Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

JENIS-JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4 (EMPAT)

HAMKA 90400121041

A. NURUL ASHARI 90400121040

NUR WULANDARI 90400121065

JURUSAN AKUNTANSI B

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini sesuai dengan waktu yang ditentukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Akuntansi Sektor Publik yang berjudul “Jenis-Jenis Anggaran Sektor Publik”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Akuntansi Sektor Publik, Bapak Dr. Jamaluddin Majid,
SE., M.Si.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis
sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam makalah ini baik dari segi
susunan kalimat, tata bahasa, maupun segi materinya. Maka, kritik dan saran yang
membangun senantiasa kami harapkan.

Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat berguna terkhusus untuk
penulis dan memberikan manfaat dan inspirasi bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Gowa, 11 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah ....................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
2.1 Perkembangan Anggaran Sektor Publik................................................... 4
2.2 Anggaran Tradisional ............................................................................... 4
2.3 Anggaran Publik dengan Pendekatan NPM ............................................. 9
2.4 Perubahan Pendekatan Anggaran ........................................................... 14
2.5 Anggaran Kinerja ................................................................................... 15
2.6 Zero-Based Budgeting (ZBB) ................................................................ 17
2.7 Planning, Programming and Budgeting System (PPBS)........................ 22
BAB III ................................................................................................................. 26
PENUTUP ............................................................................................................. 26
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apapun jenis organisasinya, swasta maupun publik, selalu terkait dengan
anggaran. Proses untuk mempersiapkan anggaran disebut dengan penggaran
(Mardiasmo, 2009). Sistem penganggaran merupakan instrumen dari mekanisme
birokrasi pada suatu organisasi yang berfungsi sebagai alat untuk mengalokasikan
sumber daya dalam bentuk barang atau jasa yang ada kedalam anggota organisasi.
Dalam konteks negara sebagai sebuah organisasi, maka sistem penganggaran
merupakan alat untuk mengalokasikan sumber daya dalam bentuk barang dan jasa
yang ada kedalam masyarakat. Sesuai dengan perkembangan sistem administrasi
publik dan tuntunan masyarakat dalam konteks sistem sosial dan politik tertentu,
berkembanglah sistem penganggaran negara (Bastian, 2006) atau yang dapat juga
disebut dengan penganggaran sektor publik.
Oleh karena anggaran sebagai instrumen mekanisme birokrasi, maka
anggaran merupakan alat akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan
pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Selain itu juga ,
karena sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya untuk setiap program
maupun aktivitas, maka penganggaran juga merupakan aktivitas yang penting.
Begitu pentingnya aktivitas penganggaran ini pada organisasi sektor publik,
banyak teori penganggaran muncul dari teori-teori dalam administrasi publik.
Peranan memandu organisasi sektor publik menyusun anggaran yang berkualitas.
Namun demikian, Gibran dan Sekwat (2009) berpendapat bahwa teori
penganggaran yang ada selama ini belum memuaskan dan perlu pendektan
alternatif dalam mengembangkan teori penganggaran. Pendapat tersebut
menunjukkan bahwa teori-teori penggaran yang ada dianggap belum sempurna
(heuristic) dan masih menghadapi tantangan yang cukup besar untuk
pengembangan di masa mendatang. Begitu juga dengan penganggaran sektor
publik di indonesia.

1
Anggaran memiliki peran penting dalam organisasi sektor publik, terutama
organisasi pemerintahan. Berbagai jenis anggaran sektor publik terdiri dari
anggaran tradisional dan anggaran dengan pendekatan New Public Management.
Anggaran tradisional ditandai dengan ciri utamanya yang bersifat line-item dan
incremental, sedangkan anggaran dengan pendekatan New Public Management
adalah anggaran yang berorientasi pada kinerja, yang terdiri atas planning,
programming and budgeting system (PPBS), Zero-Based Budgeting (ZBB), dan
Performance Budgeting.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan anggaran sektor publik ?
2. Apa krakteristik, ciri-ciri serta kelemahan anggaran tradisional ?
3. Apa itu anggaran publik dengan pendekatan NPM dan apa
perbandingan anggaran tradisional dengan anggaran berbasis
pendekatan NPM ?
4. Apa saja perubahan pendekatan anggaran ?
5. Apa karakteristik, keunggulan dan kelemahan anggaran kinerja ?
6. Apa definisi, karakteristik, proses implementasi, keunggulan dan
kelemaham Zero-Based Budgeting (ZBB) ?
7. Apa definisi, proses implementasi, karakteristik, kelebihan dan
kelemahan PPBS serta apa masalah utama penggunaan ZBB dan
PPBS ?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui perkembangan anggaran sektor publik.
2. Untuk mengetahui karakteristik, ciri-ciri serta kelemahan anggaran
tradisional.
3. Untuk mengetahui anggaran publik dengan pendekatan NPM serta
perbandingan anggaran tradisional dengan anggaran berbasis
pendekatan NPM.
4. Untuk mengetahui perubahan pendekatan anggaran.

2
5. Untuk mengetahui karakteristik, keunggulan dan kelemahan anggaran
kinerja.
6. Untuk mengetahui definisi, karakteristik, proses implementasi,
keunggulan dan kelemahan Zero-Based Budgeting (ZBB).
7. Untuk mengetahui definisi, proses implementasi, karakteristik,
kelebihan dan kelemahan PPBS serta masalah utama penggunaan
ZBB dan PPBS.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Anggaran Sektor Publik


Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi
instrumen kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan organisasi. Hal tersebut terutama tercermin pada komposisi dan besarnya
anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan
masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat perecanaan kegiatan publik
yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat digunakan sebagai alat
pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat berjalan dengan
baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran
harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah
mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran sektor publik
berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemen
sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul dimasyarakat. Pada
dasarnya, terdapat beberapa jenis pendekatan dan perencanaan dan penyusunan
anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang
memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah :
1) Anggaran tradisional atau anggaran konvensional
2) Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public
Management.

2.2 Anggaran Tradisional


Anggaran tradisional adalah suatu cara menyusun anggaran yang tidak
didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penyusunannya lebih didasarkan
pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran.

4
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di
negara berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini
yaitu:
a) Cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incremental.
b) Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item.

Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut


adalah:

c) Cenderung sentralistis
d) Bersifat spesifikasi
e) Tahunan
f) Menggunakan prinsip bruto.
Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu
mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan
bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang
besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi
tersebut, maka satu-satunya tolak ukur yang dapat digunakan untuk tujuan
pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
Pendekatan tradisional terdiri atas tiga proses, adalah sebagai berikut
(Nordiawan, 2006).
1) Pihak lembaga yang memerlukan anggaran mengajukan permintaan
anggaran kepada kepala eksekutif dan anggaran tersebut diperinci
berdasarkan jenis pengeluaran yang hendak dibuat.
2) Kepala eksekutif mengumpulkan permintaan anggaran dari berbagai
lembaga, lalu anggaran ini dimodifikasi oleh kepala eksekutif
(dikonsolidasikan). Dari hasil modifikasi tersebut, kepala eksekutif
kemudian mengajukan permintaan secara keseluruhan untuk organisasi
tersebut kepada lembaga legislatif dengan menggunakan perincian yang
sama dengan anggaran yang diajukan sebelumnya oleh lembaga-lembaga
dibawahnya (dengan menggunakan pendekatan tradisional).

5
3) Setelah merevisi jumlah permintaan anggaran, pihak legislatif kemudian
menuliskan jumlah anggaran yang disetujui dengan menggunakan
pendekatan tradisional. Data-data mengenai program atau kinerja mungkin
dimasukkan dalam anggaran yang diperinci dengan menggunakan
pendekatan tradisional.

Incremental

Anggaran yang bersifat incrementalism yaitu hanya menambah atau


mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya
dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan
besarnya penambah pengawasan dana atau pengurangan tanpa dilakukan kajian
yang mendalam. Pendekatan semacam ini tidak saja belum menjamin
terpenuhinya kebutuhan riil, namun juga dapat mengakibatkan kesalahan yang
terus berlanjut. Hal ini disebabkan karena kita tidak pernah tahu apakah
pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar penyusunan
anggaran tahun juga telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.

Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya


perhatian terhadap konsep value of money. Konsep ekonomi, efisiensi dan
efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran
tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value of money ini,
seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang
pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya
kurang penting untuk dilaksanakan. Aktivitas-aktivitas susulan ini semata-mata
dimaksudkan untuk menghabiskan sisa anggaran. Apabila hal tersebut tidak
dilakukan akan berdampak pada alokasi anggaran tahun berikutnya. Hal ini
disebabkan karena pada pendekatan tradisional, kinerja dinilai berdasarkan habis
tidaknya anggaran yang diajukan dan bukan berdasarkan pada pertimbangan
output yang dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan dibandingkan dengan target
kinerja yang dikehendaki (outcome).

6
Anggaran tradisional yang bersifat “incremental” cenderung menerima
konsep harga pokok pelayanan historis (historic cost of service) tanpa
memperhatikan pertanyaan seperti :

1. Apakah pelayanan tertentu yang dibiayai dengan pengeluran pemerintah


masih dibutuhkan atau masih menjadi priorotas ?
2. Apakah pelayanan yang diberikan telah terdistribusi secara adil dan merata
diantara kelompok masyarakat ?
3. Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien ?
4. Apakah pelayanan yang diberikan memengaruhi pola kebutuhan publik ?

Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu


item, program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya
meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak dibutuhkan. Perubahan anggaran
hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi,
jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.

Line-item

Karakteristik lain dari pendekatan anggaran tradisional adalah struktur


anggaran bersifat line-item yang didasarkan atas dasar sifat (nature) dan
penerimaan dan pengeluaran. Metode line-item budget tidak memungkinkan
untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeuaran yang telah ada
dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil item tertentu sudah
tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Karena sifatnya yang
demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk dilakukan
penilaian kinerja secara akurat, karena satu-satunya tolak ukur yang dapat
digunakan adalah semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan dana yang
diusulkan.

Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi


alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol
pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar
sifat penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dan pemerintah

7
atasan, pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk
belanja barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai
dengan pengeluaran yang dilakukan.

Kelemahan Anggaran Tradisional

Metode penganggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

1. Hubungan tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan


rencana pembangunan jangka panjang.
2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak
pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input daripada output.
4. Sekat-sekat antara departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara
keseluruhan sulit dicapai.
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran
modal/investasi.
6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut
sebenarnya terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut
dapat mendorong praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan
kolusi).
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak
memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Akibatnya,
munculnya budget padding atau budgetary slack.
8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan
mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya
dilakukan revisi anggaran dan manipulasi anggaran.
9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang
menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah
dan tindakan.

8
2.3 Anggaran Publik dengan Pendekatan NPM
Era New Public Management

Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa model new model management


mulai dikenal tahun 1980-an dan kembali populer tahun 1990-an yang
mengalami beberapa bentuk konsep, misalnya munculnya konsep
“managerialism” (Pollit, 1993); “market-based public administration” (Lan,
Zhiyong, dan Rosenbloom, 1992); “post-bureaucratic paradigm” (Barzelay,
1992); dan “entrepreneurial government” (Osborne dan Gaebler, 1992).

New public management berfokus pada manajemen sektor publik yang


berorientasi pada kinerja bukan pada kebijakan. Oleh karena itu, bagian dari
reformasi dari new public management adalah dengan kemunculannya manajemen
berbasis kinerja. Fokus manajemen berbasis kinerja adalah pengukuran kinerja
organisasi sektor publik yang berorientasi pada pengukuran outcome (hasil),
bukan lagi sekadar pengukuran input atau output saja (Mahmudi, 2007).
Penggunaan paradigma new public management menuntut pemerintah untuk
memberikan pelayanan yang efektif dan efisien kepada masyarakat, pemangkasan
biaya (cost cutting) dan kompetisi tender. Pendekatan new public management
digunakan untuk mengatasi kelemahan anggaran tradisional. Pendekatan new
public management digunakan untuk mengatasi kelemahan anggaran tradisional.

Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah


model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang
tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep "reinventing
government". Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut
adalah:

1. Pemerintah katalis: fokus pada pemberian pengarahan, bukan produksi


pelayanan publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak
harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing).
Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan,
sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta

9
dan/atau sektor ketiga, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan nirlaba
lainnya. Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan
pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanya memproduksi
pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak nonpemerintah.
Pada saat ini, banyak pelayanan publik yang dapat diproduksi oleh sektor
swasta dan sektor ketiga (LSM). Bahkan, pada bèberapa negara, penagihan
pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak nonpemerintah.
2. Pemerintah milik masyarakat: memberdayakan masyarakat daripada
melayani.
Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat
sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong
dirinya sendiri (self-help community). Sebagai contoh, masalah
keselamatan umum adalah juga merupakan tanggung jawab masyarakat,
tidak hanya kepolisian. Karenanya, kepolisian semestinya tidak hanya
memperbanyak polisi untuk menanggapi peristiwa kriminal, tetapi juga
membantu warga untuk memecahkan masalah yang menyebabkan
timbulnya tindak kriminal. Contoh lain: untuk dapat lebih
mengembangkan usaha kecil, berikanlah wewenang yang optimal pada
asosiasi pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang
dihadapi.
3. Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam
pemberian pelayanan publik.
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan
publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar
biaya. Misalnya pada pelayanan pos negara, akibat kompetisi yang
semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan menjadi relatif
semakin cepat daripada kualitas di masa lalu.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang
digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur
dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya, tetapi
misinya.
5. Pemerintah yang berorientasi pada hasil: membiayai hasil, bukan
masukan.
Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit
kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Makin
kompleks masalah yang dihadapi, makin besar pula dana yang
dialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tetapi yang
terjadi adalah unit kerja tidak mempunyai insentif untuk memperbaiki

10
kinerjanya. Justru mereka memiliki peluang baru: makin lama
permasalahan dapat dipecahkan, makin banyak dana yang dapat diperoleh.

Pemerintah yang berorientasi pada hasil berusaha mengubah bentuk


penghargaan dan insentif itu, yaitu membiayai hasil, bukan masukan.
Pemerintah wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang
mengatur seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan
permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya. Makin baik kinerjanya,
makin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti semua
dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.
6. Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan: memenuhi kebutuhan
pelanggan, bukan birokrasi.
Pemerintah tradisional sering kali salah dalam mengidentifikasi
pelanggannya. Penerimaan pajak memang dari masyarakat dan dunia
usaha, tetapi pemanfaatannya harus disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya,
pemerintah sering kali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat
yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah pelanggannya. Bila
DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif tidak menomorsatukan
kepentingan kelompoknya maka hal ini tidak menyebabkan masalah.
Namun, bila mereka menomorsatukan kepentingan kelompoknya maka
pelanggan yang sebenarnya, yaitu masyarakat, akan cenderung dilupakan.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah tradisional akan memenuhi semua
kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan kepada masyarakat mereka
sering kali menjadi arogan.

Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan tidak akan seperti itu. Ia


akan mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara
seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak bertanggung jawab pada
dewan legislatif, tetapi sebaliknya, ia menciptakan sistem
pertanggungjawaban ganda (dual accountability) kepada legislatif dan
masyarakat. Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak akan arogan, tetapi
secara terus menerus akan berupaya untuk lebih memuaskan masyarakat.
7. Pemerintahan wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak
sekadar membelanjakan.
Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk
menghasilkan pendapatan dari aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa
dilakukan untuk menghasilkan pendapatan dari proses penyediaan
pelayanan publik. Pemerintah wirausaha dapat mengembangkan beberapa
pusat pendapatan, misalnya BPS dan Bapeda, yang dapat menjual
informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian,

11
BUMN/BUMD, pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para
pengusaha dan masyarakat, penyertaan modal, dan lain-lain.
8. Pemerintah antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati.
Pemerintah tradisional yang birokratis memusatkan diri pada produksi
pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah
birokratis cenderung bersifat reaktif, seperti suatu satuan pemadam
kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka tidak akan ada upaya
pemecahan. Pemerintah antisipatif tidak reaktif tetapi proaktif. Ia tidak
hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras
untuk mengantisipasi masa depan. Ia menggunakan perencanaan strategis
untuk menciptakan visi.
9. Pemerintah desentralisasi: dari hierarkis menuju partisipatif dan tim
kerja.
Pada masa lalu, pemerintah yang sentralistis dan hierarkis sangat
diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat, mengikuti
rantai komandonya hingga sampai pada staf yang paling berhubungan
dengan masyarakat dan bisnis. Pada saat itu, sistem tersebut sangat cocok
karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi antar
berbagai lokasi sangat lamban, dan aparatur pemerintah masih relatif
belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas apa
yang harus dilaksanakan). Namun sekarang keadaan sudah berubah,
perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan
masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah
sudah banyak yang berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan
keputusan harus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi,
pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
10. Pemerintah yang berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan
perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan
mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan).
Ada dua cara alokasi sumber daya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme
administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang
terbaik dalam mengalokasikan sumber daya. Pemerintah tradisional
menggunakan mekanisme administratif, sedangkan pemerintah yang
berorientasi pada pasar menggunakan mekanisme pasar. Dalam
mekanisme administratif, pemerintah tradisional menggunakan perintah
dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku, kemudian
memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur
tersebut). Dalam mekanisme pasar, pemerintah yang berorientasi pada
pasar tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan

12
menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-
kegiatan yang merugikan masyarakat.

Munculnya konsep New Public Management berpengaruh langsung


terhadap konsep anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah
terjadinya perubahan sistem anggaran dari anggaran tradisional menjadi
anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja. Berikut ini akan dibahas
jenis-jenis anggaran dengan pendekatan New Public Management.

Prinsip-prinsip New Public Management (NPM)

New Public Management (NPM) adalah konsep payung yang menaungi


serangkaian makna seperti desain organisasi dan manajeman, penerapan
kelembagaan ekonomi atas menejemen publik, serta pola-pola kebijakan. Menurut
(Hood 1991) terdapat 7 karakteristik New Public Management, yaitu:

1. Hands-on professional management (Manajemen profesional di sektor


publik). Penekanan pada keahlian menajemen profesional dalam
mengendalikan organisasi.
2. Explicit standards and measures of performance (Adanya standar kinerja
dan ukuran kinerja). Standar-standar yang tegas dan terukur atas performa
organisasi, termasuk klarifikasi tujuan, target, dan indikator-indikator
keberhasilannya.
3. Greater emphasis on output controls (Penekanan yang lebih besar
terhadap pengendalian output dan outcome). Peralihan dan pemanfaatan
kendali input menjadi output, dalam prosedur-prosedur birokrasi yang
seluruhnya diukur lewat indikator-indikator performa kuantitatif.
4. A shift to desegregations of units in the public sector (Pemecahan unit-unit
kerja di sektor publik). Peralihan dari sistem manajemen sentralisasi
menjadi desentralisasi dari unit-unti sektor publik.
5. A shift to greater competition in the public sector (Menciptakan
persaingan di sektor publik). Pengenalan pasar kompetisi yang lebih besar
dalam sektor publik, seperti penghematan dana dan pencapaian standar
tinggi lewat kontrak dan sejenisnya.
6. A stress on private sectore styles of management practice (Pengadopsian
gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik). Penekanan pada
praktek-praktek manajeman bergaya perusahaan swasta seperti kontrak
kerja singkat, pembangunan rencana korporasi, dan pernyataan misi.
7. A stress on greater discipline and parsimony in resource use (Penekanan
pada disiplin dan penghematan yang lebih besar dalam menggunakan
sumber daya). Penekanan pada pemangkasan, efisiensi, dan melakukan

13
lebih banyak dengan sumber daya yang sedikit. Sektor publik seyogjanya
bekerja lebih keras dengan sumber-sumber yang terbatas (to do more with
less).

Karakteristik tersebut menegaskan bahwa New Public Management


(NPM) sangat terkait dengan semakin pentingnya pelayanan kepada pengguna
pelayanan; devolusi; reformasi regulasi menuju pelayanan publik yang lebih
bermutu. Keberhasilan New Public Management (NPM) ini sangat tergantung
dari konteks dan karakteristik negara dan sektor yang ditangani, kemampuan
institusi, dan konteks dari institusi itu sendiri seperti iklim dan ideologi
manajemen yang dianut, sikap terhadap otoritas, hubungan sosial dan
kelompok (Ferlie et al. 1996; Flynn 2002).

Perbandingan Anggaran Tradisional dengan Anggaran Berbasis Pendekatan MPM

Anggaran Tradisonal New Public Management


Sentralistis Desentralisasi dan devolved
management
Berorientasi pada input Berorientasi pada input, output, dan
outcome (value for money)
Tidak terkait dengan perencanaan Utuh dan komprehensif dengan
jangka panjang perencanaan jangka panjang
Line-item dan incremental Berdasarkan sasaran kinerja
Batasan departemen yang kaku Lintas departemen (cross
(rigid departement) departement)
Menggunakan aturan klasik; vote Zero base budgeting, planning and
accounting programming budgeting system
Prinsip anggaran bruto Sistematis dan rasional
Bersifat tahunan Bottom-up budgeting
Spesifik

2.4 Perubahan Pendekatan Anggaran


Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya
New Public Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan
pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik.
Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran
sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja (performance budgeting),

14
Zero-Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and Budgeting
System (PPBS).

Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung


memiliki karakteristik umum, sebagai berikut:

1. Komprehensif/komparatif.
2. Terintegrasi dan lintas departemen.
3. Proses pengambilan keputusan yang rasional.
4. Berjangka panjang
5. Spesifikasi tujuan dan pemeringkatan prioritas
6. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
7. Berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input.
8. Adanya pengawasan kinerja

2.5 Anggaran Kinerja


Pendekatan anggaran kinerja disusun untuk coba mengatasi berbagai
kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang
disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayan publik. Anggaran dengan
pendekatan kinerja menekankan pada konsep value for money dan pengawasan
atas kinerja output. Pendekatan kinerja juga mengutamakan mekanisme
penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan
rasional dalam proses pembuatan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-
hal tersebut anggaran kinerja di lengkapi dengan teknik penganggaran analitis.
Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena
anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja
didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran.
Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang
menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campurtangan, pemerintah akan
menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over-spending).

15
Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi,
dan dikendalikan melalui Internal cost awareness, audit keuangan dan audit
kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah dipaksa
bertindak berdasarkan cost minded dan harus efisien. Selain didorong untuk
menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut untuk mampu
mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai tujuan
tersebut maka diperlukan adanya program dan tolok ukur sebagai standar kinerja.
Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup
kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk
mencapai tujuan dan sasaran program, Penerapan sistem anggaran kinerja dalam
penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan
struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan
tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bersasaran tanggung jawab
atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan
sebagai tolak ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
Nordiawan (2006) menyebutkan bahwa anggaran kinerja memiliki
beberapa karakteristik sebagai berikut:
a. Mengklasifikasikan akun-akun dalam anggaran berdasarkan fungsi dana
aktivitas serta unit organisasi dan rincian belanja.
b. Menyelidiki dan mengukur aktivitas guna mendapatkan efisiensi
maksimum dan standar biaya.
c. Mendasarkan anggaran untuk periode yang akan datang pada biaya per
unit standar dikalikan dengan jumlah unit aktivitas yang diperkirakan
harus dilakukan pada periode tersebut.

Penggunaan anggaran dengan pendekatan kinerja memiliki beberapa


keunggulan, antara lain adanya pendelegasian wewenang dalam pengambilan
keputusan, merangsang partisipasi dan memotivasi unit kerja, pengalokasian dana
secara optimal dengan didasarkan efisien unit kerja, dan menghindari
pemborosan.

16
Namun, anggaran kinerja juga memiliki beberapa kelemahan, adalah
sebagai berikut (Nordiawan, 2006).

1. Hanya sedikit dari pemerintah pusat dan daerah yang memiliki staf
anggaran atau akuntansi yang memiliki kemampuan memadai untuk
mengidentifikasi unit pengukuran dan melaksanakan analisis biaya.
2. Banyak jasa dana aktivitas pemerintah tidak dapat langsung terukur dalam
satuan unit output atau biaya per unit yang dapat dimengerti dengan
mudah.
3. Akun-akun dalam pemerintahan telah secara khusus dibuat dengan dasar
anggaran yang dilakukan (cash basic). Hal ini membuat pengumpulan data
untuk keperluan pengukuran kinerja sangat sulit, bahkan kadang kala tidak
memungkinkan.
4. Kadang kala, aktivitas langsung diukur biayanya secara detail dan
dilakukannya pengukuran lainnya tanpa adanya pertimbangan yang
memadai apakah aktivitas tersebut perlu atau tidak.

2.6 Zero-Based Budgeting (ZBB)


Defenisi ZBB secara umum adalah suatu proses penganggaran dimana
anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero base), sehingga seolah-olah proses
anggaran dimulai dari hal yang baru sama sekali. ZBB atau istilahnya
Penganggaran Dasar Nol (PDN) timbul dari upaya untuk mengetatkan gabungan
antara pembenaran (justification) dan pengalokasian. Peter Phyhrr mendefinisikan
ZBB sebagai berikut:

“Suatu proses operasi, perencanaan, dan penganggaran yang meminta


setiap manajer untuk memberikan alasan bagi seluruh permohonan anggarannya
secara terperinci sejak awal mula dan mengalihkan beban pembuktian kepada para
manajer dalam memberikan alasan mengapa ia harus mengeluarkan sesuatu biaya.
Ancangan ini meminta agar semua kegiatan diidentifikasikan dalam paket-paket

17
keputusan yang akan dinilai melalui analisis sistematis dalam urutan yang sesuai
dengan kepentingannya.”

Dari pernyataan diatas, selain ZBB merupakan suatu penganggaran


komprehensif, ia juga memperlihatkan bahwa metode tersebut sangat menuntut
analisis dan pembuktian kebutuhan dana. ZBB merupakan suatu bentuk
pengambilan keputusan dana. ZBB merupakan suatu bentuk pengambilan
keputusan eksekutif dipemerintah, dikaitkan dengan cara yang dipakai oleh
perwakilan untuk menyiapkan guna dilakukan peninjauan.

Konsep Zero Based Budgeting (ZBB) dimaksudkan untuk mengatasi


kelemahan yang ada pada sistem anggaran tradisional. Penyusunan anggaran
dengan menggunakan konsep Zero Based Budgeting dapat menghilangkan
incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol
(zerobase). Penyusunan anggaran yang bersifat incrementalism mendasarkan
besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan,
yaitu dengan menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk atau
factor lainnya. ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun
anggaran tahun ini, namun penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat
ini. Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran dimulai dan hal yang baru sama
sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian
tujuan organisasi dapat hilang dan struktur anggaran, akan mungkin juga muncul
item baru.

Ciri-ciri Umum ZBB:

1. Mengembangkan paket keputusan, meliputi analisis dan uraian setiap


kegiatan yang berlainan, baik yang sudah ada maupun yang baru, menjadi
satu atau beberapa paket keputusan.
2. Perankingan paket keputusan, meliputi penilaian dan perankingan paket-
paket yang telah dikembangkan dalam urutan prioritas, memakai analisis
biaya-manfaat atau penilaian subjektif

18
Kedua ciri umum diatas dapat dijabarkan menjadi beberapa karakteristik dibawah
ini:

1. Anggaran diasumsikan mulai dari nol. Proses penganggaran benar-benar


dimulai dari awal.
2. Tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu.
3. Penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini.
4. Menghilangkan item anggaran yang tidak relevan dan memungkinkan item
anggaran yang baru dalam struktur anggaran.
5. Berbasis pada pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan
pengendalian anggaran.
6. Mengatasi kelemahan anggaran tradisional (incremental dan line-item).

Proses Implementasi ZBB

Proses pengimplementasi ZBB terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu:

1. Indentifikasi unit keputusan


Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat
pertanggungjawaban(responsibility center). Setiap pusat pertanggungjawaban
merupakan unit pembuat keputusan (decision unit) yang salah satu fungsinya
adalah untuk menyiapkan anggaran. Zero Based Budgeting merupakan sistem
anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan
dan pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari
unit keputusan level yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah
merupakan suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah lagi menjadi
dinas-dinas; dinas-dinas dipecah lagi menjadi subdinas-subdinas; subdinas
dipecah lagi menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan demikian, suatu
pemerintah daerah bisa memiliki ribuan unit keputusan.

Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap


berikutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan

19
dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen
tersebut disebut paket-paket keputusan (decision packages).

2. Penentuan paket keputusan


Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari
aktivitas organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket
keputusan dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan harus
menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan
dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara teoritis,
paketpaket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai alternatif
kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk menentukan
perbedaan level usaha pada tiap-tiap alternatif. Terdapat dua jenis paket
keputusan, yaitu:
a. Paket keputusan mutually-exclusive.
Paket keputusan yang bersifat mutually-exclusive adalah paket-paket
keputusan yang memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salah satu
paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak semua
alternatif yang lain.
b. Paket keputusan incremental
Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda
(dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktvitas tertentu. Terdapat
base package yang menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan pake
lain yang tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang akan berpengaruh terhadap
kenaikan level aktivitas dan juga akan berpengaruh terhadap biaya. Setiap
paket memiliki biaya dan manfaat yang dapat ditabulasikan dengan jelas.
3. Mengurutkan dan mengevaluasi paket keputusan
Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah mengurutakan
semua paket berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini
merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya di antara
berbagai kegiatan yang beberapa di antaranya sudah ada dan lainnya baru
sama sekali.

20
Keunggulan ZBB
1. Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi
sumber daya secara lebih eflsien;
2. ZBB berfokus pada value for money;
3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan
ketidakefektifan biaya;
4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi standar manajer;
5. Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses
penyusunan anggaran;
6. Merupakan cara yang sistematik untuk rnenggeser status quo dan
mendorong organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola
perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.

Kelemahan ZBB

1. Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan


tidak praktis, membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas
kerja yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan;
2. ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek;
3. Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju;
4. Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses mengurutkan dan
mereview paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan
pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat
mempengaruhi keputusan;
5. Untuk melakukan pengurutan paket keputusan dibutuhkan sumber daya
manusia (staf) yang memiliki keahlian yang mungkin tidak dimiliki
organisasi. ZBB berasumsi bahwa semua staf memiliki kemampuan untuk
mengkalkulasi paket keputusan. Selain itu dalam pengurutan muncul
pertimbangan subyektif atau mungkin terdapat tekanan politik sehingga
tidak obyektif lagi;
6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket
keputusan harus masuk dalam anggaran;

21
7. Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organiasi.

2.7 Planning, Programming and Budgeting System (PPBS)


Planning, programming, and budgeting system (PPBS) merupakan teknik
penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang berorientasi riil output dan
tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan
analisis ekonomi. Model ini dikembangkan dengan asumsi bahwa pembuatan
keputusan didasarkan pada perhitungan atau pendekatan ilmiah dari model
manajemen keuangan yang ada (cost and benefit analysis). Sistem anggaran PPBS
tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-
divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk
mencapai tujuan tertentu.

PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk


membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber
daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki
pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas
jumlahnya. Dalam keadaaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan
alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian
tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan rerangka untuk membuat
pilihan tersebut. PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka
panjang untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program.
Kuncinya adalah bahwa program-program yang disusun harus terkait dengan
tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi.

Proses Implementasi PPBS

Langkah-langkah implementasi meliputi:

1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan


jelas.
2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.

22
3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit
dari masing-masing program.
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil.
5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.

PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk


mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah bahwa
program-program yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan
tersebar ke seluruh bagian organisasi. Pemerintah harus dapat mengidentifikasi
struktur program dan melakukan analisis program. Struktur program merupakan
rerangka untuk mengidentifikasi keterkaitan antara sumber daya yang dimiliki
dengan aktivitas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi,
struktur program merupakan semacam kerangka bangunan dari desain sistem
PPBS. Analisis program terkait dengan kegiatan menganalisis biaya dan manfaat
dari masing-masing program sehingga dapat dilakukan pilihan. Untuk mendukung
hal tersebut, PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih agar dapat
memonitor kemajuan dalam pencapaian tujuan organisasi. Sistem pelaporan
anggaran PPBS harus mampu melaporkan hasil (manfaat) program, bukan sekedar
jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.

Karakteristik PPBS

1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan.


2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan
datang karena PPBS berorientasi pada masa depan.
3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi.
4. Dilakukan analisis secara sistemik atas berbagai alternatif program, yang
meliputi:
a) identifikasi tujuan,
b) identifikasi secara sistematik alternatif program untuk mencapai
tujuan,
c) estimasi biaya total dari masing-masing alternatif program, dan

23
d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari masing-masing
alternatif program.

Kelebihan PPBS

1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen


puncak ke manajemen menengah.
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja.
3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-
consciousness/cost awareness) dalam perencanaan program.
4. Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi,
dan kerja sama antardepartemen.
5. Menghilangkan program yang overlapping:atau bertentangan dengan
pencapaian tujuan organisasi.
6. PPBS menggunakan teori marginal utility sëhingga mendorong alokasi
sumber daya secara optimal.

Kelemahan PPBS

1. PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data,


adanya sistem pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi.
2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS
membutuhkan teknologi yang canggih.
3. PPBS bagus secara teori, tetapi sulit untuk diimplementasikan.
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai
kumpulan manusia yang kompleks.
5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan
statistik terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program.
Statistik hanya tepat untuk mengukur beberapa program tertentu saja.
6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan
sifat program atau kegiatan yang lintas departemen sehingga menyulitkan
dalam melakukan alokasi biaya. Sementara itu, sistem akuntansi dibuat
berdasarkan departemen, bukan program.

24
Masalah Utama Penggunaan ZBB dan PBBS

1. Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternatif


untuk melakukan aktivitas.
2. Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif,terutama untuk
mengukur output.
3. Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan,
perubahan politik, dan ekonomi.
4. Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat
berat.
5. Kesulitan dalam menentukan tujuan dan pemeringkatan program terutama
ketika terdapat pertentangan kepentingan (conflict of interest).
6. Sering kali tidak memungkinkan melakukan perubahan secara cepat dan
tepat.
7. Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk
berubah (resistance to change).
8. Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses
pengambilan keputusan politik. Politik berusaha membuat pelaksanaan
lebih "technocratic" yang hal tersebut bisa memengaruhi proses anggaran.
9. Pada akhirnya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.

25
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terdapat dua pendekatan dalam penyusunan anggaran sektor publik, yaitu
pendekatan tradisional dan pendekatan New Public Management. Anggaran
tradisional memiliki ciri utama line item dan bersifat incremental. Pendekatan
NPM dimaksud untuk mengatasi kelemahan dari sistem tradisional. Anggaran
dengan pendekatan NPM terdiri dari beberapa jenis, yaitu anggaran kinerja ZBB,
dan PPBS. Anggaran pendekatan NPM sangat menekankan pada konsep value
for money dan pengawasan atas kinerja output. Perubahan dari sistem anggaran
tradisional menuju sistem anggaran dengan pendekatan NPM merupakan bagian
dari reformasi anggaran (budgeting reform). Reformasi anggaran sektor publik
dilakukan untuk menjadikan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan publik
dan menekankan value for money. Beberapa jenis anggaran dengan pendekatan
NPM, seperti ZBB, PPBS, dan Anggaran Kinerja perlu dikaji lebih mendalam
sebelum diaplikasikan, karena masing-masing jenis anggaran tersebut memiliki
kelebihan dan kelemahan. Penerapan sistem anggaran juga perlu
mempertimbangkan aspek sosial, kultural, dan kesiapan teknologi yang dimiliki
oleh pemerintah.

26
DAFTAR PUSTAKA

Halim, A., & Kusufi, M. S. (2014). Teori, Konsep, dan Aplikasi Akuntansi Sektor
Publik. Jakarta: Salemba Empat.

Handayani, F. (2003). Zero-Based Budgeting (ZBB). Jurnal Akuntansi Krida


Wacana, 3(1), 1-8.

Haryanto, Sahmuddin, & Arifuddin. (2007). Akuntansi Sektor Publik. Semarang:


Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Indrawati, N. (2010). Penyusunan Anggaran Dalam Era New Public


Management:Implementasinya di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi dan
Bisnis, 10(2), 176-193.

Mardiasmo. (2018). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.

Nordiawan, D., & Hertianti, A. (2010). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba
Empat.

Yuesti, A., Dewi, N. P., & Pramesti, I. A. (2020). Akuntansi Sektor Publik. Bali:
CV. Noah Aletheia.

27

Anda mungkin juga menyukai