringkali sa;ah dalam mengidentifikasikan pelanggannya. Penerimaan pajak
memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus disetujui oleh DPR/DPRD.
Akibatnya, pemerintah seringkali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam
pembebasan anggaran adalah pelanggannya. Bila DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif tidak
menomorsatukan kepentingan kelompok, maka hal ini tidak menyebabkan masalah. Tetapi bila mereka
menomorsatukan kepentingan kelompoknya, maka pelanggan yang sebernarnya, yaitu masyarakat, akan
cenderung dilupakan.

Dalam kondisi seperti ini, pemerintah tradisional akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan
birokrasi. Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. Ia akan mengidentifikasi pelanggan yang
sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak bertanggungjawab pada dewan
legislatif, tetapi sebaliknya, ia menciptakan system pertanggungjawaban ganda (dual accountability):
kepada legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak akan arogan tetapi secara terus
menerus akan berupaya untuk lebih memuaskan masyarakat.

7. Pemerintah wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.


Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan pendapatan dari
aktivitasnya. Padalah, banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan pendapatan dari proses penyediaan
pelayanan publik. Pemerintah daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan,
misalnya: BPS dan Bappeda, yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat
penelitian; BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menik kepada para pengusaha dan masyarakat;
penyertaan modal; dan lain-lain.

8. Pemerintah antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisional yang birokratis
memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratis
cenderung bersifat reaktif: seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka
tidak ada upaya pemecahan. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Ia tidak hanya mencoba
untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masa depan. Ia menggunakan
perencanaan strategis untuk menciptakan visi.
9. Pemerintah desentralisasi: dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja. Lima puluh tahun yang lalu,
pemerintahan yang sentralistis dan hierarkhis sangan diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari
pusat, mengikuti rantai komandonya hingga sampai pada staf yang paling berhubungan dengan masyarakat
dan bisnis. Pada saat itu, system tersebut sangat cocok karena teknologi informasi masih sangat primitive,
kominikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih relatif belum terdidik
(masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas apa-apa yang harus dilaksanakan). Tetapi pada saat
sekarang, keadaan sudah berubah, perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan
masyarakatdan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintahan sudah banyak yang berpendidikan
tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi,
pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.

10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan perubahan dengan mekanisme
pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan).

Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari keduanya,
mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah tradisional
menggunakan mekanisme administratif, sedangkan pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar.

Dalam mekanisme administratif, pemerintah tradisional menggunakan perintah dan pengendalian,


mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk melaksanakannya
(sesuai dengan prosedur tersebut). Dalam mekanisme pasar, pemerintah wirausaha tdiak memerintahkan
dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan
kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat. Munculnya konsep New Public Management berpengaruh
langsung terhadap konsep anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem
anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja. Berikut
ini akan dibahas jenis-jenis anggaran dengan pendekatan New Public Management.

Perbandingan Anggaran Tradisional dengan Anggaran Berbasis Pendekatan NPM

ANGGARAN TRADISIONAL NEW PUBLIC MANAGEMENT


Sentralistis Desentralisasi & devolved management
Berorientasi pada input Berorientasi pada input, output, dan outcome
(value for money)
Tidak terkait dengan perencanaan jangka panjang Utuh dan komprehensif dengan perencanaan
jangka panjang
Line-item dan incrementalism Berdasarkan sasaran kinerja
Batasan departemen yang kaku (rigid departement) Lintas departemen (cross departemen)
menggunakan aturan klasik: Vote accounting Zero-Base Budgeting, Planning Programming
Budgeting System
Prinsip anggaran bruto Sistemastik dan rasional
Bersifat tahunan Bottom-up budgeting
Spesifik

D. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN

Reformasi sector publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public Management
telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan
anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran
sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja (performancc budgeting), Zero Based Budgeting
(ZBB), dan Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS).

Pendekatan baru dalam system anggaran public tersebut cenderung memiliki karakteristik umum
sebagai berikut:

1. Komprehensif/komparatif

2. Terintegrasi dan lintas departemen

3. Proses pengambilan keputusan yang rasional

4. Berjangka panjang

5. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas

6. Analisi total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)

7. Berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input

8. Adanya pengawasan kinerja

E. ANGGARAN KINERJA

Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran
tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayan publik. Anggaran dengan pendekatan
kinerja sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan
ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang
sitematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut
anggaran kinerja dilengkapi dengan teknik penganggaran analitis.
Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanakan value for money dan
efektivitas anggapan. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang
menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan menyalahgunakan
kedudukan mereka dan cenderung boros (overspending). Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi
pemerintah akan dapat diawasi dan dikendalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan
dan audit kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah dipaksa bertindak
berdasarkan cost minded dan harus efisien. Selain didorong untuk menggunakan dana secara ekonomis,
pemerintah juga dituntut untuk mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat
mencapai tujuan tersebut maka diperlukan adanya program dan tolak ukur sebagai standar kinerja.

Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan
program dan tolak ukur kinerja sebagai instrument untuk mencapai tujuan dan sasaran program.

Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan
penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut
mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan
indicator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.

F. ZERO BASED BUDGETING (ZBB)

Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada sistem
anggaran tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep Zero Based Budgeting dapat
menghilangkan incrementalism dan line-item karena anggaran di asumsikan mulai dari nol (zero-base).
Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk
menetapkan anggaran tahun depan, yaitu dapat menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah
penduduk. ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun
penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini.

Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran mulai dari hal yang baru sama sekali. Item anggaran yang
sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur anggaran,
atau mungkin juga muncul item baru.

Proses Implementasi ZBB

Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Identifikasi unit-unit keputusan

Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility center).
Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan (decision unit) yang salah satu
fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran.
ZBB merupakan sistem anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dari
pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit keputusan level yang lebih
kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah merupakan suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah
lagi menjadi dinas-dinas, dinasdinas dipecah lagi menjadi subdinas-subdinas, subdinas dipecah lagi
menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan demikian, suatu pemerintah daerah bias memiliki ribuan unit
keputusan.

Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap berikutnya adalah menyiapkan
dokumen yang berisi tujuan unit keputusan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Dokumen tersebut disebut paket-paket keputusan (decision packages).

2. Penentuan paket-paket keputusan

Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai nagian dari aktivitas organisasi atau
fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket keputusan dibuat oleh manajer pusat
pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan
dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat.

Secara teoritis, paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai alternatife


kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada
tiap-tiap alternatif.

Terdapat dua jenis paket keputusan, yaitu:

a. Paket keputusan mutually-exclusive.

Paket keputusan yang bersifat mutually-eclusive adalah paket-paket keputusan yang memiliki fungsi yang
sama. Apabila dipilih salah satu paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak semua
alternative yang lain.

b. Paket keputusan incremental.

Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda (dikaitkan dengan biaya) da;am
melaksanakan aktivitas tertentu. Terdapat base package yang menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan,
dan paket lain yang aktivitasnya lebih tinggi yang akan berpengaruh terhadap kenaikan level-aktivitas dan
juga akan berpengaruh terhadap biaya. Setiap paket memiliki biaya dan manfaat yang dapat ditabulasikan
dengan jelas.

3. Meranking dan mengevaluasi paket keputusan

Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah meranking semua paket berdasarkan
manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya
di antara berbagai kegiatan yang beberapa di antaranya sudah ada dan lainnya baru sama sekali.
Keunggulan ZBB

1. Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya secara lebih efisien.
2. ZBB berfokus pada value for money

3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan biaya

4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer

5. Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran

6. Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi untuk selalu
menguji alternative aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.

Kelemahan ZBB

1. Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan tidak praktis, membutuhkan biaya
yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan. 2. ZBB
cenderung menekankan manfaat jangka pendek

3. Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju

4. Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan mereview paket keputusan.
Mereview ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, sehingga
dapat mempengaruhi keputusan.

5. Untuk melaksanakan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki keahlian yang
mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi bahwa semua staf memiliki kemampuan untuk
mengkalkulasi paket keputusan. Selain itu dalam perankingan muncul pertimbangan subyektif atau
mungkin terdapat tekanan politik sehingga tidak obyektif lagi.

6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus masuk dalam
anggaran

7. Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi.

G. PLANNING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)

PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori system yang berorientasi pada
output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi.
Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi,
namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. PPBS adalah
salah satu model penganggaran yang ditunjukan untuk membantu manajemen pemerintahan dalam
membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik.
Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan
masyarakat tidak terbatas jumlahnya. Dalam keadaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan
alternative keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara
keseluruhan. PPBS memberikan rerangka untuk membuat pilihan tersebut.

Proses Implementasi PPBS Langkah-langkah implementasi PPBS meliputi:

1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas

2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

3. Mengevaluasi berbagai alternative program dengan menghitung cost-benefit dari masingmasing program

4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil

5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.

PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk mewujudkan tujuan organisasi
melalui program-program. Kuncinya adalah bahwa program-program yang disusun harus terkait dengan
tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi. Pemerintah harus dapat mengidentifikasi
struktur program dan melakukan analisis program. Struktur program merupakan rerangka untuk
mengidentifikasi keterkaitan antara sumber daya yang dimiliki dengan aktivitas yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan organisasi. Jadi, struktur program merupakan semacam kerangka bangunan dari desain
system PPBS.

Karakteristik PPBS:

1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan

2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang karena PPBS
berorientasi pada masa depan

3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi

4. Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternative program, yang meliputi (a) identifikasi
tujuan, (b) identifikasi secara sistematik alternative program untuk mencapai tujuan, (c) estimasi biaya total
dari masing-masing alternative program, dan (d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari masing-
masing alternative program.

Kelebihan PPBS
1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke manajemen menengah
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja

3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-consciousness/cost awareness)


dalam perencanaan program

4. Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama antar
departemen

5. Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan organisasi

6. PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber daya secara optimal

Kelemahan PPBS

1. PPBS membutuhkan system informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya system pengukuran, dan
staf yang memiliki kapabilitas tinggi

2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan teknologi yang canggih
3. PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan

4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia yang kompleks

5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan statistik terkadang kurang
tajam untuk mengukur efektivitas program. Statistik hanya tepat untuk mengukur beberapa program
tertentu saja

6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini tekait dengan sifat program atau kegiatan yang
lintas departemen sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi biaya. Sementara itu sitem akuntansi
dibuat berdasarkan departemen bukan program.

Masalah utama penggunaan ZBB atau PPBS

1. Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternative untuk melakukan aktivitas

2. Kurangnya data untuk membandingkan semua alternative, terutama untuk mengukur output

3. Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan, perubahan politik, dan ekonomi 4.
Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat

5. Kesulitan dalam menentukan tujuam dan perankingan program terutama ketika terdapat pertentangan
kepentingan (conflict of interest)
6. Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara cepat dan tepat

7. Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah (resistence to change) 8.
Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan politik. Politik
berusaha membuat pelaksanaan lebih “technocratic” yang hal tersebut bias mempengaruhi proses anggaran

9. Pada akhrinya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.

H. IKHTISAR

Terdapat dua pendekatan dalam menyusun anggaran sektor publik, yaitu pendekatan tradisional dan
pendekatan New Public Management. Anggaran tradisional memiliki ciri utama line-item dan
incrementalism. Pendekatan NPM dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari system tradisional.
Anggaran dengan pendekatan NPM terdiri dari beberapa jenis, yaitu anggaran kinerja, ZBB, dan PPBA.
Anggaran dengan pendekatan NPM sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas
kinerja output. Perubahan dari system anggaran tradisional menuju anggaran dengan pendekatan NPM
merupakan bagian penting informasi anggaran (budgeting reform). Reformasi anggaran sektor publik
dilakukan untuk menjadikan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan publik dan menenkankan value
for money. Beberapa jenis anggaran dengan pendekatan NPM, seperti ZBB, PPBS, dan Anggaran Kinerja
perlu dikaji lebih mendalam sebelum diaplikasikan, karena pada masing-masing jenis anggaran tersebut
memiliki kelebihan dan kelemahan. Penerapan system anggaran juga perlu mempertimbangkan aspek
social, kultural, dan kesiapan teknologi yang dimiliki oleh pemerintah.

BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat disampaikan dalam makalah ini antara lain pentingnya informasi
akuntansi dan system pengendalian manajemen bagi seorang manajer keuangan public untuk
Menyusun angggaran sampai dengan pelaporan anggaran, dikarenakan tugas orang manajer
keuangan sector public adalah bertanggung jawab untuk menciptakan system akuntansi yang
memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran.

Anda mungkin juga menyukai