DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4 (EMPAT)
HAMKA 90400121041
JURUSAN AKUNTANSI B
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini sesuai dengan waktu yang ditentukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Akuntansi Sektor Publik yang berjudul “Jenis-Jenis Anggaran Sektor Publik”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Akuntansi Sektor Publik, Bapak Dr. Jamaluddin Majid,
SE., M.Si.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis
sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam makalah ini baik dari segi
susunan kalimat, tata bahasa, maupun segi materinya. Maka, kritik dan saran yang
membangun senantiasa kami harapkan.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat berguna terkhusus untuk
penulis dan memberikan manfaat dan inspirasi bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Anggaran memiliki peran penting dalam organisasi sektor publik, terutama
organisasi pemerintahan. Berbagai jenis anggaran sektor publik terdiri dari
anggaran tradisional dan anggaran dengan pendekatan New Public Management.
Anggaran tradisional ditandai dengan ciri utamanya yang bersifat line-item dan
incremental, sedangkan anggaran dengan pendekatan New Public Management
adalah anggaran yang berorientasi pada kinerja, yang terdiri atas planning,
programming and budgeting system (PPBS), Zero-Based Budgeting (ZBB), dan
Performance Budgeting.
2
5. Untuk mengetahui karakteristik, keunggulan dan kelemahan anggaran
kinerja.
6. Untuk mengetahui definisi, karakteristik, proses implementasi,
keunggulan dan kelemahan Zero-Based Budgeting (ZBB).
7. Untuk mengetahui definisi, proses implementasi, karakteristik,
kelebihan dan kelemahan PPBS serta masalah utama penggunaan
ZBB dan PPBS.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di
negara berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini
yaitu:
a) Cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incremental.
b) Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item.
c) Cenderung sentralistis
d) Bersifat spesifikasi
e) Tahunan
f) Menggunakan prinsip bruto.
Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu
mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan
bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang
besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi
tersebut, maka satu-satunya tolak ukur yang dapat digunakan untuk tujuan
pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
Pendekatan tradisional terdiri atas tiga proses, adalah sebagai berikut
(Nordiawan, 2006).
1) Pihak lembaga yang memerlukan anggaran mengajukan permintaan
anggaran kepada kepala eksekutif dan anggaran tersebut diperinci
berdasarkan jenis pengeluaran yang hendak dibuat.
2) Kepala eksekutif mengumpulkan permintaan anggaran dari berbagai
lembaga, lalu anggaran ini dimodifikasi oleh kepala eksekutif
(dikonsolidasikan). Dari hasil modifikasi tersebut, kepala eksekutif
kemudian mengajukan permintaan secara keseluruhan untuk organisasi
tersebut kepada lembaga legislatif dengan menggunakan perincian yang
sama dengan anggaran yang diajukan sebelumnya oleh lembaga-lembaga
dibawahnya (dengan menggunakan pendekatan tradisional).
5
3) Setelah merevisi jumlah permintaan anggaran, pihak legislatif kemudian
menuliskan jumlah anggaran yang disetujui dengan menggunakan
pendekatan tradisional. Data-data mengenai program atau kinerja mungkin
dimasukkan dalam anggaran yang diperinci dengan menggunakan
pendekatan tradisional.
Incremental
6
Anggaran tradisional yang bersifat “incremental” cenderung menerima
konsep harga pokok pelayanan historis (historic cost of service) tanpa
memperhatikan pertanyaan seperti :
Line-item
7
atasan, pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk
belanja barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai
dengan pengeluaran yang dilakukan.
8
2.3 Anggaran Publik dengan Pendekatan NPM
Era New Public Management
9
dan/atau sektor ketiga, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan nirlaba
lainnya. Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan
pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanya memproduksi
pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak nonpemerintah.
Pada saat ini, banyak pelayanan publik yang dapat diproduksi oleh sektor
swasta dan sektor ketiga (LSM). Bahkan, pada bèberapa negara, penagihan
pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak nonpemerintah.
2. Pemerintah milik masyarakat: memberdayakan masyarakat daripada
melayani.
Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat
sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong
dirinya sendiri (self-help community). Sebagai contoh, masalah
keselamatan umum adalah juga merupakan tanggung jawab masyarakat,
tidak hanya kepolisian. Karenanya, kepolisian semestinya tidak hanya
memperbanyak polisi untuk menanggapi peristiwa kriminal, tetapi juga
membantu warga untuk memecahkan masalah yang menyebabkan
timbulnya tindak kriminal. Contoh lain: untuk dapat lebih
mengembangkan usaha kecil, berikanlah wewenang yang optimal pada
asosiasi pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang
dihadapi.
3. Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam
pemberian pelayanan publik.
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan
publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar
biaya. Misalnya pada pelayanan pos negara, akibat kompetisi yang
semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan menjadi relatif
semakin cepat daripada kualitas di masa lalu.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang
digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur
dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya, tetapi
misinya.
5. Pemerintah yang berorientasi pada hasil: membiayai hasil, bukan
masukan.
Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit
kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Makin
kompleks masalah yang dihadapi, makin besar pula dana yang
dialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tetapi yang
terjadi adalah unit kerja tidak mempunyai insentif untuk memperbaiki
10
kinerjanya. Justru mereka memiliki peluang baru: makin lama
permasalahan dapat dipecahkan, makin banyak dana yang dapat diperoleh.
11
BUMN/BUMD, pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para
pengusaha dan masyarakat, penyertaan modal, dan lain-lain.
8. Pemerintah antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati.
Pemerintah tradisional yang birokratis memusatkan diri pada produksi
pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah
birokratis cenderung bersifat reaktif, seperti suatu satuan pemadam
kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka tidak akan ada upaya
pemecahan. Pemerintah antisipatif tidak reaktif tetapi proaktif. Ia tidak
hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras
untuk mengantisipasi masa depan. Ia menggunakan perencanaan strategis
untuk menciptakan visi.
9. Pemerintah desentralisasi: dari hierarkis menuju partisipatif dan tim
kerja.
Pada masa lalu, pemerintah yang sentralistis dan hierarkis sangat
diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat, mengikuti
rantai komandonya hingga sampai pada staf yang paling berhubungan
dengan masyarakat dan bisnis. Pada saat itu, sistem tersebut sangat cocok
karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi antar
berbagai lokasi sangat lamban, dan aparatur pemerintah masih relatif
belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas apa
yang harus dilaksanakan). Namun sekarang keadaan sudah berubah,
perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan
masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah
sudah banyak yang berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan
keputusan harus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi,
pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
10. Pemerintah yang berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan
perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan
mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan).
Ada dua cara alokasi sumber daya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme
administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang
terbaik dalam mengalokasikan sumber daya. Pemerintah tradisional
menggunakan mekanisme administratif, sedangkan pemerintah yang
berorientasi pada pasar menggunakan mekanisme pasar. Dalam
mekanisme administratif, pemerintah tradisional menggunakan perintah
dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku, kemudian
memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur
tersebut). Dalam mekanisme pasar, pemerintah yang berorientasi pada
pasar tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan
12
menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-
kegiatan yang merugikan masyarakat.
13
lebih banyak dengan sumber daya yang sedikit. Sektor publik seyogjanya
bekerja lebih keras dengan sumber-sumber yang terbatas (to do more with
less).
14
Zero-Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and Budgeting
System (PPBS).
1. Komprehensif/komparatif.
2. Terintegrasi dan lintas departemen.
3. Proses pengambilan keputusan yang rasional.
4. Berjangka panjang
5. Spesifikasi tujuan dan pemeringkatan prioritas
6. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
7. Berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input.
8. Adanya pengawasan kinerja
15
Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi,
dan dikendalikan melalui Internal cost awareness, audit keuangan dan audit
kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah dipaksa
bertindak berdasarkan cost minded dan harus efisien. Selain didorong untuk
menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut untuk mampu
mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai tujuan
tersebut maka diperlukan adanya program dan tolok ukur sebagai standar kinerja.
Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup
kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk
mencapai tujuan dan sasaran program, Penerapan sistem anggaran kinerja dalam
penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan
struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan
tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bersasaran tanggung jawab
atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan
sebagai tolak ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
Nordiawan (2006) menyebutkan bahwa anggaran kinerja memiliki
beberapa karakteristik sebagai berikut:
a. Mengklasifikasikan akun-akun dalam anggaran berdasarkan fungsi dana
aktivitas serta unit organisasi dan rincian belanja.
b. Menyelidiki dan mengukur aktivitas guna mendapatkan efisiensi
maksimum dan standar biaya.
c. Mendasarkan anggaran untuk periode yang akan datang pada biaya per
unit standar dikalikan dengan jumlah unit aktivitas yang diperkirakan
harus dilakukan pada periode tersebut.
16
Namun, anggaran kinerja juga memiliki beberapa kelemahan, adalah
sebagai berikut (Nordiawan, 2006).
1. Hanya sedikit dari pemerintah pusat dan daerah yang memiliki staf
anggaran atau akuntansi yang memiliki kemampuan memadai untuk
mengidentifikasi unit pengukuran dan melaksanakan analisis biaya.
2. Banyak jasa dana aktivitas pemerintah tidak dapat langsung terukur dalam
satuan unit output atau biaya per unit yang dapat dimengerti dengan
mudah.
3. Akun-akun dalam pemerintahan telah secara khusus dibuat dengan dasar
anggaran yang dilakukan (cash basic). Hal ini membuat pengumpulan data
untuk keperluan pengukuran kinerja sangat sulit, bahkan kadang kala tidak
memungkinkan.
4. Kadang kala, aktivitas langsung diukur biayanya secara detail dan
dilakukannya pengukuran lainnya tanpa adanya pertimbangan yang
memadai apakah aktivitas tersebut perlu atau tidak.
17
keputusan yang akan dinilai melalui analisis sistematis dalam urutan yang sesuai
dengan kepentingannya.”
18
Kedua ciri umum diatas dapat dijabarkan menjadi beberapa karakteristik dibawah
ini:
19
dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen
tersebut disebut paket-paket keputusan (decision packages).
20
Keunggulan ZBB
1. Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi
sumber daya secara lebih eflsien;
2. ZBB berfokus pada value for money;
3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan
ketidakefektifan biaya;
4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi standar manajer;
5. Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses
penyusunan anggaran;
6. Merupakan cara yang sistematik untuk rnenggeser status quo dan
mendorong organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola
perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.
Kelemahan ZBB
21
7. Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organiasi.
22
3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit
dari masing-masing program.
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil.
5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.
Karakteristik PPBS
23
d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari masing-masing
alternatif program.
Kelebihan PPBS
Kelemahan PPBS
24
Masalah Utama Penggunaan ZBB dan PBBS
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat dua pendekatan dalam penyusunan anggaran sektor publik, yaitu
pendekatan tradisional dan pendekatan New Public Management. Anggaran
tradisional memiliki ciri utama line item dan bersifat incremental. Pendekatan
NPM dimaksud untuk mengatasi kelemahan dari sistem tradisional. Anggaran
dengan pendekatan NPM terdiri dari beberapa jenis, yaitu anggaran kinerja ZBB,
dan PPBS. Anggaran pendekatan NPM sangat menekankan pada konsep value
for money dan pengawasan atas kinerja output. Perubahan dari sistem anggaran
tradisional menuju sistem anggaran dengan pendekatan NPM merupakan bagian
dari reformasi anggaran (budgeting reform). Reformasi anggaran sektor publik
dilakukan untuk menjadikan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan publik
dan menekankan value for money. Beberapa jenis anggaran dengan pendekatan
NPM, seperti ZBB, PPBS, dan Anggaran Kinerja perlu dikaji lebih mendalam
sebelum diaplikasikan, karena masing-masing jenis anggaran tersebut memiliki
kelebihan dan kelemahan. Penerapan sistem anggaran juga perlu
mempertimbangkan aspek sosial, kultural, dan kesiapan teknologi yang dimiliki
oleh pemerintah.
26
DAFTAR PUSTAKA
Halim, A., & Kusufi, M. S. (2014). Teori, Konsep, dan Aplikasi Akuntansi Sektor
Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Nordiawan, D., & Hertianti, A. (2010). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba
Empat.
Yuesti, A., Dewi, N. P., & Pramesti, I. A. (2020). Akuntansi Sektor Publik. Bali:
CV. Noah Aletheia.
27